Anda di halaman 1dari 48

RESUSITASI JANTUNG PARU

Oleh:
Suci Rahayu Evasha

Pembimbing
Dr. Isrun Masari, Sp.An
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Resusitasi jantung paru adalah serangkaian


penyelamatan hidup pada henti jantung.

Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat


berbeda-beda, tergantung penyelamat, korban,
dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap
ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih
dini, lebih cepat dan lebih efektif.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFENISI
 Resusitasi Jantung Paru yang biasa kita kenal dengan
nama RJP atau Cardiopulmonary Resuscitation adalah
usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan
atau sirkulasi akibat terhentinya fungsi dan atau denyut
jantung
INDIKASI
 Henti nafas (apnea)
 Henti jantung (cardiac arrest)

KONTRAINDIKASI RESUSITASI JANTUNG PARU


 Kematian normal
 Stadium terminal suatu penyakit
 Fungsi cerebral tidak akan pulih
LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI JANTUNG PARU
1. Bantuan Hidup Dasar (basic life support)
terdiri dari langkah yang di A (airway), B (breathing), C
(circulation).

2. Advance Life Support (ALS), yaitu BLS ditambah dengan


D (drug) dan E (EKG), Fibrillation treatment
 D ( drugs ) : pemberian obat-obatan termasuk
cairan.
 E ( EKG ) : diagnosis elektrokardiografi secepat
mungkin untuk mengetahui fibrilasi
ventrikel.
D : Defibrillasi
1. BANTUAN HIDUP DASAR (BASIC LIFE
SUPPORT)

Tujuan
- untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui
ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai
paru dan jantung dapat menyediakan oksigen
dengan kekuatan sendiri secara normal
- Bantuan hidup dasar (Basic Life Support) atau
resusitasi ABC atau resusitasi kardiopulmoner
berarti menjaga jalan napas tetap paten (A),
membuat napas buatan (B) dan membuat
sirkulasi buatan dengan pijatan jantung (C).
Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih
dahulu dilakukan prosedur awal pada
pasien/korban, yaitu:

 Memastikan keamanan lingkungan


Aman bagi penolong maupun aman bagi
pasien/korban itu sendiri.

 Memastikan kesadaran pasien/korban


Dalam memastikan pasien/korban dapat
dilakukan dengan menyentuh atau
menggoyangkan bahu pasien/korban dengan
lembut dan mantap, sambil memanggil namanya
atau Pak!!!/ Bu!!!!/ Mas!!!/Mbak!!!, dll.
 Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau
tidak ada respon segera minta pertolongan,
pergunakan alat komunikasi yang ada, atau
aktifkan bel/sistem emergency yang ada (bel
emergency di rumah sakit).

 Memperbaiki posisi pasien/korban


Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban
dalam posisi telentang, berada pada permukaaan
yang rata/keras dan kering.
Bila ditemukan pasien/korban miring atau
telungkup pasien/korban harus ditelentangkan.
 Mengatur posisi penolong
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu
pasien/korban agar pada ssat memberikan
batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong
tidak perlu banyak pergerakan.
A (AIRWAY) Jalan Nafas
-Pemeriksaan Jalan Nafas
Bila sumbatan ada dapat dibersihkan dengan teknik cross
finger (ibu jari diletakkan berlawan dengan jari telunjuk
pada mulut korban).

- Membuka Jalan Nafas


Parasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin
lift maneuver)
Parasat ini dilakukan jika tidak ada traumapada leher.
Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya
kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan
hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas
dan epiglottis terbuka, sniffing position, posisi cium,
posisi hirup
- Perasat dorong rahang bawah (jaw-thrust
maneuver)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang
bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya
tanpa menggerakkan kepala-leher. Karena lidah
melekat pada rahang bawah, maka lidah ikut
tertarik dan jalan napas terbuka
B. Breathing (Bantuan napas )
 Pasien dengan henti napas, tidurkan dalam
posisi terlentang. Napas buatan tanpa alat dapat
dilakukan dengan cara mulut ke mulut (the kiss
of life, mouth-to-mouth), mulut ke hidung
(mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi
atau mulut ke mulut via sungkup muka
 Mulut ke mulut (mouth-to-mouth)
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada
saat memberikan penolong tarik nafas dan mulut
penolong menutup seluruhnya mulut
pasien/korban dan hidung pasien/korban harus
ditutup dengan telunjuk dan ibu jari.
 mulut ke hidung (mouth-to-nose),

Direkomendasikan bila bantuan dari mulut


korban tidak memungkinkan,misalnya
pasien/korban mengalami trismus atau luka
berat.Penolong sebaiknya menutup
mulut pasien/korban pada saat memberikan
bantuan nafas
 mulut ke stoma trakheostomi
Dilakukan pada pasien/korban yang terpasang
trakheostomi atau mengalami laringotomi
C. (CIRCULATION) bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahap :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung


pasien/korban
 Dengan meraba arteri karotis didaerah leher
pasien.
2. Memberikan bantuan sirkulasi
 Jika dipastikan tidak ada denyut arteri carotis
dan jantung berikan bantuan sirkulasi atau
kompresi jantung luar dengan cara:

 Tiga jari penolong ( telunjuk,tenga dan manis)


menelusuri tulang iga pasien/korban yang dekat
dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang dada
(sternum).
 Dari tulang dada (sternum) diukur 2- 3 jari ke atas.

Daerah tersebut merupakan tempat untuk


meletakkan tangan penolong.
 Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara

menumpuk satu telapak tangan diatas telapak


tangan yang lain. Hindari jari-jari menyentuh
didnding dada pasien/korban.
 Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding
dada pasien/korban dengan tenaga dari berat
badannya secara teratur sebanyak 30 kali
dengan kedalaman penekanan 1,5 – 2 inchi ( 3,8 – 5
cm).
 Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada

dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula


setiap kali kompresi. Waktu penekanan dan
melepaskan kompresi harus sama
 Tangan tidak boleh berubah posisi.

 Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik

oleh satu penolong maupun dua penolng.Kecepatan


kompresi adalah 100 kali permenit. Dilakukan
selama 5 siklus.
2. BANTUAN HIDUP LANJUT
 Bantuan Hidup Lanjut (advanced life support)
yaitu Resusitasi DEF (Drug and fluids, ECG
diagnosis, Fibrilation treatment)

 Setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul


denyut jantung spontan, sedapat mungkin
dilakukan intubasi trakeal, maka resusitasi
diteruskan dengan

D. Drug and fluid (obat-obatan dan cairan).


E. Pasang EKG
a. Adrenalin
- 0,5-1 mg dosis untuk dewasa, 10 mcg/kg untuk
anak-anak.
- Cara pemberian : IV, intratrakeal lewat pipa
trakeal (1 ml adrenalin diencerkan dengan
aquades steril) atau jika kedua tidak mungkin
intrakardiak (hanya oleh tenaga yang sudah
terlatih).
- Diulang tiap 5 menit dengan dosis sama
sampai timbul denyut jantung spontan atau
mati jantung.
b. Lidocain
- Digunakan untuk menekan irritabilitas ventrikel
yang berlebihan,
- Dosis 1 – 2 mg/kg BB i.v. sebagai bolus awal dan
diulang dengan dosis setengahnya tiap 10 menit
sampai maksimal 3 mg / kg, diteruskan drips 2 – 4
mg/menit.
c.Atropin
- Untuk mengatasi sinus bradikardia diberikan
- dosis 0,5 i.v. yang diulang tiap 3 – 5 menit sampai
maksimum 2 mg. Dosis yang lebih besar dapat
menolong nodal bradikardia dan asistole.
- Untuk asistole 1 mg tiap 5 menit sampai timbul
respon.
d. Natrium Bicarbonat
- Dosis mula 1 mEq/kg (bila henti jantung lebih dari 2
menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan
dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut jantung
spontan atau mati jantung. Cara pemberian IV.
e. Amiodarone
-digunakan untuk mengatasi aritmia yang
mengancam hidup seperti misalnya fibrilasi ventrikel
atau takikardi ventrikel tanpa nadi
-Mekanisme kerjanya adalah dengan memperpanjang
masa periode refrakter dari otot-otot jantung. Dosis
yang diberikan adalah 300 mg IV lalu dapat diulang
150 mg IV.
F. (Fibrillation Treatment) Defibrilasi

Defibrilasi  suatu bentuk penatalaksanaan segera


dalam keadaan mengancam jiwa yang disebabkan
karena suatu aritmia misalnya seperti fibrilasi
ventrikel atau ventrikel takikardi tanpa denyut nadi
 Sejarah
Prevost dan Batelli akhir abad ke-18 terapi
syok listrik pada seekor anjing,  syok listrik
dengan energi yang lemah dapat menyebabkan
suatu fibrilasi ventrikel pada jantung seekor
anjing,
 Claude Black (ahli bedah thorak) kepada seorang
anak berusia 14 tahun yang sedang menjalani operasi
jantung karena mengidap suatu kelainan jantung.

 Pada tahun 1980  bifasik defibrilasi yang


memerlukan energi listrik jauh lebih rendah dan
memberikan keuntungan yang sama seperti halnya
monofasik defibrilasi
 Tipe Defibrilator
1. Automated External Defibrillators (AED)
2. Semi automated AED
3. Defibrilator standar dengan monitor baik
monofasik maupun bifasik
4. Defibrilator transvena atau implan
PERBEDAAN MONOFASIK DAN BIFASIK
DEFIBRILATOR
 Pada sistem monofasik hanya terdapat aliran
listrik searah.
 Pada sistem bifasik aliran listrik berjalan dari
kutub positif dan berputar kembali,
 Sistem bifasik memberikan satu siklus setiap 10
milidetik.
 Sistem bifasik mengakibatkan luka bakar dan
kerusakan miokardial yang lebih kecil
dibandingkan sitem monofasik.
 Rata-rata keberhasilan pada terapi kejut listrik
pertama sistem monofasik sebesar 60% dimana
pada sistem bifasik meningkat hingga 90%.
DEFIBRILATOR EKSTERNAL OTOMATIS
(AUTOMATED EXTERNAL DEFIBRILATOR
/AED)
 AED merupakan defibrilator terkomputerisasi
yang mudah dan aman untuk digunakan untuk
terapi serangan jantung.

 AED menggunakan penanda suara dan gambar


untuk memandu penolong dalam melakukan
manajemen serangan jantung, dan cocok untuk
digunakan oleh para pemula dan tenaga medis
profesional.
Terdapat dua tipe AED :
 Otomatis

 Semi-otomatis
Urutan Penggunaan AED di tempat umum

 Pastikan korban dan penolong dalam keadaan


aman
 Jika korban tidak berespon dan tidak bernafas
mulailah melakukan resusitasi kardio pulmonal
(RKP)
 Segera setelah AED tiba
 Nyalakan AED dan pasang pelekat elektroda.
Jika terdapat lebih dari satu orang penolong,
tetap lanjutkan RKP sementara penolong yang
lain mempersiapkan AED.
 Ikuti panduan yang tersedia
 Pastikan tidak ada yang menyentuh korban
selagi AED menganalisa jantung korban.
 Jika AED mengindikasikan untuk dilakukan
kejut listrik
 Pastikan tidak ada yang bersentuhan dengan
korban pada saat dilkukan kejut listrik
 Tekan tombol kejut listrik (bifasik = 150-360
joule; monofasik = 360 joule)
 Jika tidak ada indikasi kejut listrik
 Teruskan RKP dengan rasio 30:2
 Lanjutkan langkah berikutnya sesuai dengan
panduan pada AED
o Teruskan langkah-langkah penggunaan AED
hingga
 Penolong yang lebih ahli datang dan
mengambil alih
 Korban mulai bernafas normal
 Penolong lelah
 Pemilihan energi yang terlalu besar dalam
tindakan defibrilasi dapat mengakibatkan
kerusakan pada sistem konduksi jantung (lebih
berpeluang besar pada AV blok derajat 3)

 Gelombang fibrilasi dapat halus (fine) atau kasar


(coarse). Gelombang yang halus biasanya kurang
berespon dengan defibrilasi.
 Pemberian epinefrin dapat meningkatkan
amplitudo fibrilasi dan membuat jantung lebih
peka terhadap defibrilasi (DC Shock).
 Epinefrin diberikan IV sebaanyak 0,5 – 1 ml
(1:1000).
 Kalsium klorida 10 ml IV mempunyai efek yang
sama dengan epinefrin
 Bila setelah DC Shock 400 J diulangi dan
fibrilasi ventrikel tetap ada, maka dapat
diberikan lagi epinefrin IV yang dapat diulangi
setiap 3 – 5 menit.
 RKP tetap dilakukan selama pemberian
epinefrin.
 Respon jantung terhadap DC shock juga dapat
ditingkatkan dengan pemberian lidokain bolus
IV 75 mg. Pemberian lidokain ini dapat diulangi
setiap 5 menit, tetapi dosis maksimal tidak boleh
melebihi 200 – 300 mg.
 Bila dengan DC shock dan lidokain belum
berhasil mengembalikan irama sinus, dapat
diberikan propranolol 1 mg IV kemudian diikuti
dengan DC shock berikutnya.
 Biasanya pasien sudah memberi respon dengan 2
sampai 3 kali DC shock, tetapi kadang-kadang
diperlukan 9 kali atau lebih.
 Bila telah berhasil dikembalikan ke irama sinus
dianjurkan diberikan lidokain per infus dengan
dosis maksimal 4 mg/menit selama 48 – 72 jam,
bahkan kalau perlu sampai seminggu, untuk
mencegah serangan ulang fibrilasi ventrikel.
 Kemudian diteruskan dengan prokainamid atau
quinidin yang diberikan paling kurang 12 jam
sebelum lidokain dihentikan.
Posisi Elektroda
 Dada korban harus terkespos dengan cukup jelas
agar elektrode dapat diletakkan dengan posisi yang
benar.
 Letakkan salah satu elektroda AED pada sebelah
kanan sternum, dibawah klavikula
 .Letakkan elektroda yang lain segaris dengan garis
mid aksilaris, kira-kira setinggi posisi V6 pada
elektroda EKG, atau di payudara pada wanita.
 Posisi ini harus bebas dari jaringan lemak payudara.
Lebih baik bila memposisikan elektroda di bagian
lateral. Untuk meningkatkan efisisensi AED,
tempatkan elektroda pada mid aksila di sumbu
vertikal.
 Meskipun kebanyakan elektroda AED diberi
keterangan kanan dan kiri, tak masalah jika
tertukar. Penting untuk diketahui bila terdapat
kesalahan, elektroda tidak perlu dilepas dan
dipasang kembali karena hal ini cukup
membuang waktu, disamping itu elektroda tidak
akan melekat kuat bila dipasang kembali.
Terapi Defibrilasi secara Manual
 Pada defibrilasi manual waktu dan energi yang
dilakukan untuk melakukan terapi syok listrik
ditentukan oleh operator, tidak seperti AED yang
sudah terkomputerisasi secara otomatis.
 Studi yang dilakukan pasien simulasi
menunjukkan bahwa penggunaan defibrilator
otomatis mengurangi lama waktu melakukan
defibrilasi dibandingkan menggunakan
defibrilasi manual.
Pada AED biasa digunakan pada elektroda,
sedangkan pada manual defibrilator digunakan
paddle elektroda.
 Jika menggunakan paddle elektroda, harus
dilakukan penekanan optimal pada dinding dada
saat elektroda digunakan yaitu sebesar 8 kg
pada dewasa dan 5 kg pada anak-anak.
 Untuk anak usia 1-8 tahun gunakan paddle
elektroda ukuran dewasa. Oleskan gel sebelum
elektroda digunakan. Elektroda pads lebih aman,
efektif dan lebih muda diterima dibandingkan
elektroda paddle. Dengan elektroda pad operator
dapat melakukan defibrilasi dari tempat yang
aman.
Keputusan Untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
 sirkulasi dan ventilasi spontan

 alih oleh orang lain yang bertanggung jawab

 Penolong terlalu kelelahan

 Pasien dinyatakan mati

 pasien berada dalam stadium terminal suatu


penyakit
 Tidak ada aktivitas listrik jantung (asistol) selama
paling sedikit 30 menit
KESIMPULAN
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang
harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup. Tindakan
resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara
tepat keadaan dan kesadaran penderita
kemudian di lanjutkan dengan pemberian
bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk
oksigenasi darurat

Anda mungkin juga menyukai