Anda di halaman 1dari 50

Kesehatan dan HAM

ABORSI DAN HAK UNTUK HIDUP; SIAPA YANG MENENTUKAN


(ABORTION AND RIGHT TO LIVE; WHO WILL DECIDE)

Pembimbing:
Dr Gunawan Widjaja LLB,LLM,PhD,MPH,MHA,B.Pharm,MM

Mahasiswa:
Yohanes Firmansyah
2010622044
Pendahuluan
Aborsi
Pengertian
• Abortus merupakan ancaman pengeluaran kandungan atau hasil
Williams konsepsi pada usia dibawah 20 bulan atau berat badan bayi dibawah
, 2009 500 gram.

Medisinalis
Aborsi Unsafe Abortion
Kriminalis/
Provaktus
Epidemiologi

Berdasarkan data dari 2010-2014, ada sekitar 25


juta kejadian unsafe abortion (aborsi yang tidak
aman) setiap tahunnya.

Dari data ini, sepertiga atau sekitar 8 juta kejadian


dilakukan di bawah kondisi lingkungan yang tidak
memadai, dilakukan pihak yang tidak terlatih, serta
menggunakan metode yang berbahaya dan invasif.
Epidemiologi
Di negara-negara maju, diperkirakan 30 wanita meninggal untuk setiap
100000 aborsi yang tidak aman (unsafe abortion).

Angka kejadian tersebut meningkat tajam menjadi 220 kematian per


100000 unsafe abortion di negara berkembang

520 kematian per 100000 aborsi tidak aman (unsafe abortion) di Afrika
sub-Sahara.

Indonesia, tidak ada angka pasti mengenai berapa jumlah aborsi provokatus
kriminalis. Berdasarkan data yang tercatat, diperkirakan sudah mencapai 3
juta kasus.
Millenium Development Goals

Penurunan 1,3% kasus kematian ibu telah terjadi setiap


tahun sejak tahun 1990 menjadi sekitar 293.000
kematian ibu pada tahun 2013.

Secara keseluruhan, sekitar 14% dari total kematian


terkait kehamilan disebabkan oleh komplikasi aborsi,
baik spontan maupun yang diinduksi atau terjadi sekitar
40.000 kematian terkait kehamilan setiap tahunnya
HAM
Pengertian
• Hak-hak yang melekat dan mencerminkan martabat manusia, yang
Umum harus dijamin dengan cara hukum, karena hak hanya bisa efektif jika
dapat dilindungi oleh hukum.

• HAM sebagai hak yang umat manusia miliki disegala waktu dan
A.J.M. Milnen segala tempat karena pentingnya keberadanya sebagai
manusia.

C. • Hak yang dimiliki setiap individu sebagai manusia dan bersifat universal serta
dimiliki oleh semua orang, baik kaya maupun miskin, laki-laki maupun wanita. Hak
Derover ini bisa dilanggar akan tetapi tidak bisa dihapuskan serta merta karena hak asasi
, manusia adalah hak hukum.
Terbentuknya HAM di Indonesia
Penciptaan hak asasi manusia bagi masyarakat internasional ditandai dengan
diadopsinya sistem hak asasi manusia yang dikenal dengan International Bill of
Human Rights, 3 dokumen dasar, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,
Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Perkembangan hak asasi manusia di Indonesia diatur dalam UUD 1945,


namun tidak tercatat secara transparan. Menyusul pelaksanaan amandemen
I sampai dengan IV UUD 1945, ketentuan hak asasi manusia diatur dalam
pasal 28 A sampai dengan 28 J.

Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 yang menugaskan Lembaga Tinggi Negara


dan seluruh aparatur pemerintahan untuk menegakkan, mengormati dan dan
menyebarkan pemahaman tentang hak asasi manusia ke seluruh masyarakat.
Pandangan HAM mengenai Aborsi (1)

Hak untuk hidup atau menerima kehidupan merupakan salah


satu hak asasi manusia adalah, karena itulah bayi mempunya
hak asasi manusia sejak masih di dalam kandungan..

Sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang adil dan Beradab.


Menerima manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
memperlakukannya sesuai dengan harkat dan martabatnya
serta mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan
kewajiban setiap orang
Pandangan HAM mengenai Aborsi (2)

Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia, HAM
didefinisikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada kodrat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan anugerah-
Nya yang wajib dihormati dan dibela serta dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan
martabat manusia itu sendiri.

Hal ini berarti bahwa hak asasi manusia adalah hak yang melekat yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa, bukan hak yang diperoleh
atau diberikan oleh negara.
Pandangan HAM mengenai Aborsi (3)

Pasal 1 angka 5 UU HAM menetapkan bahwa anak merupakan setiap


individu yang belum kawin dan berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan, jika untuk kepentingannya.

Pengecualian terhadap larangan aborsi sesuai dengan pasal 75 ayat 2 huruf


a menyatakan bahwa indikasi tentang kedaruratan medis yang
teridentifikasi pada tahap awal kehamilan, baik yang mengancam nyawa
ibu dan / atau janin yang menderita penyakit dan/atau cacat genetik yang
serius, bawaan atau tidak dapat diperbaiki, yang menyulitkan bayi untuk
hidup di luar rahim.
Pandangan HAM mengenai Aborsi (4)

Petugas kesehatan harus menanggapi dengan hati-hati masalah ini


untuk membenarkan aborsi dengan alasan pemerkosaan.

Jika hal ini terjadi, petugas kesehatan telah melanggar rule of law,
sumpah jabatan dan kode etik yang telah ditetapkan, terhadap
kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara untuk melindungi anak, termasuk anak dalam
kandungan, seperti ditetapkan dalam pasal UU HAM tersebut di atas.
HAK UNTUK
HIDUP (RIGHT
TO LIVE) DAN
HUBUNGANNYA
DALAM ABORSI
Hak untuk Hidup

Right to live merupakan prinsp moral yang


didsarkan pada keyakinn bahwa seseorang
mempunya hak untuk hidup dan, tidak boleh
dbunuh oleh orang

Konsep hak untuk hidup, yang dibawa sejak lahir


pada setiap manusia, belum diakui secara
universal.
Pernyataan Yuridis

Pada tahun 1776, Deklarasi Kemerdekaan AS menyatakn bahwa semua manusia


diciptakn sama, bahwa Pencipta mereka memberi mereka hak-hak khusus yang
tidak dapat dicabut, termasuk kehidupn, kebebasan, dan kebahagian".

Pada tahun 1444, Statuta Poljica menyatakn bahwa hak untuk hidup adalah
mutlak ada selamanya sejak pertama.

Deklarasi Universal HAM, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun
1948, menyatakan dalam pasal tiga bahwa setiap orang berhak untuk hidup,
kebebasn dan keamann sebagai pribadi.
Pernyataan Yuridis

Pada tahun 1966, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui Kovenan


Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Perjanjian tersebut menyatakan: “Setiap
orang memiliki hak bawaan untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak
ada seorang pun yang dapat dicabut nyawanya secara sewenang-wenang.” (Perjanjian
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Artikel 6.1)

Pada tahun 1950, Konvensi Eropa menyetujui Dewan HAM Eropa, yang dalam pasal 2
menyatakan hak asasi manusia untuk hidup dilindungi. Sejak itu, Protokol 6 Konvensi
telah meminta negara-negara untuk melarang hukuman mati kecuali pada saat
perang atau keadaan darurat nasional dan saat ini berlaku di semua negara anggota
Majelis Eropa. Protokol 13 mengatur penghapusan hukuman mati sepenuhnya dan
telah dilaksanakan di sebagian besar negara anggota Majelis.
Pernyataan Yuridis
Piagam Hak dan Kebebasn Kanada 1982 menyatakn bahwa setiap individu berhak
atas kehidupn, kebebasn dan keamanan pribadinya dan hak untuk tidak
mengingkarnya, kecuali sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keadilan. (Piagam Hak
dan Kebebasan Bangsa Kanada, Bagian 7)

Gereja Katolik telah mengeluarkn Piagam Hak-Hak Keluarga, yang menetapkn


bahwa hak untuk hidup secara langsung berlabuh dalam martabat manusia..

Pasal 21 Konstitusi India 1950 menjamn hak hidup semua orag diwilayah India.
Pasal 21, meskipun ditulis dalam bahasa negatf, memberikn setiap orang hak
dasar untuk hidup dan kebebasn pribadi, yang telah menjadi sumber tak terbatas
dari banyak hak lainnya..
Pernyataan Yuridis

Pada tahun 1989, Majelis Umum PBB


mengadopsi Konvensi tentang Hak
Anak

UUD Republik Federal Jerman memiliki


prinsip martabat manusia yang
tertinggi.
Pro Kontra Aborsi

Para pendukung gerakan anti-aborsi berargumen bahwa orang-orang


pralahir (sebelum kelahiran) memiliki hak dasar untuk hidup sejak saat
pembuahan (konsepsi), sama seperti yang mereka lakukan setelah lahir.

Sementara para pendukung kehidupn mengakui bahwa perempuan


memliki hak atas kebebasan fisik, mereka menolak hak yang menurut
perempuan melanggar hak pre-natal untuk hidup, yaitu untuk membunuh
janin manusia. Umumnya, mereka yang mengaku sebagai pembela hak
untuk hidup percaya bahwa aborsi secara moral tidak dapat diterima.
Pro Kontra Aborsi

Para pembela hukum aborsi lainnya berpendapat bahwa tidak


masalah jika orang-orang yang berada dalam periode awal
memiliki hak-hak dasar untuk hidup dalam kondisi yang sama
dengan orang dewasa, karena hak integritas fisik perempuan
dianggap sebagai prioritas

Bagaimanapun, beberapa ahli biologi telah menyarankan bahwa


sifat kehidupan muncul pada tingkat sel.
PERSPEKTIF
HUKUM TERHADAP
TINDAKAN ABORSI
DI INDONESIA
Terminologi
Abortus adalah terminasi hasil pembuahan yang keluar sebelum menginjak usia 20 minggu
(140 hari) atau berat janin kurang 500 gram dan masih ada yang tersisa dari hasil
pembuahan.
Abortus Spontan
• Abortus imminens adalah abortus dengan adanya bercak perdarahan yang menandakan adanya ancaman terhadap kelangsungan hidup
janin.
• Abortus insipiens adalah abortus dengan adanya perdarahan dari sedikit hingga banyak saat hamil muda dimana hasil konsepsi masih
tersisa di dalam uterine cavity. Bila hal ini dibiarkan berlanjut dikhawatirkan akan menjadi menjadi abortus yang tidak sempurna
ataupun abortus yang sempurna.
• Abortus tidak sempurna adalah terjadinya pendarahan saat hamil muda dan ditemukan hasil konsepsi sebagian telah keluar.
• Abortus komplit adalah terjadinya pendarahan saat hamil muda dan ditemukan hasil konsepsi telah keluar seluruhnya.

Abortus yang dilakukan secara tidak aman (unsafe abortion)


• usaha untuk menghilangkan janin dalam kandungan yang dikerjakan oleh pihak yang tidak berkompeten dalam bidangnya, tidak sesuai
prosedur dan tentunya tidak aman dan menimbulkan resiko yang sangat besar dengan membahayakan nyawa ibu atau wanita hamil
tersebut.

Abortus Infeksiosa
• abortus dengan komplikasi. Komplikasi disini dapat berupa sepsis, septicemia yang dapat menyebabkan kematian bagi ibu maupun
janin.37
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang Hukum

Abortus Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang


Provocatus
dari Sudut
Praktik Kedokteran
Pandang Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang
Hukum Kesehatan
PP No. 61 Tahun 2014 Mengenai Kesehatan
Reproduksi Pasal 31, 32, 33, dan 35

KUHP
Abortus Provocatus dari Sudut
Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai
Kesehatan
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan

Indonesian Code of Medical Ethics dijelaskan dalam


pasal 10 yaitu “Dokter dilarang untuk melakukan
euthanasia dan abortus provocatus”.

Tetapi didalam bagian lain dijelaskan bahwa aborsi


provocatus dapat dibenarkan bila abortus adalah
satu satunya jalan untuk menolong nyawa ibu.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan

Menurut Kodeki dan Sumpah Kedokteran tindakan aborsi tidak diperbolehkan


kecuali ditemukan adanya indikasi kegawatdaruratan medis.

UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 75 butir 1 dikatakan “setiap tindakan


aborsi dilarang” tetapi menurut Pasal 75 butir 2 dijelaskan alasan untuk
melakukan tindakan aborsi dapat menjadi landasan yang menghilangkan sifat
melawan hukumnya aborsi, dan karenanya tidak dapat dipidana.

dan tindakan yang dimaksud dalam pasal 75 butir 2 dijelaskan aborsi itupun
hanya boleh dilakukan sesudah orang yang bersangkutan mendapatkan
pemahaman mengenai hal-hal yang akan terjadi sebelum dilakukannya tindakan,
saat tindakan dan setelah tindakan diberikan oleh orang yang berkompeten
dalam bidangnya.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan

Menurut Kodeki dan Sumpah Kedokteran tindakan aborsi tidak


diperbolehkan kecuali ditemukan adanya indikasi kedaruratan medis,
masyarakat beranggapan bahwa UU saat ini yaitu UU Kesehatan (UUK)
Nomor 36 Tahun 2009 seolah aborsi adalah tindakan yang legal dan
dapat disembunyikan, padahal kenyataanya tidak seperti itu.

Dalam Undang-Undang secara jelas menyatakan melarang aborsi atas


alasan apapun tetapi bila ditemukan bila adanya indikasi
kegawatdaruratan medis dan korban pemerkosaan hal tersebut dapat
dikecualikan.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan

Tidak dapat dipungkiri masalah aborsi adalah


masalah yang sangat pelik di dalam sektor
masyarakat kita tetapi apabila dokter mengambil
“shortcut” untuk melakukan aborsi didorong oleh
rasa ingin “menolong” pasien, atau rasa
kemanusiaan dan mengabaikan etika profesi
kedokteran, terutama melanggar hukum pidana
rasanya tindakan yang sangat tidak pantas
dilakukan.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan

UUK No. 36 Tahun 2009 memperbolehkan terjadinya abortus


provokatus medikamentosa dengan spesifikasi terapi.

Menurut sudut pandang kedokteran, batasan pasti kapan


kehamilan seseorang dapat digugurkan tidak dapat dipastikan.

Kehamilan seorang wanita dapat digugurkan bila adanya indikasi


medis untuk aborsi tetapi semakin besar umur kehamilan maka
semakin besar resiko keselamatan ibu terancam.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan

Contohnya diketahui bila ibu mempunyai penyakit yang berbahaya


pada saat melahirkan dapat mengancam nyawa ibu maupun bayi yang
akan lahir mengalami cacat berat sekalipun bayinya sudah berusia
tujuh bulan atau lebih, maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
tindakan aborsi (tentunya masuk ke dalam ketentuan indikasi medis).

Menurut Panduan Etik dan Profesionalisme POGI (Pedoman Obstetri


Ginekologi Indonesia menyebutkan “Safe abortion sebagai emergency
exit” yang berarti aborsi dilakukan sebagai pintu darurat terakhir demi
keselamatan nyawa ibu dan janin.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
UU No. 36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan

Korban pemerkosaan, hubungan sedarah atau incest, bila si ibu mengalami


kesehatan mental jiwa yang tidak bagus, bayi dideteksi mempunyai
Sindrom Down atau tidak sehat secara fisik, mental, dan ekonomi termasuk
ke dalam keadaan darurat yang diperbolehkan melakukan aborsi.

Hal ini juga sesuai dengan Deklarasi Oslo menjelaskan bahwa “Penghentian
kehamilan atas indikasi medis mengacu hanya pada gangguan kehamilan
karena alasan kesehatan, sesuai dengan prinsip kedokteran yang berbasis
praktik klinis yang baik dan harus dilakukan oleh dokter yang berwenang
dan tentunya harus kompeten sesuai dengan bidangnya.
PP No. 61 Tahun 2014 Mengenai
Kesehatan Reproduksi Pasal 31,
32, 33, dan 35
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
PP No. 61 Tahun 2014

KUHP tidak menjelaskan alasan diperbolehkan atau pengecualian dalam tindakan


aborsi

tetapi menurut PP No. 61 tahun 2014 mengenai Kesehatan Reproduksi pasal


31, 32, 33 dan UUK No. 36 Tahun 2009 disebutkan adanya pengecualian atau
masih boleh dilakukan alasan melakukan tindakan aborsi.

Pengecualian yang dimaksud diperbolehkan apabila ditemukan adanya


kegawatdaruratan medis apabila kehamilan tersebut dipertahankan bisa
mengancam nyawa dari ibu maupun janin yang dikandung.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang UUK
PP No. 61 Tahun 2014

Dengan kata lain, kehamilan karena perkosaan juga adalah sebuah


pengecualian yang mana tindakan aborsi bisa dilakukan.

Indikasi kedaruratan medis yang dimaksud yaitu abortus yang dilakukan


dengan harapan tindakan tersebut untuk menyelamatkan nyawa ibu
atau wanita yang sedang mengandung karena terancam dan apabila
dibiarkan dapat menyebabkan keselamatan nyawa ibu terancam serta
dapat menyebabkan meninggalnya nyawa ibu atau wanita tersebut.
Abortus Provocatus dari Sudut
Pandang KUHP
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang KUHP
Kasus aborsi di Indonesia dimasukkan ke dalam tindak pidana kejahatan dan masuk
kedalam pasal KUHP. Ketentuan mengenai aborsi diatur dalam pasal KUHP yaitu

Pasal 299 KUHP:


• “Diberitahukan karena yang dilakukan dapat menyebabkan keguguran pada kehamilannya, dapat dipidana
dengan kurungan maksimal empat tahun lamanya”. Tindakan yang dimaksud ke dalam kasus pidana adalah
kehamilan yang gugur karena adanya seseorang yang menyuruh ibu atau wanita tersebut untuk diobati.

Pasal 346 KUHP:


• “Perempuan yang berniat untuk aborsi atau dengan cara memerintahkan orang lain untuk menggugurkan
kandungannya, dapat dipidana dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara”. Dalam pasal ini unsur
“sengaja” yang dimaksud adalah memang ada niat keinginan untuk melakukan sesuatu. Tindakan sengaja
untuk melakukan aborsi dapat berupa meminum ramu ramuan tertentu, memakan daun daunan herbal
tertentu, bisa juga dengan perut diurut-diurut atau dipukul pukul secara kasar atau bisa juga datang ke
klinik aborsi untuk dilakukan metode penyempotan isi Rahim atau operasi Hytrotomi dengan tujuan untuk
mematikan kandungannya.
Abortus Provocatus dari Sudut Pandang KUHP
Kasus aborsi di Indonesia dimasukkan ke dalam tindak pidana kejahatan dan masuk
kedalam pasal KUHP. Ketentuan mengenai aborsi diatur dalam pasal KUHP yaitu

Pasal 347 KUHP:


• “Seseorang yang berniat untuk menggugurkan kandungan wanita tanpa adanya persetujuan dari sang wanita,
dapat dipidana dengan kurungan maksimal dua belas tahun lamanya”

Pasal 348 KUHP:


• “Seseorang yang berniat menggugurkan kandungan wanita dengan adanya persetujuan dari sang wanita, dapat
dipidana dengan kurungan maksimal lima tahun enam bulan lamanya”.

Pasal 349 KUHP:


• “Apabila seseorang tenaga ahli membantu wanita hamil untuk melakukan tindakan aborsi seperti yang tertuang
di dalam Pasal 346 KUHP, ataupun dengan niatan membantu tindakan aborsi yang dimaksudkan ke dalam pasal
347 dan 348 KUHP, maka pidana penjara yang berada dalam pasal 346, 347 dan 348 KUHP dapat ditambahkan
lagi sepertiga serta dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”.
BENTUK PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI KORBAN
ABORSI
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN
ABORSI

Perlindungan hukum menurut hukum dan undang-undang yaitu tiap-tiap


individu berhak untuk memperoleh perlindungan dan perlakuan yang
setara, tanpa dibeda-bedakan, apabila seseorang melakukan pelanggaran
hukum yang dituduhkan padanya maka sesuai asas hukum yang berlaku
orang tersebut berhak pula untuk mendapat perlindungan hukum.

Realita dalam masyarakat sekarang, semakin banyaknya kasus aborsi akibat


tindakan pemerkosaan, dari tindakan hukum seringkali pihak korban
pemerkosaan banyak yang terabaikan.
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN
ABORSI

Warisan zaman belanda yang mengatur tentang abortus provocatus tertera


di dalam KUHP dan bertentangan dengan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945 dimana di dalam UUD 1945 “melindungi segenap seluruh
bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum” maka dari
itu tindakan abortus provocatus merupakan sesuatu yang tabu dan tidak
bisa dilakukan dengan alasan apapun.

Berdasarkan hal itu, tentunya sangat membebani tenaga medis yang


bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu maupun janin untuk
dilakukannya aborsi sekalipun atas indikasi medis
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN
ABORSI
Contohnya di dalam pasal 349 KUHP dikatakan bila seorang tenaga ahli yang terlatih
melakukan tindakan aborsi bisa dikenakan sanksi pidana karena tindakannya telah
melanggar hukum.

Bisa saja tindakan yang dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan nyawa


wanita hamil atau janin yang sedang dikandung.

Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum terhadap petugas medis dalam
bentuk peraturan per-UU baru dengan memperhatikan berbagai aspek yang ada
agar petugas medis tidak was-was dalam menjalankan tugasnya.

Alhasil berlakulah peraturan perundang-undangan yang baru yaitu UUK No. 36 tahun
2009 pengganti UU No. 23 Tahun 1992.
UUK No. 36 tahun 2009 Pasal 76
Setiap tindakan aborsi dilarang dan dapat dikecualikan tindakan aborsi dapat dilakukan
yaitu apabila terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki akibat kasus pemerkosaan.
Tindakan medis yang legal dilakukan terhadap aborsi yaitu:

Hanya boleh dilakukan sesudah orang yang bersangkutan mendapatkan pemahaman mengenai hal-hal yang akan
terjadi sebelum dilakukannya tindakan, saat tindakan dan setelah tindakan diberikan oleh orang yang berkompeten
dalam bidangnya.

Bisa dilakukan tindakan aborsi bila kandungan wanita belum mencapai usia kehamilan enam minggu (bila dihitung
dari HPHT), kecuali atas adanya indikasi kegawatdaruratan medis, hal ini tidak berlaku.

Tindakan aborsi hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis (dokter atau bidan) yang berwenang dan tentunya harus
kompeten sesuai dengan bidangnya. Dan dilakukan di tempat penyedia layanan kesehatan yang telah memenuhi
syarat dan telah mendapat sertifikasi oleh Menteri.

Syarat wajib berupa “informed consent” atau persetujuan baik lisan maupun tertulis dari ibu hamil yang
bersangkutan.
Pemerkosaan

Kasus pemerkosaan adalah kejahatan dan masuk ke dalam tindak pidana sehingga
pelaku pemerkosaan dapat diancam hukuman penjara selama 12 tahun

Korban pemerkosaan harus mendapat perhatian lebih karena jiwanya sudah


tergoncang akibat tekanan batin dan tekanan psikologis dan tentunya harus
mendapat perlindungan hukum.

Alasan dari tekanan psikologis akibat korban pemerkosaan yang seharusnya bisa
dijadikan pertimbangan apakah korban pemerkosaan dapat melakukan tindakan
aborsi dan dapat dilegalkan sehingga tidak perlu mendapat hukuman.

Hal ini sesuai dengan yang tertera pada Pasal 75 butir 2 UUK No. 36 Tahun 2009.
Bagaimana dengan dokter yang harus melakukan tindakan
aborsi?

Di Negara Indonesia peraturan yang berlaku menyatakan bahwa


dokter akan mendapatkan perlindungan hukum dalam kasus
tindakan aborsi bilamana dokter mengerjakan tindakan tersebut
sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan disertai oleh
dokter mengikuti kaidah Kodeki dan Sumpah Kedokteran.

Dasar perlindungan hukum bagi dokter diatur di dalam Pasal 50


dan Pasal 51 UU No. 29 Tahun 2004 mengenai Praktik
Kedokteran, Serta Pasal 57 dan Pasal 75 UU No. 36 Tahun 2014
mengenai Tenaga Kesehatan.
Bagaimana dengan dokter yang harus melakukan tindakan
aborsi?

Selanjutnya UU Kesehatan dan PP mengenai Kesehatan


Reproduksi mengatur kesehatan, khususnya aborsi,
sesuai dengan asas “lex specialis derogat legi
generalis”.

Sedangkan mengenai persetujuan tindakan medis,


Permenkes tidak secara spesifik menyebutkan tindakan
medis apa yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa ibu dan/atau janin serta mencegah kecacatan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai