Disusun oleh :
Pembimbing :
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
PENDAHULUAN
Pada kegawatan ada 3 hal yang harus diwaspadai yaitu Airway, Breathing, dan
Circulation atau yang biasa yang kita singkat ABC. Penangganan ini disebut Basic Life
Support. BLS bertujuan untuk menjaga perfusi jaringan agar tetap baik dan mengalami
perbaikan. Kegawatan bisa terjadi kapan saja dimana saja dan dengan siapa saja sehingga
seluruh tenaga kesehatan harus tahu cara melakukan pertolongan pertama pada pasien
dengan kegawatdaruratan.
Pada contoh laporan kasus ini, pasien pria usia 57 tahun dengan diagnosis
penurunan kesadaran et causa stroke infark berulang disertai pneumonia dengan tindakan
penanganan kedaruratan di Instalasi Gawat Darurat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya dengan meletakkan satu
tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala
menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah
dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang
belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat
dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan
gigi Rahang Atas.
6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau
petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya
tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi
otomatis atau pemasangan advance airway.
No ABC CAB
1 Memeriksa respon pasien Memeriksa respon pasien termasuk
ada/tidaknya nafas secara visual.
2 Melakukan panggilan darurat dan Melakukan panggilan darurat
mengambil AED
3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) Circulation (Kompresi dada dilakukan
sebanyak satu siklus 30 kompresi,
sekitar 18 detik)
4 Breathing (Look, Listen, Feel, Airway (Head Tilt, Chin Lift)
dilanjutkan memberi 2x ventilasi
dalam-dalam)
5 Circulation (Kompresi jantung + Breathing ( memberikan ventilasi
nafas buatan (30 : 2)) sebanyak 2 kali, Kompresi jantung +
nafas buatan (30 : 2))
6 Defribilasi
Terapi Cairan
Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh
-
Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL, dan
feses
-
Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
- Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase Untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk
menghitung berapa besarnya cairan yang hilang tersebut :
Refraktometer
Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml
Hct terukur
Kehilangan darah
(ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan darah
(%EBV Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
Tek. Darah
(mmHg) Normal Normal Menurun Menurun
Normal atau
Tek. Nadi meningkat Menurun Menurun Menurun
Produksi
urin(ml/jam) >30 20-30 5-15 Tidak ada
Cairan pengganti
Kristaloid dan Kristaloid dan
( rumus 3 :1) Kristaloid Kristaloid darah darah
Pemilihan Cairan
2. Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.
Kristaloid Koloid
Keunggulan 1. Lebih mudah 1. Ekspansi volume
tersedia dan murah plasma tanpa
2. Komposisi dan ekspansi
osmolaritas interstisial
mendekati plasma 2. Ekspansi volume
3. Dapat disimpan di lebih besar
suhu kamar 3. Durasi lebih lama
4. Bebas reaksi 4. Oksigenasi
anafilaktik jaringan lebih baik
5. Komplikasi minimal 5. Insiden edema
paru dan sistemik
lebih jarang
- (4cc x 10kg pertama BB) + (2cc x 10kg kedua BB) + (1cc x sisa BB) = jumlah
kebutuhan cairan untuk anak per jam
- 2cc x BB = jumlah kebutuhan cairan untuk orang dewasa per jam
Panduan yang paling sederhana adalah jari kelingking pasien. Hasil penelitian menunjukan
bahwa diameter selang kurang lebih sama dengan ukuran jadi kelingking.
2.3 Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan di-sebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO
MONICA, 1986).
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia
atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak
yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami
oklusi (Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau
tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah
percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan
intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.
Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarah-an intraserebral. Hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain
adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoa-gulan, dan angiopati amiloid.
Perdarahan Subaraknoid
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin
atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
2.4 Pneumonia
2.4.1 Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
2. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus
dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
2. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.
2.4.3 Penatalaksanaan
c. Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Gunawar
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Alamat : Rejosari IX/7, Semarang Timurmur
No. CM : C692668
Tgl masuk : 5 Mei 2018
A. Keluhan utama:
Penurunan Kesadaran
2. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Lemah, somnolen (GCS : 8 E2M4V2)
- Kegawatan :Airway : Clear
Breathing : RR 41x/menit (takipneu)
Circulation : Tekanan darah 150/90 mmHg,
HR 115x/menit (takikardi)
- Tanda Vital : Nadi : 90x/menit RR : 41x/menit
TD : 150/90 Suhu : 37oC
Saturasi : 43%
- Kepala : Mesosefal
- Mata : Pupil bulat isokor , 3mm/3mm,
Reflek Cahaya (+)/(+)
- Telinga : Discharge (-)
- Hidung : Epistaksis (-), Discharge (-)
- Mulut : Bibir kering (+), Bibir sianosis (-)
- Tenggorok : Sulit dinilai
- Leher : kuduk kaku (+), JVP R+1cm
- Dada
Pulmo :
Inspeksi : Hemithorax dextra tertinggal saat inspirasi
Palpasi : Nyeri tekan (-), Stem fremitus tidak dapat dinilai
Perkusi : Redup pada hemithorax dextra
Auskultasi : SD vesikuler (↓/+), Ronki (+/-), Wheezing (-/-)
Cor :
- Abdomen
Inspeksi : cembung, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Dalam batas normal
Perkusi : Timpani (+), Pekak sisi (+) N, pekak alih (-)
- Pemeriksaan Neurovaskuler
Motorik : Superior Inferior
Gerak ↓/↓ ↓/↓
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai
(Kesan : Hemiparesis bilateral spastik lebih berat sisi kiri)
Tonus ↑/↑ ↑/↑
RP -/- -/-
RF ++/++ ++/++
Klonus -/-
Sensorik : Sulit dinilai
Vegetatif : BAB (-)
BAK dengan DC (+)
Terpasang NGT (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
X Foto Thorax (5 Mei 2018 Pukul 16.00)
Klinis: Penurunan Kesadaran
- Tampak terpasang endotracheal tube dengan ujung distal setinggi
corpus vertebrae thoracal 3
- Cor : Bentuk dan letak jantung normal
- Pulmo : Corakan vaskuler tampak meingkat
Tampak konsolidasi disertai air bronchogram di
dalamnya pada lapangan atas tengah bawah paru
kanan
- Hemidiafragma kanan setinggi costa 8 posterior, kiri setinggi costa
10
- Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Kesan:
- Endotracheal tube terpasang dengan ujung distal setinggi corpus
vertebrae thoracal 3
- Cor tak membesar
- Gambaran pneumonia
- Suspek diafragma kanan letak tinggi
MSCT Kepala (5 Mei 2018)
- Infark luas centrum semiovale dextra, corona radiata dextra, lobus
frontal dextra
- Infark lama pada nucleus lentiformis
Koagulasi
Plasma prothrombin time
Waktu prothrombin 10,7 Detik 9,4-11,3
Immunoserologi
HBsAG Negatif
III. DIAGNOSIS
Penurunan kesadaran et causa stroke infark berulang
Pneumonia
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang pria 57 tahun datang dengan keluhan penurunan
kesadaran et causa stroke infark berulang disertai pneumonia. Saat pasien datang
dilakukan penilaian triage dan pasien kemudian dirujuk ke label merah dikarenakan
pasien mengalami penurunan kesadaran, sesak berat dan gangguan hemodinamik
yang cukup buruk. Kemudian pasien dilakukan penilaian ABC dan didapatkan
bahwa pasien mengalami gangguan nafas dan terdapat indikasi pemasangan
endotracheal tube yaitu RR>28x per menit dan saturasi oksigen <90% sehingga
dibantu dengan pemasangan endotracheal tube dengan pemberian oksigen 10 L per
menit untuk memberikan bantuan ventilasi tekanan positif dan meningkatkan
saturasi oksigen pasien. Pasien juga mengalami gangguan hemodinamik berupa
hipertensi, dimana tekanan darah saat pasien datang adalah 150/90 mmHg, dan
takikardi dengan HR 115x/menit. Cairan yang diberikan merupakan cairan
replacement berupa Ringer Lactate 1500 ml iv 2 jalur yang bersifat isotononis bagi
tubuh atau memiliki osmolaritas yang sama dengan plasma. Hal ini sesuai dengan
penatalaksanaan yang dianjurkan oleh PERDOSSI 2007 untuk stroke non
hemoragik, yaitu pemberian cairan isotonik kristaloid atau isotonik 1500-2000 ml
dan elektrolit sesuai kebutuhan.
KESIMPULAN
Pada kasus ini pasien merupakan seorang pria 57 tahun dengan stroke infark
berulang dan pneumonia. Pasien datang dengan penurunan kesadaran, gangguan
nafas berat dan gangguan hemodinamik. Pada pasien dilakukan pemasangan
endotrakeal tube dan pemberian oksigen 10 L per menit untung mengatasi
gangguan nafas. Gangguan hemodinamik pada pasien perlu diatasi penyebabnya
dengan bantuan cairan isotonis berupa infus RL 1500 ml. Pasien diberikan aspilets
yang merupakan antithrombotik untuk reperfusi jaringan dan mencegah perluasan
infark serta ampicillin sulbactam yang merupakan terapi empiris untuk pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA