Anda di halaman 1dari 19

LAPKAS KARDIOLOGI

PORTOFOLIO

Topik:STEMI
Tanggal (kasus) : 8Februari2017 Presenter : dr. Irine Ika Andriani
Tangal presentasi : 31 Agustus 2017 Narasumber: dr. Benny TM Togatorop, Sp.Jp
Pembimbing:dr. Hj. Rosda, MM
dr. Chadijah Adnan
Tempat presentasi: Ruang diskusi RSUD Argamakmur
Obyektif presentasi:
Keilmuan
Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen
Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Tn. A, 65tahun datang dengan keluhan nyeri dada dialami os 3,5 jam sebelum masuk RS.
Tujuan:
Mengetahui penegakkan diagnosis, faktor resiko, dan tata laksana STEMI
Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan Email Pos
diskusi

Data pasien: Nama: Tn. A No registrasi: 11.77.35


Nama RS: RSUD Argamakmur Usia: 65 tahun Terdaftar sejak:
8 Februari 2017
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Pasien laki-laki, Tn. A 65 tahun datang ke IGD RSUD Argamakmur dengan keluhan nyeri
dada sudah dialami os 3,5 jam sebelum masuk RS. Nyeri dada timbul saat os sedang
melakukan aktivitas, nyeri dada terasa seperti diremas-remas, menjalar ke lengan kiri dan
punggung durasi > 30 menit, tidak hilang dengan istirahat, berkeringat dingin menahan nyeri
dada dijumpai. Os merasa cepat lelah jika berjalan agak jauh. Tiga bulan yang lalu pernah
mengalami gejala yang sama.
2. Riwayat Pengobatan:
Os tidak tahu nama obatnya.

Page 1
LAPKAS KARDIOLOGI

3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit:


- Os pernah mengalamihal seperti ini 3 bulan yang lalu, hipertensi tidak terkontrol.
- Riwayat diabetes melitus (-)
4. Riwayat keluarga/ masyarakat:
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran :Compos Mentis GCS : E4 M6 V5
Tanda vital
TD :140/90 mmHg
Nadi : 78 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
RR : 22 x/menit
Suhu : 36.50C
Berat badan : 60 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 60/(1,65)2 = 22,2(normoweight)
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-),
Bibir : Sianosis (-)
Leher : Trakea medial, tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba pembesaran KGB,
retraksi supra sternal (-), TVJR+2 cmH20.
Thoraks
- Paru
a) Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, sikatrik (-), retraksi sela iga (-)
b) Palpasi : Stem fremitus (+/+)
c) Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
d) Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing -/-, ronchi -/-
- Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : ictus cordis teraba ICS V linea midclavicula sinistra
c) Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Page 2
LAPKAS KARDIOLOGI

Abdomen :
a) Inspeksi : Cembung
b) Auskultasi : Bising usus (+) N, undulasi (-), shifting dullness (-)
c) Palpasi : Soepel, turgor baik, nyeri tekan epigastrium (-), hepar teraba 2
jari di bawah arcus costae
d) Perkusi : Timpani di ke 4 kuadran abdomen, shiffting dullnes (-)
Ektremitas :
Superior : Akral hangat, edema (-/-), sianosis -/-, CRT < 2 detik
Inferior : Akral hangat, edema (-/-), sianosis -/-, CRT < 2 detik
6. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin Hasil Nilai Normal

WBC 10400 4000-11000 uL

RBC - 4,5-5,5 x 106 uL

HGB 13,0 12-16 gr/dl

HCT 39 36,- 42,0 %

PLT 249000 150000-440000 uL

RFT Hasil Nilai Normal

Ureum 65 10-50 mg/ dl

Creatinin 1,2 0,6- 1,2 mg/ dl

Asam Urat - 3,5- 7,0 mg/dl

Profil Lemak Hasil Nilai Normal

Kolesterol total 193 150-200 mg/ dl

HDL 54 30-75 mg/ dl

LDL 128 66-178 mg/dl

Trigleserida 47 36-165 mg/dl

Page 3
LAPKAS KARDIOLOGI

KGD Hasil Nilai Normal

Ad Random 149 < 140 mg/ dl

Troponin Tidak ada bahan -

7. EKG

Interpretasi EKG:

Sinus rhytm, QRS rate 75x/i, axis LAD, P wave normal, PR interval 0,16 detik, QRS
duration 0,08 detik, ST elevasi di (II,III,aVF), T inverted (II,III,aVF),Q patologis
(II,III,aVF), LVH (+), VES (-)

Kesan: Sinus rhytm + STEMI inferior + LVH

Page 4
LAPKAS KARDIOLOGI

8. Radiologi : Ro Thorax PA

CTR 56%, aorta normal, segmen pulmonal normal, pinggang jantung normal, apeks
tertanam, kongesti (+), infiltrate (-)

Kesan: Cardiomegali (LVH)dan tanda bendungan paru

9. Diagnosa Kerja: STEMI INFERIOR Onset 3,5 jam KILLIP 1


10. Tatalaksana
Bed rest
O2 2-4 l/i
IVFD RL(asnet)
Clopidogrel 300 mg (loading doses) 1x75 mg
Aspilet 160 mg (loading doses) 1x 80 mg
ISDN 5 mg SL (K/P)
Inj. Arixtra 2,5 mg/ 24 jam SC (H1)
Simvastatin 1x 10 mg (malam)
Diazepam 1x2 mg (malam)
Bisoprolol 1x 2,5 mg
Captopril 3x 6,25 mg (malam)
Opilax syr 1x CI (malam)
Diet jantung I 1800 kkal
Total cairan 1500 cc
Daftar Pustaka:
1. Juzar, Dafsah. Penyakit Kardiovaskular. Badan Penerbit FK UI. Jakarta. 2013 : 138-
160

Page 5
LAPKAS KARDIOLOGI

2. Price, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.


2002

3. Snell, Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta. 2006
4. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST- Elevation Myocardial
Infarction
5. Hass, Emily. Hursts The Heart Manual of Cardiology. Mc Graw Hill Medical. 2013 :
258-269
6. Alwi, Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Interna Publishing. Jakarta
Pusat. 2009 : 1741-1754
7. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aesculapius. 2001
8. Rilantono Lily I, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1996
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis STEMI
2. Patofisiologi STEMI
3. Penatalaksanaan STEMI
4. Edukasi tentang perjalanan penyakit STEMI

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


Subyektif
Nyeri dada sudah dialami os 3,5 jam sebelum masuk RS. Nyeri dada timbul saat os sedang
melakukan aktivitas, nyeri dada terasa seperti diremas-remas, menjalar ke lengan kiri dan
punggung durasi > 30 menit, tidak hilang dengan istirahat, berkeringat dingin menahan nyeri
dada dijumpai. Os merasa cepat lelah jika berjalan agak jauh. Tiga bulan yang lalu pernah
mengalami gejala yang sama.
Riwayat hipertensi (+) dengan tekanan darah tertinggi tidak jelas.
Riwayat diabetes melitus (-)
Faktor risiko PJK : Usia > 45 tahun, perokok, hipertensi.
Riwayat penyakit terdahulu : Os pernah mengalami hal seperti ini 3 bulan yang lalu,
hipertensi tidak terkontrol.
Riwayat pemakaian obat : Os tidak tahu nama obatnya.

Page 6
LAPKAS KARDIOLOGI

Obyektif
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
ditegakkan diagnosis STEMI Inferior Onset 3,5 jam dengan Killip I.
Anamnesis:nyeri dada sudah dialami os 3,5jam sebelum masuk RS. Nyeri dada
timbul saat os sedang melakukan aktivitas, nyeri dada terasa seperti diremas-remas,
menjalar ke lengan kiri dan punggung durasi > 30 menit, tidak hilang dengan
istirahat, berkeringat dingin menahan nyeri dada dijumpai.Os merasa cepat lelah jika
berjalan agak jauh. Tiga bulan yang lalu pernah mengalami gejala yang sama.Riwayat
hipertensi yang tidak terkontrol.
Pemeriksaan Fisik: vital sign dalam batas normal, edema tidak dijumpai, undulasi
tidak dijumpai, shifting dullness tidak dijumpai, ronchi basah basal tidak dijumpai,
distensi vena jugularis tidak dijumpai.
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Dalam batas normal
Radiologi : Cardiomegali (LVH)
EKG : Sinus rhytm, QRS rate 75x/i, axis LAD, P wave normal, PR interval
0,16 detik, QRS duration 0,08 detik, ST elevasi di (II,III,aVF), T inverted
(II,III,aVF), Q patologis (II,III,aVF), LVH.

Assessment
Definisi2,3
STEMI merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang
menggambarkan cedera miokard transmular, akibat oklusi total arteri koroner oleh
trombus.Bila tidak dilakukan revaskularisasi segera, maka akan terjadi nekrosis
miokard yang berhubungan linear dengan waktu. Maka dikenalah paradigma time is
muscle, yang berarti bila tidak dilakukan reperfusi segera maka otot jantung tidak
akan bisa diselamatkan. Paradigma ini menekankan perlunya reperfusi sedini
mungkin.1
STEMI (ST Elevation Miocard Infarct)adalah suatu sindroma klinis yang
mempunyai karakteristik gejala dari iskemia miokardial (nyeri dada yang khas) yang
diikuti dengan ST elevasi yang persisten pada EKG dan pelepasan dari biomarker
nekrosis miokardial.4

7
LAPKAS KARDIOLOGI

Etiologi
Ada empat faktor biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia,
jenis kelamin, ras dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat
seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat
proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid,
hipertensi, merokok, diabetes melitus, obesitas, faktor psikososial, diet dan alkohol.6
Terlepasnya suatu plak aterosklerotik dari salah satu arteri koroner dan
kemudian tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah keseluruh
miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark
miokard. Infark miokard juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke
suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran
darah, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga
kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi.6
Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner secara
cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.7
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner.Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap trombolitik.7
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi

8
LAPKAS KARDIOLOGI

dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu


aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap
sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von
Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi.7
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
agregat trombosit dan fibrin.7
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.7
Faktor Resiko1,2
Faktor resiko terbagi menjadi faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang
tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah
hipertensi, kadar kolestrol, diabetes mellitus, dan obesitas. Faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi diantaranya adalah jenis kelamin dan usia (laki-laki > 45 tahun,
perempuan > 55 tahun) dan faktor keturunan.1
Diagnosis IMA1,2
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2
sadapan prekordial yang berdampingan atau 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama
penatalaksanaan adalah time is muscle.7
2.7.1 Anamnesis

9
LAPKAS KARDIOLOGI

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat
dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat
atau salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. 2
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA.
Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.7
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: 7
- Lokasi : substernal, retrosternal, dan precordial

- Sifat nyeri : sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, diperas, dan dipelintir.

- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi,


punggung/interskapula, perut dan lengan kanan (dermatom C1 T4)

- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

- Faktor pencetus : latihan fisik, stress, emosi, udara dingin dan sesudah
makan

- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,


cemas dan lemas

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal > 30 menitdan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
Sekitar seperempat pasien infark miokard anterior mempunyai manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan/atau hipotensi) dan hampir
setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardia dan/atau hipotensi).7
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik
apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan

10
LAPKAS KARDIOLOGI

pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai


dalam minggu pertama pasca STEMI.7

2.7.3 Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan
EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terakhir
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak didiagnosis untuk STEMI tetapi pasien
tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan
interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara continue
harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil
untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.7
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosis infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi
infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya
tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami
angina pektoris tak stabil atau NSTEMI. Pada sebagian pasien NB tampak
elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark
non Q. Sebelumnya istilah infark transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R atau infark
miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan
sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada
korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural)
sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA
mural/nontransmural.7

11
LAPKAS KARDIOLOGI

2.7.4 Laboratorium
Pada infark miokard terjadi pelepasan-pelepasan enzim-enzim dan protein
jantung yang dapat dideteksi beberapa jam setelah onset terjadi seperti CKMB
dan troponin.7
- CKMB

CKMB adalah suatu enzim kreatinin kinase yang terdapat terutama di


jantung.CKMB serum mulai meningkat 3-8 jam setelah infark dan mencapai
puncaknya setelah 24 jam dan kembali normal dalam 48-72 jam.CKMB
tidak lebih sensitif dan spesifik untuk deteksi infark miokard dibandingkan
Troponin.
- Troponin

Troponin adalah suatu protein di sel otot yang mengontrol interaksi antara
aktin dan miosin.Kadar troponin mulai meningkat 3-4 jam setelah infark dan
mencapai puncaknya 18-36 jam kemudian mulai menurun perlahan-lahan,
sehingga troponin masih dapat dideteksi 10-14 hari setelah infark.7

Penatalaksanaan2,3

Tatalaksana infark miokard akut dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-
data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus
berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).7

2.9.1 Tatalaksana Umum

1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama
6 jam pertama.5,7
2. Nitrogliserin (NTG)

12
LAPKAS KARDIOLOGI

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg


atau isosorbit dinitrat (ISDN) 5 mg, dapat diberikan sampai 3 dosis setiap 5
menit. Selain mengurangi nyeri dada NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplaioksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral.5,7
3. Morfin
Sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit samapai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai dalam pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena
yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.5,7
4. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum Sindron Koroner Akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin dengan dosis 160-325 mg di ruang emergency selanjutnya
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.5,7
5. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada pemberian penyekat beta,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis dengan syarat frekuensi
jantung > 60 menit, TDS >100 mmHg, interval PR < 0,24 detik, dan ronchi
tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48
jam, dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.5,7

2.9.2Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa


didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan

13
LAPKAS KARDIOLOGI

perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard
akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolysis dalam membuka arteri koroner
yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka
panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun) , resiko perdarahan
yang meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.
Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan
aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya dibeberapa rumah
sakit.7

2.9.3 Reperfusi Farmakologis

Fibrinolisis

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam


30 menit sejak masuk (door-to-needle time < 30 menit).Tujuan utama fibrinolisis
adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain ; tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK) dan retaplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan
thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok, yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA
dan non spesifik fibrin seperti streptokinase.7

Obat-obatan fibrinolitik mempercepat lisis dari trombus yang menyumbat


dan mengurangi kerusakan pada sel miokard.Streptokinase merupakan salah satu
dari fibrinolitik yang sekarang sudah jarang dipakai di Amerika Serikat karena
efeknya yang bersifat sistemik sehingga meningkatkan resiko terjadinya
perdarahan.tPA (alteplase), rPA (reteplase), TNK-TPA (tenecteplase) lebih
sering digunakan saat ini karena lebih bersifat lokal, sehingga menurunkan risiko
terjadinya perdarahan.7

Dosis obat-obatan fibrinolitik:3

- Streptokinase : 1,5 juta unit iv diberikan dalam 30-60 menit

14
LAPKAS KARDIOLOGI

- TNK-TPA : single iv bolus -> 30 mg (BB<60 kg), 35 mg (BB 60-69 kg),


40 mg (BB 70-79 kg), 45 mg (BB 80-89 kg), 50 mg (BB/90kg)

- rPA : 2 10 U iv bolus, jeda waktu 30 menit

- tPA : Bolus 15 mg, lalu infus 0,75 mg/kg dalam 30 menit (max 50 mg),
lalu infus 0,5 mg/kg (max 35 mg) dalam 60 menit, dosis total tidak
melebihi 100 mg

Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relatif kematian di rumah


sakit sampai 50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan
manfaat ini dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien
yang mendapat terapi dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapat manfaat yang
terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih tinggi jika dibandingkan terapi dalam 1-
3jam, terapi masih tetap bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset
infark, dan beberapa manfaat tampaknya masih ada sampai 12 jam, terutama jika
nyeri dada masih ada dan segmen ST masih tetap elevasi pada sandapan EKG
yang belum menunjukkan gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan
PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum merupakan strategi
reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian
terhadap masalah logistic seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau
ada antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis
dapat dimulai dibandingkan implementasi PCI.7

Tissue plasminogen activator (tPA) dan activator plasminogen spesifik


fibrin lain seperti rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam
mengembalikan perfusi penuh dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.7

2.9.1 Tatalaksana Rumah Sakit

Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang rawat dengan fasilitas


penanganan aritmia (monitor). Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, gula
darah, BUN, kreatinin, CK, CKMB, SGPT, LDH, dan elektrolit terutama K+
serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu
pembekuan, Protrombin Time (PT), dan Activated Partial Thromboplastin Time

15
LAPKAS KARDIOLOGI

(APTT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman


EKG dapat diulangi setiap hari selama 72 jam pertama infark.9

Nitrat sublingual atau transdermal digunakan untuk mengatasi angina,


sedangkan nitrat iv diberikan bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan.
Bila masih ada rasa sakit dapat diberikan morfin sulfat 2,5 iv dan dapat diulangi
setiap 5-30 menit, atau petidin HCl 25-50 mg iv dapat diulangi tiap 5-30 menit
sampai rasa sakit hilang. Selama 8 jam pasien dipuasakan dan selannjutnya
diberi makanan cair atau lunak dalam 24jam pertama lalu dilanjutkan dengan
makanan lunak.9
Komplikasi2
Komplikasi dari STEMI dapat berupa:7
1. Disfungsi ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk,


ukuran dan ketebalan segmen yang mengalami infark dan non infark.
Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau
tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami
dilatasi.
2. Gangguan hemodinamik

Gangguan pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama


kematian di rumah sakit pada STEMI.Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi l pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari
infark) dan sesudahnya.Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki
basah di paru dan bunyi S3 dan S4 gallop.Pada pemeriksaan rontgen
sering dijumpai kongesti paru.
3. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah


mengalami infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40%
ventrikel kiri. Syok kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan

16
LAPKAS KARDIOLOGI

hemodinamik progresif hebat yang ireversibel: (1) penurunan perfusi


perifer, (2) penurunan perfusi koroner, (3) peningkatan kongesti paru.

4. Disfungsi Otot Papilaris

Penutupan katup mitralis selama sistolik ventrikel bergantung pada


integritas fungsional otot papilaris ventrikel kiri dan korda tendinea.
Disfungsi sistemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistol. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat: pengurangan aliran
ke aorta, dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

5. Defek Septum Ventrikel

Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding


septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Septum mendapatkan
aliran darah ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan
anterior dan posterior sulkus interventrikularis) sehingga rupture septum
menunjukkan adanya penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang
mengenai lebih dari satu arteri.
6. Ruptur Jantung

Meskipun jarang terjadi, rupture dinding ventrikel jantung yang bebas


dapat terjadi pada awal perjalanan infark transmural selama fase
pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.Dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi perdarahan massif ke dalam
kantong pericardium yang relatif tidak elastis dan tak dapat
berkembang.Kantong pericardium yang terisi darah menekan jantung,
menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan
mengurangi aliran balik vena dan curah jantung. Biasanya kematian

17
LAPKAS KARDIOLOGI

terjadi dalam beberapa menit kecuali apabila keadaan ini cepat diketahui
dan dipulihkan dengan perikardiosentesis transtoraks.
7. Aneurisme Ventrikel

Penonjolan paradoks sementara pada iskemia miokardium sering terjadi,


dan pada sekitar 15% pasien, aneurisme ventrikel akan menetap.
Aneurisme ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisme ventrikel akan mengembang bagai balom pada setiap
sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian volume sekuncup. Aneurisme
dapat menimbulkan tiga masalah : (1) gagal jantung kongestif kronis, (2)
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan (3) disritmia ventrikel
refrakter.
8. Tromboembolisme

Tromboembolisme merupakan komplikasi klinis nyata pada infark


miokardium akut dalam sekitar 10% kasus (terutama dengan infark yang
luas pada dinding anterior).Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam
ventrikel kiri dan dapat menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi
serebral.Sebagian besar emboli paru terjadi di vena tungkai dan
terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan meningkatnya risiko.
9. Disritmia

Gangguan irama jantung merupakan jenis komplikasi tersering pada infark


miokardium, dengan denyut premature ventrikel terjadi pada hampir
semua pasien dan terjadi denyut kompleks pada sebagian besar
pasien.Disritmia terjadi akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
perubahan bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Misalnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan depolarisasi spontan
sehingga meningkatkan kecepatan denyut jantung.

18
LAPKAS KARDIOLOGI

Prognosis3
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA, yaitu :7
1. Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana: S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.
Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan/ atau ronki basah 17
III Edema paru 30 40
IV Syok kardiogenik 60 80

2. TIMI risk score adalah sistem prognotik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI
yang mendapat terapi trombolitik.

19

Anda mungkin juga menyukai