Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS

STASE ANESTESI
INTENSIVE CARE NSTEMI

Disusun Oleh :
Yuda Pradana
42180217

Pembimbing Klinik :
dr. Yos Kresno Wardana, M.Sc, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI RUMAH SAKIT EMANUEL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Bp. AS
Nomor RM : 00526xxx
Tanggal lahir : 01 Juli 1953
Usia : 65 tahun
Alamat : Karanggedang 23/8
Tanggal masuk : 1 Januari 2019
Tanggal keluar: -

STATUS UMUM
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 65 kg
Status gizi : Baik

MASUK ICU
Tanggal masuk : 1 Januari 2019
Tanggal keluar : 3 Januari 2019
Keluhan utama : Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS Emanuel dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan
di sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu dan makin parah saat tengah malam pada
tanggal 1 Januari 2019. Nyeri dirasakan seperti menekan dada dan menyebar ke leher,
tangan, dan perut. Selain nyeri, dada juga terasa panas menjalar ke ulu hati dan kadang
sesak. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat alergi :-
Gaya hidup : Merokok
PEMERIKSAAN FISIK
A : Airway
Bebas, tidak ada obstruksi
B : Breathing
Tipe pernapasan : Pernapasan abdomen
Respirasi Rate : 19x/menit
Suara nafas : Vesikuler
Pergerakan dinding dada : Tidak ada ketertinggalan gerak
Saturasi : 100%
C : Circulation
Tekanan darah : 110/60
Nadi : 56x/menit, kuat angkat, reguler
CRT : <2 detik
Akral : Hangat
D : Disability
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4V5M6)
Pupil : diameter 3mm / 3mm, refleks cahaya +/+, isokor
E : Exposure
Tidak terdapat riwayat trauma pada tubuh pasien
Reflek fisiologis

+2 +2

+2 +2

Reflek patologis

- -

- -

Pengkajian ICU  Nyeri, penurunan curah jantung


Pemeriksaan fisik lain:
A. Kepala
 Ukuran Kepala : Normocephali
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi
konjungtiva (-/-), reflek pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
 Hidung : Deformitas (-)
 Mulut : Sianosis (-), kering (-)
B. Leher
 Limfonodi tidak membesar
C. Thorax
 Paru
 Inspeksi : Deformitas (-), otot bantu nafas (-)
 Palpasi : Tidak ada ketertinggalan gerak
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
 Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tampak
 Palpasi : Iktus Cordis kuat angkat terletak di SIC 5
midklavikula sinister
 Perkusi : Batas jantung membesar
 Auskultasi : Suara jantung 3 (S3)
D. Abdomen
 Inspeksi : Tidak tampak adanya distensi
 Auskulasi : Peristaltik usus (+)
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pembesaran organ (-), massa (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap
Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Hemoglobin 12,5  L (14-18 g/dl) Nilai kritis (low<6,
high>22)
Leukosit 12,06  H (4.8-10.8ribu) Nilai kritis (low<2.0,
high>30.0)
Eritrosit 4,85 (4.7-6.1 juta)
Hematokrit 35,4  L (42-52%) Nilai kritis (low<25,
high>60)

MCV 73  L (79-99 mikro m3)


MCH 25,8  L (27-31 pg)
MCHC 35,3 (33-37 g/dl)
RDW 38,2 (35-47%)
Trombosit 416 (150-450 ribu) Nilai kritis (low<50,
high>1000)
PDW 9,6 (9-13%)
P-CLR 18,7 (15-25%)
MPV 9,2 (7.2-11.1 mikro m3)
Neutrofil segmen% 55,7 (50-70%)
Eosinofil 4,1  H 2-4
Basofil% 0,4% 0-1
Limfosit% 33 (25-40%)
Monosit% 6,8 2-8

Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 127,6  H (70-115 mg/100ml)
Creatinin darah 0,95 0,8-1,3 Nilai Kritis : High
>4
Troponin I Positif Negatif

PEMERIKSAAN EKG
Hasil: HR = 63x/menit, depresi segmen ST

PEMERIKSAAN FOTO THORAX AP


Jantung membesar/kardiomegali (pembesaran ventrikel kiri)
Aorta elongatio
Paru gambaran kongesti
Corakan vaskuler paru kasar, tampak sefalisasi
Sinus dan diafragma normal

DIAGNOSIS DAN TERAPI


Diagnosis kerja : NSTEMI
Terapi : Tujuan penatalaksanaan pada kasus ini adalah (1) Mengurangi
nyeri dan kecemasan pasien, (2) Meningkatkan pasokan oksigen ke otot jantung, (3)
Menurunkan konsumsi oksigen oleh otot jantung
Pemasangan infus : Tangan kiri
Monitoring Keadaan Pasien di ICU
Tgl Jam TD HR RR T SpO2
(mmHg) (x/menit) (x/menit) (ºC) (%)
2/01/20 Pagi (10.45) 115/69 64 20 36,6 100
19 Sore (18.00) 105/65 68 19 36,4 100
Malam 107/64 67 19 34,4 100
(00.00)
3/01/20 Pagi (06.00) 111/64 60 18 35 100
19 Sore (18.00)
Malam Pasien pindah ke ruangan Tiberias
(00.00)

Terapi
1. Inj. Sedacum 3 mg
Sedacum Injection mengandung komposisi aktif Midazolam Hydrochloride.
Midazolam adalah obat yang digunakan untuk menyebabkan kantuk, mengurangi
kecemasan, dan menyebabkan kelupaan dari operasi atau prosedur. Obat ini
bekerja sebagai inhibitor yang dimediasi oleh GABA.
2. Inj. Morfin 5 mg
Morfin adalah jenis obat yang masuk ke dalam golongan analgesik opium atau
narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang sangat hebat dan
berkepanjangan. Morfin termasuk dalam obat-obatan golongan agonis opiod.
Golongan ini bekerja dengan mengikat reseptor μ (mu), δ (delta), κ (kappa) di
dalam transmisi dan modulasi rasa nyeri.
3. Inj. Ranitidine 2 x 1
Ranitidine adalah obat yang digunakan untuk menangani gejala atau penyakit yang
berkaitan dengan produksi asam berlebih di lambung. Obat ini berfungsi untuk
menghambat sekresi asam lambung. Ranitidine termasuk antagonis histamin dari
reseptor H2. Dengan adanya antihistamin (ranitidine), maka jumlah cAMP intrasel
akan berkurang sehingga sekresi asam lambung oleh sel parietal dapat dihambat.
4. Aspilet 1 x 60 mg
Aspilet (asetil salisilat atau aspirin) adalah obat yang biasa digunakan untuk
pencegahan primer dari penyakit thromboembolic dan kardiovaskular. Aspirin
bekerja menghambat enzim COX, yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat
menjadi prostaglandin H2, prostaglandin E2, dan tromboksan A2. Akibatnya
sintesis tromboksan A2 (TXA2) yang berperan besar dalam agregasi trombosit
terhambat. Selain melalui penghambatan terhadap COX, aspirin juga mampu
mengasetilasi enzim Nitric Oxide Synthase‐3 (NOS‐3) yang akan meningkatkan
produksi Nitric Oxide (NO) sebagai inhibitor aktivasi platelet.
5. Clopidogrel 1 x 300 mg
Clopidogrel merupakan obat yang berfungsi untuk mencegah trombosit (platelet)
saling menempel yang berisiko membentuk gumpalan darah. Clopidogrel akan
diberikan kepada orang yang mengalami serangan jantung, stroke, penyakit
jantung koroner, dan penyakit arteri perifer. Obat ini bekerja sebagai inhibitor
reseptor ADP
6. ISDN 3 x 5 mg
Isosorbid dinitrat adalah obat dengan fungsi untuk mengatasi nyeri dada (angina)
pada orang dengan kondisi jantung tertentu (penyakit jantung koroner). Obat ini
bekerja dengan membuat relaksasi otot polos vaskular dan menyebabkan
vasodilatasi arteri koroner.
7. Alprazolam 1 x 0,5 mg
Alprazolam digunakan untuk mengobati kecemasan dan gangguan panik. Obat ini
termasuk dalam kelas obat yang disebut benzodiazepin yang bekerja pada otak dan
saraf (sistem saraf pusat) untuk menghasilkan efek menenangkan. Obat ini bekerja
sebagai inhibitor GABA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM KORONER AKUT


I. DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu spektrum perjalanan
aterosklerosis pada Penyakit Jantung Koroner (PJK). Sindrom Koroner Akut (SKA)
sebagian besar adalah manifestasi akut dari plak ateroma yang koyak atau pecah
akibat perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak
tersebut. Penyakit ini merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.

II. FAKTOR RISIKO


Ada 2 faktor risiko dari SKA yaitu : faktor risiko yang dapat dimodifikasi (dapat
diubah) dan faktor risiko tak dapat dimodifikasi (tidak dapat diubah).
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Ras/Bangsa
d. Hereditas
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
b. Diabetes Mellitus
c. Riwayat penyakit Jantung (Cardiovascular disease) sebelumnya
d. Obesitas
e. Hiperkolesterolemia
f. Merokok
g. Alkohol
h. Stress
III. KLASIFIKASI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

IV. NSTEMI
PATOFISIOLOGI
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan/atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI
terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut
pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak
yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos
yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi.
Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemah tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat
dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
NSTEMI memiliki perbedaan pada patofisiologinya dengan Unstable
Angina Pectoris (UAP). Perbedaannya adalah pada NSTEMI jantung telah
mengalami nekrosis, sehingga dari hasil lab dapat ditemukan troponin positif,
selain itu pada NSTEMI hasil EKG dapat menunjukkan ST depresi atau normal
dan gelombang T yang inversi. Sementara pada UAP, dari hasil EKG kurang
begitu spesifik, namun dari hasil biomarka pada UAP tidak menunjukkan adanya
troponin yang positif.
V. STEMI
PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak ateroskelorotik yang sudah ada
sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak,
berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit,
yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu rusaknya sel endotel dapat
mengaktivasi kaskade koagulasi. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan
konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri dari agregrasi trombosit dan fibrin. Arteri yang mengalami
oklusi tidak dapat mengalirkan darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke
jaringan jantung, sehingga jaringan yang tidak menerima oksigen dan nutrisi
tersebut mengalami nekrosis. Adanya nekrosis jaringan membuat jantung tidak
dapat berkontraksi, bila jaringan otot jantung rusak maka protein troponin yang
digunakan untuk kontraksi jantung tidak terpakai dan akan terlepas ke peredaran
darah.

VI. PENEGAKAN DIAGNOSIS


1. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen).
a) Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar
ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20
menit).
b) Keluhan angina atipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina
atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal
ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut
(>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.
Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini
patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
b. Pemeriksaan GCS
c. Pemeriksaan Thorax yang terdiri dari Paru dan Jantung
d. Pemeriksaan Abdomen
e. Pemeriksaan Ekstremitas
3. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
- NSTEMI : Segmen ST depresi
- UAP : Segmen ST depresi atau mendatar
- STEMI : Segmen ST elevasi
b. Marka Jantung
- Troponin (T,I) : Positif
c. Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)
d. Foto Polos Thorax

VII. PENATALAKSANAAN
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien saturasi oksigen <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama
b. Nitrogliserin (NTG)
NTG sering diberikan secara sublingual dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan hingga 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain dapat mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark.
c. Morfin
Efektif untuk mengurangi nyeri dada SKA. Morfin diberikan dengna dosis
2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20
mg. Efek samping dari morfing yaitu vasokonstriksi melalui penuruan
simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung, sehingga diperlukan cairan IV (NaCl 0,9%).
d. Aspirin
Bekerja sebagai antiplatelet, inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
dosis 160-325 mg. Selain aspirin pada kasus ini juga dapat diberikan
Clopidogrel yang bekerja sebagai antiplatelet.
e. Beta blocker
Diberikan bila morfin kurang efektif untuk mengatasi nyeri SKA. Biasanya
diberikan metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit dengan total 3 dosis.
f. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI menjadi lebih buruk. Sasaran terapi reperfusi pada pasien
STEMI adalah door-to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat
dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon untuk PCI dapat dicapai
dalam 90 menit.

VIII. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung
2. Hipotensi
3. Kongesti Paru
4. Syok kardiogenik
5. Aritmia ventrikular
6. Regurgitasi katup mitral
7. Ruptur jantung
8. Perikarditis
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien berusia 65 tahun datang ke IGD RS Emanuel dengan keluhan nyeri dada.
Nyeri dada dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan makin parah saat tengah malam pada
tanggal 1 Januari 2019. Nyeri dirasakan seperti menekan dada dan menyebar ke leher, tangan,
dan perut. Selain nyeri, dada juga terasa panas menjalar ke ulu hati dan kadang sesak. Pasien
juga mengeluhkan adanya nyeri kepala. Dari data riwayat penyakit terdahulu tidak
didapatkan informasi yang cukup mengenai keluhan serupa.
Pada pemeriksaan fisik di IGD, didapatkan pasien dalam kondisi compos mentis
dengan vital sign yang baik. Vital sign menunjukkan tekanan darah 131/67, nadi 59 x/menit,
saturasi, CRT, dan akral dalam batas normal. Berdasarkan rekam medis, pasien baru pertama
kali berobat di RS Emanuel. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang normal. Tetapi dari
hasil pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran EKG berupa depresi segmen ST dan
troponin I yang positif.
Pasien diputuskan untuk masuk ICU dengan kriteria prioritas II dimana pasien perlu
pelayanan pemantauan canggih di ICU. Ini sesuai dengan kondisi pasien dimana pasien
mengalami NSTEMI sehingga perlu pemantauan terhadap tekanan darah dan hemoglobin
pasien secara intensif. Pasien pada kelompok ini memerlukan terapi intensif yang terbatas
untuk mengatasi penyakit kritisnya. Selama di ICU pasien dimonitoring kondisi
hemodinamika berupa tekanan darah, respirasi rate, nadi, suhu dan saturasi O2 serta
pengaturan balance cairan. Selain dilakukan monitoring setiap jam, pasien juga diberikan
beberapa terapi cairan dan obat, yang terdiri dari :
1. Inj. Sedacum 3 mg
Sedacum Injection mengandung komposisi aktif Midazolam Hydrochloride.
Midazolam adalah obat yang digunakan untuk menyebabkan kantuk dan
mengurangi kecemasan, dan menyebabkan kelupaan dari operasi atau prosedur.
Obat ini bekerja sebagai inhibitor yang dimediasi oleh GABA.
2. Inj. Morfin 5 mg
Morfin adalah jenis obat yang masuk ke dalam golongan analgesik opium atau
narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang sangat hebat dan
berkepanjangan. Morfin termasuk dalam obat-obatan golongan agonis opiod.
Golongan ini bekerja dengan mengikat reseptor μ (mu), δ (delta), κ (kappa) di
dalam transmisi dan modulasi rasa nyeri.
3. Inj. Ranitidine 2 x 1
Ranitidine adalah obat yang digunakan untuk menangani gejala atau penyakit
yang berkaitan dengan produksi asam berlebih di lambung. Obat ini berfungsi
untuk menghambat sekresi asam lambung. Ranitidine termasuk antagonis
histamin dari reseptor H2. Dengan adanya antihistamin (ranitidine), maka jumlah
cAMP intrasel akan berkurang sehingga sekresi asam lambung oleh sel parietal
dapat dihambat.
4. Aspilet 1 x 60 mg
Aspilet (asetil salisilat atau aspirin) adalah obat yang biasa digunakan untuk
pencegahan primer dari penyakit thromboembolic dan kardiovaskular. Aspirin
bekerja menghambat enzim COX, yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat
menjadi prostaglandin H2, prostaglandin E2, dan tromboksan A2. Akibatnya
sintesis tromboksan A2 (TXA2) yang berperan besar dalam agregasi trombosit
terhambat. Selain melalui penghambatan terhadap COX, aspirin juga mampu
mengasetilasi enzim Nitric Oxide Synthase‐3 (NOS‐3) yang akan meningkatkan
produksi Nitric Oxide (NO) sebagai inhibitor aktivasi platelet.
5. Clopidogrel 1x 300 mg
Clopidogrel merupakan obat yang berfungsi untuk mencegah trombosit (platelet)
saling menempel yang berisiko membentuk gumpalan darah. Clopidogrel akan
diberikan kepada orang yang mengalami serangan jantung, stroke, penyakit
jantung koroner, dan penyakit arteri perifer. Obat ini bekerja sebagai inhibitor
reseptor ADP
6. ISDN 3 x 5 mg
Isosorbid dinitrat adalah obat dengan fungsi untuk mengatasi nyeri dada (angina)
pada orang dengan kondisi jantung tertentu (penyakit jantung koroner). Obat ini
bekerja dengan membuat relaksasi otot polos vaskular dan menyebabkan
vasodilatasi arteri koroner.
7. Alprazolam 1 x 0,5 mg
Alprazolam digunakan untuk mengobati kecemasan dan gangguan panik. Obat ini
termasuk dalam kelas obat yang disebut benzodiazepin yang bekerja pada otak
dan saraf (sistem saraf pusat) untuk menghasilkan efek menenangkan. Obat ini
bekerja sebagai inhibitor GABA.
Untuk terapi cairan, pasien diberi infus NaCl 0,9% 500cc selama 24 jam. Infus NaCl
0,9% merupakan garam yang berperan penting dalam tubuh. Cairan ini akan memelihara
tekanan osmotik darah dan jaringan, sehingga elektrolit dalam tubuh tetap seimbang.
Setelah dimonitor setiap jam di ICU dan pasien diminta dokter penanggung jawab
untuk mengurangi stressor dan mengonsumsi obat secara rutin, pada hari ketiga pasien
menunjukkan perbaikkan, sehingga pada hari ketiga pasien sudah boleh dipindahkan ke
ruangan dengan catatan keluarga perlu mengawasi dan membantu pemulihan pasien .
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pasien berusia 65 tahun dengan diagnosis NSTEMI digolongkan sebagai prioritas II


untuk masuk ICU
2. Selama di ICU pasien dimonitor vital sign (tekanan darah, frekuensi nadi pernapasan,
saturasi oksigen, dan cairan masuk serta cairan keluar (indeks balance cairan)
3. Terapi yang diberikan kepada pasien yaitu obat sedasi, analgesik, antiplatelet, dan
vasodilator jantung
4. Hari ketiga monitor di ICU keadaan pasien membaik dan diperbolehkan pindah ke
ruang rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi 1. Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana


Sindrom Koroner Akut. Edisi 3. Centra Communications.

Pramadiaz, Tiara A., dkk. 2016. Hubungan Faktor Risiko Terhadap Kejadian Sindroma
Koroner Akut pada Pasien Dewasa Muda di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas : Padang. 2016; 5(2). 330-337.

Anda mungkin juga menyukai