Anda di halaman 1dari 5

ALUR RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) ORANG DEWASA

(American Heart Association, AHA 2015)


Disusun untuk memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Kritis.

Dosen Pengampuh :
Ns. Susanti Monoarfa, M.Kep

Disusun Oleh :
Fitrananda Napu
C01418059

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
ALUR RJP DEWASA (AHA 2015)

Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7,4 juta pada tahun 2012.
Di Amerika Serikat, henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab kematian
mendadak tersering. Sedangkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis
dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.

Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan hidup (chain of
survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi rantai kelangsungan hidup.
Urutan rantai kelangsungan hidup pada pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat
berubah tergantung lokasi kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah
sakit (HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Dalam melakukan resusitasi jantung-
paru, AHA (American Heart Association) merumuskan panduan BLS-CPR yang saat ini
digunakan secara global. Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:

Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan
harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak dan
teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat
apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus memanggil
bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi. Akan lebih baik bila penolong juga
memeriksa pernapasan dan denyut nadi korban seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak
menunda waktu dilakukannya RJP.

Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk
mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah:

 Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit dan maksimal
120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit, kedalaman kompresi akan
berkurang seiring semakin cepatnya interval kompresi dada.

 Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan kedalaman
maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi maksimal diperuntukkan
mengurangi potensi cedera akibat kedalaman kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi
minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan
untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas (remaja),
kedalam kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa.
 Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas
berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada
di tempat tidur. Tabel 1 mencantumkan beberapa hal yang perlu diperhatikan selama
melakukan kompresi dada dan pemberian ventilasi:
 Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama melakukan siklus
kompresi dada, penolong harus membolej\hkan rekoil dada penuh dinding dada setelah
setiap kompresi; dan untuk melakukan hal tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas
dada pasien setelah setiap kompresi.
 Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus berupaya meminimalkan
frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan jumlah kompresi
yang dilakukan per menit.
 Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan
nafas melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
 Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi
dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk
memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
 Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa endotrakeal, Combitube, atau
saluran udar masker laring), penolong perlu memberikan 1 napas buatan setiap 6 detik
(10 napas buatan per menit) untuk pasien dewasa, anak-anak, dan bayi sambil tetap
melakukan kompresi dada berkelanjutan
 Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit.

Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi
dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa
denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi
adalah 30 : 2.
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli
datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10
detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia. Bila AED belum tiba, lakukan
kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2. Defibrilasi / shock diberikan bila ada indikasi /
instruksi setelah pemasangan AED. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah
ritme tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan terapi shock sebanyak 1 kali dan
lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi
shock lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut
hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support) datang, atau korban mulai bergerak.

KESIMPULAN
Penyakit jantung mendadak merupakan pembunuh terbesar nomor satu di dunia.1
Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan
gagal jantung.2 Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7,4 juta pada
tahun 2012.1 Di Amerika Serikat, henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab
kematian mendadak tersering.Sedangkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara
terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala
sebesar 1,5%.
Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah
penanganan awal pada pasien yang mengalami henti jantung, henti napas, atau obstruksi jalan
napas. BHD meliputi beberapa keterampilan yang dapat diajarkan kepada siapa saja, yaitu
mengenali kejadian henti jantung mendadak, aktivasi sistem tanggapan darurat, melakukan
cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan cara menggunakan
automated external defibrilator (AED). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik
dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan pengetahuan tetap
berjalan.5 Resusitasi jantung paru (RJP) sendiri adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha
untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan
kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.
DAFTAR PUSTAKA

Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 Untuk CPR dan ECC.
American Heart Association; 2015.

Anda mungkin juga menyukai