OTOMIKOSIS
Oleh:
Pembimbing:
dr. Ibrahim Irsan Nasution, Sp.THT-BKL, Subsp.Onk (K)
PENDAHULUAN
Otomikosis adalah penyakit infeksi jamur yang terjadi pada liang telinga
atau Meatus Acusticus Externa (MAE) yang bersifat akut, sub-akut ataupun kronis.1
Individu yang mengalami otomikosis umumnya mengeluhkan gejala seperti rasa
gatal yang sangat intens (pruritus), sensasi penuh di telinga (aural fullness),
keluarnya cairan dari telinga (otorea), rasa tidak nyaman atau nyeri pada telinga,
otalgia (nyeri telinga), tinnitus (dengung atau berdering di telinga), dan terkadang
bisa mengalami gangguan pendengaran.Penyakit ini memiliki penyebaran yang
luas di dunia, didapatkan pravelensi 9%-30% dari seluruh kasus penyakit otitis
eksterna penyebabnya adalah otomikosis.1,2 Pada umumnya otomikosis sering
terjadi pada wilayah geografis dengan tingkat kelembaban yang lebih tinggi di
daerah tropis dan subtropis. Secara umum, otomikosis cenderung lebih sering
terjadi di negara-negara tropis dan subtropis karena faktor-faktor seperti
kelembaban tinggi dimana lingkungan yang lembab diperlukan untuk pertumbuhan
jamur, cuaca panas, dan keberadaan debu di lingkungan.2 Beberapa penelitian
melaporkan bahwa insiden otomikosis lebih tinggi pada laki-laki, meskipun ada
juga penelitian lain yang menemukan rasio perempuan lebih tinggi.3 Umumnya
prevalensi paling sering terjadinya otomikosis terdapat pada kelompok rentang usia
20-30 tahun.4
Otomikosis memiliki faktor predisposisi yaitu trauma pada saluran telinga
luar, hygiene yang buruk, telinga yang sering basah, dan kebiasaan membersihkan
telinga dengan alat yang tidak tepat, kondisi ini dapat mengganggu keseimbangana
lipid atau asam pada saluran telinga dan dapat meningkatkan risiko terjadinya
otomikosis.5 Faktor sistemik yang juga dapat meningkatkan risiko otomikosis yaitu
penggunaan steroid dalam jangka panjang, obat sitostatik, obat antibiotik spektrum
luas, serta individu dengan kekebalan tubuh yang lemah seperti pasien yang
1
menderita diabetes, HIV-AIDS, dan pasien kanker yang sedang menjalani obat
kemoterapi. Hal ini dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuat tubuh
lebih rentan terhadap otomikosis.4,5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
OTOMIKOSIS
2.1 DEFINISI
Otomikosis adalah penyakit infeksi jamur superfisial yang terjadi pada liang
telinga atau Meatus Acusticus Externa (MAE) yang bersifat akut, sub-akut ataupun
kronis. Penyakit ini memiliki penyebaran yang luas di dunia, didapatkan pravelensi
9%-30% dari seluruh kasus penyakit otitis eksterna penyebabnya adalah
otomikosis.1
3
Gambar 1. Anatomi telinga.9
Membran timpani pada telinga berbentuk kerucut dengan puncak oval dan
dipisah menjadi dua bagian yaitu pars tensa dan pars flasida. Pars tensa
membentuk sebagian besar membran timpani, bagian tengah dari pars tensa
melengkung ke dalam setinggi ujung maleus dan disebut umbo. Bila terkena cahaya
otoskop dari umbo akan tampak reflek cahaya ke arah bawah, pada membran
timpani sebelah kiri menggambarkan pukul 7 dan membran timpani kanan
menggambarkan pukul 5. Membran timpani berfungsi untuk menyebarkan getaran
secara ideal ke telinga tengah. Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang
berwarna kelabu, berkilap seperti mutiara, dan mempunyai garis tengah dengan
ukuran tinggi kurang lebih 9 mm dan memiliki ketebalan kurang lebih 0,1 mm.
Membran timpani dapat dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis sejajar
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada umbo, sehingga
membentuk bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, dan bawah-belakang.
Pembagian ini digunakan untuk menyatakan lokasi perforasi atau robekan pada
pada membran timpani.6,9-11
4
Gambar 2. Anatomi membran timpani12
2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi otomikosis yang tersebar diseluruh dunia berkisar antara 9% hingga
30%, umunya paling sering pasien yang mengalami penyakit otitis eksterna
penyebabnya adalah otomikosis.1 Penyebab otitis eksterna yang paling sering
adalah bakteri, namun dari beberapa kasus mendapatkan kasus otitis eksterna juga
dapat disebabkan oleh infeksi jamur. Dalam beberapa penelitian melaporkan juga
bahwa bakteri dan jamur dapat menginfeksi liang telinga luar secara bersamaan.1,2
Secara umum, otomikosis cenderung lebih sering terjadi di negara-negara tropis dan
subtropis karena faktor-faktor seperti kelembaban tinggi dimana lingkungan yang
lembab diperlukan untuk pertumbuhan jamur, cuaca panas, dan keberadaan debu di
lingkungan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa insiden otomikosis lebih tinggi
pada laki-laki, meskipun ada juga penelitian lain yang menemukan rasio perempuan
lebih tinggi. Umumnya prevalensi paling sering terjadinya otomikosis terdapat pada
kelompok rentang usia 20-30 tahun.2-4
2.4 ETIOLOGI
Otomikosis memiliki faktor predisposisi yaitu trauma pada saluran telinga
luar, hygiene yang buruk, telinga yang sering basah, dan kebiasaan membersihkan
telinga dengan alat yang tidak tepat, kondisi ini dapat mengganggu keseimbangana
5
lipid atau asam pada saluran telinga dan dapat meningkatkan risiko terjadinya
otomikosis. Faktor sistemik yang juga dapat meningkatkan risiko otomikosis yaitu
penggunaan steroid dalam jangka panjang, obat sitostatik, obat antibiotik spektrum
luas, serta individu dengan kekebalan tubuh yang lemah seperti pasien yang
menderita diabetes, HIV-AIDS, dan pasien kanker yang sedang menjalani obat
kemoterapi. Hal ini dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuat tubuh
lebih rentan terhadap otomikosis.4
2.5 PATOFISIOLOGI
Otomikosis dipengaruhi oleh faktor internal (inang/tuan rumah) dan faktor
eksternal (lingkungan) yang berkaitan dengan telinga, termasuk perubahan pH,
perubahan epitel telinga, serta perubahan kuantitatif dan kualitatif pada kotoran
telinga. Penyakit ini terjadi ketika jamur secara tidak sengaja menembus barrier
kulit atau saat terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh, menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk infeksi jamur.4 Infeksi jamur oportunistik pada jaringan yang
meradang dapat menyebabkan deskuamasi dan menghasilkan akumulasi puing-
puing yang mengandung hifa di Meatus Acusticus Externa (MAE).1 Jamur
mengembangkan mekanisme virulensinya, seperti membentuk kapsul dan memiliki
kemampuan tumbuh pada suhu 37 °C. Selain itu, bentuk morfologi seperti ragi,
hifa, dan badan sklerotik dapat meningkatkan kemampuan jamur untuk
berkembang biak di liang telinga. Individu yang sehat dan memiliki sistem
kekebalan tubuh yang baik memiliki pertahanan terhadap infeksi jamur. Resistensi
terhadap jamur terutama bergantung pada barrier kulit dan mukosa.4
6
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Anamnesis
Pasien yang mengalami otomikosis umumnya mengeluhkan gejala seperti
rasa gatal yang sangat intens (pruritus), sensasi penuh di telinga (aural fullness),
keluarnya cairan dari telinga (otorea), rasa tidak nyaman atau nyeri pada telinga,
dan mungkin juga mengalami otalgia (nyeri telinga), tinnitus (dengung atau
berdering di telinga), dan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran yang
terkait dengan otomikosis biasanya disebabkan oleh akumulasi debris mikotik.5,6,9
Dalam beberapa penelitian, keluhan yang paling umum ditemukan pada
pasien otomikosis adalah rasa gatal (pruritus) di liang telinga. Meskipun gejala otitis
eksterna bakterial dan otomikosis serupa, namun selama perkembangan penyakit,
rasa gatal sering kali menjadi keluhan yang lebih menonjol pada infeksi jamur.9
7
rincian lebih lanjut, apusan dapat diwarnai dengan methylene blue, Giemsa, atau
Gram. Pada pemeriksaan langsung untuk spesies Aspergillus spp., dapat terlihat
hifa bersekat, kepala konidia, dan konidia berwarna coklat kehitaman. Sementara
pada spesies Candida spp., gambaran blastokonidia dan pseudohifa akan tampak.15
2.6.3.3 Histopatologi
Spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan histopatologi pada
otomikosis diperoleh melalui biopsi jaringan. Pewarnaan Periodic Acid-Schiff
(PAS) dapat digunakan dalam pemeriksaan histopatologi untuk mendeteksi jamur.
Identifikasi histopatologi jamur pada otomikosis memberikan hasil yang lebih cepat
dibandingkan dengan kultur, sehingga dapat menjadi metode yang lebih efisien
untuk konfirmasi diagnosis.16
2.6.3.4 Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan pada kasus otomikosis yang bersifat
invasif atau ganas, terutama untuk melihat apakah terjadi penyebaran infeksi.
Pemeriksaan ini penting, terutama dalam kasus Fungal Malignant External Otitis
(FMEO) dan otomikosis yang melibatkan telinga tengah. Hasil pemeriksaan
radiologi dapat menjadi panduan bagi dokter untuk menentukan langkah-langkah
8
pengelolaan, termasuk tindakan pembedahan yang mungkin diperlukan dalam
penanganan kasus-kasus yang lebih kompleks atau berat.18
2.7 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana otomikosis yaitu dengan membersihkan liang telinga melalui ear
toilet dengan membersihkan kotoran secara menyeluruh dan membersihkan sisa-
sisa epitel yang dapat mendukung pertumbuhan jamur. Proses pembersihan dengan
cara penyedotan (suction), penyemprotan (irigasi), atau membersihkan dengan
menggunakan kapas. Penanganan ini sering melibatkan penggunaan larutan asam
asetat 2% dalam alkohol, larutan lodium povidon 5%, atau tetes telinga yang
mengandung campuran antibiotik dan steroid yang diinfuskan ke dalam liang
telinga. Penggunaan salep antijamur sebagai alternatif topikal juga mungkin
diberikan. Beberapa agen antijamur yang umum termasuk thimerosal (seperti
merthiolate) dan gentian violet sebagai nonspesifik, sedangkan klotrimazol,
Nystatin (dalam bentuk tetes) dan ketoconazole sebagai antijamur spesifik yang
sering digunakan. Untuk infeksi jamur yang disebabkan oleh Aspergillus spp,
itraconazole adalah satu-satunya agen antijamur yang efektif dan diberikan secara
oral.3,6,9 Penggunaan klotrimazol atau Nystatin mungkin efektif untuk mengobati
infeksi yang disebabkan oleh Candida spp., namun respons terhadap pengobatan
infeksi yang disebabkan oleh Aspergillus spp., kurang memuaskan.19
Pengobatan antijamur sebaiknya dilanjutkan selama setidaknya satu minggu
setelah otomikosis sembuh untuk mencegah kekambuhan. Penting untuk menjaga
telinga tetap kering selama pengobatan dan pemulihan. Otomikosis juga dapat
terjadi secara bersamaan dengan infeksi bakteri sehingga penggunaan sediaan
antibiotik atau steroid dapat membantu mengurangi peradangan dan edema yang
juga dapat meningkatkan penetrasi obat antijamur.9
Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa madu dapat dijadikan sebagai
alternatif pengobatan otomikosis karena memiliki efek antijamur.20-22 Pada
beberapa penelitian mendapatkan bahwa madu dapat dijadikan sebagai alternatif
9
pengobatan otomikosis karena memiliki efek antijamur. Penelitian yang dilaporkan
di Malaysia oleh Hamid et al. membuktikan bahwa madu Tualang, Acacia, dan
Kelulut memiliki efek anti jamur terhadap Aspergillus niger dan Candida albicans
yang merupakana jamur penhyebab otomikosis. Beberapa penelitian yang sama
yang dilakukan di India oleh Khan et al. juga menemukan efek anti jamur pada
madu Khadi Gram Udyog, Dabur honey, dan Apis Himalaya honey terhadap
pertumbuhan jamur seperti Aspergillus niger, Aspergillus tamarii, dan Candida,
yang merupakan penyebab otomikosis.20 Asam fenolik dalam madu dapat
mempengaruhi membran sitoplasma jamur dan dapat menyebabkan kematian sel.
Konsentrasi gula tinggi pada madu juga dapat melisiskan pertumbuhan jamur dan
bakteri dengan meningkatkan osmolaritas.22
Penelitian yang dilakukan oleh Patel et al. menemukan bahwa madu memiliki
efektivitas terapi yang setara dengan klotrimazol dalam pengobatan otomikosis.
Penelitian ini menggunakan metode randomized clinical control-trial dengan
melibatkan 32 pasien otomikosis yang dibagi menjadi dua kelompok. Satu
kelompok menerima perlakuan berupa 3 tetes madu, sedangkan kelompok lainnya
menerima 3 tetes klotrimazol masing-masing selama 7 hari. Evaluasi dilakukan
terhadap perbaikan tanda dan gejala otomikosis pada pasien. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pasien yang menerima perlakuan dengan tetes madu pada
telinga menunjukkan perbaikan gejala dan tanda otomikosis yang setara dengan
pasien yang menerima klotrimazol.22
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang berhubungan dengan otomikosis termasuk perforasi membran
timpani, gangguan pendengaran, dan berpotensi menyebabkan infeksi tulang
temporal. Perforasi membran timpani dapat timbul sebagai komplikasi otomikosis
yang berasal dari telinga yang awalnya gendang telinga utuh. Angka kejadian
perforasi dari beberapa penelitian melaporkan perforasi membran timpani pada
otomikosis didapatkan persentase berkisar 11%-16% dengan perforasi lebih umum
disebabkan oleh Candida albicans.7 Khususnya, perforasi membran timpani
10
cenderung lebih sering terjadi pada individu dengan sistem kekebalan yang lemah
dibandingkan dengan individu yang imunokompeten.8 Berdasarkan lokasinya,
otomikosis pada telinga dibedakan menjadi otomikosis eksterna, otomikosis telinga
bagian tengah, dan infeksi jamur telinga bagian dalam. Otitis eksterna maligna
jamur umumnya terjadi pada pasien dengan komorbiditas diabetes dan infeksinya
dapat menyebar atau meluas ke jaringan lunak dan tulang tengkorak di sekitarnya.
Otomikosis pada telinga tengah dapat terjadi karena komplikasi dari riwayat
mastoidektomi sebelumnya atau kolesteatoma yang sudah ada sebelumnya.18
2.9 PROGNOSIS
Otomikosis dikaitkan dengan berbagai komplikasi termasuk masalah telinga
bagian dalam meskipun kasus kematian jarang terjadi. Kondisi yang timbul akibat
infeksi jamur dapat memberikan gambaran prognosis yang buruk bagi individu
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah terutama pada kasus imunodefisiensi
seluler dan neutropenia.3,19
Status Pasien
11
BAGIAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU - PEKANBARU
STATUS PASIEN
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AM
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin :Laki-Laki
Alamat : Simpang tiga, Pekanbaru
Suku Bangsa : Hazora
ANAMNESA
Keluhan Utama :
Telinga kiri terasa penuh dan disertai gatal sejak 7 hari yang lalu.
12
disertai keluar nya cairan berwarna bening, tidak berbau, dan tidak ada darah.
Gatal timbul saat setelah mandi atau saat pasien berkeringat dan terkadang
mengganggu aktivitas pasien. Pasien mengatakan karena keluhan tersebut,
beberapa kali pasien mengorek telinga kirinya dengan cotton bud. Pasien
juga mengatakan mengalami riwayat penyakit OMSK 3 bulan yang lalu
namun perforasi pada telinga pasien sudah menutup kembali. Pasien
mengaku sering melakukan aktivitas berenang sejak 2 tahun yang lalu, tetapi
sudah berhenti sejak pasien didiagnosis OMSK oleh dokter spesialis THT-
KL. Keluhan demam disangkal. Riwayat trauma disangkal. Keluhan pusing
berputar disangkal. Tidak terdapat keluhan pada hidung dan tenggorokan.
13
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kepala
Mata : Allergic shiner : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Toraks : Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler di seluruh lapang paru
Abdomen : Supel, bising usus (+), frekuensi 10 kali per
menit
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
14
STATUS LOKALIS THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga Radang Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Lapang / sempit Lapang Lapang
Liang Telinga Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Terdapat debris
berwarna
keputihan, dan
hifa
berwarna kekuni
ngan.
Bau Tidak ada Tidak ada
Sekret/Serumen
Warna Kekuningan Kekuningan
Membran Tympani
15
Gambar
Hidung
Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
16
Rinoskopi Anterior
17
Gambar - -
Ada / Tidak - -
Muara tuba Tertutup sekret - -
Eustachius Edema - -
Lokasi - -
Massa Ukuran - -
Bentuk - -
Permukaan - -
Post Nasal Drip Ada / Tidak - -
Jenis - -
Gambar
Orofaring / Mulut
18
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Simetris/ Tidak Simetris Simetris
Palatum Mole Warna Merah muda Merah muda
+ Arkus Edema Tidak ada Tidak ada
Faring Bercak/ Eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding Faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Tonsil Permukaan Licin Licin
Muara kripti Tidak ada Tidak
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan Tidak ada Tidak ada
dengan pilar
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Tumor Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Gigi Karies / Radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan Dalam batas Dalam batas
normal normal
19
Laringoskopi Indirek
Pemeriksaan Kelainan -
Epiglotis Bentuk -
Warna -
Edema -
Pinggir rata / tidak -
Massa -
Aritenoid Warna -
Edema -
Massa -
Gerakan -
Ventrikular Warna -
Band
Edema -
Massa -
Plica Vokalis Warna -
Gerakan -
Pinggir Medial -
Massa -
Subglotis / Sekret ada / tidak -
Trakhea
Massa -
Sinus Piriformis Massa -
Sekret -
Valekule Sekret ( jenisnya ) -
Massa -
Gambar
20
RESUME ( DASAR
DIAGNOSIS )
Anamnesis :
Keluhan Utama :
Telinga kiri terasa penuh dan disertai gatal sejak 7 hari yang lalu.
21
Pemeriksaan Fisik
Gambar
Gambar
22
Pita Suara
Gambar
Faring
Gambar
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan KOH
Terapi :
23
• Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Nasehat :
• Menjelaskan mengenai penyakit pasien dan rencana terapi yang
diberikan
• Menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dan dilarang
• berenang atau dapat menggunakan penutup telinga saat mandi
• Keringkan telinga dengan menggunakan tissu jika basah baik setelah
mandi dan berkeringat
• Hindari mengorek telinga dengan menggunakan cotton bud.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
25
dapat mendukung pertumbuhan jamur.3,6,9 Penatalaksanaan pada pasien ini
dilakukan pembersihan pada liang telinga terlebih dahulu. Terapi medikamentosa
yang diberikan kepada pasien yaitu obat topikal anti jamur Klotrimazole 2% krim
dioleskan pada telinga kiri yang dalam keadaan kering, diberikan 3 kali sehari.
Untuk obat sistemik diberikan itraconazole tablet dosis 100mg diminum 1 kali
sehari, dan untuk obat gatal diberikan cetirizin tablet dosis 10mg dosis tunggal
diminum 1 kali sehari.3,6,9 Terapi non-medikamentosa pada pasien ini berupa
edukasi mengenai penyakit yang dialaminya, yaitu dengan menjelaskan mengenai
penyakit pasien dan rencana terapi yang diberikan, memberitahu pasien agar air
tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dan dilarang berenang atau dapat
menggunakan penutup telinga saat mandi, mengeringkan telinga dengan
menggunakan tissu jika basah baik setelah mandi dan berkeringat, serta hindari
mengorek telinga dengan menggunakan cotton bud.
26
BAB V
KESIMPULAN
Otomikosis adalah penyakit infeksi jamur yang terjadi pada liang telinga atau
Meatus Acusticus Externa (MAE) yang bersifat akut, sub-akut ataupun kronis.
Otomikosis memiliki faktor predisposisi yaitu trauma pada saluran telinga luar,
hygiene yang buruk, telinga yang sering basah, dan kebiasaan membersihkan
telinga dengan alat yang tidak tepat, kondisi ini dapat mengganggu keseimbangana
lipid atau asam pada saluran telinga dan dapat meningkatkan risiko terjadinya
otomikosis. Faktor sistemik yang juga dapat meningkatkan risiko otomikosis yaitu
penggunaan steroid dalam jangka panjang, obat sitostatik, obat antibiotik spektrum
luas, serta individu dengan kekebalan tubuh yang lemah seperti pasien yang
menderita diabetes, HIV-AIDS, dan pasien kanker yang sedang menjalani obat
kemoterapi. Hal ini dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuat tubuh
lebih rentan terhadap otomikosis. Pasien yang mengalami otomikosis umumnya
mengeluhkan gejala seperti rasa gatal yang sangat intens (pruritus), sensasi penuh
di telinga (aural fullness), keluarnya cairan dari telinga (otorea), rasa tidak nyaman
atau nyeri pada telinga, dan mungkin juga mengalami otalgia (nyeri telinga),
tinnitus (dengung atau berdering di telinga), dan gangguan pendengaran. Prognosis
otomikosis umunya bonam jika ditatalaksana dengan baik. Namun, prognosis
otomikosis bisa buruk pada pasien dengan kekebalan tubuh yang lemah.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
9. Dhingra P, Dhingra S. Anatomy of Nose. In: Dhingra P, Dhingra S,
editor. Diseases of the Ear, Nose, and Throat & Head and Neck
Surgery. Seventh Ed. New Delhi: Elsevier India; 2018. hal. 149–51.
11. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Sinambela A, Ong HO, Mandera
LI, Haniyarti S,editor. Anatomi klinis berdasarkan regio. Edisi 9.
Jakarta: EGC; 2012. hal; 570-6.
19. Mofatteh MR, Yazdi ZN, Yousefi M. Comparison of the recovery rate
29
of otomycosis using betadine and clotrimazole topical treatment ଝ.
Braz J Otorhinolaryngol. 2018;84(4):404–9. Available in :
http://dx.doi.org/10.1016/j.bjorl.2017.04.004
30