Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini kejadian serangan jantung maupun kecelakaan sangat
meningkat khususnya dinegara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan
Survai Kesehatan Rumah Sakit (SKRT) serangan jantung (heart
attack) merupakan urutan kedua yang menyebabkan kematian dan
kecelakaan merupakan urutan yang ketiga penyebab kematian di Indonesia.
Basic Life Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal
sebagai Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami
keadaan yang mengancam jiwa. Di luar negeri BLS/BHD ini sebenarnya
sudah banyak diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam
khusus, namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui oleh
masyarakat Indonesia.
Basic Life Support merupakan usaha untuk mempertahankan
kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan
atau alat gerak. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka
sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu
singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan
oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan.
Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena
otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen.
Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen
dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen.
Kematian otak berarti pula kematian si korban.Oleh karena itu GOLDEN
PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti
jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam waktu kurang dari 10 menit
penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai
mendapatkan pertolongan.Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat

1
kecil.Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang
mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi
jantung paru (RJP).
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk
mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti
nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest). Resusitasi
jantung paru otak dibagi dalam tiga fase :bantuan hidup dasar, bantuan hidup
lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih
difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.
Bantuan Hidup Dasar merupakan beberapa cara sederhana yang dapat
mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Intinya adalah
bagaimana menguasai dan membebaskan jalan napas, bagaimana membantu
mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh, sehingga pasokan
oksigen ke otak terjaga untuk mencegah terjadinya kematian sel otak.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
cara memberikan pertolongan agar bisa mempertahankan kehidupan korban
saat korban mengalami keadaan yang mengancam nyawa, dengan Bantuan
Hidup Dasar khususnya pada kasus tenggelam dan keracunan.

C. Manfaat Penulisan
Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai Basic Life
Support khususnya mengenai tenggelam dan keracunan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu
tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan
untuk menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat
dengan teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan
nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat
jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah
menjadi CAB (circulation, breathing, airway).

B. Tujuan
Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan 
yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti
selama 3-4 menit.

C. Langkah-Langkah BLS (Sistem CAB)


1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak
adanya nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2. Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED
3.  Circulation :
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi
maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak
ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi
dada.
 Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk
memeriksa denyut nadi korban.
 Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.

3
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah
sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari
tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang
satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum.
Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan
tiupan nafas agar tidak menekan dada.

Gambar 1 Posisi tangan

 Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri


disamping korban jika korban berada di tempat tidur

Gambar 2 Chest compression
 Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar
18 detik)\
 Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100
kompresi/menit.Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi
(5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter

4
anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak
sekitar 2 inchi (5 cm).
4. Airway.
Korban dengan tidak ada/tidak dicurigai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift.
Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong
dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit
terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat
dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrustyaitu dengan
mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke
depan daripada deretan gigi Rahang Atas.

Gambar 3 Head Tilt & Chin Lift

 Gambar 4 Jaw Thrust
5. Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan
jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk
memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke
mulut langkahnya sebagai berikut :
 Pastikan hidung korban terpencet rapat
 Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)

5
 Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
 Berikan satu ventilasi tiap satu detik
 Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama
satu detik.

Gambar 5 Pernafasan mulut ke mulut


 Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui
mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.
 Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask
dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang
memenuhi volume tidal sekitar 600 ml
 Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan
kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
 Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan
pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6
detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut
nadi kembali setiap 2 menit.
 Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2,
setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus
dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.
6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien
bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas
kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk
pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

6
7. Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan
setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan
program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat
diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan
lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika
ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa
kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS
(Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.

Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :


a. Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan
kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan
adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau
pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen
RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression)
dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).
b. Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda
karena proses  pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan
ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat
pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka
kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit
tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal
dilakukan sekitar 18 detik).
c. Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan
RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini
namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C,
pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway
adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang
awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat
menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang

7
bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi
mulut ke mulut setidaknya  dapat melakukan kompresi dada.

Penggunaan Sistem ABC Saat ini :


a. Pada  korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya
melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2
menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. 
b. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada
sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-
B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.

D. BLS pada Pada Pasien Tenggelam


1. Definisi
Tenggelam didefinisikan oleh ILCOR (International Liaison
Committee on Resuscitation) sebagai proses yang menyebabkan
gangguan pernapasan primer akibat submersi/imersi pada media cair.
Submersi merupakan keadaan di mana seluruh tubuh, termasuk sistem
pernapasan, berada dalam air atau cairan. Sedangkan, imersi berarti
keadaan di mana terdapat air/cairan pada sistem konduksi pernapasan
yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini, pernapasan
korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu, terjadi
laringospasme. Henti napas atau laringospasme yang berlanjut dapat
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut,
korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai
akibat dari hipoksia.

2. Patofisiologi jejas akibat tenggelam


Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang
individu tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan napas akibat tenggelam
menyebabkan adanya gasping dan kemungkinan aspirasi, dan diikuti
dengan henti napas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan

8
asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban berisiko terhadap henti
jantung dan kerusakan sistem saraf pusat.
Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun
karena asfiksi membuat relaksasi otot polos, air dapat masuk ke dalam
paru dan menyebabkan edema paru.
Aspirasi air yang masuk ke paru dapat menyebabkan vagotonia,
vasokonstriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran
alveolus dan mengganggu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja
surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis
eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan
surfaktan, dan menghasilkan cairan eksudat yang kaya protein di alveolus,
interstitial paru, dan membran basal alveolar sehingga paru menjadi keras
dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan
volume darah dan peningkatan konsentrasi elektrolit serum.2
Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan
merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup
korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi, dan oksigenasi yang cepat
dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.

3. Penanganan pada korban tenggelam


Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan,
dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan,
terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran.  Bantuan
hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban
masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah
mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin
penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban.
Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung,
seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil
melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban

9
tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada
korban dengan luka yang berat.
Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari
tiga langkah, yaitu:
 Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada
 Listen, yaitu mendengarkan suara napas
 Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak
bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi
dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara
pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to
mask, dan mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian
napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan
inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut
ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban
pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan
dilanjutkan hingga 10 – 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak
sadar dan tenggelam selama <5 menit, pernapasan buatan dilanjutkan
sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih
dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit,
kemudian bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas
buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan
tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam
mengalami henti jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini
dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. 1Namun,
pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak
disarankan, karena tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat
berisiko muntah dan aspirasi.

10
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik
regurgitasi air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi,
namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban
dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
Prognosis dari korban tenggelam tergantung pada beberapa faktor,
seperti lama waktu tenggeam, temperatur air, tonisitas air, gejala, cedera
yang menyertai korban seperti cedera spinal, teknik penyelamatan, dan
respon korban terhadap resusitasi inisial.
Tetap tenang saat mencoba membantu korban tenggelam. Hindari
tindakan tergesa-gesa yang dapat membahayakan diri Anda. Lalu, segera
hubungi layanan darurat yang menyediakan pertolongan ahli.
Prinsip memeberi bantuan hidup dasar ini adalah kecepatan waktu.
Semakin korban mendapatkan bantuan hidup dasar, semakin besar
kemungkinan korban terselamatkan.  Pada pasien tenggelam periode emas
hanya sekitar 6-8 menit setelah tak sadarkan diri. Lebih dari itu
kemungkinan selamat korban sangat kecil.

E. BLS pada pasien Keracunan

1. Definisi

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi,


menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang
relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi
kimia.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa
kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada
yang menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi
toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi
bahaya kesehatan.

11
2. Sumber racun
Keracunan dapat disebabkan oleh bermacam-macam:
a. Bahan-bahan kimia beracun (bersifat racun).
b. Racun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti ubi
ketela yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, pohon , tuba
(Derris), sebangsa jamur, dan sebagainya.
c. Racun binatang berbisa seperti ular berbisa, kalajengking, tawon,
dan sebangsa laba-laba
d. Racun yang terdapat pada bahan-bahan makanan yang
terjadi karena perubahan-perubahan kimia (fermentasi) dan
adanya bakteri karena pembusukan (daging busuk), tempe
bongkrek, racun yang terdapat pada udang dan kepiting

3. Macam-macam Keracunan
a. Keracunan Hidrokarbon
Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan
berupa iritasi pada paru-paru adalah minyak tanah, bensin, minyak
cat, thinnermaupun "minyak" isi untuk korek api.
Gejala klinis
Batuk, napas pendek dan sesak karena terjadi pengerutan di
saluran napas, kulit membiru, bahkan batuk darah. Bisa juga terjadi
depresi susunan saraf pusat yang mengakibatkan terjadi penurunan
kesadaran. Kondisi ini kadang disertai gejala lain semisal kejang,
mual-muntah, nyeri perut dan diare.
Pertolongan pertama
Rangsang supaya muntah agar zat berbahaya yang ditelan
anak dapat segera dikeluarkan. Rangsangan muntah harus segera
dilakukan sambil memberi perlindungan pada jalan napas.
Selanjutnya, berikan obat antiracun atau norit yang biasanya dapat
dibeli bebas di apotek. Akan tetapi pemberian norit kadang tak cukup

12
efektif mengingat daya sensitivitas norit itu sendiri kerap berbeda
pada setiap penggunaan.
b. Keracunan Insektisida
Keracunan organofosfat, salah satu unsur insektisida (racun
serangga), lebih sering dijumpai karena memang banyak dipakai.
Organofosfat sering dicampur dengan bahan pelarut minyak tanah.
Dengan demikian, pada keracunan ini harus diperhatikan tanda-tanda
dan penatalaksanaan keracunan minyak tanah selain akibat
organofosfat itu sendiri.
Gejala klinis
Terjadi proses sekresi atau keluarnya air mata secara
berlebih, urinasi, diare, gejala kerusakan lambung, miosis
(pengecilan ukuran manik mata), dan bronkokonstriksi (penyempitan
bronkus) dengan sekresi berlebihan. Disamping itu, anak tampak
sesak dan banyak mengeluarkan lendir serta mulutnya berbusa. Bisa
juga terjadi bradikardia atau perlambatan denyut jantung, hingga
kurang dari 60 kali per menit. Gejala lainnya adalah hiperglikemia
(konsentrasi gula darah yang tinggi), kejang, penurunan kesadaran
sampai koma.
Pertolongan pertama
secara garis besar sama saja dengan pertolongan pertama
pada keracunan hidrokarbon. Namun setelah melepas baju dan apa
saja yang dikenakan anak, cucilah tubuhnya dengan sabun dan siram
dengan air mengalir.

c. Keracunan Makanan
Faktor penyebabnya antara lain:
 Makanan tersebut mengandung zat-zat kimia berbahaya yang bila
ditelan dapat membuat anak keracunan, seperti jengkol, jamur,
dan singkong yang mengandung zat cyanogenic unamarine yang
dapat membahayakan tubuh.

13
 Proses pengolahan dan penyimpanannya salah. Bisa juga karena
sudah kedaluwarsa sehingga makanan itu kini berubah menjadi
racun.
 Makanan yang dikonsumsi tercemar oleh zat beracun, baik yang
disengaja semisal pengawet, zat pewarna dan penyedap, maupun
yang tidak disengaja karena makanan tersebut ternyata
mangandung kuman salmonella, staphylococcus dan kuman
lainnya.

Gejala klinis
Mual, perut terasa panas, pusing, lemah/lemas, sesak, serta
pernapasan berlangsung cepat dengan bau khas. Gejala lainnya
adalah kejang, berkeringat, mata menonjol dan midriasis (bola
mata membesar). Mulut umumnya berbusa bercampur darah.
Sedangkan pada mereka yang berkulit putih, warna kulitnya
menjadi merah bata sementara warna kulit umumnya menjadi
kebiru-biruan karena kekurangan oksigen.

Pertolongan pertama
Buka ruangan yang tertutup agar oksigen dapat dengan
mudah dihirup. Jangan mengerumuninya. Buka pakaian atau
benda-benda yang dikenakan agar pori-porinya mendapat oksigen.
Usahakan zat beracun yang tertelan dapat segera dikeluarkan
dengan cara merangsangnya supaya muntah. Berikan zat antiracun.
Untuk menghambat proses kerja racun, berikan ia susu dan air
kelapa muda. Namun, usaha ini hanya untuk menghambat dan
bukan untuk mengobati. Jadi, harus tetap dibawa ke dokter untuk
penanganan lebih lanjut.
Gejala klinis keracunanan makanan kadarluarsa pada
umumnyamakanan kaleng yang rusak atau tercemar mengandung
kuman Clostridium botulinum yang berbahaya buat tubuh.

14
Gejala klinisnya adalah mata kabur, refleks cahaya
menurun atau malah negatif, dan kelumpuhan otot-otot mata.
Gejala lainnya adalah kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat
simetrik, disartria (kesulitan menelan), dysarthria (gangguan
bicara), maupun kelumpuhan atau general paralyse. Pertolongan
pertama kurang lebih sama dengan penanganan keracunan
singkong. Namun karena kuman sangat cepat menyerang organ-
organ tubuh, penanganannya relatif sulit dilakukan awam. Bawalah
segera ke dokter untuk mendapat penanganan yang tepat.

d. Keracunan Salisilat
Paling sering dijumpai pada anak. Karena salisilat biasanya
dikemas dalam bentuk menarik dengan rasa yang disukai anak-anak
sebagai obat batuk, obat pusing, demam, flu dan lainnya. Kalau letak
obat-obatan itu mudah dijangkau anak atau disimpan sembarangan,
sangat mungkin mereka meminumnya dengan dosis berlebih.
Bisa juga orang tua sendiri memberikan obat-obatan yang
mengandung salisilat ini secara berlebih tanpa menyadari bahayanya.
Padahal minum salisilat secara berlebihan dapat menyebabkan iritasi
bagian-bagiah lambung, stimulasi saraf, mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, disamping meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh.
Dampak merugikan lainnya adalah gangguan pembekuan darah,
kelainan ginjal yang bisa menyebabkan gagal ginjal akut, kelainan
asam basa dan elektrolit, odema paru dan hipertermia.
Gejala klinis
Bila saluran pencernaan yang terkena, gejala klinis yang akan
muncul adalah mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan
saluran pencernaan. Sedangkan jika susunan saraf pusat yang terkena
akan timbul gejala klinis berupa pernapasan cepat dan dalam, bunyi
berdengung, gangguan perhatian, halusinasi dan kejang sampai
koma.

15
Pertolongan pertama
Beri rangsangan muntah yang dilanjutkan dengan pemberian
norit. Selain agar salisilat dapat segera dikeluarkan, obat antiracun
pun dapat bekerja menghambat proses keracunan. Beri anak minum
air putih sebanyak-banyaknya agar terjadi peningkatan pengeluaran
air seni sebanyak 3-6 ml per kg berat badan. Dengan cara demikian,
zat racun yang masuk ke tubuh bisa segera dibantu pengeluarannya.

e. Keracunan Gigitan Binatang


Gigitan binatang berbisa kadang tak bisa dihindari. Akibat
yang ditimbulkan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis racun
binatang yang masuk ke tubuh korban

Gejala klinis
Bentol-bentol, kulit melepuh, bengkak, jantung berdebar
keras, kehilangan pandangan, pusing dan tubuh membiru.

Pertolongan pertama
Pada kasus yang ringan, seperti digigit serangga, dapat
mengoleskan obat penghangat, seperti minyak kayu putih atau
balsem. Pada kasus yang relatif berat seperti gigitan ular, hambatlah
aliran darahnya dengan membebat daerah yang terkena gigitan,
meliputi mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat
seperti cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka,
menutup luka dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh
dibawah tinggi jantung. tapi biasanya cara ini kurang efektif.
Langkah yang terbaik adalah dengan sesegera mungkin membawa ke
dokter untuk mendapatkan perawatan yang benar dan memadai.  

16
17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu
tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan
untuk menghentikan proses yang menuju kematian.
Melakukan bantuan ini tidak mempergunakan cairan, obat ataupun
terapi kejut listrik. Bantuan Hidup Dasar atau yang disingkat BHD ini harus
dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak
terbatas kepada petugas paramedik atau tim medis. 
Saat melaksanakan BHD ini, berpacu dengan waktu, sebab korban
yang akan di tolong dalam keadaan terancam nyawanya. Oleh karena itu,
pertolongan pertama yang dilakukan oleh penolong yang pertama kali melihat
korban sangat dibutuhkan sebelum paramedis atau tim medis tiba di lapangan. 
Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar. Otak dan
jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 6 – 10 menit akan mengalami
kematian.

B. Saran
Uraian singkat di atas memberikan gambaran kriteria gawat darurat
yaitu penderita yang terancam nyawa dan kecacatan, dengan dapat
memahami tentang BLS karena kejadian kegawatdaruratan dapat kita jumpai
dimana saja dan kapan saja, sehingga dapat menjadi bekal kita untuk
menolong orang lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://www.medicinesia.com/harian/penanganan-kegawatdaruratan-tenggelam/ di
akses 14 November 2016, jam 20.00 wib

http://keperawatansehat.blogspot.co.id/2013/03/bls-basic-life-suport_8.html, di
akses 14 November 2016, jam 13.35 wib
http://randinidini.blogspot.co.id/2013/01/keracunan.html, di akses 14 November
2016, jam 14.0

19

Anda mungkin juga menyukai