Anda di halaman 1dari 9

Pelaporan Peserta Internsip Dokter Indonesia

Pengisian Laporan Peserta Internsip


Nama Peserta: dr. Michelle Angelika S
Nama Wahana: Puskesmas Kecamatan Kembangan
Topik: Supraventricular Tachycardia

Tanggal (kasus): Persenter: dr. Fidelia Adeline Cahyadi


Tangal presentasi: Pendamping: dr. Bryce Szendi Anurantha
Tempat presentasi: Puskesmas Kecamatan Kembangan
Obyektif presentasi:
√□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
√□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √□ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi:
Pasien Laki-laki usia 67 tahun mengeluh nyeri dada sejak 2 jam sebelum kepuskesmas. Nyeri dada
terasa seperti tertindih benda berat, menjalar hingga ke punggung. Pasien juga mengeluhkan
keringat dingin dan sesak. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya dada terasa berdebar-debar
yang dirasakan sejak kemarin. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan mual. Bengkak pada kaki
(-). Keluhan sesak napas pernah dirasakan sebelumnya oleh pasien. Pingsan (-), muntah (-),batuk (-)
demam (-).

PF: Kes CM, KU tampak sakit sedang.


BB: 70 kg TB 166 cm IMT 25.4 kg/m2
TD 140/80 mmHg Nadi 150 x/menit, RR 32x/menit, Suhu 36.5 C, SpO2: 95%

□ Tujuan: Mendiagnosa dan menangani SVT dengan tepat.


Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset √□ Kasus □ Audit
Cara membahas: √□ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos
Data pasien: Nama: Tn. No registrasi: 00
Nama klinik: Puskesmas Kec.
Telp: - Terdaftar sejak:
Kembangan
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis :
Dx: Supraventricular Tachycardia
2. Riwayat Pengobatan : Amlodipine 10mg
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit : HT (+) terkontrol penyakit jantung koroner (-), DM (-), asma
(-),maag (-), dislipidemia tidak diketahui. Riwayat stroke (-), operasi sebelumnya (-), penyakit
perdarahan (-), penyakit saraf (-), penyakit hati (-), trauma kepala (-), penggunaan obat-obatan (-).
4. Riwayat keluarga : HT(+)
5. Riwayat pekerjaan : Pedagang
6. Lain lain : -
Daftar Pustaka:
1. Rahmatullah, Pasian. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th Ed Jilid III. Jakarta: Interna Publishing.
2010.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung.
2015.

3. Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. AHA 2010. 122; pp.676-84.

Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis SVT
2. Patofisiologi dan etiologi SVT
4. Gambaran Klinis dan Stadium SVT
5. Tatalaksana SVT
1 “Subyektif”
. Pasien Laki-laki usia 67 tahun mengeluh nyeri dada sejak 2 jam sebelum kepuskesmas. Nyeri
dada terasa seperti tertindih benda berat, menjalar hingga ke punggung. Pasien juga
mengeluhkan keringat dingin dan sesak. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya dada terasa
berdebar-debar yang dirasakan sejak kemarin. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan mual.
Bengkak pada kaki (-). Keluhan sesak napas pernah dirasakan sebelumnya oleh pasien. Pingsan
(-), muntah (-),batuk (-) demam (-). Pasien mimiliki riwayat sakit HT dan mengkonsumsi
amlodipine 10mg sejak 10 tahun yang lalu. Dikeluaraga pasien juga memiliki riw HT
2 “Objektif”
.
Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos Mentis
 Tekanan Darah : 140/80 mmHg
 Nadi : 150 x/menit
 Frekuensi Nafas : 32 x/menit
 Suhu : 36,50 C
 Berat Badan : 70 Kg
 Tinggi Badan : 166 cm
 IMT : 25.4 Kg/m2
Status Internus

 Kepala : Tidak ada kelainan

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

 Telinga :
o Inspeksi pre dan retroaurikuler : normotia +/+, sikatriks -/-, tanda2 peradangan
-/-
o Nyeri tekan tragus -/-, nyeri tarik telinga -/-
o Liang telinga tampak lapang +/+, tanda2 peradangan -/-, serumen -/-, secret -/-,
darah -/-, jaringan granulasi -/-
o Membran timpani : intak +/+, warna putih Mutiara +/+, refleks cahaya +/+,
retraksi -/-
 Hidung :
o Vestibulum nasi tampak lapang +/+
o Meatus nasi inferior dbn +/+
o Concha nasi inferior dbn +/+
o Tidak ada deviasi septum
o Polip -/-, tumor -/-, benda asing -/-
o Discharge -/-
 Faring : dbn
 Tonsil : T1-T1, pelebaran kripta -/- , detritus -/-
 Kulit : Turgor kulit baik

 Thoraks

o Paru

 Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan


 Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

o Jantung

 Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat


 Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC
V
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada

o Abdomen

 Inspeksi : Tidak tampak membuncit


 Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (-). defans
muskuler (-),
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

o Ekstremitas : Refilling capiller baik

 Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan EKG :

- Irama : Atrial

- Frekuensi : 150 x/menitReguler

- Axis : Normal

- Kelainan Gelombang : - Gelombang P (-)

- Kompleks QRS= 2 kotak kecil

Kesimpulan : Supraventricular Tachycardia

3 “Assessment”(penalaran klinis):
. Pasien Laki-laki usia 67 tahun mengeluh nyeri dada sejak 2 jam sebelum kepuskesmas. Nyeri
dada terasa seperti tertindih benda berat, menjalar hingga ke punggung. Pasien juga
mengeluhkan keringat dingin dan sesak. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya dada terasa
berdebar-debar yang dirasakan sejak kemarin. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan mual.
Bengkak pada kaki (-). Keluhan sesak napas pernah dirasakan sebelumnya oleh pasien. Pingsan
(-), muntah (-),batuk (-) demam (-).

SVT adalah suatu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang
mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150-250 x/menit. Kelain pada SVT biasanya
mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan
kasus SVT mempunyai kompleks QRS normal. 5 Insidensi terjadinya SVT sekitar 1-3 orang per 100
orang. Dalam sebuah studi berbasis populasi, resiko SVT dua kali lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria.6

Gangguan irama jantung yang dapat menimbulkan SVT karena adanya sebuah lingkaran
reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada pasien dengan
takikardi, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi cepat dan jalur konduksi
lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup trikuspid, memungkinkan
sebuahlingkaran reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut, keluar dari
nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara anterograde
(yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke ventrikel) pada waktu yang bersamaan. Akibat depolarisasi
atrium dan ventrikel yang bersamaan, gelombang P jarang terlihat pada gambaran EKG.7

Gejala yang biasanya timbul pada pasien dengan SVT adalah palpitasi, nyeri dada, pusing,
kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah lelah, toleransi latihan fisik menurun,
kecemasan meningkat dan pingsan. Pada pasien ini, selain sesak, pasien juga mengeluhkan
palpitasi yang sudah dirasakan 1 hari yang lalu. Keluhan ini belum pernah dirasakan sebelumnya. 8

Etiologi

1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien.

2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW)

3.Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle)

Patofisiologi

Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan konduksi impuls listrik di


atrium. Mekanisme yang mendasarinya adalah:3
1. Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls sebelum
impuls normal dari nodal SA). Penyebab tersering adalah iskemia miokard,
keracunan obat dan ketidakseimbangan elektrolit.
2. Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat repolarisasi,
saat sel sedang tenang dan dengan stimulus satu implus saja sel-sel miokard
tersentak beberapa kali). Penyebab tersering adalah hipoksia, peningkatan
katekolamin, hipo-magnesemia, iskemia, infark miokard dan obat yang
memperpanjang repolarisasi.
3. Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang sudah
terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blok unidirectional dalam konduksi
serta perlambatan konduksi dalam sirkuit). Penyebab tersering adalah
hiperkalemia dan iskemia miokard.

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme


terjadinya takikardi supraventrikel yaitu otomatisasi (automaticity) dan re-entry. Irama
ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami
percepatan (akselerasi) dan sel ini dapat terjadi di atrium, AV junction, bundel his dan
ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena
pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri
peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia
karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia,
hipokalemia, hipomagnesemia dan asidosis. Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai
penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi.
Syarat mutlak untuk timbulnya re-entry adalah adanya dua jalur konduksi yang saling
berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu
rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah. Aliran
listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok
memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah
untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd dan cepat pada jalur konduksi
tersebut.7
Gambaran konduksi elektrik pada SVT

Manifestasi klinis

1. Denyut nadi cepat, regular.


2. Palpitasi secara tiba-tiba
3.Takikardia yang terus menerus, berkelanjutan dan berulang jika takikardia
atrium disebabkan peningkatan otomatisasi.
4. Dispnoe, pusing, lemas, nyeri dada dalam episode palpitasi
5. Sinkop : hipotensi berat.6

Penatalaksanaan
Gambar Algoritma tatalaksana takikardia

1. Manuver vagal

Manuver vagal dan adenosin merupakan pilihan terapi awal untuk terminasi SVT

stabil. Manuver vagal atau pijat sinus karotid akan menghentikan hingga 25% SVT.

2. Adenosin

Jika PSVT tidak respon dengan manuver vagal, maka berikan adenosin 6 mg iv

secara cepat melalui vena diameter besar (yaitu antekubitus) diikuti dengan flush

menggunakan cairan salin 20 ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit,

berikan adenosin 12 mg IV secara cepat menggunakan metode yang sama. Pada

saat pemberian adenosin pada pasien dengan WPW harus tersedia defibrilator
karena kemungkinan terjadinya fibrilasi atrial dengan respon ventrikel cepat. Efek

samping adenosin umum terjadi tetapi bersifat sementara seperti flushing, dipsnea

dan nyeri dada adalah yang paling sering terjadi. Adenosin tidak boleh diberikan

pada pasien dengan asma

3. Ca channel bloker dan beta bloker

Jika adenosin atau manuver vagal gagal mengubah SVT maka dapat digunakan

agen penghambat AV nodul kerja panjang seperti penghambat kanal kalsium non

dihidropiridin (verapamil dan diltiazem) atau penghambat beta.

Verapamil berikan 2,5 mg hingga 5 mg IV bolus selama 2 menit. Jika tidak ada

respon terapeutik dan tidak ada kejadian efek samping obat maka dosis berulang 5

mg hingga 10 mg dapat diberikan 15-30 menit dengan dosis keseluruhan 20 mg.

Verapamil tidak boleh diberikan pada pasien dengan fungsi ventrikel menurun atau

gagal jantung.

Diltiazem, diberikan dengan dosis 15 mg hingga 20 mg IV selama 2 menit. Jika

diperlukan dalam 15 menit berikan dosis tambahan 20 mg hingga 25 mg IV. Dosis

infus rumatan adalah 5 mg/jam hingga 15 mg/jam.

Berbagai jenis penghambat beta tersedia untuk penanganan takiaritmia

supraventrikel yaitu metoprolol, atenolol, esmolol dan labetalol. Pada prinsipnya

agen-agen ini mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus simpatetik pada

jaringan nodus yang menghasilkan perlambatan pada konduksi. Efek samping beta

bloker meliputi bradikardia, keterlambatan konduksi AV dan hipotensi.4

4. ”Plan”:
Diagnosis: Herpes Zoster DD/ herpes simpleks

Pengobatan :
 Sistemik
o Antivirus
Famsiklovir 3x500mg, valasiklovir hidrokhlorida 3x1000mg, asiklovir 5x800mg selama 7
hari
o Analgetik: NSAID, analgetik non opioid, opioid

 Topikal
o Analgetik topical
Kompres  solusio Burowi 4-6x/hari dan solusio Calamin
NSAID  aspirin dalam klorofom/etil eter, indometasin dan diklofenak
o Anestetik lokal
o Kortikosteroid

- Pada kasus ini karena pasien menderita herpes zoster maka diberikan asiklovir 5x800 mg,
parasetamol 3x500 mg.

Jakarta, 29 Januari 2019

Peserta Dokter Internsip Dokter Pendamping Internsip

dr. Fidelia Adeline Cahyadi dr. Bryce Szendi Anurantha

Anda mungkin juga menyukai