Anda di halaman 1dari 56

1. Apa saja tindakan yang diakukan dalam primary survey?

A (AIRWAY) Jalan Napas

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan


tindakan :

1. Pemeriksaan jalan napas


Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan
dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik
Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut
korban

2. Membuka jalan napas


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink
dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas
oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt – chin
lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang
direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala
topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver
lainnya.

Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):


a. tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi
kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009).
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat
keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi
seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift
tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004)

Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation Council


Guidelines for Resuscitation 2010).

c. tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)


pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa
menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009).
o Non surgical
 Endotrakeal intubasi
 Orotrakeal
 Nasotrakeal

o Surgical
 Krikotiroidotomi

 trakeostomi
B ( BREATHING ) Bantuan napas

Terdiri dari 2 tahap :

1. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.


Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi
napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus
mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik

Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat
(look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan
merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009).
Gambar 2.5. Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2010).

2. Memberikan bantuan napas.


Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui
mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan,
waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan
volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau sampai
dada korban / pasien terlihat mengembang.

Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas
agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan
hanya 16–17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien
setelah diberikan bantuan napas.

C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Terdiri dari 2 tahapan :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan meraba
arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari
telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba
trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira 1–2 cm,
raba dengan lembut selama 5–10 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan


korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai
pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.

2. Melakukan bantuan sirkulasi


Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan
bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60–
80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac
output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan
bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
D (DEFRIBILATION)

Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia


diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu
terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini
dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest)
adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan
Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah tersedia
alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat
digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic
External Defibrilation, dimana alat

tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau
tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada
penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan
sirkulasi saja

I. Disability (Neurologic Evaluation)

During the primary survey a basic neurological assessment is made, known by the
mnenomic AVPU (alert, verbal stimuli response, painful stimuli response, or
unresponsive). A more detailed and rapid neurological evaluation is performed at the end
of the primary survey. This establishes the patient's level of consciousness, pupil size and
reaction, lateralizing signs, and spinal cord injury level.

The Glasgow Coma Scale is a quick method to determine the level of consciousness, and
is predictive of patient outcome. If not done in the primary survey, it should be performed
as part of the more detailed neurologic examination in the secondary survey. An altered
level of consciousness indicates the need for immediate reevaluation of the patient's
oxygenation, ventilation, and perfusion status. Hypoglycemia and drugs, including
alcohol, may influence the level of consciousness. If these are excluded, changes in the
level of consciousness should be considered to be due to traumatic brain injury until
proven otherwise.

II. Exposure / Environmental control

The patient should be completely undressed, usually by cutting off the garments. It is
imperative to cover the patient with warm blankets to prevent hypothermia in the
emergency department. Intravenous fluids should be warmed and a warm environment
maintained. Patient privacy should be maintained.

2. Apa saja macam-macam pemeriksaan kesadaran dan bagaimana cara pemeriksaan


E2  mata membuka terhadap rangsangan nyeri
M3  masih bisa menjauhi rangsang nyeri fleksi
V2  mengerang
Kategori
a. 3-8 : berat
b. 9-12 : sedang
c. >13 : ringan
GCS <9 : berat (Traumatic brain injury 40%)
Secondary survey : CT scan

Gawat Darurat Medis dan Bedah


Oleh Afif Nurul Hidayat
3. Bagaimana interpretasi dari skala Glasglow E3V4M5 dan jelaskan skala glasglow?
4. Adanya sumbatan jalan nafas yang menyebabkan kesulitan bernafas dan pasien akan
berusaha untuk bernafas sehingga ada kelelahan dari otot pernafasan yang akan
menyebabkan penumpukan sisa pembakaran O2 ( Co2 ). CO2 yang tinggi akan
mempengaruhi ssp yang nantinya akan menekan pusat nafas sehingga hentu nafas. Bisa
juga karena terhentinya aliran darah ke otak dari jantung yang menagalami dekompensasi
oksigen akibat gagal nafas dan menyebabkan iskemik pada otak sehingga ada penurunan
kesadaran. IPD FK UI

5. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik yang ditemukan (laju pernafasan


28x/menit, SPO2 96%)?
Saturasi oksigen
a. 95-100%  normal
b. 90-95%  hipoksia ringan
c. 85-<90%  hipoksia sedang – berat
d. <85%  hipoksia mengancam jiwa

Penentuan Sp02 : Hb terikat / Hb total

RR : 18-24x/menit
32x.menit  takipnea

6. Mengapa ditemukan epistaksis, edem periorbital, gurgling?


7. Apa saja penyebab sumbatan jalan nafas?
Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Oleh Ika Setyo Rini, Tony Suharsono, Ikhda Ulya, Suryanto, Dewi Kartikawati N., Mukhamad
Fathoni

a. Karena adanya kebuntuan yang disebabkan oleh darah,


b.Tdk ada kontraksi di lidah,  menutup rongga pernapasan  turbulensi udara terganggu 
suara berkumur
Sumbatan parsial : ada suara berisik dan retraksi ; ngorok ( snoring  chin lift), gurgling (cairan,
berkumur finger swab, suction), crowing (nada tinggi, karena edem di trakea jaw thrust).
Sumbatan total : dada tidak mengembang saat inspirasi tidak ada suara dari mulut atau hidung,
retraksi supra clavicula.
Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :
 Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw
thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
 Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger
sweep, pengisapan/suction.
 Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi.

Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :


a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan
cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di
tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
b.Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan
oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu”
rongga mulut dari cairan-cairan).
c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada
trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust
saja

Penyebab sumbatan jalan nafas yangsering dijumpai adalah dasar lidah, palatum mole,
darah atau benda asing yang lain.
Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma
otot lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding
belakang farings. Hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau
dibatukkan oleh penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yang
mendapat anestesi atau atidak. Dapat terjadi laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh
karena rangsangan jalan nafas pada penderita stupor atau koma yang dangkal.
Sumbatan jalan nafas dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi
sebagai bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau benda
asing ke dalam paru
PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT.
PROF.DR.DR.I.RIWANTO,SPBD.FKUI
Sebab Terjadinya obstruksi

1. Trauma

Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus percobaan
pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan sekitar, misalnya
aritenoid, pita suara dll.

2. Benda Asing

Benda Asing tersebut dapat tersangkut pada :

a. Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut,
yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan
dgn otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis. Gangguan oleh benda-
benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh berbagai biji-
bijian dan tulang ikan tg tidak teratur bentuknya.
b.Saluran nafas
Berdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran nafas maka dibagi atas :
 Pada Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam bronkhus, karena
dapat menimbulkan asfiksia. Benda asing didalam trakea tidak dapat dikeluarkan,
karena tersangkut di dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan
menimbulkan gejala obstruksi laring

 Pada Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar
dan formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar

BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI RAB

Derajat/ stadium sumbatan jalan napas

Jackson
1. Sesak nafas, stridor inspirator, retraksi suprasternal ; KU masih baik
2. Gejala stadium I + retraksi epigastrium ; penderita mulai gelisah
3. Gejala stadium II+retraksi supra/infraklavikular; penderita sangat gelisah dan sianotik
4. Gejala umum stadium III+retraksi interkostal; penderita berusaha sekuat tenaga untuk
menghirup udara; lama-kelamaan terjadi paralisis pusat pernapasan, penderita menjadi
apatik dan ahirnya meninggal.
KEDARURATAN MEDIK. AGUS PURWADIANTO. EDISI REVISI TAHUN 2000

Klasifikasi
a. Sumbatan totaltidak dikoreksi dalam 5-10 menit dapat mengakibatkan asfiksi
(kombinasi hipoksemi dan hipokarbia), henti nafas dan henti jantung, tidak terdengar
suara nafas dan tidak terasa adanya aliran udara lewat hidung dan mulut, retrak si pada
supraklavikula, sela iga jika masih dapat bernafas secara spontan dan dada tidak
mengembang saat inspirasi atau inflasi paru gagal walaupun cara sudah benar. Bisa terjadi
atelektasis
b. Parsialkerusakan otak, sembab otak, sembab paru, terdengar aliran udara berisik dan
kadang2 disertai retraksi, bunyi melengking (stridor)menandakan laringospasme, bunyi
kumur menandakan sumbatan benda asing
c. Obstruksi yang hanya mengganggu ventilasiwheezing tanpa gangguan parenkim paru

Menurut Tempat terjadinya

a. Dalam RS aspirasi, akibat penderita tidak puasa sebelum pembedahan


b. Luar RStersedak benda asing
PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT, PROF.DR.DR.I RIWANTO,
SPBD DAN DR. SOENARJO, SPAN, KIC
a. Obstruksi supra glotikinfeksi, edem l;arynx, aspirasi benda asing
b. Obstruksi intra glotikbenda saing, maligna, benigna
c. Obstruksi infra glotikasma. PPOK
BUKU AJAR IPD JILID II
a. Obstruksi Total
Sama seperti tenggelam/ obstruksi karena bekuan darah pd hemoptisisasfiksia, dapat
terjadi hipoksemia dan akan menyebabkan respiratory failure scr cepat, selanjutnya akan
memicu cardiovascular failure. Dimana akan diikuti kegagalan SSP (kehilangan kesadaran
dengan cepat, kelamahan motorik diikuti renjatan). Kega2lan fungsi ginjal mengikuti
kegagalan fungsi darah (hipoksemia, hiperkapnia sehingga terjadi asidosis respiratorik dan
metabolik)
b. Fenomena Check Valveudara dapat masuk, namun tidak dapat keluarempisema paru,
mediastinum dan subkutan

Berdasar Letak sumbatan (jika besar di faring /larynx), jika keciltrakea/bronkus


a. Larynxstridor progesif, dispnea, apnea, disfagia, hemoptisis, sianosis, pernafasan dgn
otot2 tambahan, biasa terjadi pada anak2 akibat biji2an atau tulang ikan
b. Trakealebih bahaya daripada di bronkus, jika dapat keluar dari rima glotis maka dapat
tersangkut di larynxobstruksi larynx
c. Bronkusbenda asing akan dilapisi oleh sekresi bronkus sehingga mjd lebih besar

Berdasarkan jenis benda

a. Eksogen : padat, cair & gas, seperti kacang, rambutan, jarum, dsb

b. Endogen : sekret, darah, cairan amnion, dsb

AGENDA GAWAT DARURAT (CRITICAL CARE), PROF DR. H TABRANI RAB

Tanda dan gejala

Benda Asing di Laring

Stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot tambahan, dapat
pula terjadi sianosis
Benda Asing di Trakhea

Lebih berbahaya daripada didalam bronkhus karena dapat menimbulkan asfiksia. terdengar
stridor dan akhirnya trjdi sianosis yang disertai dgn edema

Benda Asing di Bronkhus

Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan
formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar

Benda Asing di Trankeobronkial

Pasien mengalami batuk yang hebat dan bersin-bersin selama beberapa menit. Batuk ini
diikuti wheezing (mengi) dan ila tidak terdapat riwayat asma, maka hal ini harus dicurigai
sbg benda asing, terutama bila wheezing (mengi) terdapat di unilateral.

Berdasarkan tingkat obstruksi yang trjdi pda saluran nafas dibagi mnjdi 3 bagian, yaitu :

a. Dimana obstruksi yang tjd dapat menganggu ventilasi, maka hanya ditemukan wheezing
tanpa ditemukan gangguan pada parenkim paru
b. Bila terjadi obstruksi parsial, maka dapat terjadi check valve phenomen atau empisema
paru
c. Bila terjadi obstuksi total, maka akan terjadi atelektasis
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI RAB

Akibat

BAGIAN ATAS

 Dasar lidah
Sering menyumbat jalan nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan
leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings.
Hal ni sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jalan nafas bagian atas yang tidak dapat ditelan atau
dibatukkan oleh penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Benda-benda
tersebut bisa tersangkut pada :
a. Laring  Secara progresif akan terjadi stridor, dispneu, apneu, penggunaan otot bantu
nafas, sianois
b. Saluran nafas
1. Trachea  tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam rimaglotis dan
akhirnya tersangkut dilarink dan akhirnya dapat menimbulkan gejala obstruksi larink
2. Bronkus  Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian
dilapisi sekresi bronkus sehingga menjadi besar.
 Edema jalan nafas : dapat disebabkan infeksi(difteri), reaksi alergi atau akibat
instrumentasi (pemasangan pipa endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul.
 Tumor : kista larings, papiloma larings, karsinoma larings  biasa sumbatan terjadi
perlahan-lahan.
 Trauma daerah larings
 Spasme otot larings : tetanus, reaksi emosi
 Kelumpuhan otot abduktor pita suara (abduktor paralysis)  terutama bila bilateral.
 Kelainan kongenital : laryngeal web, fistula trakeoesofagus yang menimbulkan
laringotrakeomalasia.
BUKU KEDARURATAN MEDIK, PEDOMAN PENATALAKSANAAN PRAKTIS
EDISI REVISI
BAGIAN BAWAH
 Bronkospasne
 Sembab mukosa
 Sekresi bronkus
 Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
DR. SOENARJO SP.AN,KIC., BUKU PENANGANAN PENDERITA GAWAT
DARURAT

Obstruksi jalan napas bagian atas


Kongenital Atresia koane
Stenosis supraglotis, glottis dan infraglotis
Kista duktus tireglosus
Kista brankiogen yang besar
Laringokel yang besar
Radang Laringottrakeitis
Epiglotitis
Hipertrofi adenotonsiler
Angina Ludwig (ABSES)
Abses parafaring atau retrofaring
Traumatic Ingesti kaustik
Patah tulang wajah atau mandibula
Cedera laringotrakeal
Intubasi lama: udem/stenosis
Dislokasi krikoaritenoid
Paralisis n.laringeus rekurens bilateral
Tumor Hemangioma
Higroma kistik
Papiloma laring rekurens
Limfoma
Tumor ganas tiroid
Karsinoma sel skuamosa laring, faring, atau
esofagus
Lain-lain Benda asing
Udem anginoeurotik
(sumber: Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong, EGC)
1. Edema jalan napas: dapat disebabkan infeksi (difteri), reaksi alergi atau akibat
instrumentasi (pemasangan pipa endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul
2. Benda asing
3. Tumor
4. Trauma daerah laring
5. Spasme otot larings: tetanus, reaksi emosi
6. Kelumpuhan otot abductor pita suara : terutama bila bilateral
7. Kelainan congenital: laryngeal web, fistula trakeoesofagus yang menimbulkan
laringotrakeamalasia
1) BAGIAN ATAS
 Dasar lidah
Sering menyumbat jln nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan leher
lemas sehingga tdk mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ni
sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jln nafas bagian atas yg tdk dpt ditelan atau dibatukkan oleh
penderita yg tdk sadar dpt menyumbat jln nafas.Benda-benda tersebut bisa tersangkut pada :
c. Laring  Secara progresif akan terjadi stridor, dispneu, apneu, penggunaan otot bantu
nafas, sianois
d. Saluran nafas
3. Trachea  tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam rimaglotis dan
akhirnya tersangkut dilarink dan akhirnya dapat menimbulkan gejala obstruksi
larink
4. Bronkus  Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian
dilapisi sekresi bronkus sehingga menjadi besar.
 Edema jln nafas : dpt disebabkan infeksi(difteri), reaksi alergi atau akibat instrumentasi
(pemasangan pipa endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul.
 Tumor : kista larings, papiloma larings, karsinoma larings  biasa sumbatan terjadi
perlahan-lahan.
 Trauma daerah larings
 Spasme otot larings : tetanus, reaksi emosi
 Kelumpuhan otot abduktor pita suara (abduktor paralysis)  terutama bila bilateral.
 Kelainan kongenital : laryngeal web, fistula trakeoesofagus yg menimbulkan
laringotrakeomalasia.
Buku Kedaruratan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Praktis Edisi Revisi

2) BAGIAN BAWAH
 Bronkospasne
 Sembab mukosa
 Sekresi bronkus
 Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
Dr. Soenarjo Sp.An,KIC., Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat

PATOFISIOLOGI

Pathophysiology
Respiratory
CNS efferens Peripheral nerves muscles, chest wall Airways

Afferens Alveoli
integration in
CNS

Alveolar Minute
ventilation ventilation
Chemoreceptors PaO2, PaCO2
(VA) (VE)

Abnormalities in any of the effector components can result in respiratory failure. The central and
peripheral nervous systems, respiratory muscles and chest wall, and airways constitute the
respiratory pump.
Hypercapnia is the hallmark of respiratory pump failure, while hypoxemia constitutes the
primary disturbance in alveolar disorders producing respiratory failure.

Hypoxemic respiratory failure


Four pathophysiological mechanisms account for the hypoxemia seen in a wide variety of
diseases
1. Alveolar hypoventilation occurs in neuromuscular disorders that affect the respiratory
system. The hypoxemia accompanying alveolar hypoventilation is characterized by a normal
alveolar-arterial oxygen gradient [PAO2 – PaO2 = (PIO2 - PaCO2/R) – PaO2] which is normally
less than 20 mmHg.
2. Ventilation-perfusion mismatching, areas of low ventilation relative to perfusion
contribute to the hypoxemia.
3. Shunt (intrapulmonary or intracardiac), deoxygenated mixed venous blood bypasses
ventilated alveoli, resulting in venous admixture.
4. Diseases that increase the diffusion limitation for oxygen from the alveolar space to
pulmonary capillary impair oxygen transport across the alveolar-capillary membrane

Sumbatan jalan nafas  O2 berkurang  sianosis central


Kebutuhan 02 perifer berkurang  definitive airway
Pada kecelakaan  hemoragic/perdarahan  diastol menurun  hentikan perdarahan

Perlu 2 hal
a. Glukosa
Bisa dibuat sendiri dalam tubuh
b. Oksigen
Tidak bisa disimpan dan disintesis sendiri
Sumbatan nafas  02 tidak bisa masuk ke mitokondria  metabolisme aerob terhambat 
kerusakan organ
Tidak dapat 02  respirasi anaerob  asidosis respiratorik  kerusakan organ lain

8. Apa saja pengelolaan sumbatan jalan nafas?


PENGELOLAAN
Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal
 Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)
 Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
 Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Gambar dan penjelasan lihat dibawah.


 Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw
thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
 Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross
Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan
gigi atas dan bawah.
 Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan
pembersihan manual dengan sapuan jari.
 Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan
jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
 Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila
dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan
maneuver Heimlich.

Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik
cross finger

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :


 Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw
thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
 Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger
sweep, pengisapan/suction.
 Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi.
Membersihkan jalan nafas
 Sapuan jari (finger sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut
belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga
hembusan nafas hilang. Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut
dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi).
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung
tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

Mengatasi sumbatan nafas parsial


Dapat digunakan teknik manual thrust
 Abdominal thrust
 Chest thrust
 Back blow
Gambar dan penjelasan lihat di bawah! Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :
 Gelisah oleh karena hipoksia
 Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
 Gerak dada dan perut paradoksal
 Sianosis
 Kelelahan dan meninggal
 Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!
 Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
 Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
 Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral
 Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

 Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan. Caranya : gunakan jari
tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.

 Head Tilt
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada
pasien dugaan fraktur servikal. Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan
tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan
lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan
head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.
 Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah
berada di depan barisan gigi atas

Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari 


benda padat:


 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan mendadak
pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan
kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan
kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum.
Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan
hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong
berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah
sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di
atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah
atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak
dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di
bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah
diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan
menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

 Back Blow (untuk bayi)


Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi


 Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk
atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu
pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah
ada benda asing, beri nafas buatan
SUNATRIO, S., JOENOERHAM, J. RESUSITASI JANTUNG PARU. JAKARTA:
BAGIAN ANESTESIOLOG DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA.

Alat dan cara penggunaan?


9. Apa indikasi dilakukan pemasangan NRM pada pasien ?

Kateter Nasal
Aliran oksigen yang bisa diberikan dengan alat ini adalah sekitar 1–6 liter/menit dengan
konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke
dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai
kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak atau pada pasien
yang bernafas melalui mulut.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi:
Diberikan pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka pendek dengan
konsentrasi rendah sampai sedang.
Kontraindikasi:
Fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1) Pengukuran panjangnya kateter yang akan dimasukkan harus tepat yaitu dalamnya kateter dari
hidung sampai faring diukur dengan cara jarak dari telinga ke hidung
2) Kateter harus diganti setiap 8 jam dengan bergantian lubang hidungnya untuk mencegah iritasi
dan infeksi
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan:
1) Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama
2) Oksigen yang diberikan lebih stabil
3) Klien mudah bergerak, makan dan minum, berbicara dan membersihkan mulut
4) Teknik ini lebih murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap
Kerugian:
1) Teknik memasukan kateter nasal ini lebih sulit dari pada kanula nasal
2) Pasien merasakan nyeri saat kateter melewati nasofaring dan mukosa nasal sehingga bisa
mengalami trauma
3) Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%
4) Kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain
5) Dapat terjadi distensi lambung
6) Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring
7) Aliran > 6 liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung
8) Kateter mudah tersumbat dan tertekuk

Nasal Kanul/Kanul Binasal


Nasal kanul adalah alat sederhana yang murah dan sering digunakan untuk menghantarkan
oksigen. Nasal kanul terdapat dua kanula yang panjangnya masing-masing 1,5 cm (1/2 inci)
menonjol pada bagian tengah selang dan dapat dimasukkan ke dalam lubang hidung untuk
memberikan oksigen dan yang memungkinkan klien bernapas melalui mulut dan hidungnya.
Oksigen yang diberikan dapat secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter/menit. Konsentrasi oksigen
yang dihasilkan dengan nasal kanul sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %. Berikut ini
adalah aliran FiO2 yang dihasilkan nasal kanul:
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Indikasi dan Kontraindikasi (Suparmi, 2008 & Ignatavicius, 2006)
Indikasi:
1) Pasien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk memenuhi
kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak).
2) Pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan asthma, PPOK, atau penyakit paru
yang lain
3) Pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang
Kontraindikasi:
1) Pada pasien dengan obstruksi nasal
2) Pasien yang apneu
Hal-hal yang harus diperhatikan (Potter & Perry, 2010):
1) Pastikan jalan napas harus paten tanpa adanya sumbatan di nasal
2) Hati-hati terhadap pemakaian kanul nasal yang terlalu ketat dapat menyebabkan kerusakan
kulit ditelinga dan hidung.
3) Jangan terlalu sering menggunakan aliran > 4 liter/menit karena dapat menimbulkan efek
pengeringan pada mukosa
Keuntungan dan Kerugian (Ni Luh Suciati, 2010)
Keuntungan:
1) Pemasangannya lebih mudah dibandingkan dengan kateter nasal
2) Lebih murah dan disposibel
3) Pasien lebih mudah makan, minum dan berbicara
4) Pasien lebih mudah mentolerir dan merasa nyaman
5) Pemberian oksigen lebih stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan yang teratur
Kerugian:
1) Konsentrasi yang diberikan tidak bisa lebih dari 44%
2) Mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1-1.5 cm
3) Oksigen bisa berkurang jika pasien bernapas melalui mulut
4) Aliran Oksigen > 4 liter/menit jarang digunakanàtidak akan menambah FiO2 dan bisa
menyebabkan iritasi selaput lender serta mukosa kering
5) Pemasangan selang nasal yang terlalu ketat dapat mengiritasi kulit di daerah telinga dan
hidung

Sedangkan teknik oksigenasi dengan low flow high concentration ini memberikan oksigen
dengan konsentrasi yang tinggi tapi dengan aliran yang rendah. Adapun teknik yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Sungkup Muka (Masker) Sederhana/Simple Face Mask
Alat ini memberikan oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling serta konsentrasi
oksigen yang diberikan dari tingkat rendah sampai sedang. Aliran oksigen yang diberikan sekitar
5-8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen antara 40-60%. Berikut ini adalah aliran FiO2 yang
dihasilkan masker sederhana:
• 5-6 Liter/menit : 40 %
• 6-7 Liter/ menit : 50 %
• 7-8 Liter/ menit : 60 %
Indikasi dan Kontraindikasi (Ni Luh Suciati, 2010)
Indikasi:
Pasien dengan kondisi seperti nyeri dada (baik karena serangan jantung atau penyebab
lain) dan pasien dengan sakit kepala
Kontraindikasi :
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang harus diperhatikan (Ignatavicius, 2006 & Suzanne, 2008):
1) Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit karena untuk mendorong CO2 keluar dari
masker
2) Saat pemasangan perlu adanya pengikat wajah dan jangan terlalu ketat pemasangan karena dapat
menyebabkan penekanan kulit yang bisa menimbulkan rasa phobia ruang tertutup
3) Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan masker dan tali pengikat untuk mencegah
iritasi kulit
Keuntungan dan Kerugian (Suparmi, 2008)
Keuntungan:
1) Sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup yang berlubang besar
2) Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih besar daripada kanul nasal ataupun kateter nasal
3) Dapat diberikan juga pada pasien yang mendapatkan terapi aerosol
Kerugian :
1) Konsentrasi oksigen yang diberikan tidak bisa kurang dari 40%
2) Dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika alirannya rendah
3) Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan untuk makan dan batuk
4) Bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah
5) Umumnya menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien
6) Menimbulkan rasa panas sehingga kemungkinan dapat mengiritasi mulut dan pipi
Gambar :
Sungkup Muka (Masker) dengan kantong rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12
liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang, baik saat inspirasi maupun ekspirasi.
Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantung
reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara
inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi
daripada simple face mask (Ni Luh Suciati, 2010)
Indikasi dan Kontraindikasi (Potter & Perry, 2010 )
Indikasi:
Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah
Kontraindikasi:
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang harus diperhatikan (Ni Luh Suciati, 2010):
1) Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
2) Memasang kapas kering di daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah
iritasi kulit
3) Jangan sampai kantong oksigen terlipat atau mengempes karena apabila ini terjadi, aliran yang
rendah dapat menyebabkan pasien menghirup sejumlah besar karbondioksida.
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan:
1) Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi daripada sungkup muka sederhana
2) Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian:
1) Tidak dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi yang rendah
2) Kantong oksigen mudah terlipat, terputar atau mengempes
3) Jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2
4) Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan untuk makan dan batuk
5) Bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah
Gambar :

Sungkup Muka (Masker) dengan Kantong Non-Rebreathing


Non-rebreathing mask mengalirkan oksigen dengan konsentrasi oksigen sampai 80-100%
dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Prinsip alat ini yaitu udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan
tertutup pada saat ekspirasi, dan ada 1 katup lagi yang fungsinya mencegah udara kamar masuk
pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi (Ni Luh Suciati, 2010).

Indikasi dan Kontraindikasi (Potter & Perry, 2010)


Indikasi :
Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi, pasien COPD, pasien dengan status
pernapasan yang tidak stabil dan pasien yang memerlukan intubasi
Kontraindikasi:
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang perlu diperhatikan (Ni Luh Suciati, 2010):
1) Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir
2) Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah
iritasi kulit
3) Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya
4) Menjaga supaya kantong O2 tidak terlipat/mengempes untuk mencegah bertambahnya CO2

Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan:
1) Konsentrasi oksigen yang diperoleh bisa tinggi bahkan sampai 100%
2) Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian:
1) Tidak dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi yang rendah
2) Kantong oksigen mudah terlipat, terputar atau mengempes
3) Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan untuk makan dan batuk
4) Terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama ketika pasien tidak sadar

10. Apa saja macam-macam terapi inhalasi/oksigenasi?


Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn
Gangguan Sistem Pernapasan
11. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari kasus pada scenario?

ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INTENSIF: BUKU TEKS KATI-PERDATIN
Oleh N. Margarita Rehatta, Elizeus Hanindito, Aida R. Tantri

12. Apa saja indikasi pemasangan definitive airway?

Indikasi Intubasi
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal dilakukan pada pasien-pasien:
1. Ancaman atau risiko terjadinya aspirasi yang lebih besar
2. Pemberian bantuan napas dengan menggunakan sungkup sulit dilakukan
3. Ventilasi direncanakan dalam waktu yang lama
4. Intubasi orotrakeal juga dilakukan sebagai prosedur tindakan bedah, seperti bedah kepala-
leher, intratorak, dan lainnya.
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi maupun
tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang
digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas
menjadi cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk
intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko terjadinya sinusitis.
Kontraindikasi dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii, khususnya pada
tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan trombolisis.

Indikasi
a.Ada obstruksi jalan napas bagian atas
b.Pasien memerlukan bantuan napas dengan respirator.
c.Menjaga jalan napas tetap bebas
d.Pemberian anestesi seperti pada operasi kepala, leher, mulut, hidung, tenggorokan, operasi
abdominal dengan relaksasi penuh dan operasi thoracotomy
e.Terdapat banyak sputum (pasien tidak mengeluarkan sendiri)

Indikasi intubasi non surgical


a.Aspiksia neonatorum berat
b.Resusitasi penderita
c.Obstruksi laring berat
d.Penderita tidak sadar lebih dari 24 jam
e.Penderita dengan atelektasis paru
f.Post operasi respiratory insufisiensi.

o Definisi : Sumbatan jalan napas


o Etiologi :
 Penyebab sumbatan yg sering kita jumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah
atau benda asing yg lain. Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita
koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu
mengangkat dasar lidah dari dinding belakang faring. hal ini sering terjadi bila
kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat
ditelan atau dibatukkan oleh penderita yg tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas.
Penderita yg mendapat anestesi atau tidak, dapat terjadi laringospasme an ini biasanya
terjadi oleh karena rangsangan jalan nafas atas pada penderita stupor atau koma yg
dangkal.
 Sumbatan nafas juga dapat trjdi pad jalan nafas baigian bawh, dan ini terjadi sebagai
akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi mukosa, masuknya isi lambung atau
benda asing ke dalam paru.
(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD,
FK UNDIP)
Sebab Terjadinya obstruksi :

1. Trauma

Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus percobaan
pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan sekitar, misalnya
aritenoid, pita suara dll.

2. Benda Asing

Benda Asing tersebut dapat tersangkut pada :

 Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut,
yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis,
pernafasan dgn otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis.
Gangguan oleh benda-benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak yg disebabkan
oleh berbagai biji-bijian dan tulang ikan tg tdk teratur bentuknya.

 Saluran nafas
Berdasarkan lokasi benda-benda yg tersangkut dalam saluran nafas maka dibagi atas :

1. Pada Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam bronkhus,
karena dapat menimbulkan asfiksia. Benda asing didalam trakea tidak dapat
dikeluarkan, karena tersangkut di dalam rima glotis dan akhirnya
tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring

2. Pada Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih
besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar

(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

1. Macam
a. Sumbatan Jalan Nafas Total
Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 – 10 menit dapat mengakibatkan asfiksi (
kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung.

b. Sumbatan jalan Nafas partial


Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru,
kepayahan henti nafas dan henti jantung sekunder.

(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK
UNDIP)

Obstruksi yg trjdi dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Obstruksi total
Terjadi perubahan yg akut berupa hipoksemia yg menyebabkan terjadinya kegagalan
pernafasan secara cepat. Sementara kegagalan pernafasan sendiri menyebabkan
terjadinya kegagalan fungsi kardiovaskuler dan menyebabkan pula terjadinya
kegagalan SSP dimana penderita kehilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan
kelemahan motorik bahkan mungkin pula terdapat renjatan (seizure0. Kegagalan
fungsi ginjal mengikuti kegagalan fungsi darah dimana terdapat hipoksemia, hiperkapnia,
dan lambat laun terjadi asidosis respiratorik dan metabolik

b. Fenomena Check Valve


yaitu udara dapat masuk, tetapi tdk keluar. keadaan ini menyebabkan terjadinya
empisema paru, bahkan dapat terjadi empisema mediastinum atau empisema subkutan

Udara dapat keluar masuk walaupun terjadi penyempitan saluran nafas dari 3 bentuk keadaan ini,
Obstruksi total adalah keadaan yg terberat dan memerlukan tindakan yg cepat. dalam keadaan
PCO2 tinggi dgn kecepatan pernafasan 30/menit dlm usaha kompensasi maksimal. Di atas
keadaan ini, pasien tidak dapat mentoleransi. Bila terjadi hipoksemia, menandakan fase
permulaan terjadinya kegagalan pernafasan.
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

1. Derajat2 (stadium) sumbatan jln napas

Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan kriteria Jackson.

 Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa
sianosis.
 Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai retraksi supra
dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.
 Jackson III adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,
epigastrium, dan sianosis lebih jelas.
 Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak tegang, dan
terkadang gagal napas.

(Kedaruratan Medik, Dr. Agus Purwadianto & Dr. Budi Sampurna)

2. Tanda dan Gejala


Benda Asing di Laring

Stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot tambahan, dapat
pula terjadi sianosis

Benda Asing di Trakhea

Lebih berbahaya daripada didalam bronkhus karena dapat menimbulkan asfiksia. terdengar
stridor dan akhirnya trjdi sianosis yg disertai dgn edema
Benda Asing di Bronkhus

Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan
formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar

Benda Asing di Trankeobronkial

Pasien mengalami batuk yg hebat dan bersin-bersin selama beberapa menit. Batuk ini diikuti
wheezing (mengi) dan ila tdk terdapat riwayat asma, maka hal ini harus dicurigai sbg benda
asing, terutama bila wheezing (mengi) terdapat di unilateral.

Berdasarkan tingkat obstruksi yg trjdi pda saluran nafas dibagi mnjdi 3 bagian, yaitu :

d. Dimana obstruksi yg tjd dpt menganggu ventilasi, maka hanya ditemukan wheezing tanpa
ditemukan gangguan pada parenkim paru
e. Bila terjadi obstruksi parsial, maka dapat terjadi check valve phenomen atau empisema
paru
f. Bila terjadi obstuksi total, maka akan terjadi atelektasis
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

3. PP
a. Radiologi
Berdasarkan pemeriksaan ini bayangan radiologi yg trjdi dpt disebabkan oleh :

 Bila benda asing itu bersifat radioopaque, maka bayangan yg trjdi adalah
disebabkan oleh benda asing itu sendiri
 Bila bayangan yg terjadi disebabkan oleh karena komplikasi, misalnya atelektasis
dan empisema maka akan tergantung kepada tipe obstruksi yg terjadi.
b. Pemeriksaan faal paru
Dari pemeriksaan faal paru didapatkan defek obstruktif faal paru, dan ini bergantung
kepada lokasi obstruksi yg terjadi. Bila obstrkusi terjadi didaerah laringotrakheal, maka
akan terjadi penggunaan dari kecepatan aliran ( flow rate). Bila obstruksi terjadi di
suprasternal notch, sedangkan bila trjdi dibawah suprasternal notch, maka akan terjadi
pengurangan dari kecepatan aliran ekspresi. berapa jauh obstruksi terjadi, ditentukan pula
oleh hasil penilaian FEVt. Makin distal obstruksi, makin besar pula pengaruh nilai FEVt.
Sedangkan FEV1 akan lebih kecil pengaruhnya pada obstruksi yg bersifat proksimal.

c. Pemeriksaan analisis gas.


Pada fase permulaan obstruksi dapat menimbulkan peningkatan PaCO 2 . Kecepatan
pernafasan yg 30 kali/menit masih dapat mengkompensasi sehingga tdk terjadi
hipoksemia. Akan tetapi pada penyumbatan yg sifatnya proksimal, total perburukan gas
dan pH darah terjadi secara cepat.

(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

4. Penatalaksanaan
Bila dicurigai ada benda asing dijalan nafas atas, mulut harus dibuka dgn paksa dan
mengeluarkan benda asing tersebut.

Ada 3 cara untuk membuka mulut dengan paksa :

a. Gerakan jari menyilang (untuk mandibula yg agak lemas)


Penolong pada verteks atau samping kepala penderita.

Jari telunjuk penolong dimasukkan kedalam sudut mulut penderita dan tekankan jari
tersebut pada gigi geligi atasnya. Kemudian tekanlah gigi geligi bawah dengan ibu jari yg
menyilang jari telunjuk tadi sehingga mulut secara paksa membuka.

b. Gerak jari dibelakang gigi geligi (untuk mandibula yg kaku)


Masukkan satu jari telunjuk diantara pipi dan gigi geligi penderita dan ganjalkan ujung
jari telunjuk tadi dibelakang molar terakhir,

c. Gerak angkat mandibula lidah (untuk mandibula yg sangat lemas)


Ibu jari penolong dimasukkan ke dalam mulut dan faring penderita dan dgn ujung ibu jari
penolong dasar lidah diangkat. jari-jari yg lain memegang mandibula tadi pada dagu dan
mengangkatnya ke depan

(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK
UNDIP)
SHOCK

Adalah sindroma akibat menurunnya perfusi jaringan yang diikuti dengan hipoksia,
selular dan berbagai disfungsi dari organ vital.
Syok adalah suatu keadaan/ sindroma gangguan perfusi ke jaringan yang menyeluruh
sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan.
Macam2 syok :
1. syok hipovolemik
disebabkan karena berkurangnya cairan intra vascular, baik karena perdarahan (syok
hemorragik) ataupu bukan (non hemorragik)

2. syok kardiogenik
disebabkan karena adanya ganguan pada jantung shg fxnya untuk memompa cairan
didalam pembuluh darah tidak berjalan baik. Akibatnya jaringan organ akan
kekurangan oksigen.

3. syok distributive
syok akibat gangguan penyebaran cairan intravaskuler.

4. syok ostruktive
syok akibat terganggunya aliran darah yang balik atau kembali ke jantung akibat
obstruksi.

keluhan/ gambaran klinis


o penurunan tekanan darah sistemik dengan tekanan sistol dibawah 70mmHg
o terjadinya penurunan volume urin
o bertambahnya sirkulasi asam asetatdan terjadinya iskemia pada hampir semua alat
tubuh yang mengakibatkan menurunnya perfusi jaringan
o secara laboratoris : kelainan metabolic  hiperlaktemia, hipoksemia, dan
berbagai hasil degradasi jaringan.
Secara klinis syok ditandai dengan :

o Penurunan tanda vital :melamahnya nadi, tatikardi, hipotensi, kecepatan


pernapasan berambah, dan penurunan temperature.
o Gejala syok dikenal pula csrdiovaskular triad : nadi cepat atau aritmia, kegagalan
pompa jantung dan volume atau vascular system menurun.
o
gambaran hemodinamika dari syok :
Jenis syok Curah jantung/ Tahanan pb. Darah sistemik

cardiac output
Hipovolemik ↓ ↑
Kardiogenik ↓ ↑
Distributive ↑ atau normal atau ↓ ↓
Obstructive

 tamponade ↓ ↑
 emboli paru
↓ ↑

(Agenda Gawat Darurat, Prof. Dr. H. Tabrani Rab, jilid 3)


13. Mengapa dokter melakukan triple airway maneuver pada pasien ?
Benumof's Airway Management: Principles
and Practice
diedit oleh Jonathan Benumof, Carin A. Hagberg

14. Apa saja tanda-tanda yang harus diidentifikasi apabila mengarah pada obstruksi
pernafasan akut?
Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Oleh Ika Setyo Rini, Tony Suharsono, Ikhda Ulya, Suryanto, Dewi Kartikawati N., Mukhamad
Fathoni

15. Apa saja komplikasi sumbatan jalan nafas?


Indikasi penggunaaan pulse oximetry?
Pulse Oximetry berfungsi mengamati saturasi oksigen darah. Hal
ini dilakukan untuk menjamin kadar oksigen cukup pada
pembuluh. Biasanya dipakai pada pasien yang mengalami under
anesthesia, neonates (bayi baru lahir yang berusia di bawah 28
hari (Stoll, 2007), pasien yang mengalami kondisi buruk
(critically).
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF: BUKU TEKS KATI-PERDATIN

16. Apa saja komplikasi organ vital akibat sumbatan jalan nafas?
Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Oleh Ika Setyo Rini, Tony Suharsono, Ikhda Ulya, Suryanto, Dewi Kartikawati N., Mukhamad
Fathoni

Anda mungkin juga menyukai