Anda di halaman 1dari 90

Pengenalan &

Pengembangan Temu
Putih

Oleh

Anis Verawati

"Hiduplah seakan engkau akan mati besok.


Belajarlah seakan engkau akan
hidup selamanya
-Mahatma Gandhi-
Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang


telah memberikan berkah dan rahmat bagi umat-Nya
serta memberi petunjuk dan memperkenankan penulis
untuk menyelesaikan buku ini. Sehingga buku ini dapat
selesai tepat waktu.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada pembimbing yakni bapak Prof. Dr. Ir.
Sugiyanto, MS. selaku dosen pengampu mata kuliah
Dasar Komunikasi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan yang bermanfaat hingga buku ini dapat
terselesaikan. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman atas saran dan waktu yang
telah kalian berikan.
Buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang membangun selalu penulis harapkan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan kepada pembaca.

Malang, 3 Juni 2013


Penulis

Anis Verawati

Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................ ii

Ringkasan Isi Buku ...................................................................... 1


Bab I. Pendahuluan
A. Prospek Pengembangan Tanaman Obat .................. 3
B. Potensi Tanaman Temu Putih...................................... 13

Bab II. Mengenal Tanaman Temu Putih


A. Taksonomi Tanaman Temu Putih .............................. 17
B. Morfologi Tanaman Temu Putih ................................. 18
C. Kandungan & Khasiat Temu Putih ............................. 21
D. Aktivitas Biologi Temu Putih ........................................ 27

Bab III. Budi Daya Temu Putih


A. Syarat Tumbuh ................................................................ 36
B. Produksi Benih & Sumber ............................................. 37
C. Cara Budi Daya Temu Putih ......................................... 39
Bab IV. Panen & Pasca Panen
A. Panen ................................................................................. 46
B. Pasca Panen...................................................................... 48
C. Pengemasan & Penyimpanan ..................................... 60
Bab V. Pengawasan Mutu & Potensi Pasar
A. Pengawasan Mutu ..........................................................65
B. Potensi Pasar ....................................................................67

Bab VI. Pemanfaatan Temu Putih


A. Cara Penggunaan Temu Putih .................................... 71
B. Contoh Pemanfaatan Temu Putih ..............................72
C. Mekanisme Kerja Temu Putih dalam
Menekan Pertumbuhan Sel Kanker ...........................75
D. Pembuatan Kapsul Temu Putih ...................................76

Bab VII. Pemberdayaan Masyarakat .....................................82

Daftar Pustaka ............................................................................90


Daftar Tabel
Tabel 1. Analisis Proksimat Temu Putih ............................... 28
Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia C. zedoaria.................. 30

Daftar Gambar
Gambar 1. Temu Putih.............................................................. 17
Gambar 2. Mofologi Temu Putih (C. zedoaria) ................. 18
Gambar 3. Rimpang Temu Putih........................................... 21
Gambar 4. Penanaman Temu Putih dengan
Sistem Baris ................................................................................. 40
Gambar 5. Tipe Alat Pengering ............................................. 55
Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Simplisia
Rimpang....................................................................................... 59
Gambar 7. Cara-cara Peyimpanan Simplisia ...................... 61
Gambar 8. Preparasi Bahan Dasar Jamu Anti Kanker ...... 76
Gambar 9. Pembuatan Kapsul Kunyit Putih ....................... 78
Gambar 10. Kapsul Kosong & Kapsul Temu Putih ............ 80
Gambar 11. Produk Kapsul Temu Putih ............................... 81
Gambar 12. Produk Bubuk Temu Putih ............................... 81
Gambar 13. Existing Kelembagaan Pemasaran Biofarmaka
........................................................................................................ 87
Ringkasan Isi Buku
Tanaman obat sampai saat ini masih memiliki
prospek yang cerah. Hal ini dikarenakan adanya
kecenderungan kembali ke alam (back to nature).
Tanaman temu putih merupakan tanaman yang
dimanfaatkan bagian rimpangnya sebagai obat. Tanaman
ini digunakan dalam mengobati berbagai penyakit seperti
kanker, tumor, dan penyakit lainnya.
Pembudidayaan tanaman ini cukup mudah, tidak
memerlukan perawatan khusus, sehingga semua petani
dan pembudidaya lainnya dapat membudidayakan
tanaman ini di lahan pekarangan maupun lahan lainnya.
Sejauh ini masih banyak masyarakat bahkan petani
sendiri sebagai pembudidaya, yang belum mengetahui
secara jauh mengenai manfaat dan kandungan dalam
temu putih. Buku ini membahas tentang kandungan dan
khasiat dari tanaman temu putih serta cara budidayanya.
Pemanfaatan temu putih sebagai obat mulai
dikembangkan, namun hanya terbatas pada industri obat
modern atau tradisional saja. Petani sebagai penyedia
dan pembudidaya malah kurang mengetahui tentang
prospek pengembangan temu putih ini. Sehingga perlu
kegiatan pemberdayaan masyarakat khususnya bagi
petani itu sendiri guna memanfaatkan lahan yang ada
serta meningkatkan pendapatan petani pembudidaya.
Selain itu, dengan pemberdayaan masyarakat ini, juga
berguna untuk menyediakan obat herbal alami yang
sehat, tanpa pengawet dan efek samping sehingga
ketergantungan masyarakat terhadap obat-obatan non
herbal menjadi berkurang.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Prospek Pengembangan Tanaman Obat


Obat-obatan tradisional telah lama dimanfaatkan
oleh masyarakat Eropa dan Asia termasuk Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, perhatian pemerintah
terhadap obat-obatan tradisional semakin meningkat,
terlebih sejak dididrikannya Laboratorium Kimia dan
Laboratorium Farmakoterapi di Klaten, serta Hortus
Medicus Tawangmangu-Karanganyar pada tahun 1947.
Selanjutnya disusul dengan berdirinya Werkgroep voor
Medicimale Platen di Bogor dan Komisi Farmakoterapi
Kementerian Kesehatan pada 1950.
Indonesia merupakan salah satu negara yang
mempunyai keanekaragaman hayati cukup luas, dari 40
ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya
tumbuh di Indonesia. Akan tetapi baru sekitar 26% yang
telah dibudidayakan dan 74% masih tumbuh liar di hutan.
Dari 26 % yang telah dibudidayakan, sebanyak 940 jenis
tanaman telah digunakan sebagai obat tradisional.
Pemakaian tanaman obat terus meningkat sejalan
dengan berkembangnya industri obat tradisional/
modern, farmasi ataupun komestika yang menggunakan
tanaman obat sebagai bahan bakunya. Peningkatan ini
diduga karena adanya beberapa aspek yang mendukung,
antara lain kecenderungan kembali ke alam (back to
nature) dari pemakai tanaman obat, efek samping yang
ditimbulkannya kurang berarti bila dibandingkan dengan
obat sintetis, populasi penduduk yang semakin
meningkat, diiringi dengan pasokan obat tidak banyak
mendukung, biaya perawatan yang cukup mahal,
resistensi obat terhadap penyakit infeksi yang digunakan
untuk penyakit menular.
Menurut Depkes, yang dimaksud dengan obat
tradisional ialah obat yang berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan, hewan, mineral atau sediaan galeniknya atau
campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum
mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha
pengobatan hanya berdasarkan pengalaman. Bahan yang
digunakan bisa dalam keadaan segar ataupun dalam
bentuk kering yang di sebut simplisia, dapat berupa
rimpang, akar, herba, daun, batang, bunga dan buah.
Secara umum yang dinamakan simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan.
Prospek pengembangan tanaman obat-obatan
cukup cerah, karena didukung oleh adanya potensi flora,
keadaan tanah dan iklim yang memenuhi syarat
budidaya, semakin berkembangnya industri obat modern
dan tradisional, serta industri makanan dan industri
minuman. Beberapa tanaman obat penting telah lama
diketahui dan dimanfaatkan dalam pembuatan obat-obat
modern maupun tradisional.
Di Indonesia perkembangan obat modern
cenderung terus meningkat. Berbagai jenis dan merk
obat terus berkembang di pasar dunia. Sejak zaman
nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak
mengunakan obat-obatan tradisional. Jamu dan obat
tradisional merupakan salah satu asset nasional sebagai
sarana kesehatan rakyat turun-temurun.
Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang
kesehatan, pemerintah telah melakukan berbagai
program pengembangan pelayanan kesehatan
masyarakat. Pembangunan Puskesmas di seluruh pelosok
tanah air menunjukkan keseriusan pemerintah dalam
menangani masalah pembangunan di bidang kesehatan.
Organisasi kesehatan atau World Health Organization
(WHO) mendukung upaya pengobatan tradisional dalam
rangka mencapai kesehatan bagi semua orang. Salah
satu upaya pemerintah untuk mengembangkan dan
meningkatkan pembudayaan serta pemanfaatan
tanaman obat dilakukan melalui program anjuran
pembuatan TOGA (Tanaman Obat Keluarga).
Tanaman obat keluarga pada hakikatnya
merupakan usaha penanaman jenis tanaman berkhasiat
obat, yang dilakukan dengan memanfaatkan lahan
pekarangan, kebun, atau ladang. Dalam usaha
pembuatan TOGA, dipilih tanaman yang bermanfaat bagi
pengobatan, mudah didapat bibitnya, dapat digunakan
sebagai sayur atau buah yang hasilnya dapat dijual, dan
dapat menambah nilai estetika kebun atau pekarangan.
Pengembangan tanaman obat pada umumnya
diarahkan menjadi sediaan fitoterapi (fitofarmaka) dan
simplisia jamu. Pemgembangan TOGA di pekarangan
mempunyai banyak manfaat, antara lain sebagai berikut.
1) Aspek sosial: tanaman obat dapat dimanfaatkan
sebagai bahan ramuan obat untuk pertolongan
pertama sebelum mendapatkan pengobatan dari
dokter.
2) Aspek ekonomi: tanaman obat dapat dijadikan usaha
baru untuk memasok kebutuhan bahan baku pabrik-
pabrik jamu dan obat tradisional. Saat ini potensi
tanaman obat yang dimanfaatkan di Indonesia
berjumlah lebih dari 1000 jenis dan tersebar di
berbagai daerah. Tanaman obat sangat bermanfaat
sebagai bahan baku obat modern, jamu, dan obat
tradisional.
3) Aspek ekologi: tanaman obat dapat digunakan untuk
menghias dan memperindah halaman rumah
sekaligus memelihara ekosistem mikro di sekitar
rumah.
4) Aspek pendididkan: tanaman obat di pekarangan
merupakan usaha pelestarian plasma nutfah dan
wahana pendididkan cinta lingkungan hidup.
Pekarangan sangat potensial untuk dijadikan
apotek hidup untuk pelayanan kesehatan keluarga dan
masyarakat. Sebagian spesies tanaman obat, termasuk
tanaman temu-temuan, telah diuji secara klinis mengenai
kandungan fitokimia, khasiat, serta keamanan
penggunaannya.
Selain merupakan bahan obat tradisional,
tanaman obat ternyata juga merupakan bahan ekspor
nonmigas yang penting. Dalam beberapa tahun terakhir
terjadi peningkatan ekspor obat tradisional Indonesia
sehingga prospek usaha tanaman obat semakin cerah.
Oleh karena itu, pengembangan tanaman obat secara
komersial diharapkan memberikan sumbangan
(kontribusi) yang besar terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat dan devisa negara.
Sebagai gambaran tentang impor tanaman obat
oleh negara-negara maju, ternyata pada tahun 1990 saja
mencapai senilai US $ 824,6 juta. Negara pengimpor
terbesar tanaman obat adalah Hongkong senilai US $
360,8 juta, kemudian disusul oleh Jepang (US $ 157,6
juta), Amerika Serikat (US $ 103,6 juta), Jerman (US $ 81,4
juta), Singapura (US $ 72,1 juta), dan Prancis (US $ 49,1
juta).
Pengembangan produksi tanaman obat mampu
menyerap devisa negara cukup besar. Pada tahun 1990,
Cina mengekspor tanaman obat senilai US $ 301,6 juta.
Negara lainnya seperti Amerika Serikat mengekspor
senilai US $ 116 juta, Korea Selatan mencapai US $ 106,3
juta, Jerman US $ 51,2 juta, dan India US $ 50,8 juta.
Pangsa pasar ekspor tanaman obat dunia selama periode
1986-1990 naik cukup tajam. Pada periode yang sama,
nilai produksi tanaman obat Indonesia naik cukup pesat,
yakni dari Rp 37,1 milyar menjadi Rp 73,8 milyar.
Meskipun demikian, pada tahun 1990 pangsa pasar
tanaman obat Indonesia ditingkat dunia baru 1,1%
dengan kedudukan sebagai negara pengekspor nomor
16.
Indonesia mempunyai potensi besar untuk
mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat.
Hal ini dikarenakan adanya faktor pendukung yang
menguntungkan. Diantaranya ialah ketersediaan potensi
sumberdaya flora, keadaan tanah dan iklim,
perkembangan industri obat modern dan tradisional,
industri makanan dan minuman, serta meningkatnya
konsumen di dalam dan luar negeri.
Pengusahaan tanaman obat melibatkan berbagai
pihak, terutama petani pembudidaya, pedagang
pengumpul, industri jamu dan obat modern. Oleh karena
itu, pengembangan budidaya tanaman obat secara
intensif dan terpadu dapat memacu pertumbuhan
industri pedesaan, peningkatan pendapatan petani,
perluasan lapangan kerja, peningkatan devisa negara dan
kesehatan masyarakat.
Berikut ini faktor lain yang mendorong segera
dilakukannya pengembangan tanaman obat Indonesia.
1) Sejak terjadi krisis ekonomi, obat berbahan baku
tanaman berkhasiat mulai bisa bersaing dengan
obat-obatan modern karena harganya relatif murah.
2) Tren kembali ke alam di negara-negara maju, seperti
Eropa dan Amerika, makin pemopulerkan
pengobatan dan perawatan kesehatan natural
sehingga meningkatkan permintaan dunia terhadap
bahan baku nabati. Oleh karena itu, pengembangan
budidaya tanaman obat Indonesia harus menjadi
prioritas.
3) Beberapa jenis tanaman tropis yang berkhasiat obat
dan banyak digunakan untuk perawatan natural
hanya tumbuh di Indonesia.
Tanaman yang direkomendasikan untuk
dibudidayakan secara intensf (komersial), seperti adas,
bangle, brotowali, cabai jawa, daun dewa, jahe, kapulaga,
kayu manis, kemukus, kumis kucing, kunyit, kunyit putih,
lada, lidah buaya, pala, sambiloto, sirih, tempuyung, temu
ireng, temu putih, lengkuas merah, jahe merah, keji
beling, dan temulawak.
Hasil penelitian Balittro menunjukkan bahwa
tanaman temu-temuan digunakan untuk mengobati
penyakit yang biasa ditemukan, antara lain cacingan,
rematik, sakit perut, batuk dan diare. Beberapa jenis
temu-temuan juga digunakan untuk mengatasi penyakit-
penyakit berat, misalnya ginjal, diabetes, asma, TBC, liver,
tekanan darah rendah, tekanan darah tinggi, dan lain-
lain. Oleh karena itu, tanaman obat, khususnya temu-
temuan memiliki peranan yang cukup besar untuk
menunjang kesehatan masyarakat. Salah satu aspek
pengembangan obat tradisional yang mempunyai
prospek baik adalah untuk keperluan fitofarmaka. Pada
dasarnya, fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah
terbukti keamanan dan khasiatnya, dengan bahan baku
terdiri atas simplisia (sediaan) yang telah memenuhi
persyaratan yang berlaku.

B. Potensi Tanaman Temu Putih


Tanaman obat yang dimanfaatkan di Indonesia
berjumlah lebih dari 1.000 jenis tanaman. Jenis tanaman
obat yang paling banyak ditemukan di berbagai
lingkungan pemukiman, khususnya di pedesaan adalah
keluarga tanaman temu-temuan (Zingiberaceae).
Indonesia dikenal dengan Negara yang kaya akan
sumber daya alam. Masyarakat Indonesia telah
menggunakan obat tradisional dalam menjaga
kecantikan, kesehatan, ataupun mengobati penyakit yang
diderita. Belakangan ini, rimpang kunyit putih (Curcuma
zedoaria) diketahui dapat mengobati kanker. Slogan
yang dikenal dengan Back to Nature dapat menjadi
suatu dasar, bahwa tumbuhan ini dapat dijadikan sumber
pengobatan tradisional dimasa yang akan datang. Produk
yang dapat dihasilkan dari tumbuhan kunyit putih
(Curcuma zedoaria) adalah produk setengah jadi
(simplisia, pati, minyak, ekstrak), produk industri
(makanan/minuman, kosmetik, farmasi), Industri Kecil
Obat Tradisional (IKOT) dan Industri Obat Tradisional
(IOT), dan produk jadi (sirup, instan, bedak, tablet dan
tablet).
Hingga saat ini penyakit kanker menjadi suatu
ancaman bagi sebagian besar orang. Namun hingga saat
ini belum terdapat obat yang spesifik dapat mengobati
penyakit kanker. Upaya pencegahan banyak yang
dilakukan dengan menggunakan terapi radiasi dan
sitostatika. Namun sebagian penderita lebih memilih
terapi alternatif untuk menekan perkembangan sel-sel
kanker. Terakhir ini telah diketahui beberapa suplemen
makanan yang memiliki kandungan anti kanker, salah
satunya adalah rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria).
Rimpang temu putih banyak digunakan dalam
pengobatan karena memiliki khasiat seperti antikanker
dan antioksidan. Selain itu rimpang temu putih juga
berkhasiat memulihkan gangguan pencernaan
(dispepsia), sakit gigi, batuk, mengobati radang kulit,
pencuci darah, insektisida, dan lain-lain.
Seo (2005) melaporkan bahwa ekstrak air rimpang
temu putih berperanan dalam menghambat penyebaran
sel kanker melanoma B16, sementara Kim (2005)
menyatakan bahwa ekstrak air rimpang temu putih
tersebut dapat digunakan untuk terapi penyakit liver
kronis. Rimpang segar temu putih pada konsentrasi 50,
100, 150, dan 200 mikrogram/ ml mempunyai potensi
kematian sel kanker di atas 50 persen.
Selain dapat mengobati kanker, ternyata rimpang
temu putih juga dapat digunakan dalam mengobati
tumor. Penggunaan rimpang temu putih untuk
mengobati tumor sering digabung dengan bahan lain
seperti temu mangga atau kunir putih, temu lawak,
benalu teh, delima putih, pulosari, sambung nyawa,
beluntas dan lainnya sesuai dengan tujuan pengobatan.
American Institut Cancer Report (New York Time)
melaporkan bahwa temu putih mengandung protein
penginaktif ribosom (RIP) yang mampu membasmi sel
kanker, sebagai senyawa antioksidan dan antiradang.
Senyawa monoterpen yang terkandung dalam minyak
atsiri temu putih berkhasiat sebagai antineoplastik
(antikanker) dan telah terbukti dapat menonaktifkan
pertumbuhan sel kanker payudara. Temu putih yang
mengandung terpenoid, alkaloid, dan flavonoid
berpotensi tinggi sebagai antikanker. Ekstrak kasar
flavonoid temu putih pada berbagai konsentrasi di bawah
nilai LC50-nya mempunyai daya hambat terhadap
aktivitas tirosin kinase melebihi inhibitor sintetis genistein.
Daya hambat tertinggi diperoleh dari fraksi teraktif
ekstrak kasar flavonoid temu putih, yaitu sebesar 93,4%.
BAB II

MENGENAL TANAMAN
TEMU PUTIH

A. Taksonomi Tanaman Temu Putih


Kedudukan tanaman temu putih dalam tata nama
(sistematika) tumbuhan termasuk ke dalam klasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma Gambar 1. Temu Putih

Spesies : Curcuma zedoaria


Temu putih memiliki nama daerah, diantaranya
kunyit putih berserat, koneng bodas (Sunda), kunir
putih (Jawa), temu putih (Melayu). Nama asingnya Ezhu,
fung ngo su (Tionghoa), zedoary (Inggris). Nama lain
(sinonim) adalah: Curcuma pallida, Curcuma zerumbet,
Amomum zedoaria, Costus luteus dan Roscua lutea.
Selain itu juga memiliki nama simplisia yaitu Zedoariae
Rhizoma (rimpang temu putih).

B. Morfologi Tanaman Temu Putih

Gambar 2. Morfologi Temu Putih (C. zedoaria)

Temu putih merupakan tanaman obat yang


dibudidayakan di beberapa negara di Asia Tenggara,
seperti Thailand, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Di
Indonesia, temu putih banyak ditemukan sebagai
tanaman liar di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah,
terutama di lahan yang kurang subur pada daerah
dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut.
Morfologi tanaman temu putih ialah sebagai
berikut:
Batang
Seperti halnya temu lawak, temu putih merupakan
tumbuhan berupa semak, memilliki batang semu
dengan 6-8 helai pelepah daun yang berpadu dan
menutupi satu sama lain, tumbuh tegak lurus.
Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 100 cm.
Daun
Daun tunggal, bertangkai panjang. Helaian daun
berbentuk lanset memanjang, ujung dan pangkal
runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, berwarna
hijau dengan sisi kiri kanan ibu tulang daun terdapat
semacam pita memanjang berwarna merah gelap atau
lembayung, panjang 25-70 cm, lebar 8-15 cm.Daun
rasanya seperti serai sehingga bisa digunakan untuk
memasak ikan.
Bunga
Bunga majemuk berbentuk bulir yang tandannya
keluar langsung dari rimpang, panjang tandan 20-25
cm. Bunga mekar secara bergiliran dari kantong-
kantong daun pelindung yang besar. Mahkota bunga
berwarna putih dengan garis tepi merah tipis dan
bagian bawah berwarna hijau muda atau keputihan.

Rimpang
Rimpang induk bentuknya jorong membulat dan
mengeluarkan rimpang cabang yang cukup banyak
dan tumbuh kea rah samping, ukurannya lebih kecil,
bentuknya memanjang dan mudah dipatahkan. Dari
rimpangnya keluar akar-akar yang kaku dan pada
ujungnya terdapat kantong air. Warna rimpangnya
putih atau kuning muda, daging rimpang berwarna
kuning muda, sedikit beraroma kunyit dan rasanya
pahit. Rimpang dipanen pada saat tumbuhan berumur
9 - 12 bulan.
Gambar 3. Rimpang Temu Putih

Buah
Bentuk buah bundar, berserat, segitiga, kulitnya
lunak dan tipis.
Biji
Biji berbentuk lonjong, berselaput, dan ujungnya
berwarna putih.

C. Kandungan dan Khasiat Temu Putih


Kandungan Kimia
Tanaman obat mengandung berbagai jenis
senyawa kimia yang bisa berfungsi untuk mengobati
berbagai macam penyakit dan juga berbagai macam
jenis enzim. Enzim-enzim tertentu yang terdapat dalam
tanaman harus di non aktifkan, bila masih bekerja maka
senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman akan
berubah menjadi senyawa lain yang tidak mempunyai
efek terapi. Didalam simplisia terdapat kandungan
senyawa kimia, baik yang memiliki efek terapi yaitu
senyawa aktif maupun yang tidak mempunyai efek terapi
yaitu zat ballast seperti karbohidrat, lemak, protein,
khlorofil, resin dan tannin. Walaupun tidak memiliki efek
terapi, akan tetapi zat ballast memiliki pengaruh yang
cukup besar pada ekstraksi kandungan zat aktif.
Kandungan kimia rimpang temu putih adalah
minyak atsiri, kurkuminoida (diaril heptanoid),
polisakarida, kurdiona, kurkumemona, kurkumin, beta-
elemene, beta-sitosterol, zedoarin, zingiberena, sineol,
fenol, seskuiterpena, kamfer, pati, resin, dan gum. Minyak
atsiri rimpang temu putih berupa cairan kental kuning
emas mengandung: 1) monoterpen hidrokarbon (a-pinen,
D-kamfen), monoterpen alkohol (D- borneol),
monoterpen keton (D- kamfor), monoterpen oksida dan
sineo l, dan 2) seskuiterpen golongan: bisabolan, eleman,
germakran, eudesman, guaian dan spirolakton. Besarnya
kadar kurkuminoid bervariasi di antara jenis Curcuma
tergantung dari tempat tumbuh dan periode panen,
kadar kurkuminoida tertinggi terdapat pada jenis C.
longa (kunyit) sebesar 3,97%.
Khasiat
Khasiat merupakan suatu indikasi bahwa tanaman
tersebut mempunyai kemampuan untuk dapat digunakan
sebagai obat. Hal ini disebabkan oleh kandungan
metabolit sekunder atau senyawa aktif yang memiliki
daya kerja dalam pengobatan dari setiap tanaman.
Khasiat dari suatu tanaman dapat diketahui setelah
melalui proses uji manfaat atau praklinik dengan
menggunakan hewan coba. Sebagai bahan baku yang
digunakan untuk uji coba bisa berupa simplisia, sediaan
galenik dan ekstrak yang telah memenuhi persyaratan
minimal serta dapat terjamin keseragaman komponen
aktif, keamanan dan kegunaannya.
Rimpang temu putih rasanya sangat pahit, pedas,
sifatnya hangat, berbau aromatik, dengan afinitas ke
meridian hati dan limfa. Sebagai obat tradisional,
rimpang temu putih digunakan sebagai stimulans,
karminativum, diuretik, antiemetik, antipiretik, antidiare,
mengobati kanker serviks, memperbaiki gangguan
pencernaan, melancarkan aliran darah, fibrinoltik,
mengobati ulser, luka, leukemia, histeromioma, dan
peluruh haid (emenagog).
Selain itu temu putih juga bermanfaat untuk
memulihkan tenaga sehabis melahirkan, menenangkan
anak rewel, menguatkan pencernaan, perut kembung,
sakit perut, menambah nafsu makan, perangsang muntah
bila terkena racun, menghilangkan napas bau, nyeri haid
(dysmenorrhoea), cacingan, ambeien (hemorrhoids),
demam, sakit gigi, radang selaput lendir, jantung koroner,
TBC, asma, nyeri dada, radang saluran napas (bronkritis),
dan sebagainya.
Pemakaian obat tradisional tidak akan menimbul-
kan efek samping yang tidak diinginkan seperti pada
obat modern. Hal ini dikarenakan didalam tanaman/
bahan alam masih terdapat senyawa kimia pendukung
lainnya yang akan memberikan efek sinergisitas terhadap
senyawa-senyawa lain dalam suatu bahan, dibandingkan
dengan obat modern yang hanya mengandung
komponen tunggal. Didalam satu tanaman, masing-
masing bagian seperti akar, daun, batang, buah, bunga
dan biji mengandung senyawa kimia/metabolit sekunder
dengan struktur senyawa yang sedikit berbeda. Metabolit
sekunder di dalam tanaman berperan sebagai zat
berkhasiat dan berkorelasi positif dengan jenis tanaman,
umur panen, agronomis/lingkungan tumbuh seperti
ketinggian, jenis tanah, curah hujan.

Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian


Pada pengobatan tradisional di Cina, temu putih (C.
zedoaria ) telah digunakan di klinik untuk pengobatan
kanker serviks. Selain itu juga meningkatkan khasiat
radioterapi dan kemoterapi guna membunuh sel
kanker.
Menurut laporan Laboratorium Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Obat Tradisional (LP4OT)
Surabaya penggunaan selama 14 hari, ramuan utama
kunir putih (Curcuma mangga) dan benalu teh sebagai
bahan utama, mengurangi keluhan penderita pada
kasus tumor payudara dan tumor kandungan.
Infus rimpang temu putih 30% pada kelinci yang telah
diberikan karbon tetraklorida dapat mempercepat
turunnya enzim SGOT, SGPT, dan Gamma GT pada
serum kelinci (Augs Hewijanto, Fakultas Farmasi,
WIDMAN, 1990).
In vitro, minyak menguap menghambat pertumbuhan
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Vibrio
choleraea.
Minyak menguap juga mempunyai efek antitrombotik
yang kemungkinan disebabkan oleh kurkumin.
Pemberian ekstrak etanol dari rimpang temu putih
pda tikus dan mencit yang hamil muda mempunyai
efek abortivum, juga mempunyai efek antiimplantasi
pada anjing.

D. Aktivitas biologis temu putih (C. zedoaria)


Komponen utama Rimpang Temu Putih adalah
Zedoarin, kurdiaona dan kurkumol. Zat-zat tersebut
ternyata bersifat anti neoplastik, (merusak pembentukan
ribosoma pada sel-sel dan jaringan liar) dengan cara
meningkatkan pembentukan jaringan fibroblas di
sekeliling jaringan tumor/kanker, lalu membentuk lapisan
limposit dalam sel-sel/jaringan tumor/kamnker dan
membungkusnya, sehingga sel-sel/jaringan-jaringan
tersebut tidak dapat berkembang, dan memudahkan
untuk mengobati penyakit tersebut.
1. Aktivitas anti bakteri
Sunardi et al . (2002) melaporkan minyak atsiri
rimpang temu putih (10 L/kertas cakram) menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus, B. subtilis, E coli,
P.aeruginosa, S. typhi, S. typhymurium, S. paratyphi B dan
C, tetapi tidak memberikan penghambatan terhadap
pertumbuhan fungi (Trichophyton sp., Microsporum
gypsum dan Aspergillus niger).
Penelitian uji anti mikroba yang dilakukan oleh
Wilson et al. (2005) terhadap 6 jenis ekstrak (polar, semi
polar dan nonpolar) dari C. zedoaria dan C. malabrarica
terhadap bakteri Gram positif (B. subtilis, S. aureus,
M.luteus) , Gram negatif (E.coli, P.mirabilis, K.pneumonia)
dan fungi (A.niger dan C.albicans) memberikan hasil
yang mendukung pemakaian ekstrak non polar C.
zedoaria sebagai obat tradisional untuk mengatasi
infeksi bakteri dan jamur.
Tabel 1. Analisis Proksimat Temu Putih

Kandungan Nilai

Air (%) 9,28


Abu(%) 6,65
Protein kasar (%) 7,95
Serat kasar (%) 5,38
Lemak kasar (%) 3,56
BETN (%) 76,46
Energi bruto (kkal/kg) 4.608,00
Ca (%) 0,23
P(%) 0,97

Sumber: Hartati, dkk., 2003.

2. Aktivitas anti inflamasi


Rimpang temu putih mengandung minyak atsiri
dan secara empiris digunakan untuk menhilangkan rasa
sakit atau bersifat analgetik. Bahan yang bersifat analgetik
mungkin juga bersifat antiinflamasi. Hasil penelitian
Adjirni dan Saroni (2002), menunjukkan bahwa infus
rimpang temu putih setara dengan serbuk 176,4 mg/100
g bb menunjukkan efek antiinflamasi yang tidak sekuat
fenilbutazon (salah satu obat inflamasinon steroid) dosis
10 mg/100 g bb tikus. Sebagai obat antiinflamasi mungkin
temu putih dapat menghilangkan rasa sakit atau nyeri,
tetapi tidak begitu kuat mengurangi peradangan.
Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia Curcuma zedoaria

No Golongan kimia Serbuk C. zedoaria

1 Alkanoid (++++)
2 Flavonoid (++++)
3 Saponin (+++)
4 Tanin (-)
5 Steroid/terpenoid (-)
6 Triterfenoid (++++)
7 Glikosida (++)
8 Minyak atsiri (++++)

Ket: (-) = tidak terdeteksi


(++),(+++),(++++) = menunjukkan intensitas
Sumber: Hartati, dkk., 2003.

3. Aktivitas analgetik
Keadaaan panas, merah dan bengkak pada
inflamasi akut disebabkan oleh peningkatan dilatasi dan
permeabilitas pembuluh darah. Penyebab rasa nyeri
adalah tekanan pada ujung saraf sensorik oleh cairan
eksudat dan pe nurunan nilai ambang rasa nyeri oleh
prostaglandin.
Senyawa kurkumenol (seskuiterpen), diperoleh
dari rimpang C. zedoaria (dosis 29 mol/kg bb, intra -
peritoneal) memberikan efek analgesik yang setara
dengan diklofenak (dosis 34 ,5 mol/kg bb; ip) yang diuji
dengan metode udem (formalin) pada mencit. Potensi
efek penghambatan respons writhing(geliat) mencit yang
diinduksi dengan asam asetat diperoleh 2 sampai 7 kali
lebih kuat dibandingkan senyawapembanding yaitu
diklofenak dan dipiron.

4. Aktivitas hepatoprotektor
Hati adalah organ metabolisme utama yang
bertugas mengubah senyawa asal menjadi metabolit dan
berkonyugasi dengan asam glukoronat, sulfat, glutation
sehingga lebih mudah dikeluarkan dari dalam t ubuh.
Parasetamol adalah obat analgesic yang mengalami
detoksifikasi di hati melalui reaksi konyugasi dengan
glutation. Pada dosis tinggi akan terbentuk metabolit
reaktif parasetamol yang berikatan secara kovalen
dengan makromolekul dan menyebabkan nekrosis sel
hati.
Nurrochmad dan Murwanti 2000, melaporkan
ekstrak alkohol C. zedoaria (dosis 5 dan 10 mg/kg bb)
menurunkan kadar aktivitas serum GPT tikus jantan
sebesar 46,5 % dan 61 % serta perbaikan Gambaran
histologi sel hati dibandingkan kelompok kontrol negatif
dengan model hepatoksin parasetamol (dosis 2,5 g/kg
bb). Senyawa polifenol turunan kurkumin mempunyai
sifat anti oksidan sebagai penangkap radikal bebas N-
asetil benzokuinonimin (metabolit aktif parasetamol).

5. Aktivitas antioksidan
Temu putih mengandung kurkumin seperti halnya
pada kunyit. Menurut Taspirin (2009), fungsi kurkumin
yaitu sebagai antioksidan yang bekerja mengikat radikal
oksigen bebas hasil fagosit pada peradangan.
Antioksidan membantu melindungi tubuh terhadap
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Rimpang
temu putih mengandung Kurkuminoid (diarilheptanoid),
minyak atsiri, polisakarida dan golongan lain.
Kurkuminoid yang telah diketahui meliputi
kurkumin, demektosikurkumin, bisdemetoksikurkumin
dan 1,7 - bis (4-hidroksifenil) - 1,4,6 heptatrien 3 - on.
Minyak atsiri berupa cairan kental kuning emas yang
mengandung monoterpen dan seskuiterpen berdasarkan
tingkat oksidasinya.
Hasil penapisan fitokimia diperoleh simplisisa
serbuk rimpang temu putih mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid, saponin, triterfenoid dan minyak atsiri
(Tabel 2). Sebagai tanaman yang bersifat antioksidan,
penggunaan temu putih sebesar 0,02 % bobot badan
sapi secara in-vitro memberikan efek terbaik terhadap
keseimbangan ekologi rumen sapi yang pada akhirnya
dapat menjada keseimbangan mikroflora dalam saluran
pencernaan.

6. Aktivitas anti tumor


Tirosin kinase adalah enzim yang mengkatalisis
pemindahan gugus fosfat dari ATP ke asam amino tirosin
dalam suatu protein substrat. Reseptor tirosin kinase
merupakan target aksi obat yang banyak dikembangkan
dalam penemuan obat baru. Ekstrak kloroform C.
zedoaria dan ekstrak metanol C.mangga (300 bpj)
menghambat pertumbuhan pertumbuhan S.cerevisae
(penghasil tirosin kinase) pada hari ke 3 yang merupaka n
pertumbuhan optimum S cerevisae. Pemberian fraksi
polisakarida dari rimpang C.zedoaria (CZ -I -III) pada
takaran 6,25 mg/kg/hari telah dilaporkan menghambat
pertumbuhan tumor padat pada mencit yang
ditransplantasi dengan sel sarkoma 180 sebesar 50% dan
mencegah mutasi kromosom (Kim et al.2000). Hasil
penelitian Murwanti et al.(2004) melaporkan pemberian
ekstrak etanol rimpang temu putih (750 mg/kg BB;
selama 12 minggu) mampu menghambat pertumbuhan
tumor paru pada mencit betina yang diinduksi dengan
senyawa benzo (a)piren) sebesar 78%. Pengujian
antiproliferasi terhadap sel OVCAR - 3 (sel kanker
ovarium manusia). dari kurkuminoid yang diisolasi dari
ekstrak etanol rimpang temu putih C. zedoaria.
BAB III

BUDI DAYA
TEMU PUTIH

A. Syarat Tumbuh
Temu putih seperti halnya temu-temuan lain
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai pada ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut (dpl), dan ketinggian optimum 300
500m dpl. Kondisi iklim yang sesuai untuk budidaya temu
putih yaitu dengan curah hujan 10002000 mm, baik
ditanam pada kondisi dengan sedikit naungan atau
cukup teduh, tumbuh pada berbagai jenis tanah, untuk
menghasilkan produksi yang maksimal membutuhkan
tanah dengan kondisi yang subur, banyak bahan organik,
gembur dan berdrainase baik (tidak tergenang).

B. Produsksi Benih dan Sumber


Teknik perbanyakan benih
Dalam memproduksi benih sumber, paling sedikit
ada dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu varietas
unggul dan teknik budidaya yang optimal. Varietas
unggul temu putih sampai saat ini belum tersedia.
Dengan demikian untuk penyambungan dapat
digunakan bahan yang telah diseleksi dan dievaluasi dan
diketahui sifat-sifatnya.
Temu putih dapat diperbanyak secara vegetatif
yaitu melalui pemecahan induk maupun anak (cabang)
rimpang. Untuk lahan seluas satu hektar diperlukan benih
asal rimpang induk sebanyak 1500 2000 kg, sedang
benih asal rimpang cabang sebanyak 750 1000 kg.

Benih rimpang induk


Rimpang yang digunakan dapat berasal dari dua
kriteria Hasil panen tua yang langsung disemai dan
rimpang berasal yang sudah disimpan. Caranya rimpang
dihamparkan (kering angin), setelah kulit kering dapat
disimpan untuk beberapa waktu.
Penyemaian dilakukan dengan cara ditimbun
sedikit tanah atau mulsa (jerami), disiram dengan air 12
kali sehari, untuk memelihara kelembaban rimpang
hingga tumbuh tunas selama 34 minggu. Pertunasan
dianggap cukup, ditandai dengan sebagian besar
rimpang sudah bertunas. Benih dipilih dan dipotong-
potong 12 mata tunas dengan berat 20 25 g,
kemudian bekas sayatan ditaburi abu dapur untuk
menghindari terjadinya kontaminasi.

Benih rimpang cabang


Rimpang cabang hasil panen tua disortir
kemudian dilakukan penyemaian sama seperti benih
induk Rimpang cabang yang telah bertunas segera
dipotong-potong, setiap potongan sebaiknya
mengandung 23 mata tunas. Rimpang cabang yang
telah bertunas siap dipindahkan ke kebun.

C. Cara Budi Daya Temu Putih


Perbanyakan tanaman dengan rimpang.
Pemeliharaan tanaman relatif mudah, perlu cukup air
dengan cara penyiraman tertatur untuk menjaga
kelembaban. Selain itu, pemberian pupuk dilakukan
secara berkala. Temu putih menghendaki tempat yang
cukup teduh.

Pengolahan lahan
Penyiapan lahan harus dilakukan secara
sempurna, yakni dicangkul atau dibajak sedalam 30 cm
hingga tanah menjadi gembur.
Penanaman
Penanaman dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu (1) sistem baris dan (2) sistem bedeng. Sistem
bedeng diterapkan untuk menghindari genangan air.
Bedeng dibuat selebar 120200 cm, tinggi 30 cm dan
jarak antar bedeng 3040 cm. Penanaman dapat pula
dilakukan dalam bentuk petakan-petakan yang
hamparannya agak luas. Di sekelilingnya dilengkapi
dengan saluran drainase, parit-parit pembuangan air
sehingga tidak terjadi genangan air.
Pada bedengan dibuat lubang tanam untuk
menanam benih yang telah ditunaskan cara ini
membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

Gambar 4. Penanaman temu putih dengan sistem baris

Temu putih pertumbuhannya akan lebih baik bila


ditanam di bawah kondisi sedikit ternaungi. Waktu tanam
yang tepat adalah pada awal musim hujan. Jarak tanam
yang digunakan bila menggunakan sistem bedengan 25
40 cm x 50 cm, sedangkan bila menggunakan larikan,
dalam baris 25 cm dan antar baris 4565 cm. Benih
ditanam dengan kedalaman 7,510 cm, kemudian ditutup
dengan tanah. Mulsa digunakan untuk menjaga
kelembaban tanah sehingga dapat mempercepat
pertunasan. Hal ini tergantung kondisi tanah jika tanah
mudah kering sebaiknya diberikan pada saat tanam dan
bila kondisi tanah lembab (kandungan liat cukup tinggi)
diberikan 2 bulan setelahnya.

Pemupukan
Sebagai pupuk dasar digunakan pupuk kandang
berkisar 1025 ton/ha, diberikan 12 minggu sebelum
tanam. Pupuk buatan; 200 400 kg Urea/ha dengan 2 kali
pemberian yaitu pada 1 dan 3 bulan setelah tanam, 100 -
150 kg SP-36/ha dan 80 00 kg KCl/ha tergantung lokasi
dan kondisi kesuburan tanah.

Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi;
penyiraman, penyiangan, perbaikan drainase,
penyulaman, pembumbunan serta pemberantasan hama
dan penyakit.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan apabila kondisi tanah
menunjukkan keadaan kering terutama pada
pertumbuhan awal hingga 3 bulan setelah benih
ditanam di lapang.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan,
dan dijaga jangan sampai mengganggu perakaran
tanaman terutama pada pertanaman muda yaitu
hingga berumur 34 bulan.
Perbaikan saluran drainase
Saluran drainase merupakan hal yang penting,
karena apabila kurang baik berakibat terjadi genangan
air di pertanaman dan dapat menyebabkan
pembusukan rimpang. Hal ini perlu dilakukan apabila
antar bedengan atau petakan terdapat tumpukan
tanah.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan
tanaman yang mati atau tidak tumbuh dengan
menggunakan benih cadangan, dilakukan pada saat
tanaman berumur 34 minggu. Tujuannya agar
diperoleh tanaman dengan pertumbuhan seragam
dan saat panen dapat dilakukan bersamaan dan
populasi tanaman tetap sama.

Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan setelah terbentuk
rumpun, dengan maksud agar rimpang selalu tertutup
tanah (tidak ada bagian rimpang yang nampak di atas
permukaan tanah) dan menjaga drainase tanah sekitar
bedengan/ guludan agar tidak tergenang.
Pemberantasan hama penyakit
Beberapa penyakit yang ditemukan pada
pertanaman temu putih adalah penyakit layu bakteri
(Pseudomonas solanacearum) dan bercak daun,
namun tingkat serangan dan penyebarannya di lapang
masih jarang ditemukan (belum meng-khawatirkan
seperti pada jahe). Tanaman yang terserang penyakit
layu bakteri sebaiknya dicabut dan dimusnahkan atau
dibakar, agar tidak menular ke pertanaman sekitarnya.
Sedangkan hama utama adalah ulat daun. Gejala
serangan hama ini terlihat pada daun muda ataupun
tua, daun menggulung, permukaan daun akan
berlubang-lubang apabila tidak dikendalikan daun
akan habis. Akibat serangan hama ini memang dapat
menurunkan produksi.
Cara penanggulangan hama ulat daun ini
tergantung tingkat serangan, terdapat dua cara
penanggulangannya yaitu;
Apabila belum meluas (belum banyak) dapat
dilakukan secara alami dengan mengambil ulat
tersebut.
Apabila serangan telah meluas disemprot dengan
insektisida. Jika ulat daun terlihat jelas maka
menggunakan insektisida kontak tetapi apabila
ulat daun tidak terlihat jelas maka menggunakan
insektisida sistemik.
BAB IV

PANEN dan
PASCA PANEN

A. Panen
Panen merupakan kegiatan akhir yang dilakukan
dari budidaya tanaman yang bertujuan untuk mengambil
hasil tanaman dari lahan budidaya. Penentuan waktu
panen disesuaikan dengan jenis tanaman yang
dibudidayakan. Pemanenan harus dilakukan dengan
tepat waktu, khususnya untuk produk buah dan sayur.
Namun untuk tanaman temu-temuan, pemanenan masih
dapat ditunda asalkan tidak terlalu lama dari waktu yang
seharusnya.
Tanaman temu putih merupakan tanaman yang
pada saat panen diambil rimpangnya. Pengambil-
an dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda
mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini
rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat
dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau
menggunakan mesin. Dalam hal ini ketrampilan pemetik
diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak
tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk
memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari
logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan
merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida
dan sebagainya.
Pemanenan temu putih dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Membongkar seluruh rimpang dengan cangkul,
garpu atau alat lainnya.
Kemudian patahkan atau potong rimpang bagian
pinggir, sisa yang tertinggal dibiarkan tumbuh untuk
musim tanam berikutnya.
Bersihkan rimpang dari tanah dan kotoran kemudian
cuci dengan air hingga bersih.
Angin-anginkan rimpang hingga kering dari air.
Simpan rimpang di tempat yang bersih dan kering.

B. Pasca Panen
Pengolahan hasil panen merupakan suatu
tahapan yang sangat penting dan perlu dilakukan secara
baik dan benar, sehingga dapat memberikan hasil
dengan kualitas yang optimal, mempunyai kadar zat
berkhasiat yang tinggi, stabil, efisien dan mempunyai
penampilan fisik yang menarik.
Pascapanen merupakan salah satu tahapan
pengolahan dari bahan-bahan yang telah dipanen, dan
harus dilakukan secara baik dan benar, karena akan
berpengaruh terhadap kuantitas, kualitas dan zat
berkhasiat yang terkandung didalamnya. Tahap-tahap
pengolahan yang dilakukan, tergantung pada jenis bahan
yang akan diolah, seperti akar, daun, bunga, biji, buah,
rimpang dan kulit kayu. Secara umum, tahap pengolahan
meliputi sortasi basah, pencucian, pengecilan ukuran,
pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan
penyimpanan.
Masalah pascapanen tanaman obat tidak terlepas
dari masa sebelum panen khususnya beberapa saat
sebelum panen, hal ini akan sangat menentukan kualitas
akhir dari simplisia. Untuk mendapatkan simplisia dengan
kualitas yang tinggi, diperlukan suatu tindakan
pengamanan dimulai dari pra panen, pada saat panen
dan pascapanen. Selain itu, pengolahan bertujuan juga
untuk menjaga tingkat kebersihan bahan baku dalam
upaya memperoleh simplisia yang berkualitas serta
menjaga agar proses produksi selanjutnya tetap terjaga
stabilitas dan homogenitas komposisinya.
Kerusakan hasil tanaman obat sesungguhnya
telah dimulai sejak masa sebelum panen dilakukan, yaitu
ketika tanaman masih berada dilapang. Beberapa
serangga (ngengat dan kumbang) dan jasad renik seperti
Aspergillus sp, Fusarium sp dan golongan khamir yang
mencemari pada waktu dilapang, masih dapat
berkembang biak selama masa penyimpanan atau
setelah proses pengolahan. Pengendalian cemaran sejak
dilapang sampai penyimpanan untuk pengolahan lebih
lanjut perlu dilakukan dalam upaya untuk menekan
kehilangan hasil. Demikian juga dengan sanitasi, wadah
yang digunakan untuk menyimpan hasil panen
merupakan sarana keberhasilan pada saat pra panen.
Kandungan zat berkhasiat dari suatu tanaman
sangat erat kaitannya dengan tingkat kematangan pada
waktu tanaman tersebut dipanen, karena akan sangat
menentukan mutu akhir dari produk yang diperoleh.
Keragaman derajat kematangan bukan saja
mempengaruhi mutu tetapi membawa konsekuensi juga
terhadap biaya dan tenaga pada waktu proses
pembersihan dan sortasi serta dapat menurunkan
rendemen yang diperoleh.
Faktor paling kritis yang sangat menentukan
dalam pengolahan pascapanen tanaman obat adalah
proses pengeringan. Cara-cara pengeringan harus
disesuaikan dengan jenis bahan tanaman, misalnya daun,
bunga, kulit, rimpang, akar dan buah. Hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap warna dan aroma dari produk
akhir yang dihasilkan. Tingkat keragaman, kadar kotoran
dan kadar air yang tinggi dari produk akan memberikan
kecenderungan yang buruk terhadap kualitas dan
kuantitas karena akan terjadi kerusakan fisik, mekanis,
fisiologis dan mikrobiologis yang semakin besar. Teknik
pengeringan yang tepat untuk tanaman yang
mengandung senyawa volatil perlu mendapatkan
perhatian.
Untuk memperoleh keseragaman bahan baku
simplisia atau untuk mempertahankan keasliannya, maka
setiap bahan yang akan diproses harus dipisahkan dari
bahan asing lainnya, seperti akar-akar yang menempel.
Untuk memisahkan tanah dan pasir yang melekat
dilakukan dengan proses pencucian. Pada saat proses
pencucian sebaiknya menggunakan air yang bersih dan
bertekanan supaya memudahkan penghilangan kotoran
yang melekat. Demikian pula untuk bahan-bahan yang
secara visual terlihat sangat mirip, tetapi berbeda
khasiatnya perlu dipisahkan dari bahan aslinya. Keadaan
ini biasanya terjadi pada hasil panen dari tumbuhan liar
dan bukan hasil pertanaman secara budidaya.
Hingga saat ini, untuk beberapa tanaman obat
tertentu masih dipanen secara liar dari hutan. Banyak
tanaman yang mempunyai kemiripan sehingga bila tidak
mengenal secara baik akan terjadi kesalahan dalam
pemanenan, akibatnya akan mempengaruhi khasiat dari
tanaman tersebut.
Pengeringan merupakan salah satu upaya untuk
menurunkan kadar air bahan sampai ketingkat yang
diinginkan. Pemakaian alat pengering mekanik dapat
dikatakan lebih efisien bila mampu mengeringkan bahan
sampai pada tingkat kekeringan yang aman tanpa
mengalami perubahan fisik, kimia, biokimia, efisien dalam
penggunaan waktu, biaya operasional bahan bakar, dan
upah pekerja. Pada proses pengeringan menggunakan
matahari langsung, kemungkinan akan terjadi
kontaminasi dari lingkungan, seperti debu, insekta,
kotoran burung dan rodensia. Untuk itu, diperlukan
tempat penjemuran yang cukup luas karena bila tidak
luas, kadang-kadang bisa terjadi proses fermentasi bila
tidak diperlakukan secara benar, susut pengeringan lebih
besar, suhu tidak dapat dikontrol.
Dari segi ekonomis, matahari akan lebih
menguntungkan karena tanpa menggunakan bahan
bakar atau tambahan energi, tapi dari segi kualitas
kadang-kadang akan memberikan produk yang kurang
baik. Selain itu, pengeringan matahari tidak dapat
diterapkan disemua daerah karena kondisi cuaca yang
tidak sama. Untuk proses pengeringan dengan matahari,
bahan-bahan yang akan dikeringkan bisa ditebar ditanah
dengan terlebih dahulu dialasi tikar, kain atau diatas baki
besar dari aluminium, lamporan, dapat juga
menggunakan bahan bambu/kayu yang dibuat
berlubang-lubang. Lamanya pengeringan tergantung
dari jenis bahan yang dikeringkan.
Bahan tanaman yang dapat dikeringkan dengan
cara ini adalah bahan yang berasal dari akar, kulit dan
biji-bijian. Dengan keadaan terbuka, seringkali
menyebabkan bahan mengalami pencemaran dan bila
terjadi perubahan cuaca secara tiba-tiba akan
memberikan masalah.
Pengeringan dengan menggunakan alat
pengeringan mekanikakan lebih menguntungkan karena
suhu dapat diatur sesuai dengan jenis bahan yang akan
dikeringkan. Keuntungan alat ini adalah tidak perlu
diangkat atau dirubah bila cuaca secara tiba-tiba
berubah, serta pencemaran akibat debu sangat sedikit
bahkan kemungkinan tidak ada. Selain itu, bila
menggunakan alat pengering mekanik, produk yang
dihasilkan akan lebih baik dari segi penampilan dan
kandungan zat berkhasiat, karena suhunya dapat diatur
sesuai keinginan. Beberapa tipe alat pengering mekanik,
antara lain tipe rak dan tipe berputar tertera pada
Gambar 5 (Gambar 5a dan 5b).
Gambar 5. Tipe alat pengering, (a) tipe rak,
(b) pengering mekanik tipe berputar

Pasca Panen Temu Putih


Bentuk dari rimpang temu putih umumnya tidak
beraturan, sehingga agak sedikit menyulitkan dalam
proses pengolahan pascapanen, terutama pencucian.
Pada tahap awal, rimpang dicuci setelah panen (kadar air
diperkirakan sekitar 85-90%), diiris-iris dengan ketebalan
7-8 mm. Setelah dijemur atau kering (kadar air sekitar 7-
12%), ketebalan bahan menjadi 5-6 mm dengan
kehilangan berat sekitar 60 70%.
Pada waktu penjemuran dengan matahari, bahan
dijaga agar jangan sampai menumpuk terlalu tinggi,
tetapi diratakan. Untuk pengeringan matahari, sebagai
alas penjemuran sebaiknya menggunakan anyaman dari
bambu, lamporan, lantai penjemur atau tikar. Bila
pengeringan menggunakan pemanas mekanik seperti
oven, agar diperhatikan suhu oven dijaga tidak melebihi
50C, supaya minyak atsiri yang terkandung di dalamnya
tidak banyak yang menguap. Setelah pengeringan,
simplisia bisa dikemas menggunakan karung plastik atau
wadah yang kedap udara untuk menjaga kestabilan kadar
airnya.
Bila cara pengeringan di lakukan tidak benar, akan
mengakibatkan terjadinya face hardening pada simplisia
yang dihasilkan, yaitu bagian luar dari bahan sudah
kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini
disebabkan oleh irisan rimpang yang terlalu tebal dan
suhu pengeringan yang terlalu tinggi menyebabkan
penguapan air di permukaan bahan lebih cepat
dibandingkan difusi air dari dalam bahan ke permukaan,
sehingga permukaan bahan menjadi keras dan dapat
menghambat pengeringan. Dari beberapa hasil penelitian
menyebutkan bahwa pengeringan oven menghasilkan
simplisia berwarna lebih cerah dan permukaannya
berwarna jingga kekuningan, sedangkan simplisia hasil
pengeringan sinar matahari berwarna gelap dan terinfeksi
jamur putih.
Dalam upaya memberikan penampakan yang
menarik pada rimpang, dalam proses pengolahan bisa
dilakukan blansing ataupun bleaching. Blansing di
lakukan menggunakan air panas tujuannya untuk
mematikan enzim-enzim yang aktif sehingga tidak terjadi
pencoklatan pada irisan rimpang.
Pertama-tama disiapkan air yang telah di
panaskan pada suhu 90-95C. Ke dalam air panas
tersebut, kemudian dimasukkan irisan rimpang sebesar
300 sampai 350 g dalam setiap 1 L air. Rebus selama 5
sampai 10 menit sambil diaduk dengan perlahan. Setelah
selesai rimpang segera diangkat dan ditiriskan baru di
keringkan. Untuk proses bleaching pada irisan rimpang
menggunakan kapur sirih, pertama kapur sirih sebanyak
15-30 % dimasukkan ke dalam air sebanyak 1 liter,
kemudian diaduk-aduk sampai semua kapur larut.
Larutan ini dibiarkan di dalam wadah tertutup selama 4
sampai 8 jam sehinga padatan yang tidak larut
mengendap. Cairan jernih air kapur sirih dipisahkan dan
digunakan untuk perendaman rimpang. Irisan rimpang
dimasukkan ke dalam larutan jernih kapur.
Perendaman dilakukan selama semalam,
kemudian irisan rimpang di tiriskan untuk selanjutnya di
keringkan. Akan tetapi dari segi kandungan senyawa
kimia yang terdapat di dalamnya akan menghasilkan
pengaruh yang tidak baik. Kerugian akibat di bleaching
adalah berkurangnya kandungan minyak atsiri,
kurkuminoid, karena kurkuminoid sangat peka terhadap
air kapur, dan dari reaksi tersebut akan menghasilkan
asam ferulat.
Rimpang segar

Sortasi

Pencucian

Obat dari
rimpang Pengecilan
segar ukuran

Pengeringan

Simplisia
rimpang Penggilingan

Obat dari simplisia Serbuk kulit


rimpang batang Ekstraksi

Obat dari serbuk Ekstrak


rimpang rimpang

Formulasi

Sediaan obat

Gambar 6. Diagram alir


Tablet, kapsul, pil
pengolahan simplisia rimpang

C. Pengemasan Dan Penyimpanan


Pengemasan terhadap simplisia sebaiknya
menggunakan wadah yang kedap udara, karena sifat
simplisia yang sangat higroskopik. Wadah atau kemasan
yang digunakan sebaiknya bersifat inert, artinya tidak
mudah bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun bagi
bahan yang di kemas maupun bagi manusia yang
menanganinya, mampu melindungi simplisia dari
penguapan kandungan aktif, pengaruh cahaya, oksigen,
uap air, cemaran mikroba, kotoran, dan serangga. Wadah
yang umum di gunakan untuk mengemas simplisia
adalah karung goni, plastik, peti kayu/triplek, kantong
kertas dan lain-lain.
Sistem pengemasan harus merupakan unit
penanganan yang efisien, penyimpanan yang mudah
disimpan digudang-gudang atau dirumah, dapat
melindungi mutu dan mengurangi pemborosan,
memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik,
kehilangan air, memungkinkan penggunaan udara
termodifikasi yang menguntungkan dan barang tetap
bersih serta memenuhi persyaratan kesehatan.
Pada kemasan harus diberikan label yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan
itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat
bersih dan metode penyimpanan. Wadah-wadah yang
digunakan harus cukup kuat untuk ditumpuk,
memungkinkan penggunaan ruang secara maksimum
dalam penyimpanan sambil menunggu pengolahan
(Gambar 7).

Gambar 7. Cara-cara penyimpanan simplisia

Penyimpanan simplisia termasuk salah satu faktor


yang cukup penting dalam penanganan pascapanen
tanaman obat. Simplisia bersifat sangat higroskopis dan
mudah mengalami perubahan enzimatis serta mutu
akibat adanya pengaruh oksigen, kelembaban, suhu dan
cahaya. Pengaruh oksigen dari udara menyebabkan
simplisia mudah teroksidasi, perubahan yang terlihat
sangat jelas adalah perubahan warna dan bau dari
simplisia tersebut. Suhu dan kelembaban yang tinggi dari
lingkungan ruang penyimpanan dapat menyebabkan
kadar air simplisia akan meningkat. Untuk simplisia yang
mempunyai kadar air diatas 12% pada saat penyimpanan,
dapat menambah aktivitas enzim dan merupakan media
yang cukup baik bagi pertumbuhan jamur. Akibat adanya
pertumbuhan jamur atau reaksi enzimatik, dapat
menguraikan kandungan senyawa aktif dan senyawa
kimia lainnya yang terdapat di dalam simplisia.
Bila terjadi proses penguraian secara tidak
terkontrol akan mengakibatkan pembusukan pada
simplisia. Jika spesies yang berbeda disimpan secara
bersama dapat menimbulkan aroma yang berbeda dan
tidak sesuai dengan aroma aslinya. Masing-masing
tanaman biasanya mempunyai aroma yang sangat
spesifik, apabila penyimpanannya dicampur, aroma yang
ditimbulkan sudah tidak asli lagi.
Pencegahan dan pemberantasan serangan
serangga terhadap simplisia perlu diperhatikan secara
lebih serius, karena pencegahan lebih baik dari pada
penanggulangan, bila salah satu telah terserang maka
simplisia lainnya akan mudah ikut tercemar. Usaha yang
perlu dilakukan terhadap hal tersebut diatas adalah
dengan membersihkan ruang penyimpanan terlebih
dahulu sebelum barang dimasukkan, menambal lubang-
lubang yang ada dengan semen, menempatkan barang
sesuai dengan jenisnya dan memberi pembatas
diantaranya, serta ventilasi yang baik dan suhu rendah,
karena hama insekta menyukai udara yang lembab dan
panas.
Bila telah terjadi serangan terhadap simplisia,
dapat dilakukan fumigasi dengan gas, misalnya etilen
dioksida atau metil bromida, dengan obat-obatan yang
berbentuk serbuk atau spray akan memberikan hasil yang
baik. Selanjutnya buanglah simplisia yang telah terkena
dengan jalan membakarnya, lalu ruang penyimpanan
dibersihkan sebelum simplisia yang baru dimasukkan.
Ruang penyimpanan harus memiliki ventilasi yang baik,
tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang
dapat menurunkan kualitas bahan, memiliki penerangan
cukup, bersih, dan bebas dari hama gudang.
BAB V

PENGAWASAN MUTU
dan
POTENSI PASAR

A. Pengawasan Mutu

Mutu simplisia sangat erat kaitannya dengan


kompleksibilitas komposisi kandungan senyawa kimia
yang terdapat di dalam simplisia tersebut. Untuk
memastikan reproduksibilitas, pengawasan mutu sudah
harus dilakukan, sejak di mulai dari penanaman atau GAP
(Good Agricultural Practices), dan pengolahan atau GMP
(Good Manufacturing Practices). Beberapa aspek yang
perlu mendapat perhatian antara lain, keterulangan
keaslian simplisia, variasi inter/intra spesies tumbuhan,
faktor lingkungan, bagian tumbuhan yang diambil, waktu
panen, perlakuan pascapanen, kontaminan, pestisida,
fumigan dan logam toksik.
Selain itu, kandungan kimia merupakan suatu
proses awal yang sangat membantu untuk mengetahui
dasar ilmiah khasiat dari tanaman tersebut. Standardisasi
bahan baku bisa dibuat sebagai tolok ukur untuk
pembuatan simplisia yang tepat dan terarah dengan
kandungan kimia yang tinggi.
Jaminan kualitas simplisia yang harus di terapkan
adalah bahwa simplisia yang di gunakan adalah benar,
bersih, aman dan berkhasiat. Simplisia harus di jamin
benar karena untuk sediaan herbal, aktivitas farmakologi
sangat tergantung pada kandungan kimianya. Setiap
simplisia mempunyai komponen aktif yang berbeda,
sehingga kebenarannya dapat diuji dengan karakteristik
farmakognosi dan fitokimia. Untuk jaminan bersih bukan
sekedar bersih dari pengotor saja, tetapi bersih dari
cemaran bakteri patogen, jamur atau cemaran logam
berat dan residu pestisida dengan pengujian sesuai
parameter yang ada. Jaminan aman adalah aman dari
toksisitas hasil nilai pengujian terhadap toksisitas akut
dan sub akut dan dilanjutkan dengan uji zat berkhasiat.
Uji berkhasiat melalui uji farmakologi terhadap hewan
coba.
B. Potensi Pasar
Peningkatan penggunaan obat tradisional
memungkinkan adanya pengadaan dan pendistribusian-
nya. Peningkatan pertambahan perusahaan dan pabrik
jamu juga diikuti oleh peningkatan nilai jual produk yang
dihasilkan, berarti jenis simplisia yang digunakan juga
semakin bertambah. Beberapa industri makanan, farmasi,
minuman yang dikelola oleh perusahaan multinasional
melakukan pembelian langsung bahan baku berupa
rempah dan tanaman obat dari sumber-sumbernya.
Ekspor tanaman obat bila dibandingkan dengan
ekspor non-migas relatif sangat kecil, akan tetapi bila
mengingat keragaman hayati yang cukup luas, maka
ekspor tanaman obat dapat diandalkan sebagai salah
satu komoditas non migas yang mempunyai potensi
besar dan daya saing yang cukup kuat.Dalam dekade
terakhir, pasar herbal telah mengalami peningkatan
dengan meningkatnya permintaan akan obat alternatif
alami.
Menurut penelitian, permintaan produk herbal
dipasaran dunia rata-rata setiap tahunnya meningkat 8%
selama tahun 1999-2001. Pasar global produk herbal
diperkirakan 80 billion US pada tahun 2000, dan
meningkat menjadi 200 billion US tahun 2008 dan 5
trillion US pada tahun 2050. Permintaan herbal
berdasarkan dari kegunaannya sebagai ingredients telah
meningkat secara signifikan di negara-negara Eropa dan
Amerika, karena kebutuhan industri. Di negara Eropa,
yaitu Jerman merupakan pasar yang cukup besar,
diperkirakan 80% masyarakatnya telah mencoba herbal
sebagai obat. Di negara Asean, herbal telah cukup lama
dikenal dan cukup efektif dalam bidang pengobatan,
karena khasiat dan manfaatnya telah dikenal secara turun
temurun.
Omzet penjualan jamu dan obat tradisional di
Tanah Air pada tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp
13,2 triliun. Kontribusi dari penjualan di pasar dalam
negeri sekitar Rp 12,1 triliun dan pasar ekspor Rp 1,1
triliun. Omzet tersebut didapatkan dari penjualan jamu,
obat herbal, makanan dan minuman herbal, ramuan spa,
aroma terapi dan minuman energi. Khusus untuk omzet
obat tradisional di dalam negeri tahun ini berpotensi
meningkat 10% menjadi Rp 12,1 triliun dibandingkan
tahun lalu sebesar Rp 11 triliun.
Potensi omzet pasar obat tradisional sebenarnya
mencapai sekitar Rp 30 triliun. Namun, produsen nasional
hanya menguasai pasarnya Rp 12,1 triliun, sisanya
dikuasai oleh produk impor resmi dan ilegal, serta produk
dari perusahaan pemasaran berjenjang (multi level
marketing/MLM). Sementara itu, produsen di Tanah Air
saat ini telah mengekspor produk setengah jadi Rp 1,1
triliun, antara lain ke kawasan Timur Tengah, India, dan
Tiongkok. Namun, produk yang diekspor masih setengah
jadi, seperti jahe kering dan temu lawak kering. Hampir
semua jenis tanaman obat di butuhkan sebagai bahan
baku pembuatan obat tradisional/jamu oleh berbagai
industri obat tradisional Indonesia.
BAB VI

PEMANFAATAN
TEMU PUTIH

A. Cara Penggunaan Temu Putih


Penggunaan rimpang temu putih (Curcuma
zedoaria) umumnya digunakan dengan cara direbus atau
diseduh. Namun, cara ini kurang efektif dan efisien
sehingga perlu pengembangan ke bentuk modern agar
lebih praktis, seperti dibuat dalam sediaan kapsul yang
mengandung ekstrak rimpang temu putih. Keunggulan
dari ekstrak yang dibuat dalam sediaan kapsul lebih
mudah diserap tubuh dan mudah dilepaskan sebagai
bahan aktif pada jaringan tubuh. Pembuatan kapsul
ditujukan untuk memberikan suatu bentuk pengobatan
yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak
atau orang tua yang sukar menelan obat, serta dapat
menutupi rasa tidak enak atau pahit dari obat.
Ekstrak rimpang temu putih (Curcuma
zedoaria) ini biasanya memiliki rasa yang pahit, sehingga
untuk mengurangi rasa pahit tersebut dapat dikonsumsi
dalam bentuk kapsul yang diberi tambahan bahan lain
untuk memberikan rasa manis. Bahan-bahan yang
digunakan biasanya adalah manitol, sorbitol, laktosa,
dekstrosa dan glukosa. Namun dari beberapa bahan
tambahan tersebut, yang paling efektif digunakan adalah
sorbitol. Selain memberikan rasa manis, sorbitol juga
memberikan rasa dingin, rendah kalori, dan tidak
menyebabkan karies gigi.

B. Contoh Pemanfaatan Temu Putih


Bagian tanaman temu putih yang bermanfaat
sebagai obat adalah rimpang dan daun untuk mengatasi
berbagai penyakit, diantaranya:
1. Kanker mulut rahim dan vulva
Cuci bersih 10 gram rimpang irisan temu putih
kering, 10 gram umbi daun dewa segar, 20 gram
herba barucina segar, 30 gram herba rumput mutiara
segar, 20 gram herba sambiloto kering, dan 30 gram
biji jali. Tumbuk halus semua bahan, lalu rebus dalam
4 gelas air dengan api sedang hingga airnya tersisa 1
gelas. Dinginkan, lalu saring ramuan. Minum airnya
sekaligus sebelum makan pagi. Ampasnya direbus lagi
dan airnya diminum sore hari sebelum makan.
Lakukan pengobatan secara rutin.
2. Kista rahim
Cuci bersih sebuah rimpang temu putih dan
makanlah sebagai lalap. Lakukan pengobatan 2 kali
sehari.
3. Nyeri dada
Cuci bersih 10 gram rimpang temu putih kering,
15 gram rimpang irisan temu hitam, dan 30 gram umbi
daun dewa segar. Rebus semua bahan dengan api
sedang dalam 2 gelas air hingga airnya tersisa 1
gelas. Saring ramuan, lalu minum airnya sekaligus
selagi hangat.
4. Jantung koroner
Cuci bersih 10 gram rimpang irisan temu putih
kering, 15 gram rimpang irisan temu hitam, 30 gram
umbi daun dewa segar. Rebus semua bahan dengan
api sedang dalam 3 gelas hingga teresisa airnya 1
gelas. Saring ramuan, lalu minum airnya sekaligus
selagi hangat.
5. Tumor rahim
Cuci bersih kg temu putih, lalu kupas dan
parut. Tambahkan 3 jengkal alang-alang. Rebus kedua
bahan tersebut dengan 4 gelas air hingga airnya
tersisa 2 gelas. Minum ramuan sehari gelas sebelum
tidur.
6. Perut kembung
Cuci bersih 6 gram rimpang temu putih kering, 15
gram rimpang temulawak kering, 10 lembar daun iler
segar, dan 2 lembar daun sembung segar. Iris rimpang
tipis-tipis, lalu masukkan semua bahan ke dalam panci
email. Tambahkan 3 gelas air bersih, rebus sampai
tersisa 1 gelas. Selama merebus, panci harus tertutup
rapat. Setelah dingin, saring dan minum sekaligus
airnya sewaktu perut kosong. Rebus ampasnya sekali
lagi dan minum sewaktu ingin tidur.
7. Memar, keseleo
Bersihkan rimpang temu putih secukupnya, lalu
tumbuk atau parut sampai halus. Tempelkan pada
bagian tubuh yang memar atau keseleo, lalu balut.
Catatan:
Ibu hamil serta wanita dengan darah haid yang banyak
dilarang minum temu putih karena keluarnya darah haid
akan bertambah banyak.

C. Mekanisme Kerja Temu Putih dalam Menekan


Pertumbuhan Sel Kanker
Mekanisme kerja dalam menekan pertumbuhan
sel kanker adalah sebagai berikut: rimpang temu putih
(Curcuma zedoaria) bersifat anti neoplastik merusak
pembentukan ribosoma pada sel-sel kanker dan
jaringan liar dengan cara meningkatkan pembentuk-
an jaringan fibroblast di sekeliling jaringan kanker, lalu
membentuk lapisan limfosit dalam sel-sel jaringan kanker
dan membungkusnya, sehingga sel-sel jaringan kanker
tersebut tidak dapat berkembang, akhirnya sel-sel
kanker akan mati, dan tidak menimbulkan bahaya lagi.

D. Pembuatan Kapsul Temu Putih


Gambar 8. Preparasi bahan dasar jamu anti kanker

Gambar diatas menunjukkan bahwa preparasi


bahan dasar pembuatan jamu anti kanker dalam bentuk
kapsul diawali dengan pemisahan rimpang temu putih
(Curcuma zedoaria) dan temu mangga yang awalnya
terletak pada wadah karung, dimana disini antara temu
putih (Curcuma zedoaria) dan temu mangga masih saling
bercampur. Setelah kedua jenis rimpang tersebut
terpisah, maka dilakukan pencucian terhadap kedua
rimpang tersebut. Kedua rimpang tersebut dicuci dalam
alat pencuci secara terpisah antara temu putih (Curcuma
zedoaria) dan temu mangga. Setelah pencucian selesai,
kedua rimpang ditiriskan dalam wadah yang berbeda
dibawah sinar matahari. Setelah ditiriskan, baik kunyit
putih (Curcuma zedoaria) ataupun temu mangga
dirajang dengan alat perajang secara bergantian.
Setelah proses perajangan selesai, rajangan temu
putih (Curcuma zedoaria) dan temu mangga dijemur
dibawah sinar matahari hingga benar-benar kering. Temu
putih (Curcuma zedoaria) dan temu mangga yang sudah
kering dihaluskan dengan alat penyeleb secara
bergantian antara temu putih (Curcuma zedoaria) dan
temu mangga, sehingga dihasilkan serbuk kunyit putih
(Curcuma zedoaria) dan serbuk temu mangga.
Kemudian dilanjutkan pada tahapan pembuatan
kapsul dari ekstrak rimpang temu putih (Curcuma
zedoaria) tersebut, langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
Gambar 9. Pembuatan kapsul kunyit putih

Maksud dari bagan diatas, bahwa serbuk


temuputih (Curcuma zedoaria) dan temu mangga
digunakan dengan perbandingan 10 : 3. Kedua serbuk
tersebut dicampur dan disangrai yang bertujuan agar
bahan yang akan digunakan kapsiul matang, dan juga
mengurangi kadar air yang ada pada serbuk tersebut.
Setelah disangrai, campuran serbuk tersebut diseleb
dengan alat penyeleb.
Setelah penyeleban selesai, serbuk tersebut dapat
dimasukkan kapsul, sehingga akan dihasilkan kapsul temu
putih (Curcuma zedoaria) sebagai jamu anti kanker.
Kapsul yang digunakan dalam produksi tablet temu putih
(Curcuma zedoaria) ini memiliki ukuran 1 dan ukuran 0,
dimana kapsul yang berukuran 1 memiliki ukuran yang
lebih kecil dibandingkan dengan kapsul ukuran 0.
Sehingga, ketika 1 kg bubuk dari campuran temu putih
(Curcuma zedoaria) dan temu mangga (Curcuma
mangga) akan menghasilkan 3000 kapsul untuk ukuran
kapsul 1 dan 1500 kapsul untuk ukuran kapsul 0.

Gambar 10. (a) Kapsul kosong ukuran 0 (terdapat label pink) dan
kapsul ukuran 1 (terdapat label orange);
(b) Kapsul Temu Putih (Curcuma zedoaria)

Pembuatan Kapsul temu putih (Curcuma


zedoaria) ini diawali dengan menentukan takaran dalam
peracikan bahan dasar kapsul, hal ini dilakukan
menggunakan timbangan sehingga takaran tersebut
lebih pasti. Jamu anti kanker yang terbuat dari bahan
dasar temu putih (Curcuma zedoaria) dan temu mangga
ini dikemas dalam bentuk kapsul, sehingga konsumen
akan lebih menyukai jamu ini baik dalam hal preventif
ataupun kuratif. Kapsul merupakan sediaan padat yang
terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut.

Gambar 11. Produk Kapsul Temu Putih

Gambar 12. Produk Bubuk Temu Putih


BAB VII

PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

Orientasi pemasaran dari biofarmaka khususnya


jenisrimpang umumnya diarahkan pada pasar dalam
negeri dan pasar luar negeri. Pengalaman pada jenis
tanaman pertanian lainnya, menunjukkan bahwa
networking kemitraan yang terjalin selama ini tidak
berjalan efektif. Banyak kendala dan hambatan yang
mengganggu efektivitas networking kemitraan antara
industri dan petani produsen.
Di bidang pertanian tanaman biofarmakaitu
sendiri kondisinya tidak jauh berbeda, sehingga untuk
melancarkan dan meningkatkan efektivitas pemasaran
biofarmaka perlu dilakukan kajian berupa pengembang-
an model kelembagaan petani yang bertujuan untuk
meningkatkan pemasaran biofarmaka. Model
kelembagaan tani masa depan yang dikembangkan
diarahkan pada bentuk networking kemitraan melalui
penguatan kelembagaan yang berperan aktif dalam
lembaga pemasaran, yang tidak hanya melibatkan
industri obat tradisional (IOT) saja tetapi perlu juga peran
serta dari pemerintah (pusat & daerah) sebagai fasilitator,
mediator ataupun pendamping bagi para petani.
Disamping itu, bentuk kelompok lebih efektif daripada
individual, juga melatar belakangi pembentukan model
kelembagaan tani yang diarahkan untuk membentuk
kelompok tani atau gabungan dari beberapa kelompok
tani (gapoktan) dalam rangka meningkatkan penjualan
dan pemasaran hasil biofarmakanya.
Secara umum permasalahan dalam budidaya
biofarmaka yang dilakukan petani antara lain: cara
budidaya belum sepenuhnya mengacu pada Standard
Operating Procedure (SOP), bibit/ benih yang digunakan
bukan bibit/benih unggul sehingga produksi rendah,
harga yang berfluktuatif, keterbatasan modal usaha,
belum adanya jaminan pasar, dan terbatasnya mengakses
informasi pasar. Umumnya budidaya tanaman obat
masih dilakukan petani secara sederhana sehingga
mutunya tidak standar.
Selama ini, identik dengan produk-produk
pertanian lainnya, produk biofarmaka inipun mengalami
banyak permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangannya. Ada sejumlah masalah yang
dihadapi oleh rumahtanggapetani dalam upaya
pengembangan tanaman (agribisnis) biofarmaka.
Pertama,petani menghadapi kendala struktural
berupa keterbatasan penguasaan keterampilan dan
pengetahuan, ketiadaan sumber rujukan dan informasi
produksi, budidaya dan pengolahan yang akan
mencirikan kualitas tanaman biofarmaka, serta kurangnya
dukungan kelembagaan produksi (supporting
institutions) yang mencukupi untuk pengembangan
tanaman biofarmaka. Kedua, petani menghadapi
sejumlah kendala berdimensi cultural seperti moralitas
ekonomi, cara-pandang, etika subsistensi, serta sistem
nilai terhadap produk yang dipilih. Dimensi kultural itu
telah menyebabkan rendahnya preferensi petani pada
pilihan tanaman obat sebagai komoditas pokok yang
diusahakannya.
Untuk mendekati berbagai hal di atas, penguatan
kapasitas dan penguatan dan pemberdayaan
kelembagaan (institutions empowerment and
development) petani dipilih sebagai pendekatan pokok
untuk mempromosikan dan sebagai usaha untuk
membuka jaringan pasar biofarmaka bagi para petani.
Jaringan kemitraan dan kerjasama para petani
(dalamkelompok tani) dengan IOT atau industri lainnya,
merupakan prioritas pendekatan yang dilakukan, dengan
tidak mengabaikan peran dari pemerintah. Proses
penguatan kapasitas dan kelembagaan harus dilakukan
secara terus-menerus hingga suatu saat mereka mampu
mengembangkan sistem agribisnis tanaman obat secara
mandiri. Oleh karena itu pendekatan pendampingan
dipilih sebagai cara penting dalam upaya memberdaya-
kan petani biofarmaka.
Sebagai suatu kegiatan untuk percepatan difusi
dan pemanfaatan Iptek, maka kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan harus ditujukan kepada
sasaran yang tepat. Dalam hal ini, kelompok tani atau
gapoktan merupakan sasaran utama.
Pelaksanaan Penguatan Kelompok Tani/
Gabungan Kelompok Tani di antaranya meliputi kegiatan:
1) Melakukan pelatihan-pelatihan sebagai salah satu
metode untuk penguatan kelembagaan.
2) Pendampingan terhadap Gapoktan sebagai upaya
penguatan kelembagaan kelompok tani.
3) Uji coba penerapan model aplikatif, dengan
melakukan penguatan Gapoktan sebagai lembaga
yang membeli produk petani bekerjasama dengan
industri.
Pasar Tradisional
Dinas Pertanian, BP4K

Gabungan Kelompok Tani

Kelompok Tani Kelompok Tani

Petani Petani
Pemilik Pemilik
Penggarap Penggarap
Pedagang Pengepul Pedagang Pengepul

Keterangan:
Arus uang, dan infrmasi tentang jenis dan mutu
produk yang dibutuhkan
Arus barang
Pengawasan dan pembinaan

Gambar 13. Existing kelembagaan pemasaran biofarmaka


Dengan mengevaluasi kondisi saat ini tentang
kelembagaan pemasaran dan tingkat kemitraan antar
stakehoder, maka rancangan pengembangan model
kemitraan dan pemasaran yang dibagun adalah seperti
tertera pada Gambar 12. Disain kelembagaan petani
dalam model pemasaran ini, berkaitan dengan konsep
hubungan kelembagaan, yakni menggambar-kan pola-
pola hubungan antara kelembagaan petani dengan
institusi lainnya, perlu dipahami dalam kerangka
membangun suatu jejaring. Upaya pengembangan
jejaring tersebut dapat dianalisis dengan pemahamandan
penjelasan yang holistik antara modalsosial, modal
ekonomi dan modal fisik.
Jejaring dalam kelembagaan petani yang utuh
tersebut secara konseptual harus dibangun dan
dikembangkan melalui suatu aktivitas kolaborasi antar-
stakeholder atau antar-kelembagaan berdasarkan
kepercayaan. Secara konseptual disain kelembagaan dan
hubungan kelembagaan tersebut dirancang dengan
membangun kolaborasi antar-stakeholder, yang meliputi
suatu pola relasi antar sektor swasta (perusahaan swasta),
seckor publik (kelembagaan pemerintah di berbagai
hierarkhi), dan sektor kelembagaan-kelembagan petani.
Dalam tataran atau aras operasional memungkinkan
bentuk kolaborasi tersebut dibangun tidak hanya dalam
kerangka ikatan antar-stakeholder, tetapi dapat pula
dalam ikatan shareholder, seperti pengembangan
partnership.
DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, Setiawan. 2003. Atlas Tumbuhan Obat


Indonesia. Jakarta : Puspa Swara.

Hariana, H.A. 2001. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya.


Jakarta : Penebar Swadaya.

Hartati, dkk. 2003. Sitotoksisitas Rimpang Temu Mangga


(Curcuma mangga) dan Kunir Putih (Curcuma
zedoaria I.) terhadap Beberapa Sel Kanker Manusia
(In Vitro) dengan Metoda SRB. Dalam jurnal Berkala
Ilmu Kedokteran. 35. 4 : 197-201.

Kartasubrata, Junus. 2010. Sukses Budi Daya Tanaman


Obat. Bogor : IPB Press.

Muhlisah, Fauziah. 1999. Temu-temuan dan Empon-


empon, Budi Daya dan Manfaatnya. Yogyakarta :
Kanisius.

Najib, A. 2009. Terapi Herbal Untuk Tumor/Kanker.


Makasar : Fakultas Farmasi UMI.

Ningtyas, R. Wulan. 2008. Formulasi Tablet Kunyah


Ekstrak Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria)
dengan Kombinasi Bahan Pengisi Sorbitol Laktosa.
Surakarta : Fakultas Farmasi UMS.

Permadi, Adi. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat.


Jakarta : Pystaka Bunda.

Pratiwi, Wiwi. 2006. Penentuan Daya Inhibisi Ekstrak Air


Dan Etanol Temu Putih (Curcuma Zedoaria)
Terhadap Aktivitas Tirosin Kinase Secara In Vitro.
Skripsi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam, IPB, Bogor.

Rukmana, H.R. 2004. Temu-temuan, Apotek Hidup di


Pekarangan. Yogyakarta : Kanisius.

Sumarny, Ros. 2006. Karakterisasi Kimiawi, Aktivitas


Antiproliferasi Sel Lestari Tumor Dan Aktivitas
Fagositosis Secara In-Vitrodari Fraksi Bioaktif
Rimpang Temu Putih [Curcuma zedoaria(Christm)
Roscoe]. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Sundawati, dkk. 2012. Pengembangan Model Kemitraan


Dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka DalamRangka
Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Di
Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.
Seminar Nasional Ekspose Hasil Insentif Riset, 29
Februari 2012. Hlm 1-7.
Tjahjohutomo, Rudy. 2012. Teknologi Pascapanen
Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Wijayakusuma, Hembing. 2004. Atasi Kanker dengan


Tanaman Obat. Jakarta : Puspa Swara.
Biografi

Anis Verawati, lahir 7 Agustus 1993


di kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur. Anak pertama dari tiga
bersaudara. Riwayat pendi-
dikannya ialah pernah menempuh
pendidikan di SDN Wates IV,
SMPN 1 Campurdarat, dan MAN 2 Tulungagung.
Menyelesaikan sekolahnya sampai tingkat SMA di
Kabupaten Tulungagung. Kemudian melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi yakni di Universitas
Brawijaya Malang dan menjadi mahasiswi UB angkatan
2012. Saat ini tengah menempuh pendidikan S1 Fakultas
Pertanian, mengambil program studi Agribisnis. Buku
yang ditulisnya merupakan syarat dalam mengikuti mata
kuliah Dasar Komunikasi yang dibimbing oleh
Prof.Dr.Ir.Sugiyanto, MS.

Anda mungkin juga menyukai