PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) adalah pendekatan
sistematik untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon gawat darurat
dan juga inisiasi CPR atau RJP yaitu resusitasi jantung paru. RJP yang efektif
adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi.
BLS boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih
dalam bidang kesehatan. RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat,
para medis dan juga orang awam. Keadaan di mana terdapat kegagalan
pernafasan yang boleh menyebabkan systemic cardiopulmonary arrest (SCA)
adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan respiratori, sudden infant death
syndrome dan banyak lagi.
Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyai
hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena penderita yang
diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup
kembali. Pasien yang ditemukan dalam keadaan tidak sadar diri atau
mengalami penurunan pernafasan selalu diasumsi mempunyai gangguan SCA
terlebih dahulu.
RJP yang digunakan dirujuk kepada pedoman dari American Heart
Association yaitu 2015 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Ini
merupakan adaptasi daripada buku ABC of resuscitation yang ditulis oleh
Peter Safar pertama kali pada tahun 1957. Terdapat beberapa pembaharuan
pada pedoman pada tahun 2015 dan yang dahulu yaitu pada tahun 2010.
Update terbaru dari AHA mengenai guideline / algoritma CPR, lebih
memberikan penekanan pada detail kecepatan dan kedalaman kompresi dada
selama CPR. Sedikit berbeda dengan guideline 2010 yang hanya menekankan
untuk melakukan kompresi dada paling sedikit 100x/menit dan paling sedikit
1
kedalaman 2 inchi, guideline yang baru saja dirilis ini memberikan batasan
yang lebih detail yaitu kecepatan kompresi dada antara 100 hingga 120 kali
permenit dan kedalaman kompresi dada antara 2 hingga 2,4 inchi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa
Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat
4
Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka
petugas kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa
respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari
melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah
korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus
memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi.
Akan lebih baik bila penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut
nadi korban seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu
dilakukannya RJP..
5
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi
pada Pasien Dewasa
6
Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap
2 menit.
7
Tabel 2. Perbedaan Komponen RJP Pada Dewasa, Anak, dan Bayi
Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu orang
penolong atau dua (atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4). Bila ada satu
8
orang penolong, rasio kompresi dada dan ventilasi seperti pasien dewasa yaitu
30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio kompresi dada dan ventilasi
menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai denyut nadi namun membutuhkan
pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 3-5 detik/nafas atau
sekitar 12-20 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.
Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 untuk satu
orang penolong dan 15 : 2 untuk dua orang atau lebih penolong.
9
Gambar 3. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan
Satu Orang Penolong
10
Gambar 4. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan
Dua Orang Penolong
11
A. PROSEDUR CPR (RJPO)
12
Kompresi dada dilakukan sebanyak 30 kali. Posisi kompresi dada,
dimulai dari lokasi prosessus xyphoideus dan tarik garis ke lokasi 2 jari
diatas prosessus xyphoideus dan melakukan kompresi dada di tempat
tersebut. Untuk kompresi dada yang yang efektif, teknik push hard, push
fast harus diterapkan. Kompresi sebanyak 100 kali hingga 120 kali per
menit dengan kedalaman kompresi minimal 5cm dan tidak lebih dari 6
cm. Selain itu, waktu untuk paru-paru rekoil setelah kompresi juga harus
ada. Perbandingan kompresi-ventilasi adalah 30:2
2. Airway
13
Lidah yang jatuh dapat menyebabkan jalan nafas tertututp. Triple
manuver dilakukan yaitu dengan head tilt, dan jaw trust untuk membuka
jalan napas
14
3. Healthcare Provider
Resusitasi yang diberikan selalu tergantung kasus yang dihadapai.
Contohnya, jika terlihat korban jatuh secara tiba-tiba, asumsi yang
pertama karena SCA. Jika ada korban yang lemas atau korban yang
mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami kurang kesadaran,
CPR diberikan. CPR dimulai dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan
diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan korban yang tidak responsif
atau tidak bernafas, maka diasumsikan sebagai SCA.
15
b. Adrenalin
Adrenalin : 0,5 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada
anak- anak. Cara pemberian melalui iv, intratrakeal lewat pipa trakeal
(1 ml adrenalin diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl,
berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg adrenalin). Jika keduanya
tidak mungkin, maka dilakukan intrakardial (hanya oleh tenaga yang
sudah terlatih).
Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut
spontan atau mati jantung. Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa
dan beta dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian
O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
c. Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia
dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel
selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan
bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau
periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan
iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah
defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel
prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-
100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila
perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya
tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 %
larutan (1 mg/ml).
d. Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan
mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling
berguna dalam mencegah arrest pada keadaan sinus bradikardi
sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis
yang dianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam
interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total
16
tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3
yang membutuhkan dosis lebih besar.
e. Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat
karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah
2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml
dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai
kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat
yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.
f. Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti
berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau
fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi
dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang
sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
g. Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl
prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat)
untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti
jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100
mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan
menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post
aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
2. EKG
Elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan
monitoring.
17
Ventricel Fibrilation Treatment
18
Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda
dipasang sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.
intramural naloxone.
19
dan denyut nadi secara
simultan sebelum
melakukan aktivasi
lengkap emergency
response system
2. Shock First vs CPR Jika menemukan pasien cardiac Jika Automated External
dahulu.
3. Ventilasi selama CPR Jika sudah terpasang alat Jika sudah terpasang alat
permenit)
Perbandingan Adult ACLS
20
dalam kasus henti jantung sebagai pengganti dosis
direkomendasikan.
tanpa fibrinolysis.
21
transfer langsung ke PCI center.
ischemia-guided angiograhy
2. Troponin untuk Jika biomarker negatif dalam Tidak bisa melakukan eksklusi
pasien yang dapat untuk mengukur ulang pengukuran troponin I dan troponin
dipindahkan dari biomarker dalam 6 12 jam S pada 0 dan 2 jam saja tanpa
22
Cardiac Event dalam 30 hari kurang
dari 1%.
23
BAB III
KESIMPULAN
Resusitasi jantung paru adalah usaha yang dilakukan untuk apa-apa yang
mengindikasikan terjadinya henti nafas atau henti jantung. Kompresi dilakukan
terlebih dahulu dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau henti jantung
karena setiap detik yang tidak dilakukan kompresi merugikan sirkulasi darah dan
mengurangkan survival rate korban. Sistem RJP yang dilakukan sekarang adalah
adaptasi dan pembahauan dari pedoman yang telah diperkenalkan oleh Peter Safar
dan kemudiannya diadaptasi oleh American Heart Association.
Menurut Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC, rekomendasi terbaik
adalah memulai kompresi sebelum ventilasi. 30 kompresi dan kemudian 2
ventilasi. Kompresi dada dilakukan dengan kecepatan 100 sampai 120/menit
dengan kedalaman 2 inci (5 cm) dan tidak lebih besar dari 2,4 inci (6cm).
24
DAFTAR PUSTAKA
25