Anda di halaman 1dari 25

CASE BASED DISSCUSION DAN PEMBINAAN

ILMU KESEHATAN KOMUNITAS


TUBERCULOSIS

Dosen Pembimbing :

dr. The Maria Meiwati Widagdo, Ph.D

Disusun oleh :
Gotha Aprilia Kurniaputri 42180223

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
PERIODE 15 JUNI 2020 – 25 JULI 2020
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis menjadi penyakit infeksi menular yang paling berbahaya di dunia.
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sebanyak 1,5 juta orang meninggal
karena TB (1.1 juta HIV negatif dan 0.4 juta HIV positif) dengan rincian 89.000 laki-laki,
480.000 wanita dan 140.000 anak-anak. Pada tahun 2014, kasus TB diperkirakan terjadi pada
9,6 juta orang dan 12% diantaranya adalah HIV-positif.
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2015 yang dirilis oleh WHO, sebanyak 58%
kasus TB baru terjadi di Asia Tenggara dan wilayah Western Pacific pada tahun 2014.
Indonesia dinyatakan sebagai negara terbanyak kedua yang mengalami kejadian kasus TB
Paru yaitu sebanyak 10% dari total kasus TB Paru di dunia. Pada tahun 2017 World Health
Organization (WHO) menyebutkan bahwa diperkirakan ada kasus sebanyak 1.020.000 kasus
TB di Indonesia, tetapi yang dilaporkan ke KEMENKES sebanyak 420.000 kasus. Dari kasus
tersebut masih banyak kasus yang belum terlaporkan dan menjadi masalah kesehatan yang
berdampak serius bagi Indonesia.
Tuberkulosis merupakan salah satu contoh penyakit tropis dan Indonesia termasuk
negara tropis. Wilayah tropis lebih mudah terjangkit penyakit menular dibandingkan dengan
wilayah beriklim sedang. Penyebab utamanya adalah faktor lingkungan dimana wilayah
tropis memiliki kelembaban cukup tinggi dan pertumbuhan biologis sebagai pendukung
keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk patogen, vektor, dan hospes.
Penemuan kasus TB BTA Positif di Bantul pada Tahun 2017 sebesar 39,64 %.
Jumlah tersebut naik jika dibandingkan dengan Tahun 2016 yang dilaporkan sebesar 34,89
%. Jumlah kematian akibat TB dilaporkan sejumlah 3 orang. Angka kesuksesan (Success
Rate) terdiri dari angka kesembuhan dan pengobatan lengkap TB Paru. Angka kesuksesan
pada tahun 2017 dilaporkan sebesar 65%. Angka kesembuhan (Cure rate) pada tahun 2017
dilaporkan sebesar 76,38 % dan angka kesembuhan pengobatan TB di Kabupaten Bantul
pada Tahun 2017 naik bila dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar 71%. Angka
kesembuhan ini berada di bawah target Nasional (85%).
II. Tujuan
1. Menambah pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai tuberculosis
2. Meningkatkan upaya promotif dan preventif masyarakat terhadap tuberculosis

III. Manfaat
1. Masyarakat dapat mengetahui tentang tuberkulosis dan penyebabnya
2. Masyarakat dapat aktif untuk melakukan upaya peningkatan kesehatan untuk
mencegah tuberkulosis
BAB II
METODE PENGAMBILAN DATA DAN INTERPRETASI DATA
I. Metode Pengambilan Data
Data yang digunakan diambil dari data insidensi TB Puskesmas Bambanglipuro tahun
2018-2020.
II. Interpretasi dan Kajian Data
Kajian data berasal dari epdemiologi Puskesmas Bambanglipuro. Jumlah masyarakat di
wilayah Bambanglipuro yang menderita TB pada dua tahun terakhir adalah 79 orang.
1. Perbandingan Jumlah Pasien TB di setiap Dusun

Perbandingan Jumlah Pasien TB di Dusun


Puskesmas Bambanglipuro
35

30

25

20

15

10

0
Sumbermulyo Sidomulyo Mulyodadi

Gambar 1. Jumlah pasien TB di Dusun Sumbermulyo, Sidomulyo dan Mulyodadi


Dari data diatas didapatkan bahwa jumlah terbanyak pasien TB berada di
Dusun Sidomulyo yaitu 32 orang. Sumbermulyo berada pada urutan kedua dengan
jumlah pasien TB 25 orang dan terakhir Dusun Mulyodadi dengan jumlah pasien TB
22 orang.

2. Perbandingan Jenis Kelamin Pasien TB


Perbandingan Jumlah Pasien TB Berdasarkan Jenis
Kelamin

Laki-Laki
Perempuan

Gambar 2. Jumlah pasien TB berdasarkan jenis kelamin


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita TB di Kecamatan
Bambanglipuro didominasi oleh laki-laki dengan jumlah 48 orang sedangkan
penderita TB yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 31 orang.
3. Perbandingan Usia Pasien TB
50

45

40

35

30 Bayi (0-1 tahun)


Anak (2-10 tahun)
25 Remaja (11-19 tahun)
Dewasa (20-60 tahun)
20 Lansia (>60 tahun)
15

10

Gambar 3. Jumlah pasien TB berdasarkan usia


Dari data diatas pasien TB dibagi menjadi dalam beberapa kelompok usia
yaitu, bayi (0-1 tahun), anak (2-10 tahun), remaja (11-19 tahun), dewasa (20-60
tahun) dan lansia (>60 tahun). Pasien TB di Kecamatan Bambanglipuro dalam
kelompok dewasa berjumlah 44 orang, kelompok lansia 14 orang, kelompok anak 11
orang, kelompok bayi 7 orang dan kelompok remaja 3 orang.
4. Perbandingan Jenis Penyakit TB

Perbandingan Jumlah Pasien TB Berdasarkan Jenis


Penyakit

Paru
Ekstraparu

Gambar 4. Jumlah pasien TB berdasarkan jenis penyakit


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pasien TB di Kecamatan
Bambanglipuro jenis TB terbanyak yang diderita adalah paru dengan jumlah 68 orang
dan ekstraparu berjumlah dari 11 orang.
BAB III
HASIL DAN KAJIAN

I. DATA KLINIS PERORANGAN DAN EVIDENS


Dasar Judul Kasus : Tuberkulosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis dilakukan pada hari Selasa, 1 Juli 2020 di Puskesmas
Bambanglipuro.

II. IDENTITAS PASIEN


Nama : Bp. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Bantul 6 Januari 1960
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Tani
Pendidikan : SLTP
Alamat : Siten, Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul

III. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kontrol rutin TB

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Laki-laki usia 60 tahun, datang ke Poli Batuk Puskesmas Bambanglipuro pada
Rabu, 1 Juli 2020 untuk kontrol rutin TB karena obat sudah habis. Pasien merasakan
sudah merasa lebih baik dari kondisi sebelumnya. Pasien sudah tidak merasakan sesak,
dan batuk sudah tidak seperti sebelumnya. Pasien mengeluhkan sering lemas setelah
beraktifitas. Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Tidak ada keluhan BAB dan
BAK.
Pasien merupakan pasien TB baru. Pasien sudah menjalani pengobatan TB selama
kurang lebih 1 bulan. Keluhan awal sebelum pasien terdiagnosis adalah sering batuk
ngikil lebih dari 3 minggu, dan hampir setiap bulan batuk. Pasien juga kadang
merasakan sesak karena batuk. Tidak terdapat batuk darah. Tidak terdapat demam.
Pasien mengatakan bahwa kakak pasien memiliki tuberculosis dan sudah menjalani
pengobatan selama 4 bulan.

3. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat mondok (+)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat operasi (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat alergi makanan (-), alergi obat (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa (+)
 Riwayat maag (-)
 Riwayat HT (-)
 Riwayat DM (+) Ayah Pasien
 Riwayat alergi makanan (-), alergi obat (-)

5. Anamnesis Sitemik
 Sistem neurologis : tidak ada keluhan.
 Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan.
 Sistem respiratorius : Batuk.
 Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
 Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
 Sistem urogenital : tidak ada keluhan
 Sistem integumentum : tidak ada keluhan
6. Life style
Pasien merupakan buruh tani memiliki aktivitas lebih banyak di luar rumah. Pasien
tinggal bersama istri, dua anak, 1 menantu, dan 2 cucu. Waktu istirahat/tidur pasien dalam
sehari sekitar 8 jam. Pasien tidur malam sekitar jam 21.00 dan bangun pagi sekitar jam
08.00. Pasien jarang berolahraga. Pola makan pasien juga teratur biasanya 3x sehari
dimana pasien senang mengonsumsi tempe, sayuran, susu, makanan manis, dan gorengan.
Selama pengobatan, nafsu makan pasien kembali menurun. Makanan yang dikonsumsi
merupakan makanan yang dimasak oleh istri dan anak pasien dan jarang membeli
makanan di luar rumah. Pasien mengonsumsi air putih cukup 6-7 gelas/hari). Namun lebih
sering mengonsumsi minuman manis.

V. FAMILY LIFE CYCLE


Pasien tinggal dalam 1 rumah bersama dengan istri, dua anak, 1 menantu, dan 2 cucu.
Jumlah keseluruhan yang tinggal dirumah adalah 7 orang. Hubungan yang baik terjalin antara
pasien dengan keluarganya.
Genogram :

Keterangan:

: Laki-laki : Kakak Pasien dengan keluhan sama

: Perempuan : Pasien

: Tinggal serumah
VI. Riwayat Personal “SCREEM”
 Social : Hubungan antara keluarga terjalin dengan baik. Pasien tinggal bersama istri, dua
anak, satu menantu, dan dua cucu. Kesehariannya pasien lebih sering bersama dengan
keluarganya.
 Culture : Pasien dan keluarganya merupakan orang suku Jawa. Orang tua pasien asli dari
Bambanglipuro.
 Religious : Pasien dan keluarganya menganut agama Islam dan tidak mengeluhkan adanya
kendala dalam menjalankan ibadah. Pasien rutin mengikuti pengajian dan shiolat jamaah
di masjid. Namun saat ini lebih banyak melakukan ibadah di rumah, karena pandemi.
 Education : Pasien merupakan lulusan SLTP. Kedua orang tua pasien merupakan lulusan
SD.
 Ekonomi : Pasien merupakan seorang buruh tani, sedangkan istri pasien merupakan ibu
rumah tangga yang juga membuka warung di depan rumahnya. Anak dan menantu pasien
bekerja sebagai karyawan swasta. Pemasukan perbulan dari keluarga ini dapat dibilang
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi, kondisi
ekonomi keluarga pasien tergolong cukup dalam memenuhi kebutuhannya.
 Medical : Pasien dan keluarganya memiliki jaminan kesehatan berupa “Kartu Indonesia
Sehat”. Setiap kali pasien sakit, pasien berobat ke Puskesmas Bambanglipuro.

VII. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 Juli 2020 di Puskesmas Bambanglipuro.
1. Status Generalis
 KU : Sedang
 GCS : EVM 4/5/6
 BB : 51 kg
 TB : 168 cm
 Vital Sign :
o Nadi : 120 x/menit
o Napas : 24 x/menit

o Suhu : 36,6 oC
o Tekanan Darah : 126/78 mmHg
2. Status Lokalis
- Kepala : normochepali, CA (-/-), SI (-/-), sianosis (-), lidah kotor (-)
- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
- Thorax :
 Paru :
1. Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi dinding dada (-), jejas (-)
2. Palpasi : tidak teraba massa, nyeri tekan (-) , fremitus kanan dan
kiri simetris, ketinggalan gerak (-)
3. Perkusi : sonor seluruh lapang paru
4. Auskultasi : suara napas vesikuler(+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)
 Jantung :suara jantung S1/S2 normal (reguler), S3 dan S4 (-)
- Abdomen :
 Inspeksi : jejas (-), distensi abdomen (-)
 Auskultasi : peristaltik usus (+) normal (12 kali/menit)
 Perkusi : timpani pada 9 regio abdomen
 Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (+), pembesaran hepar (-),
pembesaran limpa (-), turgor kulit normal, tidak teraba
Massa
- Ekstremitas : akral hangat, nadi cukup kuat, CRT<2 detik, edema (-)

- Pemeriksaan kekuatan otot : 5 5


5 5

VIII. DIAGNOSIS
TB Paru Kategori I Fase Intensif
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium
24 Juni 2020 1 Juli 2020
Hb 16,9 gr% GDS 251 mg/dL
Hct 48,1gr%
Eritrosit 5,45 rb/mmk
Trombosit 512 rb/mmk
AL 8,5 rb/mmk
GDS 330 mg/dL
Kolesterol 154 mg/dL
Trigliserid 163 mg/dL
As. Urat 5,9 mg/dL
- Pemeriksaan BTA
Negatif
- Pemeriksaan Rontgen
Positif gambaran TB

X. TATALAKSANA
FDC 1x3 (45 tablet)
Vitamin B6 1x1 (15 tablet)

XI. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam

Ad Sanationam : bonam

Ad Functionam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu
penegakan diagnosis dan pengobatan TB[ CITATION Men16 \l 1033 ].
II. Terapi
a. Penanganan kasus
i. Penanganan kasus TB orang dewasa
Definisi kasus TB orang dewasa yang dimaksud disini adalah kasus
TB yang belum ada resistensi OAT.
Tahapan Pengobatan TB:
1. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang
masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan yang digunakan adalah ;
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
b. Pasien TB paru terdiagnosis klinis.
c. Pasien TB ekstra paru.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:
a. Pasien kambuh.
b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya.
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).
3. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
4. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2
yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan
obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu)
pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas dalam
bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk pasien yang tidak
bisa menggunakan paduan OAT KDT.
ii. Penanganan pasien TB-RO
b. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diarahkan untuk meningkatkan
pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan,
pengobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS), sehingga terjadi perubahan sikap
dan perilaku sasaran program TB terkait dengan hal tersebut serta menghilangkan
stigma serta diskriminasi masyakarat serta petugas kesehatan terhadap pasien TB.
i. Sasaran
Sasaran promosi kesehatan penanggulangan TB adalah:
1. Pasien, individu sehat (masyarakat) dan keluarga sebagai komponen
dari masyarakat.
2. Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa.
Diharapkan dapat berperan dalam penanggulangan TB sebagai
berikut:
a. Sebagai panutan untuk tidak menciptakan stigma dan
diskriminasi terkait TB.
b. Membantu menyebarluaskan informasi tentang TB dan PHBS.
c. Mendorong pasien TB untuk menjalankan pengobatan secara
tuntas.
d. Mendorong masyarakat agar segera memeriksakan diri ke
layanan TB yang berkualitas.
3. Pembuat kebijakan publik yang menerbitkan peraturan perundang-
undangan dibidang kesehatan dan bidang lain yang terkait serta
mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.
ii. Strategi
1. Pemberdayaan masyarakat
Metode yang dilakukan adalah melalui komunikasi efektif, demontrasi
(praktek), konseling dan bimbingan yang dilakukan baik di dalam
layanan kesehatan ataupun saat kunjungan rumah dengan
memanfaatkan media komunikasi seperti lembar balik, leaflet, poster
atau media lainnya.
2. Advokasi
Advokasi Program Penanggulangan TB adalah suatu perangkat
kegiatan yang terencana, terkoordinasi dengan tujuan:
a. Menempatkan TB sebagai hal/perhatian utama dalam agenda
politik
b. Mendorong komitmen politik dari pemangku kebijakan yang
ditandai adanya peraturan atau produk hukum untuk program
penanggulangan TB
c. Meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan
pembiayaan dan sumber daya lainnya untuk TB
3. Kemitraan
Kerjasama antara program penanggulangan TB dengan institusi
pemerintah terkait, pemangku kepentingan, penyedia layanan,
organisasi kemasyarakatan yang berdasar atas 3 prinsip yaitu
kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan.
iii. Pelaksanaan
1. Metode komunikasi, dapat dilakukan berdasarkan:
a. Teknik komunikasi, terdiri atas:
i. metode penyuluhan langsung yaitu kunjungan rumah,
pertemuan umum, pertemuan diskusi terarah (FGD),
dan sebagainya; dan
ii. metode penyuluhan tidak langsung dilakukan melalui
media seperti pemutaran iklan layanan masyarakat di
televisi, radio, youtube dan media sosial lainnya,
tayangan film, pementasan wayang, dll.
b. Jumlah sasaran dilakukan melalui pendekatan perorangan,
kelompok dan massal.
c. Indera Penerima
i. Metode melihat/memperhatikan.
Pesan akan diterima individu atau masyarakatmelalui
indera penglihatan seperti: pemasangan spanduk,
umbul-umbul, poster, billboard, dan lain-lain.
ii. Metode mendengarkan.
Pesan akan diterima individu atau masyarakat melalui
indera pendengaran seperti dialog interaktif radio, radio
spot, dll.
iii. Metode kombinasi.
Merupakan kombinasi kedua metode di atas, dalam hal
ini termasuk demonstrasi/peragaan. Individu atau
masyarakat diberikan penjelasan dan peragaan terlebih
dahulu lalu diminta mempraktikkan, misal: cara
mengeluarkan dahak.
2. Media Komunikasi
Media komunikasi atau alat peraga yang digunakan untuk promosi
penanggulangan TB dapat berupa benda asli seperti obat TB, pot
sediaan dahak, masker, bisa juga merupakan tiruan dengan ukuran dan
bentuk hampir menyerupai yang asli (dummy). Selain itu dapat juga
dalam bentuk gambar/media seperti poster, leaflet, lembar balik
bergambar karikatur, lukisan, animasi dan foto, slide, film dan lain-
lain.
3. Sumber Daya
Sumber daya terdiri dari petugas sebagai sumber daya manusia
(SDM), yang bertanggung jawab untuk promosi, petugas di
puskesmas dan sumber daya lain berupa sarana dan prasarana serta
dana[ CITATION Men16 \l 1033 ].
ANALISIS KASUS DAN DETERMINAN

I. ANALISA KASUS
Pasien merupakan seorang laki-laki usia 60 tahun, bertempat tinggal di Desa
Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul. Berdasarkan data yang didapatkan
melalui autoananmesis, saat ini pasien sedang menjalani pengobatan TB fase intensif.
Pasien rutin meminum obat yang sudah diberikan oleh puskesmas selama 1 bulan ini. Di
sisi lain, pasien tidak mengalami kesulitan baik akses ke layanan kesehatan maupun efek
samping obat yang dapat mempersulit kesembuhannya.
Saat ini pasien tinggal bersama dengan 7 orang anggota keluarga. Anggota keluarga
tersebut antara lain adalah istri, 2 anak, 1 menantu, dan 2 cucu. Dalam situasi seperti ini,
peran keluarga sangat penting untuk mendukung kesembuhan pasien. Kesembuhan
pasien dapat didukung oleh keluarga yang mampu mengingatkan tentang kepatuhan
minum obat, pentingnya asupan nutrisi yang cukup, serta penggunaan masker agar tidak
terjadi penularan ke orang lain. Pada kasus ini, diharapkan kedua anak yang tinggal
bersama pasien dapat berperan sebagai pendukung kesembuhan pasien.
Berdasarkan pernyataan pasien, pasien terakhir memperoleh pendidikan di SLTP.
Pada dasarnya, semakin tinggi jenjang pendidikan maka pengetahuan yang didapatkan
semakin banyak. Hal tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan motivasi pasien
terhadap keberhasilan terapi. Pada kasus ini, faktor jenjang pendidikan menjadi salah
satu penghambat keberhasilan terapi.
II. ANALISA DETERMINAN
Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host, agent, dan environment. Berikut ini adalah
setiap faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya TB :
1. Agen  Kuman penyebab TB.
a. Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan penularan
dibandingkan dengan BTA negatif.
b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko terjadi
penularan.
c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko terjadi
penularan.
2. Pejamu
Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan risiko TB adalah:
a. Faktor usia
b. Jenis kelamin menurut hasil survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena
TB dari pada wanita.
c. Perilaku:
 Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika akan
meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.
 Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
 Pengetahuan pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara pengobatan.
d. Status sosial ekonomi:
TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.
3. Lingkungan
a. Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan TB.
b. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari
akan meningkatkan risiko penularan.

Berdasarkan segitiga epidemiologi, suatu penyakit terjadi karena interaksi antara


pejamu (host), penyebab penyakit (agent), dan lingkungan (environment). Dalam kasus
TB, ketiga faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain.

III. STRATEGI PENANGGULANGAN DI KELUARGA DAN MASYARAKAT


Pencegahan dan pengendalian risiko bertujuan mengurangi sampai dengan
mengeliminasi penularan dan kejadian sakit TB di masyarakat.
Upaya yang dilakukan adalah:
1. Pengendalian Kuman Penyebab TB
a. Mempertahankan cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan tetap
tinggi
b. Melakukan penatalaksanaan penyakit penyerta (komorbid TB) yang
mempermudah terjangkitnya TB, misalnya HIV, diabetes, dll.
2. Pengendalian Faktor Risiko Individu
a. Membudayakan PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, makan
makanan bergizi, dan tidak merokok
b. Membudayakan perilaku etika berbatuk dan cara membuang dahak bagi
pasien TB
c. Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan kualitas nutrisi bagi
populasi terdampak TB
d. Pencegahan bagi populasi rentan
i. Vaksinasi BCG bagi bayi baru lahir
ii. Pemberian profilaksis INH pada anak di bawah lima tahun
iii. Pemberian profilaksis INH pada ODHA selama 6 bulan dan diulang
setiap 3 tahun
iv. Pemberian profilaksis INH pada pasien dengan indikasi klinis lainnya
seperti silicosis
3. Pengendalian Faktor Lingkungan
a. Mengupayakan lingkungan sehat
b. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai persyaratan baku rumah sehat
4. Pengendalian Intervensi daerah berisiko penularan
a. Kelompok khusus maupun masyarakat umum yang berisiko tinggi penularan
TB (lapas/rutan, masyarakat pelabuhan, tempat kerja, institusi pendidikan
berasrama, dan tempat lain yang teridentifikasi berisiko.
b. Penemuan aktif dan masif di masyarakat (daerah terpencil, belum ada
program, padat penduduk)[ CITATION Men16 \l 1033 ].
IV. ANALISIS SWOT

INTERNAL KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)


- Fasilitas kesehatan - Terbatasnya pilihan
yang cukup promotif dan
memadai preventif akibat
EKSTERNAL - Tenaga kesehatan
pandemic covid-19
yang kompeten
untuk menangani
kasus pasien
PELUANG (O) STRATEGI SO : STRATEGI WO:
- Pasien tinggal - Meningkatkan kerja - Memberikan
dengan kedua anak sama antar tenaga edukasi ke anak
kesehatan ketika
yang diharapkan pasien yang
pasien datang untuk
dapat mendukung control mungkin lebih
kesembuhan pasien - Memberikan edukasi mudah memahami
- Tidak terdapat melalui tokoh penyakit pasien
kesulitan minum masyarakat yang - Melakukan
obat rutin dekat dengan pasien pemantauan daring
- Pasien memiliki agar memperoleh - Menganjurkan
informasi yang
jaminan kesehatan pasien dan keluarga
mudah dimengerti
- Pasien rajin untuk selalu
beribadah dan dekat menggunakan
dengan tokoh agama masker
setempat

ANCAMAN (T) STRATEGI ST: STRATEGI WT:


- Minimnya - Mempertahankan - Melakukan
pendidikan pasien cakupan pengobatan penyuluhan dengan
yang dapat dan keberhasilan mobil keliling dan
memengaruhi pengobatan tetap pengeras suara
pengetahuan tentang tinggi selama pandemi.
penyakitnya - Memberikan edukasi - Memberikan
- Situasi yang terbatas mengenai penyakit edukasi melalui
akibat pandemic pasien dengan media sosial
covid-19 bahasa yang mudah
dimengerti
TERAPI

TERAPI KLINIS
- FDC 1x3 (45 tablet)
- Vitamin B6 1x1 (15 tablet)
EDUKASI
Edukasi mengenai pencegahan penularan, pengobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
Di samping itu, juga ditunjuk pengawas menelan obat (PMO) dari keluarga. Diharapkan dengan
adanya PMO, kepatuhan minum obat pasien dapat meningkat dan pasien memperoleh dukungan
dari keluarga terutama mengenai lama pengobatan.

XIII. TERAPI KOMUNITAS (PEMBINAAN DI DALAM PUSKESMAS)

Uraian pelaksanaan kegiatan :

Hari, tanggal : Senin-Sabtu, 22 Juni-18 Juli 2020

Waktu : Senin-Kamis, setiap pukul 8.00, 9.00, 10.00 dan 11.00

Peserta : Pasien yang berada di ruang tunggu Puskesmas Bambanglipuro

Kegiatan : Edukasi cuci tangan, pakai masker, etika batuk, dan salam namaste

Tempat : Puskesmas Bambanglipuro

Pendamping : Bapak Anang dan Kakak Arum

Tujuan dari pembinaan ini adalah untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap
berbagai penyakit menular. Penularan penyakit dapat dicegah dengan beberapa kebiasaan sederhana
yang dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan ini memiliki peran yang
cukup vital. Beberapa contoh pencegahan penyakit yang termasuk dalam edukasi ini adalah
pencegahan influenza, TB, dan covid-19. Pembinaan ini menjadi penting karena ketiga penyakit
tersebut menjadi isu yang tidak ringan, baik dari jumlah kasusnya maupun dari angka kematiannya.

XIV. TERAPI KOMUNITAS (PEMBINAAN DI LUAR PUSKESMAS)

Uraian pelaksanaan kegiatan :

Hari, tanggal : Senin-Sabtu, 22 Juni-18 Juli 2020

Waktu : Senin-Sabtu, pukul 10.00-12.00

Peserta : Warga di Kecamatan Bambanglipuro


Kegiatan : Edukasi adaptasi kebiasaan baru

Tempat : Kecamatan Bambanglipuro

Pendamping : Bapak Anang, Bapak Ragil dan Kakak Arum

Tujuan dari pembinaan ini adalah untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap
berbagai penyakit menular khususnya penyakit yang ditularkan melalui droplet. Penularan penyakit
harus diminimalisir risikonya, terutama saat terjadi pandemic seperti saat ini. Namun demikian,
pembinaan yang dilakukan tidak dapat bersifat mengumpulkan masa. Oleh karena itu, diambil
alternatif pembinaan keliling tanpa menimbulkan kerumunan masa dengan tetap berusaha
memberikan edukasi mengenai adaptasi kebiasaan baru.
REFLEKSI

Ditemukan beberapa poin penting yang dapat dipelajari bersama melalui kasus yang telah
diambil. Beberapa poin tersebut antara lain adalah peran pasien, keluarga, serta layanan kesehatan,
dan kesulitan fungsi promotif preventif pada penyakit TB selama masa pandemic covid-19. Ketiga
peran tersebut saling mendukung untuk bersama menangani penyakit TB, terutama pada masa
pandemic ini.

Peran keluarga dalam penanganan TB sangat penting. Penanganan TB, khususnya mengenai
pengobatan seringkali membuat pasien jenuh. Kejenuhan pasien juga tidak jarang menyebabkan
pengobatan TB terputus atau tidak teratur. Dengan adanya keluarga yang mampu mendukung baik
semangat pasien maupun membantu mengingatkan minum obat, maka akan berpengaruh kepada
kepatuhan minum obat. Selain itu, keluarga pasien TB umumnya lebih waspada, sehingga mampu
menerapkan kebiasaan PHBS dan penggunaan masker untuk mencegah penularan. Melalui
kebiasaan tersebut diharapkan tetangga sekitar dapat meneladani kebiasaan baik PHBS maupun
penggunaan masker.

Pandemic covid-19 menjadi tantangan untuk layanan kesehatan primer menghadapi kasus
TB. Layanan kesehatan yang awalnya dapat memberikan penyuluhan secara langsung kepada
banyak orang sekaligus perlu segera beradaptasi dengan adanya tantangan baru. Berbagai kebiasaan
baru diterapkan khususnya selama masa kepaniteraan klinik kami di Puskesmas Bambanglipuro.
Salah satu diantaranya adalah edukasi keliling menggunakan mobil. Selain itu, penting untuk
menggunakan waktu bertemu dengan pasien di Puskesmas sebagai kesempatan memberikan
edukasi.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai