Pengembangan Temu
Putih
Oleh
Anis Verawati
Anis Verawati
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................ ii
Daftar Gambar
Gambar 1. Temu Putih.............................................................. 17
Gambar 2. Mofologi Temu Putih (C. zedoaria) ................. 18
Gambar 3. Rimpang Temu Putih........................................... 21
Gambar 4. Penanaman Temu Putih dengan
Sistem Baris ................................................................................. 40
Gambar 5. Tipe Alat Pengering ............................................. 55
Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Simplisia
Rimpang....................................................................................... 59
Gambar 7. Cara-cara Peyimpanan Simplisia ...................... 61
Gambar 8. Preparasi Bahan Dasar Jamu Anti Kanker ...... 76
Gambar 9. Pembuatan Kapsul Kunyit Putih ....................... 78
Gambar 10. Kapsul Kosong & Kapsul Temu Putih ............ 80
Gambar 11. Produk Kapsul Temu Putih ............................... 81
Gambar 12. Produk Bubuk Temu Putih ............................... 81
Gambar 13. Existing Kelembagaan Pemasaran Biofarmaka
........................................................................................................ 87
Ringkasan Isi Buku
Tanaman obat sampai saat ini masih memiliki
prospek yang cerah. Hal ini dikarenakan adanya
kecenderungan kembali ke alam (back to nature).
Tanaman temu putih merupakan tanaman yang
dimanfaatkan bagian rimpangnya sebagai obat. Tanaman
ini digunakan dalam mengobati berbagai penyakit seperti
kanker, tumor, dan penyakit lainnya.
Pembudidayaan tanaman ini cukup mudah, tidak
memerlukan perawatan khusus, sehingga semua petani
dan pembudidaya lainnya dapat membudidayakan
tanaman ini di lahan pekarangan maupun lahan lainnya.
Sejauh ini masih banyak masyarakat bahkan petani
sendiri sebagai pembudidaya, yang belum mengetahui
secara jauh mengenai manfaat dan kandungan dalam
temu putih. Buku ini membahas tentang kandungan dan
khasiat dari tanaman temu putih serta cara budidayanya.
Pemanfaatan temu putih sebagai obat mulai
dikembangkan, namun hanya terbatas pada industri obat
modern atau tradisional saja. Petani sebagai penyedia
dan pembudidaya malah kurang mengetahui tentang
prospek pengembangan temu putih ini. Sehingga perlu
kegiatan pemberdayaan masyarakat khususnya bagi
petani itu sendiri guna memanfaatkan lahan yang ada
serta meningkatkan pendapatan petani pembudidaya.
Selain itu, dengan pemberdayaan masyarakat ini, juga
berguna untuk menyediakan obat herbal alami yang
sehat, tanpa pengawet dan efek samping sehingga
ketergantungan masyarakat terhadap obat-obatan non
herbal menjadi berkurang.
BAB I
PENDAHULUAN
MENGENAL TANAMAN
TEMU PUTIH
Rimpang
Rimpang induk bentuknya jorong membulat dan
mengeluarkan rimpang cabang yang cukup banyak
dan tumbuh kea rah samping, ukurannya lebih kecil,
bentuknya memanjang dan mudah dipatahkan. Dari
rimpangnya keluar akar-akar yang kaku dan pada
ujungnya terdapat kantong air. Warna rimpangnya
putih atau kuning muda, daging rimpang berwarna
kuning muda, sedikit beraroma kunyit dan rasanya
pahit. Rimpang dipanen pada saat tumbuhan berumur
9 - 12 bulan.
Gambar 3. Rimpang Temu Putih
Buah
Bentuk buah bundar, berserat, segitiga, kulitnya
lunak dan tipis.
Biji
Biji berbentuk lonjong, berselaput, dan ujungnya
berwarna putih.
Kandungan Nilai
1 Alkanoid (++++)
2 Flavonoid (++++)
3 Saponin (+++)
4 Tanin (-)
5 Steroid/terpenoid (-)
6 Triterfenoid (++++)
7 Glikosida (++)
8 Minyak atsiri (++++)
3. Aktivitas analgetik
Keadaaan panas, merah dan bengkak pada
inflamasi akut disebabkan oleh peningkatan dilatasi dan
permeabilitas pembuluh darah. Penyebab rasa nyeri
adalah tekanan pada ujung saraf sensorik oleh cairan
eksudat dan pe nurunan nilai ambang rasa nyeri oleh
prostaglandin.
Senyawa kurkumenol (seskuiterpen), diperoleh
dari rimpang C. zedoaria (dosis 29 mol/kg bb, intra -
peritoneal) memberikan efek analgesik yang setara
dengan diklofenak (dosis 34 ,5 mol/kg bb; ip) yang diuji
dengan metode udem (formalin) pada mencit. Potensi
efek penghambatan respons writhing(geliat) mencit yang
diinduksi dengan asam asetat diperoleh 2 sampai 7 kali
lebih kuat dibandingkan senyawapembanding yaitu
diklofenak dan dipiron.
4. Aktivitas hepatoprotektor
Hati adalah organ metabolisme utama yang
bertugas mengubah senyawa asal menjadi metabolit dan
berkonyugasi dengan asam glukoronat, sulfat, glutation
sehingga lebih mudah dikeluarkan dari dalam t ubuh.
Parasetamol adalah obat analgesic yang mengalami
detoksifikasi di hati melalui reaksi konyugasi dengan
glutation. Pada dosis tinggi akan terbentuk metabolit
reaktif parasetamol yang berikatan secara kovalen
dengan makromolekul dan menyebabkan nekrosis sel
hati.
Nurrochmad dan Murwanti 2000, melaporkan
ekstrak alkohol C. zedoaria (dosis 5 dan 10 mg/kg bb)
menurunkan kadar aktivitas serum GPT tikus jantan
sebesar 46,5 % dan 61 % serta perbaikan Gambaran
histologi sel hati dibandingkan kelompok kontrol negatif
dengan model hepatoksin parasetamol (dosis 2,5 g/kg
bb). Senyawa polifenol turunan kurkumin mempunyai
sifat anti oksidan sebagai penangkap radikal bebas N-
asetil benzokuinonimin (metabolit aktif parasetamol).
5. Aktivitas antioksidan
Temu putih mengandung kurkumin seperti halnya
pada kunyit. Menurut Taspirin (2009), fungsi kurkumin
yaitu sebagai antioksidan yang bekerja mengikat radikal
oksigen bebas hasil fagosit pada peradangan.
Antioksidan membantu melindungi tubuh terhadap
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Rimpang
temu putih mengandung Kurkuminoid (diarilheptanoid),
minyak atsiri, polisakarida dan golongan lain.
Kurkuminoid yang telah diketahui meliputi
kurkumin, demektosikurkumin, bisdemetoksikurkumin
dan 1,7 - bis (4-hidroksifenil) - 1,4,6 heptatrien 3 - on.
Minyak atsiri berupa cairan kental kuning emas yang
mengandung monoterpen dan seskuiterpen berdasarkan
tingkat oksidasinya.
Hasil penapisan fitokimia diperoleh simplisisa
serbuk rimpang temu putih mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid, saponin, triterfenoid dan minyak atsiri
(Tabel 2). Sebagai tanaman yang bersifat antioksidan,
penggunaan temu putih sebesar 0,02 % bobot badan
sapi secara in-vitro memberikan efek terbaik terhadap
keseimbangan ekologi rumen sapi yang pada akhirnya
dapat menjada keseimbangan mikroflora dalam saluran
pencernaan.
BUDI DAYA
TEMU PUTIH
A. Syarat Tumbuh
Temu putih seperti halnya temu-temuan lain
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai pada ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut (dpl), dan ketinggian optimum 300
500m dpl. Kondisi iklim yang sesuai untuk budidaya temu
putih yaitu dengan curah hujan 10002000 mm, baik
ditanam pada kondisi dengan sedikit naungan atau
cukup teduh, tumbuh pada berbagai jenis tanah, untuk
menghasilkan produksi yang maksimal membutuhkan
tanah dengan kondisi yang subur, banyak bahan organik,
gembur dan berdrainase baik (tidak tergenang).
Pengolahan lahan
Penyiapan lahan harus dilakukan secara
sempurna, yakni dicangkul atau dibajak sedalam 30 cm
hingga tanah menjadi gembur.
Penanaman
Penanaman dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu (1) sistem baris dan (2) sistem bedeng. Sistem
bedeng diterapkan untuk menghindari genangan air.
Bedeng dibuat selebar 120200 cm, tinggi 30 cm dan
jarak antar bedeng 3040 cm. Penanaman dapat pula
dilakukan dalam bentuk petakan-petakan yang
hamparannya agak luas. Di sekelilingnya dilengkapi
dengan saluran drainase, parit-parit pembuangan air
sehingga tidak terjadi genangan air.
Pada bedengan dibuat lubang tanam untuk
menanam benih yang telah ditunaskan cara ini
membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
Pemupukan
Sebagai pupuk dasar digunakan pupuk kandang
berkisar 1025 ton/ha, diberikan 12 minggu sebelum
tanam. Pupuk buatan; 200 400 kg Urea/ha dengan 2 kali
pemberian yaitu pada 1 dan 3 bulan setelah tanam, 100 -
150 kg SP-36/ha dan 80 00 kg KCl/ha tergantung lokasi
dan kondisi kesuburan tanah.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi;
penyiraman, penyiangan, perbaikan drainase,
penyulaman, pembumbunan serta pemberantasan hama
dan penyakit.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan apabila kondisi tanah
menunjukkan keadaan kering terutama pada
pertumbuhan awal hingga 3 bulan setelah benih
ditanam di lapang.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan,
dan dijaga jangan sampai mengganggu perakaran
tanaman terutama pada pertanaman muda yaitu
hingga berumur 34 bulan.
Perbaikan saluran drainase
Saluran drainase merupakan hal yang penting,
karena apabila kurang baik berakibat terjadi genangan
air di pertanaman dan dapat menyebabkan
pembusukan rimpang. Hal ini perlu dilakukan apabila
antar bedengan atau petakan terdapat tumpukan
tanah.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan
tanaman yang mati atau tidak tumbuh dengan
menggunakan benih cadangan, dilakukan pada saat
tanaman berumur 34 minggu. Tujuannya agar
diperoleh tanaman dengan pertumbuhan seragam
dan saat panen dapat dilakukan bersamaan dan
populasi tanaman tetap sama.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan setelah terbentuk
rumpun, dengan maksud agar rimpang selalu tertutup
tanah (tidak ada bagian rimpang yang nampak di atas
permukaan tanah) dan menjaga drainase tanah sekitar
bedengan/ guludan agar tidak tergenang.
Pemberantasan hama penyakit
Beberapa penyakit yang ditemukan pada
pertanaman temu putih adalah penyakit layu bakteri
(Pseudomonas solanacearum) dan bercak daun,
namun tingkat serangan dan penyebarannya di lapang
masih jarang ditemukan (belum meng-khawatirkan
seperti pada jahe). Tanaman yang terserang penyakit
layu bakteri sebaiknya dicabut dan dimusnahkan atau
dibakar, agar tidak menular ke pertanaman sekitarnya.
Sedangkan hama utama adalah ulat daun. Gejala
serangan hama ini terlihat pada daun muda ataupun
tua, daun menggulung, permukaan daun akan
berlubang-lubang apabila tidak dikendalikan daun
akan habis. Akibat serangan hama ini memang dapat
menurunkan produksi.
Cara penanggulangan hama ulat daun ini
tergantung tingkat serangan, terdapat dua cara
penanggulangannya yaitu;
Apabila belum meluas (belum banyak) dapat
dilakukan secara alami dengan mengambil ulat
tersebut.
Apabila serangan telah meluas disemprot dengan
insektisida. Jika ulat daun terlihat jelas maka
menggunakan insektisida kontak tetapi apabila
ulat daun tidak terlihat jelas maka menggunakan
insektisida sistemik.
BAB IV
PANEN dan
PASCA PANEN
A. Panen
Panen merupakan kegiatan akhir yang dilakukan
dari budidaya tanaman yang bertujuan untuk mengambil
hasil tanaman dari lahan budidaya. Penentuan waktu
panen disesuaikan dengan jenis tanaman yang
dibudidayakan. Pemanenan harus dilakukan dengan
tepat waktu, khususnya untuk produk buah dan sayur.
Namun untuk tanaman temu-temuan, pemanenan masih
dapat ditunda asalkan tidak terlalu lama dari waktu yang
seharusnya.
Tanaman temu putih merupakan tanaman yang
pada saat panen diambil rimpangnya. Pengambil-
an dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda
mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini
rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat
dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau
menggunakan mesin. Dalam hal ini ketrampilan pemetik
diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak
tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk
memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari
logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan
merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida
dan sebagainya.
Pemanenan temu putih dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Membongkar seluruh rimpang dengan cangkul,
garpu atau alat lainnya.
Kemudian patahkan atau potong rimpang bagian
pinggir, sisa yang tertinggal dibiarkan tumbuh untuk
musim tanam berikutnya.
Bersihkan rimpang dari tanah dan kotoran kemudian
cuci dengan air hingga bersih.
Angin-anginkan rimpang hingga kering dari air.
Simpan rimpang di tempat yang bersih dan kering.
B. Pasca Panen
Pengolahan hasil panen merupakan suatu
tahapan yang sangat penting dan perlu dilakukan secara
baik dan benar, sehingga dapat memberikan hasil
dengan kualitas yang optimal, mempunyai kadar zat
berkhasiat yang tinggi, stabil, efisien dan mempunyai
penampilan fisik yang menarik.
Pascapanen merupakan salah satu tahapan
pengolahan dari bahan-bahan yang telah dipanen, dan
harus dilakukan secara baik dan benar, karena akan
berpengaruh terhadap kuantitas, kualitas dan zat
berkhasiat yang terkandung didalamnya. Tahap-tahap
pengolahan yang dilakukan, tergantung pada jenis bahan
yang akan diolah, seperti akar, daun, bunga, biji, buah,
rimpang dan kulit kayu. Secara umum, tahap pengolahan
meliputi sortasi basah, pencucian, pengecilan ukuran,
pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan
penyimpanan.
Masalah pascapanen tanaman obat tidak terlepas
dari masa sebelum panen khususnya beberapa saat
sebelum panen, hal ini akan sangat menentukan kualitas
akhir dari simplisia. Untuk mendapatkan simplisia dengan
kualitas yang tinggi, diperlukan suatu tindakan
pengamanan dimulai dari pra panen, pada saat panen
dan pascapanen. Selain itu, pengolahan bertujuan juga
untuk menjaga tingkat kebersihan bahan baku dalam
upaya memperoleh simplisia yang berkualitas serta
menjaga agar proses produksi selanjutnya tetap terjaga
stabilitas dan homogenitas komposisinya.
Kerusakan hasil tanaman obat sesungguhnya
telah dimulai sejak masa sebelum panen dilakukan, yaitu
ketika tanaman masih berada dilapang. Beberapa
serangga (ngengat dan kumbang) dan jasad renik seperti
Aspergillus sp, Fusarium sp dan golongan khamir yang
mencemari pada waktu dilapang, masih dapat
berkembang biak selama masa penyimpanan atau
setelah proses pengolahan. Pengendalian cemaran sejak
dilapang sampai penyimpanan untuk pengolahan lebih
lanjut perlu dilakukan dalam upaya untuk menekan
kehilangan hasil. Demikian juga dengan sanitasi, wadah
yang digunakan untuk menyimpan hasil panen
merupakan sarana keberhasilan pada saat pra panen.
Kandungan zat berkhasiat dari suatu tanaman
sangat erat kaitannya dengan tingkat kematangan pada
waktu tanaman tersebut dipanen, karena akan sangat
menentukan mutu akhir dari produk yang diperoleh.
Keragaman derajat kematangan bukan saja
mempengaruhi mutu tetapi membawa konsekuensi juga
terhadap biaya dan tenaga pada waktu proses
pembersihan dan sortasi serta dapat menurunkan
rendemen yang diperoleh.
Faktor paling kritis yang sangat menentukan
dalam pengolahan pascapanen tanaman obat adalah
proses pengeringan. Cara-cara pengeringan harus
disesuaikan dengan jenis bahan tanaman, misalnya daun,
bunga, kulit, rimpang, akar dan buah. Hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap warna dan aroma dari produk
akhir yang dihasilkan. Tingkat keragaman, kadar kotoran
dan kadar air yang tinggi dari produk akan memberikan
kecenderungan yang buruk terhadap kualitas dan
kuantitas karena akan terjadi kerusakan fisik, mekanis,
fisiologis dan mikrobiologis yang semakin besar. Teknik
pengeringan yang tepat untuk tanaman yang
mengandung senyawa volatil perlu mendapatkan
perhatian.
Untuk memperoleh keseragaman bahan baku
simplisia atau untuk mempertahankan keasliannya, maka
setiap bahan yang akan diproses harus dipisahkan dari
bahan asing lainnya, seperti akar-akar yang menempel.
Untuk memisahkan tanah dan pasir yang melekat
dilakukan dengan proses pencucian. Pada saat proses
pencucian sebaiknya menggunakan air yang bersih dan
bertekanan supaya memudahkan penghilangan kotoran
yang melekat. Demikian pula untuk bahan-bahan yang
secara visual terlihat sangat mirip, tetapi berbeda
khasiatnya perlu dipisahkan dari bahan aslinya. Keadaan
ini biasanya terjadi pada hasil panen dari tumbuhan liar
dan bukan hasil pertanaman secara budidaya.
Hingga saat ini, untuk beberapa tanaman obat
tertentu masih dipanen secara liar dari hutan. Banyak
tanaman yang mempunyai kemiripan sehingga bila tidak
mengenal secara baik akan terjadi kesalahan dalam
pemanenan, akibatnya akan mempengaruhi khasiat dari
tanaman tersebut.
Pengeringan merupakan salah satu upaya untuk
menurunkan kadar air bahan sampai ketingkat yang
diinginkan. Pemakaian alat pengering mekanik dapat
dikatakan lebih efisien bila mampu mengeringkan bahan
sampai pada tingkat kekeringan yang aman tanpa
mengalami perubahan fisik, kimia, biokimia, efisien dalam
penggunaan waktu, biaya operasional bahan bakar, dan
upah pekerja. Pada proses pengeringan menggunakan
matahari langsung, kemungkinan akan terjadi
kontaminasi dari lingkungan, seperti debu, insekta,
kotoran burung dan rodensia. Untuk itu, diperlukan
tempat penjemuran yang cukup luas karena bila tidak
luas, kadang-kadang bisa terjadi proses fermentasi bila
tidak diperlakukan secara benar, susut pengeringan lebih
besar, suhu tidak dapat dikontrol.
Dari segi ekonomis, matahari akan lebih
menguntungkan karena tanpa menggunakan bahan
bakar atau tambahan energi, tapi dari segi kualitas
kadang-kadang akan memberikan produk yang kurang
baik. Selain itu, pengeringan matahari tidak dapat
diterapkan disemua daerah karena kondisi cuaca yang
tidak sama. Untuk proses pengeringan dengan matahari,
bahan-bahan yang akan dikeringkan bisa ditebar ditanah
dengan terlebih dahulu dialasi tikar, kain atau diatas baki
besar dari aluminium, lamporan, dapat juga
menggunakan bahan bambu/kayu yang dibuat
berlubang-lubang. Lamanya pengeringan tergantung
dari jenis bahan yang dikeringkan.
Bahan tanaman yang dapat dikeringkan dengan
cara ini adalah bahan yang berasal dari akar, kulit dan
biji-bijian. Dengan keadaan terbuka, seringkali
menyebabkan bahan mengalami pencemaran dan bila
terjadi perubahan cuaca secara tiba-tiba akan
memberikan masalah.
Pengeringan dengan menggunakan alat
pengeringan mekanikakan lebih menguntungkan karena
suhu dapat diatur sesuai dengan jenis bahan yang akan
dikeringkan. Keuntungan alat ini adalah tidak perlu
diangkat atau dirubah bila cuaca secara tiba-tiba
berubah, serta pencemaran akibat debu sangat sedikit
bahkan kemungkinan tidak ada. Selain itu, bila
menggunakan alat pengering mekanik, produk yang
dihasilkan akan lebih baik dari segi penampilan dan
kandungan zat berkhasiat, karena suhunya dapat diatur
sesuai keinginan. Beberapa tipe alat pengering mekanik,
antara lain tipe rak dan tipe berputar tertera pada
Gambar 5 (Gambar 5a dan 5b).
Gambar 5. Tipe alat pengering, (a) tipe rak,
(b) pengering mekanik tipe berputar
Sortasi
Pencucian
Obat dari
rimpang Pengecilan
segar ukuran
Pengeringan
Simplisia
rimpang Penggilingan
Formulasi
Sediaan obat
PENGAWASAN MUTU
dan
POTENSI PASAR
A. Pengawasan Mutu
PEMANFAATAN
TEMU PUTIH
Gambar 10. (a) Kapsul kosong ukuran 0 (terdapat label pink) dan
kapsul ukuran 1 (terdapat label orange);
(b) Kapsul Temu Putih (Curcuma zedoaria)
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Petani Petani
Pemilik Pemilik
Penggarap Penggarap
Pedagang Pengepul Pedagang Pengepul
Keterangan:
Arus uang, dan infrmasi tentang jenis dan mutu
produk yang dibutuhkan
Arus barang
Pengawasan dan pembinaan