Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

OTOMIKOSIS

Disusun oleh:
Ayuni Fatricia
2111901004

Pembimbing
dr. Sara Yosephine Aruan, M.Ked (ORL HNS), Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB RSUD TENGKU
RAFI’AN SIAK
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Otomikosis”. Shalawat beriringkan
salam kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya yang telah
membawa umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.

Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah


membimbing sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan laporan kasus ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan masukan dari pembimbing ataupun dari rekan mahasiswa/i untuk
kesempurnaan pembuatan laporan kasus ini.

Siak, 6 Februari 2023

Ayuni Fatricia
2111901004

2
PENDAHULUAN

Infeksi pada telinga bagian luar atau yang sering disebut sebagai otitis
eksterna memiliki beberapa penyebab seperti bakteri dan juga jamur. Dua
penyebab ini terkadang sulit dibedakan karena memiliki keluhan yang hampir
sama dan tidak spesifik. Hal ini menyebabkan pengobatan dari infeksi itu sendiri
sering tidak tepat sasaran.(1)
Otomikosis atau otitis eksterna fungi sering disalah diagnosis sebagai
otitis eksterna bakteri. Padahal pengobatan dari OE oleh bakteri adalah antibiotik
yang justru tidak boleh diberikan pada infeksi oleh jamur karena dapat
menyebabkan bertambah banyaknya jamur penyebab infeksi.
Dua jenis jamur yang paling sering ditemukan pada otomikosis adalah
Pityrosporum dan Aspergiltus (A. niger, A. flavus).(2) Banyak faktor predisposisi
yang dapat mencetuskan terjadinya otomikosis, antara lain kebiasaan penggunaan
alat pembersih telinga, dermatitis, kurangnya kebersihan, individu dengan
immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya, penggunaan berkepanjangan
dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar
dengan kemoterapi.(3)
Diagnosis dari otomikosis sendiri dapat ditegakan dari gejala klinis,
otoskopi, mikrobiologi, tes KOH, dan kultur. Untuk pengobatannya sendiri
sekarang sudah banyak tersedia preparat dengan tingkat efektifitas yang cukup
tinggi mencapai 50- 100%. (3)

3
ANATOMI TELINGA
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam:

Gambar 1. Bagian Telinga

1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang Panjangnya kira-
kira 21/2 - 3 cm. (1)
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
4
lapisan(1)

5
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada
pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek
cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di
membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek
cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan
pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan
bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah- belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membran timpani. (1)
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah
belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini
tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang,tulang pendengaran merupakan persendian. (1)
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus
ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah. (1)

6
Gambar 2. Membran Timpani

2. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :


 Batas luar : membran timpani
 Batas depan : tuba eustachius
 Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
 Batas atas : tegmen timpani (meningen /otak)
 Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium. (1)

7
Gambar 3. Telinga Tengah

8
3. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media
berisi endolimfa. lon dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa.
Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran
vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran ini terletak organo Corti. pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel
rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang
membentuk organ Corti. (1)

Gambar 4. Telinga Dalam

9
DEFINISI OTOMIKOSIS
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur
yang superficial pada pinna dan meatus auditorius eksternus. Mikosis ini menyebabkan
adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superficial, adanya penumpukan debris yang
berbentuk hifa, disertai supurasi dan nyeri.(4)
PREVELENSI OTOMIKOSIS
Prevalensi tertinggi terjadi pada area tropis dan subtropis yang hangat, lembab,
dan berdebu. Kasus ini merupakan 5-20% dari kasus otitis eksterna. Otomikosis
unilateral dilaporkan pada 90% dari kasus dan tidak penunjukan sisi mana yang lebih
sering terjadi.(5)

ETIOLOGI OTOMIKOSIS
Dua jenis jamur yang paling sering ditemukan pada otomikosis adalah
Pityrosporum dan Aspergiltus (A. niger, A. flavus). jamur Piryrosporum dapat hanya
menyebabkan sisik superfisial yang menyerupai ketombe pada kulit kepala, atau dapat
menyertai suatu dermatitis seboroika yang meradang, atau dapat menjadi dasar
berkembangnya infeksi lain yang lebih berat seperti furunkel atau perubahan ekzematosa.
demikian pula halnya dengan iamur Aspergilus. Jamur ini kadang-kadang didapatkan dari
liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga, atau dapat
berupa peradangan yang menyerang epitel kanalis atau gendang telinga dan menimbulkan
gejala-gejala akut. Kadang-kadang dapat pula diternukan Candidas albicans.(2)
FAKTOR PREDISPOSISI OTOMIKOSIS
Faktor predisposisi otomikosis adalah kebiasaan penggunaan alat pembersih
telinga, dermatitis, kurangnya kebersihan, individu dengan immunocompromised,
penyakit telinga sebelumnya, penggunaan berkepanjangan dari obat antibiotik tetes
telinga, antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar dengan kemoterapi.(2)
Kegagalan dari mekanisme pertahanan dari telinga (perubahan pada lapisan epitel,
perubahan PH, perubahan kualitas dan kuantitas serumen, infeksi bakteri, alat bantu
dengan atau prosthesis hearing, trauma yang ditimbulkan sendiri (membersihkan telinga
menggunakan Q-tips, berenang, atau neoplasma).(6)
PATOFISIOLOGI OTOMIKOSIS
Pada hasil penelitian didapatkan C. Albicans dan C. parapsilosis dan jamur
mycelia yang lainnya adalah bagian dari flora normal dari EAC dan terkadang bergeser
ke status patogen dibawah pengaruh beberapa faktor. Mikroorganime normal ditemukan

10
pada EAC seperti Staphylococcus epidermis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, Gram-
positive cocci (Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, non-patogen micrococci),
Gram negative bacilli (Pseudomonas aeruginosa, Escheria coli, Haemophilus
influenza, Moraxella catharalis, dll) dan jamur mycelia dari genus Aspergillus dan
Candida sp. Mikroorganisme komensial ini tidak patogen hingga keseimbangan antara
bakteri dan jamur terjaga. transformasi jamur saprofit menjadi patogen disebabkan oleh
beberapa faktor predisposisi. (8)
Jamur tumbuh subur pada daerah beriklim tropik dengan suhu antara 12-35
derajat celcius. Otomikosis umumnya disebabkan oleh spesies Candida khususnya
C.albicans dan C.tropicalis dan spesies Aspergillus khususnya A.fumigatus, A.niger dan
A.flavus. Agen lain yang terlibat termasuk jamur saprofitik yang ada di mana-mana
seperti spesies Absidia, spesies Acremonium, spesies Penicillin, spesies Rhizopus dan
Scopulariopsis brevicaulis. Siklus hidup jamur yang ditemukan di liang telinga adalah
sekitar 2 minggu. Berenang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi pada
banyak kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena berenang memberikan
kelembaban yang cukup sehingga jamur dapat tumbuh menjadi banyak atau dapat
menurunkan resistensi kulit melalui maserasi yang menyediakan medium yang baik
bagi pertumbuhan jamur. Jamur tumbuh pada lapisan permukaan atas epitel dan
pertumbuhannya menyebabkan gatal dan rasa tidak nyaman pada telinga. Reaksi lokal
sewaktu-waktu dapat menjadi reaksi atopik yang berat jika pasien sangat rentan
terhadap jenis jamur penyebab. (7)
Vesikulasi dan ulserasi dapat terjadi. Infeksi jarang mengenai kartilago telinga
tetapi perforasi membran timpani dapat terjadi namun tidak sering.
Urutan perubahan patologik yang diakibatkan oleh jamur pada dinding liang
telinga sebagai berikut :
1. Terjadi implantasi pada liang telinga luar
2. Diikuti oleh pertumbuhan organism yang kecepatannya tergantung kepada
keadaan temperatur, kelembaban atau iritasi yang sudah ada sebelumnya
3. Invasi pada epitel menyebabkan rasa gatal dan rasa tidak nyaman pada telinga,
kadang – kadang disertai rasa nyeri
4. Epitel mengelupas secara alami terjadi untuk mengatasi infeksi dengan
melepaskan sel-sel epitel bagian atas
5. Akibat lanjut pengelupasan epitel menyebabkan liang telinga penuh dengan
debris
11
6. Terjadi ulserasi superfisial dan dermatitis eksematosa jika proses patologik ini
berlanjut terus. Perubahan ini tidak selalu melalui tingkatan seperti di atas. Kadang-
kadang infeksi jamur mengakibatkan perubahan yang sangat ringan sehingga terabaikan
oleh penderita. (7)
DIAGNOSIS OTOMIKOSIS
Gejala yang dapat ditemui biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang
telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan.
Pada anamnesa pasien dengan otomikosis biasanya akan didapatkan keluhan
gangguan pendengaran. Selain itu gejala lain yang sering dirasakan adalah keluhan rasa
gatal,rasa penuh di liang telinga, otore (keluar cairan dari telinga), otalgia (sakit pada
telinga), dan tinnitus. Gejala gangguan pendengaran pada kasus otomikosis biasanya
disebabkan oleh adanya akumulasi dari debris mikotik dalam liang telinga. (1,4)
Pemeriksaan fisik pada pasien otomikosis akan ditemukan adanya debris berwarna
putih, kehitaman, atau membran abu-abu yang berbintik-bintik di liang telinga. Bercak
karena Aspergillus niger cenderung berwarna gelap kehitaman dan Candida albicans
berwarna putih kekuningan karna bercampur cerumen. Dapat ditemukan
pulapertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit.
(4,8)

Pemeriksaan penunjang adalah kultur debris dari liang telinga dengan


menggunakan media Saboraud’s dextrose, dan didiamkan pada suhu kamar. Koloni akan
tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filamen berwarna putih. Dengan mikroskop
tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora
berjejer melekat pada permukaannya. Diagnosa pasti otomikosis ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang yang cukup sederhana, yaitu dengan memeriksa sampel debris
atau swab bercak pada kaca preparat yang difiksasi dengan larutan KOH 15% - 30%.
Selanjutnya dilihat melalui mikroskop dan akan tampak hifa lebar, berseptum, kadang
dapat ditemukan spora kecil jamur dengan diameter 2-3 U. (4)

12
Gambar 5. Gambaran jamur pada pemeriksaan KOH Perbesaran 400x. (4)

Gambar 6. Otomikosis

DIAGNOSIS BANDING OTOMIKOSIS


Otomikosis terkadang sulit dibedakan dari otitis eksterna terutama otitis eksterna
difusa. Infeksi campuran kadang terjadi. Biasanya isolasi bakteri terdiri dari negative
coagulase staphylococci, pseudomonas sp., Staphylococcus aureus, E. coli, dan
Klebsialla sp. Infeksi jamur dapat juga berkembang dari OMSK.(8)
TATALAKSANA OTOMIKOSIS
Pengobatannya adalah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2%
dalam alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung
campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat
menyembuhkan. Pengobatan lainnya ialah obat anti jamur yang dibagi menjadi tipe non-
spesifik dan spesifik.
1. Non-spesifik(8)
• Boric acid adalah medium asam dan sering digunakan sebagai antiseptik dan
insektisida. Dapat diberikan bila penyebabnya adalah Candida Albicans.
13
• Gentian violet disiapkan sebagai konsentrat rendah larutan (misalnya 1%) dalam
air. Ini telah digunakan untuk mengobati otomycosis karena merupakan pewarna
anilin dengan antiseptik, antiinflamasi, antibakteri dan antijamur aktivitas.
• Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate, propyleneglycol, bric acid, dan
alkohol)
• Nystatin adalah antibiotik makrolid polyene yang dapat menghambat sintesis
sterol di membran sitoplasma. Keuntungan dari nistatin adalah tidak diserap
oleh kulit yang intak. Dapat diresepkan dalam bentuk krim, salep, atau bedak.
Efektif hingga 50-80%.

2. Spesifik(8)
• Clotrimoxazole digunakan secara luas sebagai topikal azole. Efektif hingga 95-
100%. Clotrimoxazole memiliki efek bakterial dan ini adalah keuntungan
untuk mengobati infeksi campuran bakteri-jamur. Clotrimazole tersedia dalam
bentuk bubuk, lotion, dan solusio dan telah dinyatakan bebas dari efek
ototoksik.
• Ketokonazole dan fluconazole memiliki spektrum luas. Ketokonazole (2%
krim) efektif hingga 95-100% melawan Aspergillus dan C. Albicans.
Fluconazole topikal efektif hingga 90% kasus.
• Miconazole (2% krim) adalah imidazole yang telah dipercaya kegunaannya
selama lebih dari 30 tahun untuk pengobatan penyakit superfisial dan kulit.
Agen ini dibedakan dari azole yang lainnya dengan memiliki dua mekanisme
dalam aksinya. Mekanisme pertama adalah inhibisi dari sintesis ergosterol.
Mekanisme kedua dengan inhibisi dari peroksida, dimana dihasilkan oleh
akumulasi peroksida pada sel dan menyebabkan kematian sel. Efektif hingga
90%.(26)
• Bifonazole. Solusio 1% memiliki potensi sama dengan klotrimazol dan
miconazole. Efektif hingga 100%.
• Itraconazole memiliki efek in vitro dan in vivo melawan spesies Aspergillus.
Bentuk salep lebih memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan formula
tetes telinga karena dapat bertahan di kulit untuk waktu yang lama. Salep lebih aman
pada kasus perforasi membran timpani karena akses ke telinga tengah sedikit
diakibatkan tingginya viskositas. Penggunaan cresylate dan gentian violet harus
dihindari pada pasien dengan perforasi MT karena memiliki efek iritasi pada mukosa

14
telinga tengah.
Serta menghentikan penggunaan antibiotik topikal bila dicurigai sebagai
penyebabnya. Pada pasien immunocompromised, pengobatan otomikosis haru slebih
kuat untuk mencegah komplikasi seperti hilangnya pendengaran dan infeksi invasif ke
tulang temporal Pengobatan lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga tetap
kering.
Prinsip penatalaksanaan pada pasien otomikosis adalah pengangkatan jamur dari
liang telinga, menjaga agar liang telinga tetap kering serta bersuasana asam, pemberian
obat anti jamur, serta menghilangkan faktor risiko. Tindakan pembersihan liang telinga
bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain dengan lidi kapas/kapas yang
dililitkan pada aplikator, pengait serumen, atau suction. Beberapa penulis mempercayai
bahwa yang terpenting dari terapi otomikosis adalah mengetahui jenis agen penyebab
infeksi tersebut sehingga terapi yang tepat dapat diberikan. (4)

KOMPLIKASI OTOMIKOSIS

Perforasi membran dapat terjadi sebagai komplikasi dari otomikosis yang bermula
pada telinga dengan membran timpani intak. Insidens perforasi timpani pada mikosis
ditemukan menjadi 11%. Perforasi lebih sering terjadi pada otomikosis yang disebabkan
oleh Candida Albicans. Kebanyakan perforasi terjadi bagian malleus yang melekat pada
membran timpani. Mekanisme dari perforasi dihubungkan dengan trombosis mikotik
dari pembuluh darah membran timpani, menyebabkan nekrosis avaskuler dari membran
timpani. Enam pasien pada grup immunocompromised mengalami perforasi timpani.
Perforasi kecil dan terjadi pada kuadran posterior dari membran timpani. Biasanya akan
sembuh secara spontan dengan pengobatan medis. Jarang namun jamur dapat
menyebabkan otitis eksterna invasif , terutama pada pasien immunocompromised. Terapi
antifungal sistemik yang adekuat sangat diperlukan pada pasien ini.(9)

PROGNOSIS OTOMIKOSIS
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi
dengan antijamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi (penyembuhan) yang
baik secara imunologis. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor
yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dihilangkan dan fisiologi lingkungan normal
dari kanalis auditorius eksternus masih terganggu. (4)

15
PEMBAHASAN
Seorang pasien perempuan (Ny. Y) dengan usia 41 tahun datang ke poli THT
RSUD Tengku Rafi’an Siak Sri Indrapura pada hari Rabu tanggal 01 Februari 2022,
pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada telinga kiri sejak ± 1 minggu yang lalu,
keluhan dirasakan sangat gatal dan gatal-gatal dirasakan terus menerus. Pasien juga
mengeluh telinga kiri terasa penuh(+). Pasien tidak mengeluh keluar cairan dari liang
telinga (-) dan nyeri telinga (-).

Keluhan yang disampaikan pasien mengarah ke diagnosis otomikosis karena


berdasarkan teori gejala klinis otomikosis adalah keluhan rasa gatal,rasa penuh di liang
telinga, otore (keluar cairan dari telinga), otalgia (sakit pada telinga), dan tinnitus. Hal
ini sesuai dari beberapa tanda klinis dari anamnesis yang didapatkan pada pasien.

Sebelum pasien mengalami keluhan tersebut, pasien memiliki riwayat sering


membersihkan liang telinga dengan penggunaan alat pembersih telinga, sesuai dari teori
yang menyatakan bahwa aktivitas sering membersihkan liang telinga merupakan faktor
predisposisi dari otomikosis tersebut

Pada pemeriksaan status lokalis THT pada telinga bagian luar sebelah kiri pasien
didapatkan adanya debris berwarna putih kekuningan di liang telinga. Hal ini sesuai
dengan teori pada otomikosis pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan otoskop
akan ditemukan adanya debris berwarna putih, kehitaman, atau membran abu-abu yang
berbintik-bintik di liang telinga. Bercak karena Aspergillus niger cenderung berwarna
gelap kehitaman dan Candida albicans berwarna putih kekuningan karna bercampur
cerumen. Dapat ditemukan pula pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan
panjang dari permukaan kulit. Pada pasien lebih mengarah ke infeksi Candida albicans
karna debris berwarna putih kekuningan tetapi hal ini harus dipastikan lagi dengan
pemeriksaan kultur debris.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat sudah dapat ditegakkan
bahwa pasien mengalami otomikosis. Sehingga pasien harus diberikan tatalaksana yang
sesuai.

Penatalaksanaan pada otomikosis: membersihkan liang telinga dan hindari


kelembapan, bisa juga diberikan Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan iodium
povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotik dan steroid yang
diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Karna penyebab dari

16
otomikosis ialah jamur sehingga obat anti jamur harus diberikan seperti, Clotrimoxazole
yang dapat mengobati infeksi campuran bakteri-jamur. Ketokonazole dan fluconazole
memiliki spektrum luas. Miconazole (2% krim), Bifonazole. Solusio 1% memiliki
potensi sama dengan klotrimazol dan miconazole. Itraconazole memiliki efek in vitro
dan in vivo melawan spesies Aspergillus. Pada pasien diberikan salep clotrimazole dan
betametahosne valerate+gentamicin sulfate saat pemeriksaan, Dan diberikan obat pulang
yaitu laurutan tetes telinga H2O2 yang berguna sebagai antiseptik. salep ketoconazole di
berikan 2 kali hari, cetirizine 10 mg diberikan 1 kali sehari.

Setelah pasien diberikan tatalaksana pasien akan dilakukan follow up 1 minggu


setelah pengobatan awal. Pada hari Rabu tanggal 7 februari 2023 pasien datang Kembali
untuk dilakukan kontrol ulang keluhan, dan didapatkan bahwa keluhan gatal-gatal pada
telinga kiri pasien serta terasa penuh pada liang telinga kiri pasien sudah tidak dirasakan
lagi. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan pada liang telinga pasien sudah berkurang
tampakan debris berwarna putih kekuningan. Hal ini membuktikan bahwa pengobatan
yang diberikan pada pasien berhasil. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat
tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi dan fisiologi
lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus masih terganggu. Sehingga pasien
harus tetap menjaga kebersihan dari liang telinga nya dan menghindari faktor
predisposisi dari otomikosis.

Rabu, 1 februari 2023 Rabu, 7 februari 2023

17
KESIMPULAN
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur
yang superficial pada pinna dan meatus auditorius eksternus. Mikosis ini menyebabkan
adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superficial, adanya penumpukan debris yang
berbentuk hifa, disertai supurasi dan nyeri. Dua jenis jamur yang paling sering ditemukan
pada otomikosis adalah Pityrosporum dan Aspergiltus (A. niger, A. flavus). Jamur
tumbuh subur pada daerah beriklim tropik dengan suhu antara 12-35 derajat celcius.
Siklus hidup jamur yang ditemukan di liang telinga adalah sekitar 2 minggu. Pengobatan
otomikosis adalah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2% dalam
alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran
antibiotik dan steroid yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.
Pengobatan lainnya diberikan obat anti jamur. Pada saat terapi dengan antijamur dimulai,
maka akan dimulai suatu proses resolusi (penyembuhan) yang baik secara imunologis.
Tetapi resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi
sebenarnya tidak dihilangkan dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius
eksternus masih terganggu.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Kelainan Telinga
Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, dll. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012. P 66-8
2. Adams, boies,higler, Buku ajar penyakit THT;Boies, edisi 6, EGC: Jakarta
3. Ali K, Hamed MA, Hassan H, Esmail A, Sheneef A. Identification of Fungal
Pathogens in Otomycosis and Their Drug Sensitivity: Our Experience. Int
Arch Otorhinolaryngol. 2018 Oct;22(4):400-403. doi: 10.1055/s-0038-
1626702. Epub 2018 Apr 12. PMID: 30357045; PMCID: PMC6197964.
4. Lita Marlinda, dkk, 2016, Otomikosis Auris Dekstra pada Perenang, J
Medula Unila, Volume 6, Nomor , Desember 2016
5. Ahmed Z, Hafeez A, Zahid T, Jawaid MA, Mutiullah S, Marfani MS.
Otomycosis: clinical presentation and management. Pak J Otolaryngol
2010;26:78-80.
6. Pontes ZB, Silva AD, Lima Ede O, Guerra Mde H, Oliveira NM, Carvalho
Mde F, Guerra FS. Otomycosis: a retrospective study. Braz J
Otorhinolaryngol. 2009 May-Jun;75(3):367-70. doi: 10.1016/S1808-
8694(15)30653-4. PMID: 19649486; PMCID: PMC9445860.
7. Sabunga. Nuch, 2009, Kejadian Koloni Jamur Pada Penderita Otore Dengan
Berbagai Penyebab Di Poliklinik Tht Rumah Sakit Pendidikan Unhas,
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
8. Edward,yan. Dolly irfandy, 2012, Otomycosis, Jurnal Kesehatan Andalas.
2012; 1(2)
9. Viswanatha. Borlingegowda, Dadarao Sumatha, Maliyappanahalli Siddappa
Vijayashree, 2012, Otomycosis in immunocompetent and
immunocompromised patients: Comparative study and literature review,
ENT-Ear, Nose & Throat Journal, March 2012

19

Anda mungkin juga menyukai