Anda di halaman 1dari 27

Genetically Modified Organism

DOSEN PEMBIMBING :
1. Tiar Lince Bakara, SP. M,Si
2. Bernike Doloksaribu, SST, M.Kes
3. Riris Oppusunggu, S.Pd, M.Kes

DISUSUN OLEH :
NAMA : Uli Artha Demonita Sijabat
KELAS : 3A
NIM : P01031121044
PRODI : D-III GIZI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI DIPLOMA III

1
2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur saya panjatkan kepada pencipta kita Allah SWT atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan juga nikmat iman, islam juga tak lupa kesehatan dan
waktu luang yang telah ia berikan secara Cuma-cuma kepada kita semua, sehingga saya bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Bawang Merah dan
Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Melati Putih (Jasminum sambac. L)
& Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Cangkok Sawo
(Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan
Puji syukur juga kita panjatkan kepada nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang seperti sekarang
ini. Saya berterima kasih kepada dosen Biokimia yang telah memberi kami tugas sehingga
saya dapat lebih mengetahui banyak hal tentang ilmu tersebut. Terlepas dari semua itu, saya
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam makalah ini, dengan begitu saya
mohon maaf atas segala kekurangannya dan kami juga berterima kasih atas bantuan dan
perhatiannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kami sendiri dan untuk teman-
teman semuanya

Lubuk Pakam, 29 Agustus 2022

Uli Artha Demonita Sijabat

2
Daftar Isi
Kata pengantar .......................................................................................................................... 2
Daftar isi ....................................................................................................................................
3
Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Bawang Merah dan Air Kelapa Terhadap
Pertumbuhan Stek Tanaman Melati Putih (Jasminum sambac.
L) ........................................................... 4
BAB 1 Pendahuluan ................................................................................................................
4
1.1 Pendahuluan ............................................................................................................
4
1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 5
BAB 2 Pembahasan .................................................................................................................
6
2.1 Alat dan Bahan ........................................................................................................
6
2.2 Hasil dan Pembahasan ............................................................................................ 6
BAB 3 Penutup ......................................................................................................................
13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 13
3.2 Saran ..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................
14
Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Cangkok
Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan .................................
17
BAB 1 Pendahuluan ..............................................................................................................
17
1.1 Pendahuluan ..........................................................................................................
17
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 18
BAB 2 Pembahasan ...............................................................................................................
19
2.3 Alat dan Bahan ......................................................................................................
19

3
2.4 Hasil dan Pembahasan .......................................................................................... 19
BAB 3 Penutup ......................................................................................................................
25
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................
26

Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Bawang Merah dan Air Kelapa Terhadap


Pertumbuhan Stek Tanaman Melati Putih (Jasminum sambac. L)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Tanaman melati (Jasminum Sp.) merupakan tanaman hias tropik yang berasal
dari berbagai daerah di Asia, Afrika dan Australia. Tanaman melati memiliki
bunga yang harum dan dapat digunakan sebagai tanaman hias di dalam ruangan
(indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Tanaman melati merupakan jenis
tanaman berkayu yang batangnya tumbuh tegak ke atas atau merambat dengan
daun tunggal atau majemuk berpasangan maupun menyebar, tergantung
spesiesnya. Bunga melati memiliki mahkota berwarna putih, kekuningan atau
kemerahan dengan bagian bawah berbentuk seperti pipa kecil dan umumnya
beraroma harum.
Tanaman melati selain sebagai tanaman hias juga sebagai tanaman yang
dimanfaatkan bagian-bagian tanamannya. Bunganya dapat digunakan sebagai
pewangi teh, penghias pengantin, kosmetik, obat tradisional dan bahan parfum,
akar, batang dan daun juga digunakan sebagai obat tradisional.
Perbanyakan melati yang lazim dilakukan adalah dengan penyetekan.
Penyetekan disini merupakan pemotongan bagian tanaman, potongan tersebut
akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman baru. Karena mudahnya
perbanyakan tanaman melati maka para petani lebih suka untuk memilih cara ini.

4
Di samping itu hasilnya akan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan tanaman
induknya.
Teknik perbanyakan melati secara tradisional dengan cara setek batang banyak
dijumpai kendala, antara lain kualitas bibit yang dihasilkan kurang baik.
Permasalahan utama dalam penyetekan ialah persentase stek yang berakar dan
bertunas tidak terlalu tinggi.
Walaupun pada stek materi yang tersedia lebih banyak dan mampu membentuk
akar lebih cepat tetapi persentase keberhasilannya relatif rendah, pembentukan
bunga dan pertumbuhan akar pada pembiakan vegetatif merupakan masalah
utama. Perakaran yang dihasilkan menggunakan zat tumbuh biasanya lebih baik
dan lebih banyak dari pada tanpa pemberian zat tumbuh.
ZPT akan efektif pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasi yang digunakan
terlalu tinggi maka akan dapat merusak stek karena pembelahan sel dan kalus
akan berlebihan sehingga menghambat tumbuhnya bunga serta akar, sedangkan
bila konsentrasi yang digunakan di bawah optimum maka ZPT tersebut tidak
efektif.
Dalam bidang pertanian akhir-akhir ini banyak digunakan air kelapa sebagai zat
perangsang tumbuh dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif. Adapun bahan
hormonal dalam air kelapa yang sudah diketahui adalah Auxin mencapai 60% dan
Cytokinin mencapai 20%.
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk perakaran adalah auksin,
namun relatif mahal dan sulit diperoleh. Sebagai pengganti auksin sintesis dapat
digunakan bawang merah.
Bawang merah mengandung minyak atsiri, sikloaliin, metialiin, dihidroaliin,
flvonglikosida, kuersetin, saponin, peptide, fitohormon, vitamin dan zat pati
selanjutnya anonim menambahkan fitohormon yang dikandung bawang merah
adalah auksin dan giberelin
Dari hasil penelitian Muswita penggunaan bawang merah dengan konsentrasi
1,0% merupakan konsentrasi yang optimal untuk persentase stek hidup dan
konsentrasi 0,5% untuk jumlah akar stek tanaman gaharu (Aquilaria malaccencis
Oken). Hasil penelitian aguzaen penggunaan air kelapa dengan konsentrasi 25%
secara nyata meningkatkan panjang batang, jumlah daun, luas daun, panjang akar
terpanjang, jumlah akar dan berat kering bibit stek lada. Berdasarkan dari hasil
uraian tersebut maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Konsentrasi ekstrak Bawang Merah dan Air Kelapa terhadap
pertumbuhan Stek Tanaman Melati Putih (Jasminum sambac L.)”

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak bawang merah dan
air kelapa serta interaksi antara ekstrak bawang merah dan air kelapa terhadap
pertumbuhan stek tanaman melati putih dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yang diteliti yaitu : Air kelapa (A)
terdiri atas 4 taraf yaitu A0 = tanpa pemberian, A1 = konsentrasi 20% (200 cc/l),
A2 = Konsentrasi 25% (250 cc/l), A3 = konsentrasi 30% (300 cc/l) sedangkan
ekstrak bawang merah (B) terdiri dari 4 taraf yaitu B0 = tanpa pemberian, B1 =
konsentrasi 0,5 % (5 cc/l), B2 = konsentrasi 1 % (10 cc/l), B3 = konsentrasi 1,5 %

5
(15 cc/l). Air kelapa sebagai faktor pertama dan ekstrak bawang merah sebagai
faktor kedua.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan analitik, oven,
eksikator, ember, cangkul, tajak, gunting stek, alat-alat tulis, hand sprayer, split,
kalkulator dan alat – alat lain yang dianggap perlu dalam penelitian.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cabang tanaman melati putih,
air aquadest, ekstrak bawang merah, air kelapa, polibag hitam (18 x 25 cm), tanah
top soil, plastik putih ukuran 1 kg, amplop, kain halus, sekam padi, pupuk sampi
Biogrow Complete, alkohol, amplop, insektisida dursban 200 EC dan fungisida
Dithane M-45 serta air.

2.2 Hasil dan Pembahasan


Hasil
 Tinggi Tunas
Hasil analisis sidik ragam, pada parameter tinggi tunas menunjukkan
bahwa pemberian air kelapa berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas
tanaman melati putih pada umur 8 MST. Hasil uji lanjut Duncan dengan

6
taraf signifikasi 5% terhadap parameter panjang tanaman menunjukkan
bahwa perlakuan air kelapa memberikan hasil yang berbeda nyata,
sedangkan perlakuan ekstrak bawang merah serta interaksi antara
pemberian air kelapa dan ekstrak bawang merah memberikan hasil yang
berbeda tidak nyata. Data menunjukkan bahwa tinggi tunas tanaman melati
putih tertinggi umur 8 MST akibat pemberian air kelapa (A) terdapat pada
perlakuan A2 yaitu (5,74 cm) yang berbeda nyata dengan A0 (3,55 cm)
serta berpengaruh berbeda tidak nyata pada perlakuan A1 (4,74 cm) dan
A3 (4,24 cm).

Hubungan antara tinggi tunas tanaman melati putih dengan pemberian


air kelapa umur 8 MST dapat dilihat pada gambar 1. Tinggi tunas tanaman
melati putih mengalami peningkatan seiring dengan penambahan
konsentrasi air kelapa umur 8 MST yang menunjukkan hubungan linier
yang positif dengan persamaan Ŷ = 3,741 + 0,004x dengan nilai r = 0,39.
Tabel 1. Rataan Tinggi Tunas Tanaman Melati Putih (cm) Umur 8 MST
akibat Pemberian Air Kelapa dan Ekstrak Bawang Merah.

7
Hasil analisis sidik ragam untuk parameter jumlah daun
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang merah dan air kelapa
serta interaksi antara keduanya menunjukkan hasil yang berbeda tidak
nyata.

 Berat Basah Tunas


Hasil analisis sidik ragam untuk parameter berat basah tunas
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang merah dan air kelapa serta
interaksi antara keduanya menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata.
Tabel 3. Rataan Berat Basah Tunas Tanaman Melati Putih (g) Umur 8
MST Akibat pemberian Air Kelapa dan Ekstrak Bawang Merah

 Berat Kering Tunas


Hasil analisis sidik ragam untuk parameter berat kering tunas
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang merah dan air kelapa serta
interaksi antara keduanya menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata.

Tabel 4. Rataan Berat Kering Tunas Tanaman Melati Putih (g) Umur 8
MST Akibat Pemberian Air Kelapa dan Ekstrak Bawang Merah.

 Berat Basah Akar

8
Hasil analisis sidik ragam untuk parameter berat basah akar
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang merah dan air kelapa serta
interaksi antara keduanya menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata.

Tabel 5. Rataan Berat Basah Akar Tanaman Melati Putih (g) Umur 8 MST
Akibat Pemberian Air Kelapa dan Ekstrak Bawang Merah

 Berat Kering Tunas


Hasil analisis sidik ragam untuk parameter berat kering akar
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang merah dan air kelapa serta
interaksi antara keduanya menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata.

Pembahasan
 Pengaruh Air Kelapa
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
parameter tinggi tunas tanaman melati putih pada saat umur 2 – 8 MST
yang dilakukan dengan interval waktu pengamatan 2 minggu sekali
menunjukkan peningkatan pada tinggi tunas tanaman melati putih. Dari
beberapa tahap pengamatan tinggi tunas yang dilakukan, diperoleh hasil
yang berbeda nyata pada perlakuan A2 (5,74 cm) terhadap perlakuan A0
(3,55 cm) serta berpengaruh berbeda tidak nyata pada perlakuan A1 (4,74
cm) dan A3 (4,24 cm) saat umur 8 MST.
Pada perlakuan air kelapa yang memberikan hasil yang berbeda nyata
pada konsentrasi 25% terhadap parameter tinggi tunas. Hal ini
berhubungan dengan konsentrasi hormon auksin, sitokinin dan giberilin
dalam 25% air kelapa yang diduga sudah cukup efektif untuk memacu dan
meningkatkan pertumbuhan stek tanaman melati putih dibanding pada
konsentrasi 20 % dan 30% air kelapa, terutama dalam merangsang dan
memacu pertumbuhan awal stek (inisiasi akar dan tunas stek), karena
konsentrasi yang tinggi pada tunas dapat meningkatkan pertumbuhan
tunas, tetapi jika konsentrasi dinaikkan melebihi batas optimal maka
pertumbuhan akan terhambat

Tabel 6. Rataan Berat Kering Akar Tanaman Melati Putih (g) Umur 8
MST Akibat Pemberian Air Kelapa dan Ekstrak Bawang Merah.

9
Pada parameter yang lainnya seperti jumlah daun, berat basah tunas,
berat kering tunas, berat basah akar dan berat kering akar menunjukkan
pengaruh berbeda tidak nyata pada saat umur 2 – 8 MST. Pemberian air kelapa
berbeda tidak nyata terhadap parameter jumlah daun, berat basah dan berat
kering tunas serta berat basah dan berat kering akar. Pengaruh berbeda tidak
nyata pada perlakuan pemberian air kelapa disebabkan oleh peran zat pengatur

10
tumbuh yang terdapat di air kelapa yaitu sitokinin dan auksin yang seharusnya
menjadi substansi pertumbuhan untuk pembentukan dan perkembangan akar
belum mampu menjalankan perannya dengan optimal selanjutnya berpengaruh
terhadap pembentukan berat basah daun. Akar tanaman merupakan organ
vegetatif utama pengambil air, mineral dan an bahan-bahan lainnya yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perakaran yang
baik akan memberikan pertumbuhan bagian atas yang baik juga seperti berat
daun.

Hal ini dapat juga disebabkan penggunaan media tanam yang kurang baik
serta komposisi yang kurang tepat. Komposisi media tanam yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tanah top soil dan sekam padi (2 : 1) dan tanpa
pemupukan dasar. Dari hasil Penelitian Khalijah19 menjelaskan bahwa media
tanam berupa tanah top soil dan pasir (2 : 1) dengan pemupukan dasar NPK
sebelum tanam, memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter berat
basah dan berat kering akar, dan memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap parameter tinggi tunas, berat basah tunas dan berat kering tunas
tanaman melati, dibandingkan dengan media tanam tanah top soil saja serta
tanah top soil dan sekam padi (2 : 1).
Pada prinsipnya media tanam merupakan tempat untuk menumbuh
kembangkan bagian-bagian tanaman sehingga tanaman dapat berkembang dan
tumbuh dalam keadaan yang optimal. Desiliyarni, dkk20 menjelaskan bahwa
media tanam merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya sistem
perakaran. Sebagian besar unsur hara mineral dan bahan organik yang
dibutuhkan oleh tanaman dapat ditemukan dalam keadaan yang tersedia bagi
tanaman dan dapat diserap oleh akar. Perkembangan akar ditentukan oleh
komposisi media tanam yang digunakan. Penyebab lain bisa juga diakibatkan
oleh bahan tanaman stek, yang kemungkinan disebabkan oleh digunakannya
cabang-cabang muda. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wudianto17
yang menyatakan bahwa cabang yang terlalu muda proses penguapannya akan
sangat cepat sehingga stek akan menjadi lemah dan mati.

 Pengaruh Ekstrak Bawang Merah


Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak
bawang merah memberikan hasil yang berbeda tidak nyata pada semua parameter
yang diamati yaitu tinggi tunas, jumlah daun, berat basah tunas, berat kering
tunas, berat basah akar dan berat kering akar.
Hal yang dapat menyebabkan penggunaan ekstrak bawang merah berpengaruh
berbeda tidak nyata dikarenakan penggunaan media tanam yang belum maksimal.
Pada penelitian ini media yang digunakan adalah tanah top soil dan sekam padi
(2:1), media tersebut dicampur merata dan tidak ada dilakukan pemupukan dasar.
Pemupukan dasar sangat diperlukan karena dapat sebagai cadangan makanan bagi

11
tanaman. Peranan cadangan makanan juga menunjang karena cadangan makanan
merupakan senyawa kompleks bermolekul besar dan tidak bisa diangkut dari sel
ke sel lain, sampai senyawa tersebut diubah menjadi zat atau senyawa yang lebih
sederhana, larut di dalam air dan dapat melakukan difusi. Pertumbuhan tanaman
sangat dipengaruhi oleh kondisi dari media tumbuh yang juga disebut sebagai
faktor adaptasi dimana banyak terdapat faktor fisik dari media tersebut yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, antara lain aerasi, kandungan air
tanah, selain itu terdapat pula zat makanan dalam media tersebut.
Pada hasil penelitian yang dilakukan Muswita11 yang menyebutkan
konsentrasi bawang merah 1 % merupakan konsentrasi yang optimal untuk
persentase stek hidup dan konsentrasi 0,5 % untuk jumlah akar stek gaharu,
dimana dalam penelitian yang dilakukannya menggunakan media tanam tanah
kebun, pasir dan pupuk kandang (1 : 1 : 1). Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan penulis, pada konsentrasi bawang merah 0,5 % dan 1 % hasilnya
berbeda tidak nyata pada semua parameter tinggi tunas, jumlah daun, berat basah
dan berat kering tunas serta berat basah dan berat kering akar. Hal ini dikarenakan
penulis menggunakan media yang tidak menggunakan pupuk dasar. Penulis hanya
menggunakan media Tanah Top Soil dan Sekam Padi (2 :1).
Penggunaan bahan tanaman stek akan mempengaruhi pertumbuhan stek
nantinya, penggunaan cabang yang terlalu tua atau yang terlalu mudah akan
memperlambat pertumbuhan tunas dan akar.

Interaksi Antara Air Kelapa dan Ekstrak Bawang Merah


Dari hasil pengujian statistik diperoleh hasil interaksi antara air kelapa dan
ekstrak bawang merah menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata pada
semua parameter pengamatan yaitu tinggi tunas, jumlah daun, berat basah
tunas, berat kering tunas, berat basah akar dan berat kering akar. Ini dapat
menyatakan bahwa pencampuran antara beberapa jenis zat pengatur tumbuh
memiliki pertumbuhan yang berbeda-beda dan pada penelitian yang dilakukan
belum mencapai taraf yang nyata.
Di dalam air kelapa terdapat auksin, sitokinin dan giberelin, sedangkan pada
bawang merah terdapat auksin dan giberelin. Fungsi dari hormon auksin
dalam sel dapat mempengaruhi perpanjangan sel, dan bila auksin terlalu tinggi
maka akan menghambat pertumbuhan.
Penggabungan ZPT yang berasal dari air kelapa dan bawang merah akan
dapat menambah hormon ke bahan stek. Tetapi bila konsentrasi terlalu tinggi
ataupun terlalu rendah akan membuat pertumbuhan stek menjadi lambat. Pada
air kelapa dan ekstrak bawang merah terdapat hormon auksin, dimana auksin
berfungsi untuk membentuk tunas maupun akar.
Penggunaan hormon yang melebihi konsentrasi yang dibutuhkan tanaman
akan membuat hormon tersebut tidak efektif untuk mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Auksin yang digunakan dalam konsentrasi yang
berlebihan untuk spesies tanaman dapat menghambat perkembangan tunas,

12
menyebabkan penguningan dan gugur daun, penghitaman batang dan akhirnya
menyebabkan kematian stek.
Hal lain yang menjadi faktor penghambat yaitu penggunaan media tanam
yang kurang baik serta komposisi yang kurang tepat. Komposisi media tanam
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah top soil dan sekam padi (2 :
1) dan tanpa pemupukan dasar.

BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisis data percobaan di lapangan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Pemberian air kelapa (A) berpengaruh berbeda nyata pada parameter tinggi tunas
tanaman melati putih pada perlakuan (A2) dengan konsentrasi 25%. Tetapi
berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap parameter jumlah daun, berat basah
tunas, berat kering tunas, berat basah akar dan berat kering akar tanaman melati
putih.
2. Pemberian ekstrak bawang merah (B) berpengaruh berbeda tidak nyata pada
semua parameter pengamatan tanaman melati putih.
3. Kombinasi perlakuan antara air kelapa dan ekstrak bawang merah (A x B)
menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata pada semua parameter
pengamatan tanaman melati putih.
Saran
Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman melati putih perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan konsentrasi air kelapa 25 % dan ekstrak bawang
merah konsentrasi 0,5 % dengan menggunakan media tanam yang berbeda
serta dilakukannya pemupukan dasar sebelum tanam.

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusopi, A. 2002. Pengaruh Alar Terhadap Pembungaan Tiga Jenis Melati
(Jasminum Mesnyi, J. Officinale, dan J. Humile). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
2. Santosa, B. 2005. Pengaruh Zat Atonik dan Panjang Stek Terhadap Pertumbuhan
Stek Jasmine (Jasminum sambac Ait). Dalam Khalijah, S. 2006. Efektifitas Media
Tanam Terhadap Pertumbuhan Stek Melati (Jasminum sambac L.). Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.
3. Hayati, M. Dan Sugiarti, T. 2009. Prospek Agribisnis Tanaman Melati dan Peran
Wanita Madura. EMBRYO Vol. 6 No.1. Hal 23.
4. Suhendar, A.G. 1994. Melati. DalamKhalijah, S. Efektifitas Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan Stek Melati (Jasminum sambac L.). Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.
5. Wuryaningsih, 1997. Pengaruh Media Terhadap Pertumbuhan Setek Empat
Kultivar Melati. Dalam Hayati M. Dan Sugiarti T., 2003. Prospek Agribisnis
Tanaman Melati dan Peran Wanita Madura. EMBRYO Vol. 6 No.1. Hal 49.
6. Koesriningrum. 1985. Zat Pengatur Tumbuh. Dalam Yenny V. Monique. 2007.
Pengaruh Berbagai Konsentrasi Air Kelapa Terhada Pembentukan Bunga dan
Pertumbuhan Akar Stek Batang Mi Hong (Agalia odorata Lout). Primordia
Volume 3, Nomor 1. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Hal 44.
7. Rochiman, K. Dan S.S, Haryadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Dalam Yenny V.
Monique, 2007. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Air Kelapa Terhadap
Pembentukan Bunga dan Pertumbuhan Akar Stek Batang Mi Hong (Agalia
Odorata Lout). Primordia Volume 3, Nomor 1. Universitas Kristen Satya Wacana.
Salatiga. Hal 44.
8. Prasetya, I.K. 2002. Substansi Pengatur Tumbuh. Dalam Yenny V. Monique.
2007. Pengaruh Berbagai Kosnsentrasi Air Kelapa Terhada Pembentukan Bunga
dan Pertumbuhan Akar Stek Batang Mi Hong (Agalia odorata Lout). Primordia
Volume Nomor 1. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Hal 44.
9. Efendi, I. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Dalam Muswita. 2011. Konsentrasi
Bawang merah (Alium cepa L.) Terhadap Pertumbuhan Stek Gaharu (Aquilaria
malaccencis Oken). Universitas Jambi. Jambi. Volume 13, Nomor 1. Hal 16.
14
10. Anonim. 2009. Bawang Merah, Bawang Putih. Dalam Muswita. 2011.
Konsentrasi Bawang merah (Alium cepa L.) Terhadap Pertumbuhan Stek Gaharu
(Aquilaria malaccencis Oken). Universitas Jambi. Jambi. Volume 13, Nomor 1.
Hal 16.
11. Muswita. 2011. Konsentrasi Bawang merah (Alium cepa L.) Terhadap
Pertumbuhan Stek Gaharu (Aquilaria malaccencis Oken). Universitas Jambi.
Jambi. Volume 13, Nomor 1. Hal 19.
12. Aguzaen, H. 2009. Respon Pertumbuhan Bibit Stek Lada (Piper nisrum L.)
Terhadap Pemberian Air Kelapa dan Berbagai Jenis CMA. Agronobis, Vol. 1, No.
1. Hal 45.
13. Abidin, Z. 1990. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Dalam
Mayasari, E., Budipramana, L. dan Rahayu, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Filtrat
Bawang Merah dengan Berbagai Konsentrasi dan RootoneF terhadap
Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L). Universitas
Negeri Surabaya. Surabaya. LenteraBio Vol. 1 No. 2. Mei 2012 : 99 –103. Hal
101-102.
14. Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Dalam Aguzaen, H.
2009. Respon Pertumbuhan Bibit Stek Lada (Piper nisrum L.) Terhadap
Pemberian Air Kelapa dan Berbagai Jenis CMA. Agronomis, Vol. 1, No. 1, Hal
41.
15. Anonim. 1993. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Cytokinin dan IBA di dalam Air
Kelapa. Dalam Yenny V. Monique. 2007. Pengaruh Berbagai Kosnsentrasi Air
Kelapa Terhadap Pembentukan Bunga dan Pertumbuhan Akar Stek Batang Mi
Hong (Agalia odorata Lout). Primordial Volume 3, Nomor 1. Universitas Kristen
Satya Wacana. Salatiga. Hal 49.
16. Dwipa, N. 1992. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Air Kelapa
Terhadap Pertumbuhan Stek Lada. DalamAguzaen, H. 2009. Respon
Pertumbuhan Bibit Stek Lada (Piper nisrum L.) Terhadap Pemberian Air Kelapa
dan Berbagai Jenis CMA. Agronobis, Vol. 1, No. 1. Hal 41.
17. Wudianto, R. 2003. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Dalam Ningsih N.,
Nugroho A. dan Trianitasari, 2010. Pertumbuhan Stek Nilam (pogostemon cablin,
Benth) Pada Berbagai Komposisi Media Tumbuh dan Dosis Penyiraman Limbah
Air Kelapa. Universitas Widyagama. Malang. Agrika, Volume 4 No.1. Hal 44
18. Islami, T. Dan WH. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan tanaman. Dalam
Ningsih, N., Nugroho, A. Dan Trianitasari. 2010. Pertumbuhan Stek Nilam
(pogostemon cablin, Benth) Pada Berbagai Komposisi Media Tumbuh dan Dosis
Penyiraman Limbah Air Kelapa. Universitas Widyagama. Malang. Agrika,
Volume 4 No.1. Hal 44.
19. Khalijah, S. 2006. Efektifitas Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Stek Melati
(Jasminum sambac L.). Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.
20. Desiliyarni, T., A, Yuni, F, Farida dan H.J, Endah. 2003. Vertikultur Teknik
Bertanam Di Lahan Sempit. Dalam Khalijah, S. Efektivitas Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan Stek Melati (Jasminum Sambac L.). Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.
21. Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Dalam Mayasari, E., Budipramana, L., dan
Rahayu, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Filtrat Bawang Merah dengan Berbagai

15
Konsentrasi dan Rootone-F terhadap Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Jambu
Biji (Psidium guajava L). Universitas Negeri Surabaya. Surabaya. LenteraBio
Vol. 1 No. 2. Mei 2012 : 99 – 103. Hal 102.
22. Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Dalam Ningsih, N., Nugroho, A. Dan
Trianitasari. 2010. Pertumbuhan Stek Nilam (pogostemon cablin, Benth) Pada
Berbagai Komposisi Media Tumbuh dan Dosis Penyiraman Limbah Air Kelapa.
Universitas Widyagama. Malang. Agrika, Volume 4 No.1. Hal 41.
23. Kusumo. 1994. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Dalam Heru, J. 2003. Pengaruh
Lama Penyimpanan Bahan Stek dan Macam Zat Pengatur Tumbuh Terhadap
Pertumbuhan Stek Lada (Piper nigrum L.). Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa. Yogyakarta.
24. Koesriningrum dan Haryadi S.S. 1973. Pembiakan Vegetatif. Dalam Heru, J.
2003. Pengaruh Lama Penyimpanan Bahan Stek Dan Macam Zat Pengatur
Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Stek Lada (Piper Ningrum L.). Universitas
Sarjanawiyata Taman siswa. Yogyakarta.
25. Andus, L.J. 1983. Plant Growth Substance. Dalam Darliana, I. 2011. Pengaruh Zat
Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Akar Stek Pucuk Tanaman Krisan
(Chrysanthemum morifolium Ramat). Wawasan TRIDHARMA No. 6.
26. Wienny, H.R., Marma Jaya. 1988. Penggunaan Auxin untuk Merancang
Pertumbuhan Akar Stek Batang. Dalam Darliana, I. 2011. Pengaruh Zat Pengatur
Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Akar Stek Pucuk Tanaman Krisan
(Chrysanthemum morifolium Ramat). Wawasan TRIDHARMA No. 6
27. Anonim. 2011. Hormon Pada Tumbuhan.http://www.google.com/HORMON-
PADATUMBUHAN.ppt.Diakses pada tanggal 18 Februari 2013.
28. Lusumono, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Dalam Muswita. 2011.
Konsentrasi Bawang merah (Alium cepa L.) Terhadap Pertumbuhan Stek Gaharu
(Aquilaria malaccencis Oken). Universitas Jambi. Jambi. Volume 13, Nomor 1.
Hal 17.
29. Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Dalam Muswita.
2011. Konsentrasi Bawang merah (Alium cepa L.) Terhadap Pertumbuhan Stek
Gaharu (Aquilaria malaccencis Oken). Universitas Jambi. Jambi. Volume 13,
Nomor 1. Hal 17.
30. Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuh. Rajawali. Dalam Muswita. 2011. Konsentrasi
Bawang merah (Alium cepa L.) Terhadap Pertumbuhan Stek Gaharu (Aquilaria
malaccencis Oken). Universitas Jambi. Jambi. Volume 13, Nomor 1. Hal 17

16
Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Cangkok
Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan

BAB 1
Pendahuluan
1.1 Pendahuluan
Indonesia merupakan negara penghasil buahan tropis, beberapa diantaranya
mangga, manggis, sawo, dan pisang. Buahan tersebut banyak diminati oleh
masyarakat lokal maupun internasional. Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen)
merupakan buah yang cukup diminati karena rasanya yang manis. Tanaman sawo
telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini sering ditanam
sebagai tanaman pekarangan, tanaman pelindung dan penahan erosi. Buah sawo
ternyata juga memiliki khasiat sebagai obat diare dan demam.
Sampai saat ini kebanyakan masyarakat belum memelihara tanaman sawo
secara intensif, sehingga produksinya tanaman tidak maksimum. Di samping itu
bibit yang dipakai kebanyakan masih merupakan bibit asal biji sehingga
memerlukan waktu lama dalam menghasilkan buah. Untuk mendapatkan tanaman
yang berbuah lebih cepat daripada tanaman yang berasal dari biji dan buah yang
dihasilkan serupa buah dari tanaman induknya, perbanyakan vegetatif melalui
cangkok merupakan salah satu alternatif. Mencangkok merupakan salah satu
teknik perbanyakan vegetatif dengan cara pelukaan atau pengeratan cabang pohon

17
induk dan dibungkus media tanam untuk merangsang terbentuknya akar. Teknik
ini sudah lama dikenal oleh petani. Pada cara mencangkok akar tumbuh ketika
cabang yang dicangkoknya masih berada di pohon induk.
Keberhasilan pencangkokan tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain umur dan ukuran batang, sifat media tanaman, suhu, kelembaban, air, dan
ZPT. Makin besar diameter batang, akar yang terbentuk juga lebih banyak, hal ini
karena permukaan bidang perakaran yang lebih luas. Umur batang sebaiknya tidak
terlalu tua (berwarna coklat/coklat muda) (Kuswandi, 2013).
Salah satu bahan yang saat ini banyak dimanfaatkan sebagai media tanam,
terutama untuk tanaman hias adalah moss. Moss yang dijadikan sebagai media
tanam berasal dari sphagnum berbentuk seperti busa atau spon yang ringan.
Meskipun dapat menyerap banyak air, sphagnum tidak becek. Air disimpan di
dalam sel mati terutama di daun-daunnya. Air dipegang erat, meskipun kena angin
ataupun panas matahari. Semua bagian sphagnum dapat dimanfaatkan, baik yang
berwarna hijau dan masih hidup maupun yang berwarna coklat yang telah mati.
Media ini mempunyai banyak rongga sehingga memungkinkan akar tanaman
tumbuh dan berkembang dengan leluasa.
Untuk mempercepat dan memperbanyak tumbuhnya akar, pada media
ditambahkan dengan ZPT. ZPT yang digunakan termasuk jenis auksin yang
berfungsi pada pembentukan akar, pertumbuhan akar dan pembentukan akar
cabang. Air yang melimpah pada saat musim hujan menghindarkan cangkok dari
kekeringan walaupun tidak dilakukan penyiraman. Dengan kelembaban yang
cukup dapat mempertahankan kadar air dalam media sehingga tidak terjadi
kekeringan.

1.2 Tujuan
Penelitian yang berjudul Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur tumbuh
terhadap Keberhasilan Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada
musim Penghujan bertujuan untuk mempelajari pengaruh macam media cangkok
dan zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan akar dan hasil cangkokan sawo.
Penelitian dilaksanakan di wilayah kelurahan Trirenggo, Kabupaten Bantul dari
bulan September 2013 sampai Januari 2014. Percobaan menggunakan metode
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor yaitu macam
media cangkok dan penggunaan ZPT. Perlakuan yang diterapkan yaitu
pencangkokan secara konvensional menggunakan media tanah + pupuk kandang
(2:1) tanpa ZPT, pencangkokan menggunakan media tanah + pupuk kandang (2:1)
+ ZPT, pencangkokan menggunakan media moss, tanpa ZPT, pencangkokan
menggunakan media moss + ZPT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media
moss tidak berpengaruh nyata terhadap persentase keberhasilan cangkok tetapi
mempercepat waktu pemotongan cangkokan yaitu 4 bulan setelah pencangkokan,
sehingga dapat dihasilkan bibit lebih cepat dan penggunaan media moss + ZPT
mempercepat pembentukan kalus dan meningkatkan perakaran cangkokan sawo.

18
BAB 2
Pembahasan
2.1 Alat dan Bahan
Dibutuhkan alat dan bahan seperti, tanaman sawo, pisau cutter, hormon giberelin
(GA3, GA7, dan GA12), asam traumalin, plastik bening, dan moss. Lalu, siapkan
tanaman sawo yang akan dijadikan sebagai pohon indukan, pilih cabang dari tanaman
tersebut yang akan dicangkok.
Media cangkok moss terlebih dahulu direndam air 1x24 jam dan media tanah+
pupuk kandang perbandingan 2:1 disiapkan. Batang yang akan dicangkok dikerat di
dua tempat, jarak antar keratan kurang lebih 10 cm. Kulit batang diantara keratan
dikupas lalu dihilangkan kambiumnya. Batang sawo yang telah dikerok didiamkan 3
hari. Kemudian batang tersebut dibungkus dengan campuran tanah dan pupuk
kandang. Selanjutnya media dibungkus dengan plastik putih transparan, ujung atas
dan bawah plastik pembungkus diikat dengan tali rafia. Untuk pencangkokan
menggunakan ZPT sebelum media cangkok dibungkuskan pada batang, terlebih
dahulu ZPT dioleskan pada keratan batang bagian atas. Cara yang sama juga
diterapkan pada batang sawo yang dicangkok menggunakan media moss.

19
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi waktu kemunculan kalus,
persentase terbentuknya kalus, berat segar kalus berat kering kalus, diameter batang,
keliling batang, rasio diameter batang dan berat segar kalus, rasio keliling batang dan
berat segar kalus, jumlah akar, panjang akar, volume akar, berat segar akar, berat
kering akar, rasio diameter batang dan berat segar akar, rasio keliling batang dan berat
segar akar, keberhasilan cangkok saat cangkokan 2 bulan dan 4 bulan. Dilakukan
pengambilan gambar untuk pengamatan secara visual data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui perlakuan yang
berbeda nyata digunakan analisis LSD ( least significant difference ) dengan tingkat
kepercayaan 95%. Dilakukan transformasi data apabila terdapat data dengan nilai CV
terlalu tinggi.

2.2 Hasil dan Pembahasan


Dari hasil analisis terhadap kadar lengas yang disajikan dalam Tabel 1, terlihat
bahwa sebelum pencangkokan, media moss memiliki kadar lengas lebih besar
(40,20%) dibanding kadar lengas tanah + pupuk kandang (26,84%). Setelah
pencangkokan kadar lengas kedua media menurun, media moss memiliki kadar lengas
35,42% dan media tanah + pupuk kandang memiliki kadar lengas 20,05%. Hal
tersebut membuktikan bahwa media moss memiliki kemampuan menyimpan air lebih
besar dibandingkan dengan media tanah + pupuk kandang.

Cangkokan dengan media moss menghasilkan kalus 2 minggu lebih cepat


( Tabel 2. ) daripada media tanah + pupuk kandang yang baru membentuk kalus
pada minggu keempat. Penggunaan moss menyebabkan air tetap tersedia bagi
cangkokan, sehingga pada fase awal proses perakaran, akar dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik sehingga proses pembentukan akar menjadi lebih cepat.
Media sphagnum moss memiliki kelebihan dibanding tanah yaitu

20
Kemampuannya dalam mengikat air sampai 80%, mengandung nitrogen 2-3%
dan sangat baik untuk perkembangan akar tanaman muda (Wiryanta, 2007). Air
diserap moss melalui bagian moss yang masih hidup dan sel sel yang telah mati
(kecokelatan). Air diserap oleh sel yang telah mati melalui proses imbibisi yaitu
proses migrasi molekul-molekul air melalui pori sehingga air menetap di dalam
zat tersebut.
Saat cangkokan berumur 2 bulan (Tabel 3.) diperoleh berat segar kalus terbesar
pada cangkokan menggunakan media moss yang ditambahkan ZPT. Menurut
Indraty (1985) penggunaan moss merupakan cara yang tepat untuk menyediakan
lengas yang memadai untuk tanaman karena memiliki kemampuan menyimpan air
15-20 kali dari berat keringnya dan kandungan unsur N 0.86%, P 0.13%, K
0.80%, Ca 0.30%, Mg 0.26% dan Mn 0.17%.

Dari Gambar 1 terlihat secara visual keempat perlakuan menunjukkan


pertumbuhan kalus yang sangat jelas. Kalus berwarna kekuningan dengan tekstur
yang agak keras. Beberapa kalus mengalami lignifikasi sehingga bertekstur yang
keras dan kompak. Namun ada kalus yang mudah terpisah-pisah menjadi fragmen
yang lebih kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah (friable). Rasio
berat segar kalus dan diameter batang saat cangkokan berumur 2 bulan ( Tabel 4. )
juga menunjukkan bahwa penggunaan media moss dan ZPT memiliki nilai yang
lebih besar.

21
Meskipun tidak ada interaksi dan tidak ada beda nyata, tetapi moss + ZPT
menghasilkan rasio yang paling besar pada 2 bulan setelah pencangkokan,
sedangkan tanah + pupuk kandang menghasilkan rasio paling besar pada 4 bulan
setelah pencangkokan. Karena pengaruh moss + ZPT kalus di awal selanjutnya
menjadi akar sehingga kalus rendah. Tanah + pupuk kandang lambat membentuk
kalus ( rendah di awal), lambat membentuk akar sehingga kalus besar.
Kemampuan moss untuk menahan air lebih banyak di dalam sel, struktur moss
yang berongga sehingga memperlancar sirkulasi udara di dalam media dan adanya
zat anti bakteri yang dapat menghambat timbulnya jamur dan penyakit (yang
dapat menyebabkan membusuknya cangkokan, bahkan menimbulkan kegagalan
pencangkokan) mendorong kalus dapat tumbuh dengan baik sehingga regenerasi
akar menjadi lebih cepat. Kandungan hara di dalam moss membantu pertumbuhan
akar lebih baik.

22
Jumlah akar cabang (Tabel 6.) pada perlakuan moss + ZPT lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan lain. Jumlah akar yang besar berpengaruh pada
berat segar akar (Tabel 7.), volume akar (Tabel 8.) dan berat kering akar (Tabel
9.). Terlihat bahwa cangkokan menggunakan moss + ZPT memiliki berat segar
akar dan volume terbanyak. Semakin berat dan semakin besar perakaran cangkok,
maka rasionya terhadap diameter batang (Tabel 10.) dan keliling batang (Tabel
11.) tinggi

23
Penggunaan moss terbukti lebih efektif dalam pencangkokan karena harganya
yang murah dan kemampuannya dalam mempercepat induksi perakaran. ZPT
yang digunakan di dalam penelitian adalah Root-Up yang mengandung Indole
Acetic Acid (IAA), Napthalene Acetamida (NAA), 2-metil-1-Napthalene
Acetatamida (MNAD), 2-metil-1-naftalenasetat, 3-Indol butyric Acid (IBA) dan
Thyram (Tetramithiuram disulfat), semuanya tergolong dalam auksin.
Menurut Neil et al., (2000) pompa proton yang terletak di dalam membran
plasma memainkan peran dalam respon pertumbuhan sel-sel terhadap auksin.
Pada daerah pemanjangan suatu tunas, auksin merangsang pompa proton, yaitu
satu tindakan yang menurunkan pH pada dinding sel. Penurunan keasaman
dinding ini mengaktifkan enzim-enzim yang memecahkan ikatan silang (ikatan
hidrogen) yang terdapat antara mikrofibil-mikrofibil selulosa, sehingga
melonggarkan serat-serat dinding sel. Karena dindingnya lebih plastis, sel bebas
mengambil tambahan air melalui osmosis dan bertambah panjang. Namun agar
bisa tumbuh terus setelah perubahan awal ini, sel-sel harus membuat lebih banyak
sitoplasma dan bahan dinding sel. Auksin juga merangsang respons pertumbuhan
berkelanjutan ini.
Auksin sebagai salah satu zat pengatur tumbuh bagi tanaman, dalam penelitian
ini mendorong pembentukan kalus dan akar. Dalam hubungannya dengan
pertumbuhan akar Luckwill (Jum1956 dalam Abidin, 1987) telah melakukan suatu
eksperimen dengan zat kimia NAA, IAN, dan IAA. Diperoleh petunjuk bahwa
ketiga jenis auksin ini mendorong pertumbuhan primordia akar. Substansi kimia
yang digunakan dalam penelitian ini mengandung bahan-bahan tersebut. Dewi
(2008) menyebutkan bahwa salah satu fungsi auksin adalah mempengaruhi
diferensiasi dan percabangan akar. Hu dan Wang (1983) dalam Dodds dan
Roberts (1995) mengatakan bahwa kemampuan jaringan untuk membentuk akar
bergantung pada zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambahkan ke dalam media,
antara lain auksin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moss menginduksi perakaran lebih
baik dibanding tanah + pupuk kandang. Penambahan auksin meningkatkan
efektivitas moss, terlihat dari berat segar akar, volume akar, berat kering akar,
rasio berat segar akar dengan diameter batang dan keliling batang, dan jumlah
akar yang lebih tinggi. Fungsi auksin dalam proses membantu percabangan akar
terlihat pada jumlah akar cabang cangkokan pada umur 4 bulan (Gambar 2.).

24
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan moss yang ditambahkan ZPT
menghasilkan jumlah akar cabang terbesar. Dengan jumlah akar cabang yang
besar, maka berat segar akar, berat kering akar, volume akar dan rasio berat segar
akar dengan diameter batang dan keliling batang menjadi besar pula

Persentase cangkokan hidup merupakan persentase jumlah bibit cangkok


yang berhasil hidup selama proses pencangkokan di semua dusun pada masing-
masing perlakuan selama 4 bulan. Dari hasil analisis terlihat bahwa tidak ada
interaksi antara media cangkok dan ZPT. Penggunaan media moss atau tanah +
pupuk kandang tidak menghasilkan keberhasilan cangkok yang berbeda nyata.
Kedua media dapat menghasilkan bibit cangkok yang sama.

25
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
1. Media moss tidak berpengaruh nyata terhadap persentase keberhasilan
cangkok tetapi mempercepat waktu pemotongan cangkokan yaitu 4 bulan
setelah pencangkokan, sehingga dapat dihasilkan bibit lebih cepat.
2. Penggunaan media moss + ZPT mempercepat pembentukan kalus dan
meningkatkan perakaran cangkokan sawo.

26
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1987. Dasar-dasar pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.
Dewi, I.R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran, Bandung.
Dodds, H.J. and L.W. Roberts (1995). Experiments in Plant Tissue Culture. Cambridge
University Press. 255.
Indraty, I.S. 1985. Lumut Sphagnum, Pemanfaatan dalam perkebunan. Bulletin RC Getas.
Hal 12.
Kuswandi. 2013. <http://balitbu.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/hasilpenelitian -
mainmenu-46/inovasi-teknologi/16-penelitianpengkajian2/545>.Diakses tanggal 29 Oktober
2013.
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi (terjemahan edisi
kelima jilid II). Erlangga, Jakarta
Reki Hendrata dan Sutardi,2010. Evaluasi media dan frekuensi penyiraman terhadap
pertumbuhan bibit kakao ( Theobroma cacao L). Agrovigor 3(1): 2-4
Wiryanta, B.T.W. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta
Selatan.

27

Anda mungkin juga menyukai