Anda di halaman 1dari 7

BANTUAN HIDUP DASAR

Penderita henti jantung dapat terjadi dimana saja, baik disarana kesehatan, rumah
sakit, atau di tempat umum. Henti jantung menyebabkan terhentinya sirkulasi darah ke
seluruh tubuh sehingga organ vital seperti otak, ginjal, paru, dan jantung kekurangan
oksigen. Penderita yang mengalami henti jantung pasti mengalami henti nafas dan
akan jatuh dalam kondisi tidak sadar.
Apabila bertemu dengan penderita yang tidak sadar, pastikan terlebih dahulu bahwa
penderita memang tidak sadar dengan memanggil namanya atau menepuk bahu
penderita. Jika diyakini penderita tidak sadar, lakukan pengamatan pernafasan, bila
tidak bernafas atau nafas tidak sempurna, lakukan pemeriksaan denyut nadi leher
(arteri karotis). Bila nadi penderita tidak teraba (di leher atau di pembuluh darah lain),
berarti penderita mengalami henti jantung. Penderita ini harus mendapat pertolongan
pertama yang disebut Bantuan Hidup Dasar (BHD).
Salah satu unsur BHD adalah Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP). RKP adalah usaha
untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan fungsi sirkulasi serta mengatasi akibat
berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu.
Tujuannya adalah untuk membantu atau mengembalikan oksigenasi, ventilasi, dan
sirkulasi yang efektif hingga kembalinya sirkulasi spontan atau hingga intervensi
Bantuan Hidup Lanjut dapat mulai dilakukan. Resusitasi mencegah agar sel-sel tidak

rusak akibat kekurangan oksigen.


Jika menemukan kondisi pasien seperti berikut, tidak perlu mulai melakukan BHD:
1) ada tanda kematian yang tidak berubah seperti kaku mayat atau lebam mayat
2) sudah mulai ada tanda-tanda pembusukan
3) penderita mengalami trauma yang tidak dapat diselamatkan seperti hangus
terbakar, dekapitasi atau hemikorporektomi.

ALGORITMA RKP
Bila anda melihat seorang yang tidak sadar:
1) Anda harus berteriak untuk meminta tolong (cari saksi)
2) Dekati pasien tersebut dan pastikan korban benar-benar tidak sadar (check
responsiveness) dengan memanggil-manggil (rangsangan suara), menyentuh
lembut atau memberikan rangsangan nyeri (rangsangan nyeri), atau dengan
memberikan bau-bauan yang cukup menyengat (rangsangan bau). Perhatian,
hati-hati menyentuh pasien yang terkena sengatan listrik, jangan sampai anda
menjadi korban kedua.
3) Minta bantuan orang lain agar menelepon ambulans atau rumah sakit terdekat
agar segera datang dengan alat bantuan yang lebih lengkap (call for help).
4) Ubah posisi korban, posisikan dengan posisi tidur terlentang di tempat yang
datar dan keras sebagai persiapan untuk melakukan RKP. Selanjutnya lakukan
RKP dengan langkah-langkah C, A, B.
1. C=Circulation Treatment. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
Raba denyut arteri carotis paling lama 10 detik. Bila tidak ada denyut, berarti pasien
Cardiac Arrest. Lakukan Pijat Jantung Luar (PJL) sebanyak 30 kali dan nafas buatan
sebanyak 2 kali. Dengan demikian pasien terhindar dari Hipoksia Lanjut.
Teknik melakukan PJL adalah sebagai berikut:
1) Letakkan satu telapak tangan di atas permukaan dinding dada tengah, 2 jari diatas
ulu hati. Tangan yang lain diletakkan di atas tangan pertama.
2) Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua bahu tepat di atas tengah dada
korban, beri tekanan ke bawah dengan kedalaman sekitar 3-5 cm untuk dewasa.
Untuk bayi penekanan dinding dada efektif 1,5-2,5 cm, pada anak diperlukan
penekanan 2,5-4 cm. pada anak yang lebih besar digunakan pangkal telapak
tangan untuk kompresi dada luar. Tekanan berasal dari bahu bukan dari tangan,
sehingga tangan dan siku korban lurus dan tegak lurus dengan dada korban.
Tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan
tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung.

3) Usahakan penekanan ke bawah selama detik dan lepaskan dengan cepat tetapi
kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban dan tunggu detik kemudian
agar jantung dan pembuluh darah terisi cukup
4) Kompresi / penekanan harus teratur, halus dan berkesinambungan. Dalam kondisi
apapun kompresi tidak boleh berhenti lebih dari 5 detik.
5) Lakukan pemberian nafas sebanyak 2 kali tiap 30 kali pijatan atau penekanan pada
dada (jantung) dengan perbandingan 30:2.
6) Lakukan sebanyak 5 siklus, kemudian cek kembali nadi arteri carotis korban. Jika
tetap tidak berdenyut, lanjutkan pemberian PJL.
2. A=Airway Control. Tujuannya untuk membuka dan mengamankan jalan nafas.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1) Penolong berlutut di dekat kepala sebelah kanan korban.
2) Jika terdapat trauma pada leher sebelah atas sampai kepala dan dicurigai
terdapat cedera leher, lakukan fiksasi pada leher dan kepala korban dengan
memasang collar neck atau benda keras apapun sebagai pengganti yang cocok.
3) Lakukan tindakan Angkat Dagu Tengadah Kepala (Head Tilt-Chin Lift Maneuver).
Dengan mengangkat dagu ke atas dan mendorong kepala atau dahi ke belakang.

4) Pada korban dengan trauma muka atau kepala dan dada yang dicurigai
mengalami cedera leher, lakukan teknik penarikan rahang tanpa menarik kepala

(jaw thrust Maneuver)

5) Lihat apakah ada cairan atau benda asing. Bila terdapat cairan, miringkan kepala
penderita agar cairan dapat keluar (memiringkan kepala hanya dilakukan pada
penderita yang tidak ada cedera tulang leher). Bila terdapat benda asing maka
segera keluarkan benda tersebut, salah satunya dengan teknik hentakan
abdomen (Heimlich maneuver/ abdominal thrust)

6) Hentakan dada (chest thrust) dilakukan jika sumbatan jalan napas masih terjadi.
7) Perhatikan apakah korban bernafas atau tidak dengan melakukan: lihat, dengar,
rasakan (look, listen, feel).
8) Dekatkan telinga anda ke mulut korban dan mata melihat ke arah dada. Lihat
apakah ada pergerakan dinding dada seperti orang bernafas umumnya (look),
dengarkan suara pernafasannya (listen), dan rasakan hembusan nafasnya (feel).
Bila tidak bernafas, lakukan langkah B.

3. B=Breathing Support. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.


Pasanglah alat bantu jalan nafas orofaring (bila ada) pada penderita, kemudian pasang
kantung nafas sungkup muka. Lakukan nafas buatan sebanyak 2 kali secara perlahan,
tiap ventilasi waktunya sekitar 2 detik. Teknik memberikan nafas buatan dapat
menggunakan cara mulut ke mulut, teknik ini tidak terlalu dianjurkan karena dapat
terjadi kontaminasi bahan kimia, muntahan penderita, atau penularan penyakit. Cara
yang lebih dianjurkan dengan menggunakan pernafasan buatan dengan alat bantu
nafas seperti pada gambar.

Lihat apakah udara yang dipompakan dapat masuk dengan mudah, apakah dinding
dada tampak naik ketika udara dipompakan, dan apakah ada udara yang keluar saat
ekspirasi pasif. Bila udara tidak dapat masuk dengan mudah dan dinding dada tidak
bergerak naik, pikirkan kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas. Atasi obstruksi
segera.

Di lapangan, saat korban menunjukkan respon yang positif terhadap pemberian


Bantuan Hidup Dasar (langkah C-A-B), maka tindakan RKP dihentikan dan letakkan
korban pada posisi mantap. Caranya adalah sebagai berikut.
1) Fleksikan atau tekuk tungkai yang terdekat dengan anda
2) Letakkan tangan yang terdekat dengan anda di bawah bokongnya
3) Dengan lembut gulingkan pasien pada sisinya
4) Ekstensikan kepalanya dan pertahankan mukanya lebih rendah.
5) Letakkan tangan pasien sebelah atas di bawah pipi sebelah bawah untuk
mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah pasien berguling ke depan.
Lengan sebelah bawah yang berada di punggungnya mencegah pasien terguling
ke belakang.

TEKNIK PADA BAYI DAN ANAK-ANAK


Prinsip Bantuan Hidup Dasar pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang
dewasa. Ketidaksamaan ukuran menjadi dasar diperlukannya modifikasi teknik yang
disebutkan di atas yaitu sebagai berikut.
Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada bayi
dan anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral selama diusahakan
membuka jalan napas pada kelompok ini.
Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut-ke-mulut dan hidung lebih sesuai. Pemberian
ventilasi lebih kecil volumenya dan frekuensi ventilasi ditingkatkan menjadi 1 ventilasi
tiap 3 detik untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.
Untuk mengeluarkan benda asing pada jalan nafas, pukulan punggung dengan pangkal
tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula dengan korban telungkup dan
mengangkang pada lengan penolong dan hentakan dada diberikan dengan bayi
terlentang. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan
korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari
badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak terlentang di atas lantai.
Selama henti jantung, pemberian kompresi dada luar harus minimal 90 kali dan nafas
buatan 30 kali permenit dengan perbandingan 3:1 pada bayi, dan 15:2 pada anak-anak.
(ACLS 2010)

Hasil Bantuan Hidup Dasar


Usaha tindakan BHD pada langkah-langkah CAB yang dilakukan pada korban henti
jantung dapat memberi beberapa kemungkinan hasil, yaitu sebagai berikut:
1) Korban menjadi sadar kembali
2) Korban dinyatakan mati. Ini bisa disebabkan karena terlambatnya pemberian
tindakan RKP atau salah dalam pelaksanaannya.
3) Korban belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan.
Dalam hal ini perlu diberikan pertolongan lebih lanjut.
4) Denyut jantung spontan timbul, tetapi korban belum pulih kesadarannya.
Ventilasi spontan bisa ada bisa tidak.

Alasan untuk menghentikan RJP antara lain:


1) Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif
2) Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab

3) Terdapat tanda-tanda kematian yang menetap


4) Penolong sudah memberiksan secara penuh Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan
Hidup Lanjut
5) Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama
10 menit atau lebih
6) Interval waktu usaha resusitasi pada henti jantung disaksikan yang tidak dapat
mengembalikan sirkulasi spontan adalah 25 sampai 30 menit
7) Ada permintaan dari keluarga penderita yang sah
8) Henti jantung akibat penyakit stadium lanjut yang sudah mendapat pengobatan
optimal.
9) Penolong kelelahan (Ingat, jangan menambah korban)
10) BHD dapat dilakukan lebih lama pada penderita:
a. Usia muda
b. Gangguan toksin atau gangguan ekektrolit
c. Hipotermia atau tenggelam dalam air dingin
d. Overdosis obat
e. Usaha bunuh diri
f. Permintaan keluarga

TIM BLUE CODE RS PANTI RINI


Dalam memberikan pertolongan khususnya henti jantung, RS Panti Rini membentuk
sistem aktivasi Blue Code yang dapat diakses dari seluruh areal RS Panti Rini. Tim Blue
Code dibagi menjadi dua, yaitu, Tim Bantuan Hidup Dasar (Tim BHD) dan Tim Bantuan
Hidup Dasar Lanjut (Tim BHDL). Tim BHD tidak harus dari unsur medis atau paramedis,
tetapi bisa dari unsur non medis RS yang sudah menjalani pelatihan secara intensif dan
teruji oleh pelatih RS yang bersertifikat.
RESUME
Pertolongan pertama pada penderita tidak sadar yang mengalami henti jantung harus
dilakukan oleh orang yang terlatih yang pertama kali datang sambil mengaktifkan
sistem pertolongan gawat darurat (Blue Code). Langkah pertolongan seperti gambar
dibawah ini.

Anda mungkin juga menyukai