Anda di halaman 1dari 16

Resusitasi Jantung Paru (RJP)

A. Pengertian

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah sekumpulan intervensi uang bertujuan untuk
mengembalikan dan mempertahakan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan
henti nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian kompresi dada dan bantuan nafas
(Hardisman, 2014). Caldiopulmonary Resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru
(RJP) diberikan ketika tidak ada tanda – tanda kehidupan, tidak bernafas, tidak berespons,
dan tidak bergerak (Aryono, 2011).

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan kompresi dan
dilanjutkan dengan ventilasi.. Dalam empat sampai lima menit tidak dilakukan resusitasi
dengan kompresi maka otak sudah mati dan tidak berfungsi lagi (Ganthikumar, 2016)
Resusitasi jantung paru adalah prosedur kegawatdaruratan medis yang ditujukan untuk
serangan jantung dan pada henti nafas (Aryono, 2011). Menurut Krisanty (2009) bantuan
hidup dasar adalah memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada
pasien henti jantung atau henti nafas melalui RJP/ CPR. RJP merupakan salah satu yang
mendasari bantuan hidup dasar dan dapat bervariasi dalam pendekatan optimal terhadap
RJP, tergantung pada penolong, korban dan sumber daya yang bersedia. Tetapi hal-hal
yang mendasar tidak mengalami perubahan, yaitu bagaimana melakukan RJP segera dan
efektif. Mengingat hal ini terus menjadi prioritas. (Ambulans gawat darurat 118, 2010)

Pada tahun 2015 America Heart Association (AHA) membuat perubahan dalam
melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dan memberikan rekomendasi ini
memungkinkan flesibilitas untuk pengaktifan sistem penanggulangan penderita gawat
darurat terpadu (SPGDT) untuk lebih menyesuaikan dengan kondisi klinis penyedia
pelayanan kesehatan. Penolong terlatih didorong untuk menjalankan tahapan – tahapan
tindakan secara bersamaan (misal: memeriksa pernafasan dan denyut nadi secara
bersamaan) dalam upaya mengurangi waktu untuk kompresi dada pertama.
B. Indikasi RJP
1. Henti nafas
Henti nafas dapat disebabkan karena tenggelam, stroke, obstruksi jalan nafas oleh
benda asing, inhalasi asap, kelebihan dosis, obat, terkena aliran listrik, trauma,
suffocation, Miocard Cardiac Infark (MCI), koma.
2. Henti jantung
Henti jantung dapat mengakibatkan : fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel, asistol.

C. Tujuan utama RJP


Tindakan resusitasi jantung paru (RJP) memiliki berbagai macam tujuan (Krisanty,
2009), yaitu:
1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ vital (otak,
jantung dan paru).
2. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
3. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui resusitasi jantung paru (RJP).

D. Tahap pemberian resusitasi jantung paru (RJP) (AHA 2015)


1. Safety
Keamanan merupakan hal yang harus diingat setiap penolong karena merupakan hal
yang utama dalam melaksanakan rumus penanganan prehospital, yaitu “do not
further harm” (jangan membuat cidera lebih lanjut ). Urutan perioritas keamanan
saat memasuki daerah tugas :
a. Keamanan diri sendiri
Keamanan diri sendiri lebih diutamakan karena apabila anda cidera maka
perhatian teman anda (sesama penolong) akan beralih kepada anda dan penderita
menjadi tidak diperhatikan (yang semula menjadi fokus utama). Rumus “do not
further harm” berlaku juga pada diri anda. Tentu kita semua tidak
menginginkan adanya korban baru. Untuk menjaga keamanan diri anda dari
penyakit menular, penolong idealnya melakukan PPD (persiapan pengamanan
diri), yaitu dengan memakai alat-alat proteksi diri (mis.,sarung tangan, kaca
mata, masker, dan lain-lain.)
b. Keamanan lingkungan
Lingkungan sekitar korban yang belum terkena cedera.
c. Keamanan korban
Apapun yang dilakukan pada korban, ingatlah untuk “do not further harm”.

2. Response
a. Respons panggil (shout)
Mulailah dengan berbicara kepada penderita, katakan nama dan jabatan anda.
Apabila korban tampak pingsan, anda dapat memanggil “pak, pak, bagaimana
keadaan bapak?” Respons panggil ini dapat dilakukan bersamaan dengan respons
sentuh.
b. Respons sentuh/goyang (shake)
Lakukan dengan menepuk-nepuk tangannya, pipinya (jika keadaan mengizinkan)
atau menggoyang-goyangkan pundaknya.

Gambar 1 Respons sentuh/goyang (shake)


3. Pengaktifan SPGDT
Jika anda sendiri tanpa telepon selular, tinggalkan korban untuk mengaktifkan SPGDT
dan mengambil Automated External Defiblator (AED) sebelum memulai RJP atau
meminta bantuan orang lain untuk melakukan dan memulai RJP secepatnya, gunakan
AED segera setelah tersedia.

Gambar 2 Panggil Bantuan (Charles, 2010)


4. Memperbaiki posisi korban dan posisi penolong
a. Posisi korban
1) Supin, permukaan datar dan lurus
2) Memperbaiki posisi korban dengan log rool / in line bila dicurigai cidera spinal.
3) Jika pasien tidak terlentang, misalnya operasi tulang belakang lakukan RJP
dengan posisi tengkurap.
b. Posisi penolong
Posisi penolong harus diatur senyaman mungkin dan memudahkan untuk
melakukan pertolongan yakni disamping atau diatas kepala korban.

5. Circulation
Periksa apakah nafas pasien berhenti atau tersengal (misalnya: nafas tidak normal)
tidak ada denyut nadi yang teraba dalam 10 detik (pemeriksaan nafas dan denyut nadi
dapat dilakukan secara bersamaan kurang dari 10 detik). Memeriksa ada tidaknya
nafas pada korban cukup dengan melihat langsung pergerakan dada atau tidak.
Sulitnya menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar dalam hal
tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan sebagai nafas
uyang adekuat oleh professional maupun bukan. Contohnya pada korban dengan
sindroma koroner akut sering kali terdapat nafas terengah yang disalah artikan sebagai
pernafasan yang adekuat. Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan “look,
listen and feel” dan direkomendasikan untuk menganggap pernafasan terengah sebagai
tidak ada pernafasan.
a. Bernafas normal, ada denyut
b. Bernafas tidak normal, ada denyut
Berikan nafas buatan: 1 nafas buatan setiap 5 – 6 detik atau sekitar 10 – 12 nafas
buatan permenit
Gambar 3 Pemeriksaan Nadi Karotis
 Aktifkan sistem tanggapan darurat (jika belum dilakukan) setelah 2
menit
 Terus berikan nafas buatan, periksa denyut kurang lebih setiap 2 menit.
Jika tidak ada denyut, mulai RJP (lanjutkan dengan kontak RJP). Berikan
bantuan sirkulasi atau yang disebut kompresi jantung luar, dilakukan
dengan teknik sebagai berikut :
- Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga
kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
- Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3
jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan
penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak
tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari –jari tangan
menyentuh dinding dada korban / korban, jari – jari tangan dapat
diluruskan atau menyilang.
- Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada
korban dengan tengah dari badannya secara teratur sebanyak 30 kali
dengan kedalaman penekanan minimum 2 inci (5 cm).
- Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhan dan dada dibiarkan
mengembang kembali keposisi semula setiap kali melakukan kompresi
dada. Selang waktu yang dipergunakan untujk melepaskan kompresi
harus sama dengan pada saat melakukan kompresi (50% duty cycle).
- Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada atau merubah posisi
tangan pada saat melepaskan kompresi.
- Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian nafas adalah 30:2, dilakukan baik
oleh 1 atau 2 penolong jika korban / korban tidak terintubasi dan
kecepatan kompresi adalah 100 – 120 x / menit. Berikan 1 nafas buatan
setiap 6 detik (10 nafas buatan/menit). Rasio kompresi – bantuan nafas
tanpa airway definitive: Lakukan kompresi dada sebanyak satu siklus
yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. Rasio
kompresi – bantuan nafas dengan airway definitive: Kompresi
berkelanjutan pada kecepatan 100 – 120/menit. Berikan 1 nafas buatan
setiap 6 detik (10 nafas buatan/menit). Untuk bayi harus 2 jari diatas
sternum, dan menekan dengan kedalaman 1 ½ inci atau 4 cm, dengan
rasio kompresi dan ventilasi 30 : 2 untuk 1 penolong dan 15 : 2 untuk 2
penolong.
- Lakukan recoil penuh dada setelah setiap kali kompresi, jangan
bertumpu diatas dada setiap kali kompresi
- Batasi gangguan dalam kompresi dada menjadi kurang dari 10 detik.
- Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan
sistolik 60 – 80 mmHg, dan diastolic yang sangat rendah, sedangkan
curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal.
Selang waktu mulai dari menentukan korban dan dilakukan prosedur
dasar sampai dilakukannya. Tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada)
tidak boleh melebihi 30 detik. (Sudiharjo, 2013)

Gambar 4 Posisi Tangan Kompresi Dada (Charles, 2010)


Gambar 2.5 melakukan penekanan dada (Charles, 2010)

Indikasi Dihentikannya Resusitasi Jantung Paru (RJP)


Rjp dihentikan apabila :
a. Sirkulasi dan ventilasi spontan secara efektif telah membaik,
b. Pelayanan dilanjutkan oleh tenaga medis ditempat rujukan atau ditingkat
pelayanan yang lebih tingginseperti ICU,
c. Ada kriteria yang jelas menunjukkan sudah terjadi kematian yang irreversible,
(seperti pupil mata dilatasi maksimal, refleks cahaya negatif, rigormotis atau
kayu mayat, dekapitasi, dekomposisi atau pucat) atau tidak ada manfaat
fisiologis yang dapat diharapkan karena fungsi vital telah menurun walau telah
diberi terapi maksimal,
d. Penolong sudah tidak bisa meneruskan tindakan karena lelah atau ada keadaan
lingkungan yang membahayakan atau meneruskan tindakan resusitasi akan
menyebabkan orang lain cidera,
e. Pasien berada pada stadium terminal suatu penyakit atau keterangan DNAR
(do not attempt resuscitation) diperlihatkan kepeda penolong. (Hadisman,
2014)

6. Airway control
Pada orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan nafas harus dilakukan. Satu
hal penting untuk diingat adalah, bahwa hanya dengan melikat pergerakan pipi pasien
tidaklah menjamin bahwa pasien tersebut benar – benar bernafas (pertukaran gas),
tetapi secara sederhana pasien itu sedang berusaha untuk bernafas, pengkajian pada
airway juga harus melihat tanda – tanda adanya sumbatan benda asing dalam mulut
yakni dengan menggunakan teknik cross finger , jika terdapat benda asing dalam
mulut yakni dengan menggunakan teknik cross finger, jika terdapat benda asing dalam
mulut maka harus dikeluarkan dengan usapan jari atau dikenal dengan teknik finger
swab. Teknik yang digunakan dalam membuka jalan nafas yakni dengan chin lift –
head tilt dan jika dicurigai terdapat trauma servikal dapat menggunakan teknik jaw
thrust.
Cara melakukan teknik chin lift – head tilt :
1) Teknik chin lift – head tilt :
a) Posisikan pasien dalam keadaan terlentang, letakkan satu tangan didahi dan
letakkan ujung jari tangan yang lain dibawah daerah tulang pada bagian tengah
ranhang bawah pasien (dagu)
b) Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien
c) Gunakan ujung jari anda untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang bagian
bawah. Jangan menekan jaringan lunak dibawah rahang karena dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas
d) Usahakan mulut tidak menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang
adekut, anda dapat menggunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir
bawah pasien tertarik kebelakang

Gambar 2.6 Chin Lift – Head Tilt (Charles, 2010)

2) Teknik Jaw Thrust


a) Pertahankan dengan hati – hati agar posisi kepala, leher dan spinal pasien tetap
satu garis
b) Ambil posisi diatas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan
pasien berbaring
c) Pertahankan letakkan tangan pada masing – masing sisi rahang bawah pasien,
pada sudut rahang dibawah telinga
d) Stabilkan kepala pasien dengan lengan anda
e) Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien kearah
atas dan depan
f) Anda mungkin membutuhkan mendorong kedepan bibir bagian bawah pasien
dengan menggunakan ibu jari untuk mempertakankan mulut tetap terbuka
g) Jangan mendingakkan atau memutar kepala pasien

Gambar 2.7 Jaw Thrust (Charles, 2010)

7. Breathing Support
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang
baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi
dengan cepat selama 5 detik, paling lama 10 detik.
a. Bantuan nafas dilakukan dengan cara :
1) Mulut ke mulut
Penolong memberikan bantuan nafas ke mulut korban dengan menutup hidung
dan meniup udara langsung kemulut, namun hal ini sangat beresiko untuk
melakukan apalagi pasien yang tidak dikenal memngingat penyakit menular.
Gambar 8 Menutup Hidung Korban Sedangkan Posisi Kepala Tetap Ekstensi

b) mulut ke hidung

Gambar 9 pemberian nafas dari mulut ke mulut

c) Ventilasi mulut ke mask

Gambar 10 Mountho-Mask Ventilation (Charles, 2010)


d) Ventilasi mulut ke bagvalvemask
Gambar 11 Mulut ke Bagvalvemask (Charles, 2010)

8. Defibrilasi dengan AED (Automatic External Defibrilation)


AED adalah suatu terapi kejut jantung dengan memberikan energy listrik. Hal ini
dilakukan jika oenyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung
yang disebut dengan fibrasi ventrikel tubuh. Perawat seharusnya dilatih menggunakan
defiblirasi AED, karena ventrikel fibrilasi (VF) umumnya merupakan irama awal yang
dapat ditanggulangi pada henti jantung. Untuk korban dengan VF kelangsungan
hidup tinggi ketika RJP segera dilakukan dengan defibrilasi dilakukan dalan 3 sampai
5 menit setelah tidak sadar. Kompresi dada dapat mengembalikan aliran darah ke
mikrovaskuler dalam 1 menit.

9. Evaluasi dan posisi pemulihan (recorvery position)


Setelah pemberian 5 siklus kompresi dada dan ventilasi (2 menit) penolong kemudian
melakukan evaluasi dengan ketentuan; jika tidak ada nadi karotis, penolong kembali
melanjutkan RJP. Jika ada nadi dan nafas belum ada, korban / pasien diberikan
bantuan nafas 1 nafas buatan setisp 5 – 6 detik atau sekitar 10 – 12 x / menit. Jika ada
nafas dan ada nadi tetapi pasien belum sadar, letakkan pasien atau korban pada posisi
pemulihan. Posisi ini dirancang untuk menjaga jalan nafas paten dan mengurangi
resiko obstruksi jalan nafas dan aspirasi.

Langkah – langkah pemberian posisi pemulihan, sebagai berikut :


1) Lengan yang dekat penolong diluruskan ke arah kepala
2) Lengan yang satunya menyilang dada, kemudian tekankan tangan tersebut ke pipi
korban
3) Tangan penolong yang lain aih tungkai diatas lutut dan angkat
4) Tarik tungkai hingga tubuh pasien terguling kearah penolong. Baringkan miring
dengan tungkai atas membentuk sudut dan menahan tubuh dengan stabil agai tidak
menelungkup
5) Periksa pernafasan terus - menerus

Gambar 12 Posisi Pemulihan (Recovery Position) (Charles, 2010)

Anda mungkin juga menyukai