Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Seorang Wanita 71 Tahun Menderita Total AV Blok, STEMI


Inferior dan Right Ventricle, DM tipe II, Anemia Sedang

Oleh :
Oka Wilsen Joung

Kelompok Staf Medik (KSM) Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
RS. Dr. Kariadi Semarang
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL

Seorang Wanita 71 Tahun Menderita Total AV Blok, STEMI


Inferior dan Right Ventricle, DM tipe II, Anemia Sedang

OLEH
OKA WILSEN JOUNG

Dibacakan pada tanggal : 2 April 2019

Mengetahui,

dr. Charles Limantoro, SpPD, KKV

2
DAFTAR MASALAH
NO PROBLEM AKTIF TANGGAL NO PROBLEM TANGGA
PASIF L
1. STEMI inferior dan RV 06-01-2019

2. TAVB 06-01-2019

3. DM tipe II 06-01-2019

4. Anemia sedang 06-01-2019

5. Azotemia 06-01-2019
 AKI prerenal  09-01-2019

3
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. PRN
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Semarang
Status : BPJS
No. CM : C731327
Tgl. MRS : 6 Januari 2019
Ruang : Ruang Elang Putri
Sebab dikasuskan : diagnostik dan tatalaksana

II. DATA SUBYEKTIF


Anamnesis : Autoanamnesis 6 Januari 2019, pk 16.30
Keluhan Utama : dada terasa berat
Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan dada terasa berat sejak 3 jam SMRS, nyeri dirasakan
tiba-tiba setelah pasien makan siang dan hendak melanjutkan perjalanan naik
mobil. Nyeri seperti tertindih benda berat, rasa tidak nyamana dirasakan
menjalar ke leher, penjalaran ke lengan kiri atau tembus ke belakang
disangkal. Pasien menjadi lemah cenderung mengantuk, berkeringat banyak
dan hanya berbaring di tempat tidur.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sakit jantung atau nyeri dada sebelumnya disangkal
- Riwayat sakit darah tinggi disangkal
- Riwayat sakit kencing manis 12 tahun, kontrol tidak teratur
- Riwayat kolesterol tinggi disangkal
- Riwayat stroke disangkal

4
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit darah tinggi (-)
- Riwayat sakit kencing manis (-)
- Riwayat keluarga meninggal mendadak karena sakit jantung (-)

Riwayat Pengobatan Sebelumnya


-

Riwayat Psikososial
Pasien seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan salah satu anaknya
yang sudah berkeluarga. Kesan sosioekonomi cukup, saat perawatan pasien
didampingi sang anak.

III. DATA OBYEKTIF

III.1. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Tanggal 6 Januari 2019
Keadaan Umum: lemah, tampak sakit berat, berbaring terlentang
Kesadaran : Composmentis; GCS: 14 (E3M6V5)
Tanda Vital :
- Tensi : 100/70 mmHg
- Nadi : 45 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Laju Pernapasan : 18 x/menit
- Suhu : 36,5oC (axilla)
Kulit :Turgor cukup, pucat -, berkeringat banyak, xantelasma -
Kepala : Mesosefal, rambut tidak rontok
Mata : Retraksi Palpebrae (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-
), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Tenggorokan : tonsil dan faring tidak hiperemis
Mulut : atrofi papil (-), gusi berdarah (-), hipertrofi ginggiva (-)

5
Leher : JVP tidak meningkat, Pembesaran nnll (-), Pembesaran
Thyroid (-), Trakhea di tengah
Thoraks : Bentuk dada normal, spider nevi (-), sela iga tidak
melebar, retraksi intercosta (-), retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-), pembesaran nnll axilla (-/-)
Paru depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler (+/+) dan ST -/-
Paru belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi: SD Vesikuler (+/+)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2cm medial Linea
midclavicularis sinistra, kuat angkat (-), melebar (-), pulsasi
parasternal (-), sternal lift (-), pulsasi epigastrium (-)
Perkusi : Batas atas jantung: SIC II LPS Sinistra.
Batas kiri jantung: SIC V Linea mid clavicularis sinistra
Batas kanan jantung: Linea parasternal dextra
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising(-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube
timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar

6
Ekstremitas Atas Bawah
- Oedem -/- -/-
- Akral dingin -/- -/-
- sianosis perifer -/- -/-
- motorik 555/555 555/555

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG 6 Januari 2019 pk 16.30

Kesan: Total AV blok dengan STEMI inferior dan RV

Laboratorium 6/01/2019 SATUAN NORMAL

Hemoglobin 9.4 g/dl 13.00 – 16.00

Hematokrit 28.5 % 40 – 54

7
Eritrosit 3.25 Juta/mmk 4.4 – 5.9

MCH 28.9 pg 27.00 – 32.00

MCV 87.7 fL 76.00 – 96.00

MCHC 33 gr/dL 29.00 – 36.00

Leukosit 6.6 ribu/mmk 3.80 – 10.60

Trombosit 411 ribu/mmk 150.0 – 400.0

GDS 638 mg/dl 80-160

Ureum 47 mg/dL 15 – 39

Kreatinin 1.43 mg/dL 0.60 – 1.30

CKMB 27 U/L 7-25

Troponin 0.009 Mcg/L 0.015-0.038

Natrium 133 mmol/L 136-145

Kalium 4.5 mmol/L 3.5-5.1

Chlorida 95 mmol/L 98-107

PPT/k 10.7/10.3 Detik 9.4-11.3

PTTK/k 27.5/33.9 detik 27.7-40.2

8
DAFTAR ABNORMALITAS
1. Nyeri dada tipikal
2. Berkeringat banyak
3. Riwayat DM tidak terkontrol
4. Nadi 45x/menit
5. GDS 638
6. EKG: TAVB, STEMI Inferior dan RV
7. Hb 9.4
8. Creatinin 1.43

IV. ANALISIS SINTESIS

No Problem Abnormalitas

1 STEMI inferior dan RV 1,2,6

2 TAVB 4,6

3 DM tipe II, non obes 3,5

4 Azotemia

5 Anemia sedang NN 7

V. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1. STEMI inferior dan RV
Assesment : Komplikasi
Faktor PJI lain
Rencana Awal
Dx : profil lipid, asam urat
Rx : - infus NaCl 0.9% 10 tpm
- loading aspilet 160mg

9
- loading Ticagrelor 180mg/24jam
- Atorvastatin 20mg/24jam
- Enoxaparin 0.6mg sc
- Primary PCI
Mx : keluhan nyeri dada, EKG serial, tanda vital, tanda perdarahan
Ex : pasien menderita penyakit jantung koroner dan akan dilakukan
kateterisasi jantung.

Problem 2. Total AV blok


Assesment : -
Rencana Awal
Dx : -
Rx : - Sulfas Atropin 0.5mg tiap 5menit (max 3 mg)
- Pemasangan TPM
Mx : tanda vital dan EKG serial
Ex : denyut nadi cenderung lambat, terdapat risiko perburukan keluhan
pasien, kemungkinan besar akibat penyakit jantung koroner yang
dialami.

Problem 3. DM tipe II, 12 tahun, non obes


Assesment : status glikemia
Komplikasi makro dan mikrovaskuler
Rencana Awal
Dx : GD 1/2, HbA1c, profil lipid, urin rutin
Rx : - sp. Humulin R sesuai GDS / 4 jam
Bila GDS < 100 -
101-150 0.5unit/jam
151-200 1 unit/jam
201-250 2 unit/jam
251-300 3 unit/jam
>300 4 unit/jam
Mx : kadar gula per 4jam, tanda vital, elektrolit

10
Ex : akan dilakukan pemeriksaan berkala untuk memantau gula darah

Problem 4. Anemia sedang NN


Assesment : anemia perdarahan
Anemia hemolitik
Rencana awal
Dx : retikulosit
Rx :-
Mx : kadar Hb post tindakan
Ex : bahwa akan dilakukan pemeriksaan tambahan untuk kadar Hb
yang dibawah normal.

CATATAN PERKEMBANGAN
1. 6 Januari 2019 (pk. 17.50)
Problem 2. TAVB
Subyektif : lemas
Obyektif :
KU : tampak sakit sedang
Kes : CM
TD : 104/67 HR: 64x/menit
RR : 16x/menit S: 36.8
Paru : SD vesikuler, RBH -/-
Abdomen : BU (+), supel

Laboratorium: GDS 284


EKG: Total AV blok dengan HR 70x/menit

11
Evaluasi: setelah pemberian SA 0.5mg, denyut jantung meningkat
70x/menit, irama masih TAVB. Rencana dilakukan pemasangan TPM
Plan
Dx :-
Rx : - pemasangan TPM
Mx : tanda vital, saturasi oksigen
Ex : irama jantung pasien masih belum baik akan dilakukan
pemasangan pacu jantung.

2. Tanggal 6 Januari 2019 (pk 23.50)


Problem 1. STEMI inferior dan RV
Subyektif : telah dilakukan kateterisasi jantung
Obyektif : KU sakit sedang, E4M6V5
TD : 100/60 RR: 20x/menit
N : 92x/menit t : 36.7ºC
Paru: suara dasar vesikuler, RBH -/-
Lab: GDS 216

EKG pk 25.35  post PPCI

12
PEMERIKSAAN HASIL
Irama sinus
Frekuensi 93x/menit, reguler
Axis normoaxis
Gelombang P P mitral -, P pulmonal -
PR interval 0.18 detik
QRS complex RV5/V6 + SV1/V2 < 35, R/S di V1 < 1
Q patologis Q patologis III, AVF
Segmen ST STE resolusi, STD -
Gelombang T T inverted -
Kesan Sinus ritme, OMI inferior

13
Evaluasi : Pasien post PPCI, tampak dari EKG irama sinus, dan dari
PPCI didapatkan stenosis di RCA, setelah dipasang stent
tampak flow RCA baik.  Problem 2. TAVB perbaikan
Plan
Dx :-
Rx :- infus NaCl 0.9% 10 tpm
- Aspilet 80mg/24jam
- Ticagrelor 90mg/12jam
- Atorvastatin 20mg/24jam
- Enoxaparin 0.6mg/12jam sc
Mx : tanda perdarahan spontan, tanda vital, EKG, nyeri dada
Ex : tampak perbaikan dari EKG setelah dilakukan kateterisasi
dan pemasangan ring di pembuluh darah koroner.

14
3. Tanggal 9 Januari 2019
Problem 5. Anemia sedang NN
Subyektif :-
Obyektif : KU sakit sedang, E4M6V5
TD : 120/70 RR: 18x/menit
N : 86x/menit t : 36.8ºC
Paru: suara dasar vesikuler, RBH -/-
Lab: Hb 8.6, ureum 25, creatinin 1.02

Evaluasi : pasien dengan anemia sedang normositik normokromik


dan nila ureum dan creatinin normal  Problem 5. AKI
prerenal
Plan
Dx : retikulosit
Rx : - transfusi PRC 2 kolf, masuk 1 kolf / 12jam
Mx : reaksi transfusi, Hb ulang post transfusi.
Ex : akan dilakukan transfusi darah, karena kadar Hb dibawah
normal.

4. Tanggal 10 Januari 20189


Problem 1. Post PPCI ec. STEMI inferior dan RV
Subyektif :-
Obyektif :
KU : tampak sakit ringan
Kes : CM
TD : 140/90 HR: 94x/menit
RR : 20x/menit S: 37.0
Paru : SD bronkial, RBH -/-
Abdomen : BU (+), supel
Lab: Hb 11.6, leukosit 6.500, trombosit 425.000

15
PEMERIKSAAN HASIL
Irama sinus
Frekuensi 100x/menit, reguler
Axis normoaxis
Gelombang P P mitral -, P pulmonal -
PR interval 0.18 detik
QRS complex RV5/V6 + SV1/V2 < 35, R/S di V1 < 1
Q patologis Q patologis III, AVF
Segmen ST STE resolusi, STD -
Gelombang T T inverted III, AVF
Kesan Sinus ritme, OMI inferior

Evaluasi : pasien stabil rencana dilakukan rawat jalan, evaluasi


echocardiography saat rawat jalan.
 Problem 1. CAD post PPCI

Plan
Dx :-
Rx : - Aspilet 80mg/24jam
- Ticagrelor 90mg/12jam
- Atorvastatin 20mg/24jam
- Candesartan 8mg/24jam

16
- Lantus 0 – 0 -10 unit
- Gliclazid 60mg 1-0-0
Mx : tekanan darah dan kadar gula, kontrol rutin
Ex : pasien boleh rawat jalan, kontrol teratur dan minum obat
sesuai anjuran.

5. Tanggal 29 Januari 2019


Problem 1. CAD post PPCI
Subyektif :-
Obyektif :
TD 120/80 HR 78x/menit RR 20x/menit suhu 36.8
JVP tidak meningkat
Paru : SD vesikuler, RBH -/-
Jantung : Bj I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+), Hepar dan lien ttb
Ext : edem -/-
Hasil echocardiography:
M-Mode 2 Dimension Doppler
Ao 23.8 mm A4Ch EDV ml PV AccT ms
LA 35.3 mm A4Ch EDV ml E vel 0.9 m/s
RVDd mm EF A4Ch % A vel 1.32 m/s
IVSd 9.9 mm A2Ch EDV ml E/A 0.7
LVIDd 40 mm A2Ch ESV ml E/e’
LVPWd 7.9 mm EF A2Ch % Edesc. Time ms
IVSs 10.7 mm EF Biplane % LVOT max m/s
LVIDs 28.6 mm La Vi ml/m2 TAPSE 23.8 mm
LVPWs 7.9 mm LVOT diam. mm
LVEF 55.8 % LVOT area cm2
LVFS 28.7 %
LVMI 74.8 gr/m2
EPSS mm

17
Deskripsi Echocardiography:
• Dimensi ruang jantung: dalam batas normal
• LVH (-), IAS dan IVS intak, trombus (-), efusi pericard (-)
• Gerakan LV global normokinetik
• Fungsi sistolik LV: normal dengan LVEF 55.8% (teichz)
• Fungsi diastolik LV: disfungsi diastolik gr 1
• Fungsi sistolik RV: menurun dengan TAPSE 23.5mm
• Katup-katup:
• AoV : 3 cuspis, kalsifikasi (-), AS (-), AR (-)
• MV : MS (-), MR (-)
• TV : TR (-), TS (-)
• PV : PS (-), PR (-)
• PH: (-)
Kesimpulan
• Fungsi sistolik kedua ventrikel baik
• Disfungsi diastolik ringan
• Saat resting echo gerakan global normokinetik
• Katup-katup jantung struktur dan fungsi normal

Evaluasi : pasien CAD post PPCI, hasil echo kesan fungsi kedua
ventrikel baik dan EF baik.
Plan
Dx :-
Rx : - Aspilet 80mg/24jam
- Ticagrelor 90mg/12jam
- Atorvastatin 20mg/24jam
- Candesartan 8mg/24jam
- Lantus 0 – 0 -10 unit
- Gliclazid 60mg 1-0-0
Mx : Tanda vital, kadar gula tiap kontrol
Ex : gula darah harus terkontrol, dan minum obat rutin

18
ALUR PIKIR

Seorang wanita 71 tahun dengan nyeri dada tipikal, onset 3jam, faktor risiko DM tipe II tidak terkontrol

Ur: 47, cr: 1.43 EKG: STEMI inf, RV dan


TAVB

Ur: 25, cr: 1.02


TD 170/100
RBH +/+
S3 gallop
HR: 45x/menit
Ro. Thorax: edem paru
akut

AKI prerenal STEMI inferior


TAVB DM tipe II, non obes
dan Right
Ventricle
TPM
Loading DAPT
PPCI
Antikoagulan

PPCI: stenosis RCA 


terpasang stent des, flow baik

EKG: sinus ritme, OMI inf

TPM di aff

CAD post PPCI

19
PEMBAHASAN

Pasien wanita 71 tahun, dengan faktor resiko DM tipe II tidak terkontrol, datang
dengan keluhan chest discomfort yang tipikal (nyeri menetap > 20menit, penjalaran
ke leher) onset 3 jam SMRS. Pasien dilakukan rekam jantung didapatkan Total AV
blok dan STEMI inferior.

AV blok merupakan gangguan elektrik pada jantung dimana terdapat gangguan (


tertunda atau tidak ada ) konduksi dari atrium ke ventrikel. Klasifikasi AV Blok
ditentukan berdasarkan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG).

1. AV blok derajat I

Pada AV blok derajat 1 terjadi penundaan stimulus elektrik jantung saat


bergerak melalui nodus AV atau sistem His Purkinje, menunda munculnya
kompleks QRS. Perubahan khas yang terjadi ketika dilakukan EKG adalah
interval PR yang memanjang dengan komplek QRS yang sempit. Penyebab
AV blok derajat I biasanya adalah terjadinya iskemia pada AV node, obat-
obatan yang menekan konduksi ke AV node, seperti beta blocker, calcium
chanel antagonist, digitalis, dan obat-obatan antiaritmia.

2. AV blok derajat II tipe 1 (Wenchkebah)

Terjadi perlambatan progresif dari konduksi atrioventrikular sehingga


impuls gagal tersampaikan

Pada EKG dapat terlihat : perpanjang progresif dari interval PR sampai


terjadi blok gelombang P, interval RR yang semakin memendek sampai
terjadi blok gelombang P, komplek QRS normal jika tidak ada kelainan

20
lainnya, dan interval RR yang mengandung gelombang P yang terblok lebih
pendek dari dua interval RR sebelumnya.

AV blok derajat II tipe 2 (Mobitz)

AV blok derajat II tipe 2 lebih jarang terjadi dibandingkan AV blok derajat


II tipe 1. AV blok tipe ini terjadi saat adanya blok konduksi AV yang
mendadak.

3. AV blok derajat III/ Total AV blok (TAVB)


Pada AV blok derajat III atau total AV blok terjadi gangguan konduksi total
pada AV. Pada EKG dapat terlihat: gelombang P tidak berhubungan dengan
kompleks QRS. Pada orang dewasa penyebab yang paling sering adalah
infark miokard akut dan degenerasi kronis jalur konduksi elektrik jantung
yang disebabkan karena proses penuaan. Karena denyut jantung yang terlalu
lambat saat terjadi TAVB ini biasanya penderita akan mengalami pusing
bahkan pingsan. Pacemaker (alat pacu jantung) dibutuhkan untuk
tatalaksana TAVB.

21
Tatalaksana av blok derajat III (AV Blok total) adalah pemasangan
pace maker. Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan, bila tidak ada
kenaikan denyut nadi dalam respon terhadap atropine maka bisa dimulai
tetesan isoproterenol 1 mg dalam 500 ml D5W dengan tetesan kecil untuk
meningkatkan kecepatan denyut ventrikel. Penderita yang menunjukkan
blok jantung derajat tiga memerlukan pemasangan alat pacu jantung untuk
menjamin curah jantung yang mencukupi. Pacu jantung diperlukan
permanen atau sementara. Implantasi pacu jantung (pace maker) merupakan
terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu jantung permanen
adalah suatu alat elektronik kecil yang menghasilkan impuls regular untuk
mendepolarisasi jantung melalui electrode yang dimasukkan ke sisi kanan
jantung melalui system vena. Suatu pacu jantung satu bilik memiliki
electrode pada ventrikel kanan atau atrium kanan. Pacu jantung dua bilik
memberikan impuls ke atrium dan ventrikel melalui dua electrode dan bisa
menghasilkan impuls yang sinkron pada ventrikel setelah tiap gelombang P
yang terjadi di atrium. Sehingga timbul impuls yang mendekati depolarisasi
fisiologis pada jantung, dan memungkinkan jantung berdenyut sesuai
dengan nodus sinus.
Pada kejadian stenosis RCA dapat terjadi gangguan konduksi SA
apabila sumbatan pada proximal RCA sehingga SA branch terhambat,
kelainan lain pada daerah distal dapat ditemui seperti infark pada right
ventrikel dan infark inferior, seperti pada kasus ini.

Sindrom koroner akut dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung.
Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:

22
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Kematian pada pasien STEMI dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya usia
lanjut, kelas Killip, penundaan waktu untuk pengobatan, keberadaan jaringan
sistem medis darurat, strategi pengobatan, riwayat MI, diabetes mellitus, gagal
ginjal, jumlah arteri koroner yang terkena, dan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF).
Meskipun penyakit jantung iskemik berkembang rata-rata 7-10 tahun kemudian
pada wanita dibandingkan dengan pria, MI tetap menjadi penyebab utama kematian
pada wanita. Acute coronary syndrome (ACS) terjadi tiga hingga empat kali lebih
sering pada pria daripada pada wanita di bawah usia 60 tahun, tetapi setelah usia 75
tahun, wanita mewakili mayoritas pasien. Wanita cenderung lebih sering hadir
dengan gejala atipikal.

Anamnesis
Gejala yang konsisten dengan iskemia miokard (yaitu nyeri dada persisten) dan
tanda [yaitu 12-lead electrocardiogram (ECG)]. Petunjuk penting adalah riwayat
CAD dan radiasi nyeri pada leher, rahang bawah, atau lengan kiri. Beberapa pasien
datang dengan gejala yang kurang khas seperti sesak napas, mual / muntah,
kelelahan, jantung berdebar, atau sinkop.

Pemeriksaan fisik
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan diagnosis
banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu, pemeriksaan fisik jika
digabungkan dengan keluhan angina (anamnesis), dapat menunjukkan tingkat
kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai representasi SKA

23
Elektrokardiogram
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. Bila
bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat
membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus.

24
Dalam konteks klinis yang tepat, elevasi segmen ST (diukur pada titik-J) dianggap
sugestif dari oklusi akut arteri koroner yang sedang berlangsung dalam kasus-kasus
berikut: setidaknya dua lead yang berdekatan dengan elevasi segmen ST 2.5 mm
pada pria <40 tahun, 2 mm pada pria 40 tahun, atau 1,5mm pada wanita dalam
sadapan V2-V3 dan / atau 1 mm pada sadapan lain (jika tidak ada hipertrofi
ventrikel kiri (LV) atau LBBB).
Pada pasien dengan MI inferior, dianjurkan untuk mencatat sadapan prekordial
kanan (V3R dan V4R) yang mencari elevasi segmen ST, untuk mengidentifikasi
infark ventrikel kanan (RV) yang bersamaan.
Demikian juga, depresi segmen ST pada sadapan V1-V3 menunjukkan iskemia
miokard, terutama ketika gelombang T terminal positif (setara dengan elevasi
segmen-ST), dan konfirmasi oleh elevasi segmen ST yang bersamaan 0,5 mm yang
dicatat dalam sadapan V7-V9 harus dianggap sebagai sarana untuk
mengidentifikasi MI posterior
Pasien dengan kecurigaan klinis iskemia miokard yang sedang berlangsung dan
LBBB harus dikelola dengan cara yang mirip dengan pasien STEMI.
Beberapa pasien dengan oklusi koroner akut mungkin memiliki EKG awal tanpa
peningkatan segmen-ST, kadang-kadang karena mereka terlihat sangat awal setelah
onset gejala (pada kasus yang mana, seseorang harus mencari gelombang T hiper-
akut, yang dapat mendahului ST- elevasi segmen). Penting untuk mengulangi EKG
atau memantau perubahan segmen ST yang dinamis.

25
Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik
dan marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka
pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang.

26
Marka jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI, di
mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga
4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk
diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina
dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat
sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN).
Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang
negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada pasien infark miokard akut
meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap
sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam
2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap
hingga 2 minggu.

Tatalaksana STEMI
Terapi reperfusi segera, baik dengan PPCI atau farmakologis, diindikasikan untuk
semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST
yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru.

Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat
bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila
gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG
tampak tersendat.

Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya
rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi
brinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit
atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah
fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan dikirim ke pusat fasilitas IKP.

27
1. Intervensi koroner perkutan primer

IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan dengan
fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari
waktu kontak medis pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal
jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa
pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala
yang telah lama.

Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer.

Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah
tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa
gejala iskemia, baik yang telah maupun belum diberikan brinolisis.

Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual
antiplatelet therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan,

28
drug-eluting stents (DES) lebih disarankan daripada bare metal stents (BMS)

Farmakoterapi periprosedural

Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet
ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin
sebelum angiogra (Kelas I-A), disertai dengan antikoagulan intravena (Kelas I-C).
Aspirin dapat dikonsumsi secara oral (160- 320 mg). Pilihan penghambat reseptor
ADP yang dapat digunakan antara lain:

1. Ticagrelor (dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua kali

sehari) (Kelas I-B). 


2. Atau clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu dosis loading
600 mg diikuti 150 mg per hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau

diindikasikontrakan (Kelas I-C). 


Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer. Pilihannya antara lain:

1. Heparin yang tidak terfraksi (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP


Iib/IIIa rutin) harus digunakan pada pasien yang tidak mendapatkan

bivarlirudin atau enoksaparin (Kelas I-C). 


2. Enoksaparin (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP Iib/IIIa) dapat

lebih dipilih dibandingkan heparin yang tidak terfraksi (Kelas IIb-B). 


3. Fondaparinuks tidak disarankan untuk IKP primer (Kelas III-B). 


4. Tidak disarankan menggunakan brinolisis pada pasien yang 
 direncanakan

untuk IKP primer (Kelas III-A). 


2. Terapi fibrinolitik

Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat-


tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang

29
disarankan. Terapi brinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak
awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak
bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis
pertama (Kelas I-A). Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan
gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu
dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih
dari 90 menit (Kelas IIa-B). Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat.

Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih


disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin
(streptokinase) (Kelas I-B). Aspirin oral atau iv harus diberikan (Kelas I-B).
Clopidogrel diindikasikan diberikan sebagai tambahan untuk aspirin (Kelas I-A).

Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-pasien STEMI yang diobati dengan


brinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat di rumah sakit
hingga 5 hari (Kelas I-A). Antikoagulan yang digunakan dapat berupa:

1. Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak

terfraksi) (Kelas I-A). 


2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan

dan infus selama 3 hari (Kelas I-C). 


3. Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinuks intravena


secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian (Kelas IIa-

B). 


Pemindahan pasien ke pusat pelayanan medis yang mampu melakukan IKP setelah
brinolisis diindikasikan pada semua pasien (Kelas I-A). IKP
“rescue”diindikasikan segera setelah brinolisis gagal, yaitu resolusi segmen ST
kurang dari 50% setelah 60 menit disertai tidak hilangnya nyeri dada (Kelas I-A).
IKP emergency diindikasikan untuk kasus dengan iskemia rekuren atau bukti
adanya reoklusi setelah brinolisis yang berhasil (Kelas I-B). Hal ini ditunjukkan
oleh gambaran elevasi segmen ST kembali.

30
Angiografi emergensi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi
diindikasikan untuk gagal jantung/pasien syok setelah dilakukannya fibrinolisis
inisial (Kelas I-A). Jika memungkinkan, angiogra dengan tujuan untuk melakukan
revaskularisasi (pada arteri yang mengalami infark) diindikasikan setelah brinolisis
yang berhasil (Kelas I-A). Waktu optimal angiogra untuk pasien stabil setelah lisis
yang berhasil adalah 3-24 jam (Kelas IIa-A).

2.1. Langkah-langkah pemberian fibrinolisis pada pasien STEMI

Langkah 1: Nilai waktu dan risiko


1. Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12 jam atau lebih dari 12 jam dengan

tanda dan gejala iskemik) 


2. Risiko brinolisis dan indikasi kontra brinolisis 


3. Waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan ke pusat kesehatan yang mampu

melakukan IKP (<120 menit) 


Langkah 2: Tentukan pilihan yang lebih baik antara brinolisis atau strategi invasif

untuk kasus tersebut 
 Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP dapat dilakukan

tanpa penundaan, tidak ada preferensi untuk satu strategi tertentu. 


Keadaan di mana fibrinolisis lebih baik: 


 Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat halangan

untuk strategi invasif 


 Strategi invasif tidak dapat dilakukan

o Cath-lab sedang/tidak dapat dipakai 


o Kesulitan mendapatkan akses vaskular 


o Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan yang mampu


 melakukan IKP dalam waktu <120 menit 


31
 Halangan untuk strategi invasif

o Transportasi bermasalah 


o Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih dari 60

menit 


o Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon


 lebih dari 90 menit 


Keadaan di mana strategi invasif lebih baik:

1. Tersedianya cath-lab dengan dukungan pembedahan 


* Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon

kurang dari 90 menit 


* Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle kurang dari 1

jam 


2. Risiko tinggi STEMI 


* Syok kardiogenik 
 * Kelas Killip ≥ 3 


3. Indikasi kontra untuk brinolisis, termasuk peningkatan risiko

perdarahan dan perdarahan intrakranial 


4. Pasien datang lebih dari 3 jam setelah awitan gejala 


5. Diagnosis STEMI masih ragu-ragu 


32
33
DAFTAR PUSTAKA

1. Hu R, Stevenson WG, Lilly L. Clinical Aspects of Cardiac Arrthymias. In:


Lily, Leonard S. Pathophysiology of Heart Disease: Acollaborative Project
of Medical Students and Faculty 5th 2011; p: 279-300.

2. Epstein et al. 2012 ACCF/AHA/HRS Focused Update Incorporated Into


the ACCF/AHA/HRS 2008 Guidelines for Device-Based Therapy of
Cardiac Rhythm Abnormalities. Journal of American Heart Association;
2012; p:1-69

3. Irmalita, et al. ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL DAN INFARK


MIOKARD NON ST ELEVASI. PEDOMAN TATALAKSANA
SINDROM KORONER AKUT. PERKI; 2015; p: 15-27.

4. McManus DD, Gore J, Yarzebski J, Spencer F, Lessard D, Goldberg RJ.


Recent trends in the incidence, treatment, and outcomes of patients with
STEMI and NSTEMI. The American journal of medicine. 2011 Jan
1;124(1):40-7.

5. Ibanez B, et al. Guidelines for the management of acute myocardial


infarction in patients presenting with ST-segmen elevation. European
Heart Journal, 2017;00,1-6.

34

Anda mungkin juga menyukai