Anda di halaman 1dari 42

REFLEKSI KASUS

PERDARAHAN INTRA CEREBRAL

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Saraf
HALAMAN JUDUL

Disusun oleh :
Novia Karina (30101307029)

Pembimbing :
dr. Hj. Ken Wirastuti, M Kes,Sp.s,KIC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2019

1
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita


Nama : Ny.S
Usia : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : karangtowo RT 01/02 Demak
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. CM : 11871xxx
Dirawat di ruang : ICU
Masuk tanggal : 23 Juni 2019
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Mendadak pingsan
Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesa : tidak dilakukan, karena pasien dalam keadaan tidak
sadar
Alloanamnesa : informasi didapatkan dari ibu kandung pasien
Pasien datang ke IGD RS Islam Sultan Agung
Semarang diantar keluarganya pada tanggal 23 Juni 2019,jam 20.00
dengan keadaan tidak sadarkan diri. Pasien merupakan rujukan dari
RSUD Demak, awalnya pasien saat sedang mengikuti sebuah acara
dikampungnya mengeluh lemah pada bagian tubuhnya sebelah kanan,
tiba- tiba pasien terjatuh dan dibawa langsung oleh keluarganya ke
RSUD Demak. Menurut keluarganya,di RSUD Demak pasien diinfus
dan langsung disarankan dirujuk ke RSISA untuk penanganan lebih
lanjut dan disarankan lakukan pemeriksaan CT Scan.

2
 Riwayat penyakit Dahulu:
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : Disangkal
- Riwayat hipertensi : Diakui
- Riwayat kencing manis : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat sakit ginjal : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal
 Riwayat penyakit keluarga:
- Riwayat stroke : Disangkal
- Riwayat kencing manis : Disangkal
 Riwayat kebiasaan:
- Konsumsi alkohol : Disangkal
- Merokok : Disangkal
 Riwayat ekonomi :
Pasien berobat menggunakan BPJS PBI.

3.3. Pemeriksaan Fisik


STATUS GENERALIS
- Keadaan umum : Tampak lemah
- Kesadaran : supor

TANDA VITAL
- Tekanan Darah : 200 / 90mmHg
- HR (Nadi) : 87 x/ Menit , reguler,isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Napas) : 22 x/ Menit , reguler
- Suhu : 36,5 0C

STATUS INTERNUS
• Kepala : Mesocephale
• Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Leher :

3
o Sikap : Simetris
o Pergerakan : Normal
o Kaku kuduk : (-)
• Dada : Hemithorax dextra dan sinistra simetris
• Paru : tidak dilakukan
• Jantung : tidak dilakukan
• Abdomen : tidak dilakukan
• Extremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
STATUS NEUROLOGIS
- GCS : E4 M5 Vet
- E : Pupil bulat isokor, Refleks pupil (+)
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN LAB HASIL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7 g/dL (L)
Hematokrit 32,60 (L)
Jumlah Leukosit 17,1 /uL (H)
Jumlah Trombosit 299 /uL
KIMIA KLINIK
Ureum 69,9 mg/dL (H)
Creatinin 3,6 mg/dL (H)
Kolesterol Total 202 mg/dL (Borderline H)
Natrium 137,0 mmol/L
Kalium 3,65 mmol/L
Kalsium 1,15 mmol/L

4
a. Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras

Pembacaan Hasil CT Scan Kepala Tanpa Kontras

Tanggal : 3 Mei 2018 di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang


Deskripsi:

- Tampak lesi hiperdens disertai edema perifokal padalobus parieto-oksipetal


kiri yang ruptir dan ke ventrikel lateral kanan kiri
- Tampak lesi hiperdens pada fissura longitudinalis / falx cerebri
- Tampak lesi hipodens pada thalamus kanan dan pons paramedien kiri

5
- Sulkus kortikalis dan fissura sylvii tampak menyempit
- Sistem ventrikel dan sisterna baik
- Cerebellum baik
- Tampak midline shifting ke kanan 6,4 mm
- Tampak penebalan mukosa ( CT number 22 HU) pada sinus maksilaris
kanan kiri

Kesan :

- ICH di lobus parieto-oksipetal kiri disertai IVH


- Gambaran SAH
- Infark di thalamus kanan dan pons paramedian kiri.
- Disertai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial saat ini.
- Sinusitis maksilaris dupleks

3.5. Diagnosis
- DIAGNOSIS KERJA :
- Intracerebral Hemorrhage di lobus parieto-oksipetal kiri serta Infark
cerebral di thalamus kanan dan pons paramedian kiri.

3.6. Rencana Monitoring


KU, kesadaran, TTV, diuresis, tanda-tanda peningkatan TIK.
3.7. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi mecobalamin 1x500 mg IV / 24jam
- Injeksi citicolin 1x500 mg IV /12 jam
- Injeksi furosemid 2amp (Extra)
- Kalnex 4x1gr
- Manitol 250cc
- Perdipine 2 mcg/kg/mn

Terapi Non Farmakologis

6
- Operasi
3.7. Edukasi
- Jelaskan pada pasien tentang diagnosis, dasar diagnosis, komplikasi serta
prognosis.
- Jelaskan pada pasien tentang pentingnya kontrol rutin.
- Motivasi pemgobatan
- Motivasi untuk berhenti merokok dan membatasi makanan berlemak

3.8. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanactionam : dubia ad malam

7
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak/Encephalon


2.1.1. Lapisan Pelindung Otak
Urutan lapisan pembungkus otak dari superfisial ke profunda :
1. Kutis
2. Subkutis
3. Gallea Aponeurotica
4. Jaringan ikat longgar
5. Cranium yang terbagi menjadi:
- Lamina externa
- Diploe
- Lamina interna
6. Cavum epidural
7. Duramater
8. Cavum subdural
9. Arachnoideamater
10. Cavum subarachnoid
11. Piamater

Gambar 1. Meninges dan sinus durae matris: potongan frontal.5

8
Encephalon merupakan bangunan yang semisolid dan lemah
sehingga perlu mendapat perlindungan. Encephalon dibungkus
beberapa membrane yang mengapung dalam cairan dan dilindungi oleh
cranium. Jaringan pelindung di sistem saraf pusat (otak dan sumsum
tulang belakang) adalah meninges (bentuk tunggal: meninx).
Meninges terdiri dari tiga lapisan, yaitu: 4-5
a. Dura Mater (berasal dari kata dura=hard=keras dan
mater=mother=ibu), merupakan lapisan paling luar yang tebal,
keras dan fleksibel tetapi tidak dapat direnggangkan (unstretchable).
Duramater terbagi menjadi dua lapis yaitu endosteal dan lapisan
meningeal. Lapisan endosteal merupakan lapisan yang menutup
cranium bagian interna. Pada sutura-sutura, lapisan endosteal
berlanjut dengan ligamentum sutura. Sedangkan lapisan meningeal
adalah lapisan duramater yang meliputi otak. Lapisan meningeal ini
membentuk lima septa ke arah dalam yang membagi rongga cranium
menjadi ruang-ruang yang dapat berhubungan dengan bebas dan
merupakan tempat-tempat bagian otak. Fungsi dari septa ini adalah
untuk membatasi pergeseran otak akibat akselerasi dan deselerasi
otak saat digerakkan.
Kelima septa yang terbentuk dari duramater lapisan meningeal
adalah:
1. Falx Cerebri
Merupakan lipatan duramater yang terletak di garis tengah
antara kedua hemisfer cerebri. Ujung anteriornya melekat pada
crista galli dan ujung posteriornya bergabung di garis tengah
dengan permukaan atas tentorium cerebelli.
2. Tentorium Cerebelli
Merupakan lipatan duramater yang membentuk atap fossa
cranii posterior. Tentorium menutupi permukaan atas
cerebellum dan menyokong lobus occipitalis.

9
3. Falx Cerebelli
Merupakan lipatan duramater kecil berbentuk bulan sabit
yang melekat pada protuberantia occipitalis interna dan
menonjol ke depan di antara kedua hemisfer cerebelli hingga
crista galli.
4. Diafragma cella
Merupakan lipatan duramater kecil yag berbentuk sirkular
membentuk atap sella tursica.
5. Cavum trigeminalis Meckeli
Merupakan evaginasi duramater fossa cranii posterior ke
fossa cranii media dan membungkus ganglion trigeminale. 1-4
b. Arachnoideamater (berasal dari kata arakhe=spider), merupakan
jaringan bagian tengah yang bentuknya seperti jaring laba-Iaba.
Sifatnya lembut, berongga-rongga dan terletak di bawah lapisan
durameter. Antara duramater dan arachnoideamater dipisahkan oleh
cavum subdural, yang terisi oleh selapis cairan.2,3
c. Piamater (berasal dari kata pious=small=kecil dan
mater=mother=ibu), merupakan jaringan pelindung yang terletak
pada lapisan paling bawah (melekat erat pada otak, menutupi gyrus-
gyrus dan melindungi jaringan-jaringan saraf yang lain). Lapisan ini
mengandung pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum
tulang belakang. Piamater masuk ke atap ventrikel membentuk
plexus choroidea kemudian bergabung dengan ependima
membentuk plexus choroideus di ventrikel lateralis, ventrikel III,
ventrikel IV. Antara arachnoideamater dan piamater dipisahkan oleh
cavum subarachnoid. Cavum subarachnoid ini terisi cairan
serebrospinalis (LCS) yang dihasilkan oleh plexus choroideus
ventrikel lateralis, ventrikel III, ventrikel IV. Di daerah tertentu
arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus untuk membentuk vili
arachnoidea. Kumpulan villi arachnoidea ini disebut granulationes

10
arachnoidea yang berfungsi sebagai tempat difusi cairan
serebrospinal ke dalam aliran darah vena.1
2.1.2. Bagian-Bagian Otak
Encephalon terdiri atas tiga subdivisi yakni:
1. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian dari encephalon yang terdiri dari dua
hemisfer. Hemisfer cerebri terdiri atas lipatan kortex berupa
substansia grisea, dibawahnya terdapat substansia alba serta
kumpulan neuro profunda yang disebut ganglia basalis. Kedua
hemister cerebri dipisahkan oleh fissura longitudinalis cerebri. Pada
fissure ini terdapat falx cerebri. Dasar dari fissure longitudinalis
adalah corpus callosum, yang menghubungkan kedua hemisfer
cerebri.1-2
2. Batang Otak (Truncus encephali)
Batang otak dibentuk oleh medulla oblongata, pons dan
mesenchepalon.
3. Cerebellum
Cerebellum terletak di fossa cranii posterior, berfungsi untuk
mengkoordinasikan semua reflex dan aktivitas otot voluntary.

Gambar 2. Pengaturan Sistema saraf pusat; potongan median gambar skema.1

11
Gambar 3. Encephalon; potongan horizontal.1

2.1.3. Vaskularisasi
Anatomi vaskuler otak dibagi menjadi 2 bagian: anterior
(carotid system) dan posterior (vertebrobasilar system). Perdarahan
utama otak berasal dari dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis. Keempatnya akan berada di ruang subarachnoidea dan
cabang-cabangnya akan beranastomosis membentuk sirkulus
Willisi.2

12
Gambar 4. Arteri di Encephalon; dilihat dari inferior.2

Pada setiap sistem vaskularisasi otak terdapat tiga komponen, yaitu;


arteri-arteri ekstrakranial, arteri-arteri intrakranial berdiameter besar dan
arteri-arteri perforantes berdiameter kecil. Komponen-komponen arteri ini
mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga infark yang terjadi
pada komponen-komponen tersebut mempunyai etiologi yang berbeda.8
 Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis)
mempunyai struktur trilaminar (tunica intima, media dan adventisia)
dan berperan sebagai pembuluh darah kapasitan. Pada pembuluh
darah ini mempunyai anatomosis yang terbatas.
 Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara
bermakna mempunyai hubungan anastomosis di permukaan
piameter otak dan basis kranium melalui sirkulus Willisi dan
sirkulasi khoroid. Tunica adventisia pembuluh darah ini lebih tipis
daripada pembuluh darah ekstrakranial, dan mengandung jaringan
elastik yang lebih sedikit. Selain itu, dengan diameter yang sama
pembuluh darah intrakranial ini lebih kaku daripada pembuluh darah
ekstrakranial.

13
 Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak
superfisial maupun profunda, secara dominan merupakan suatu end-
artery dengan anatomosis yang sangat terbatas, dan merupakan
pembuluh darah resisten.8

Gambar 5. Sirkulus Willisi; dilihat dari inferior.9

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri
vertebralis. Arteri carotis communis bercabang menjadi arteri karotis
interna dan arteri karotis externa setinggi tepi atas kartilago tiroidea atau
setinggi vertebra cervical IV. Arteri carotis communis dextra dicabangkan
dari truncus brachiocephalica setinggi arteri sternoclavicularis dextra.
Sedangkan arteri carotis communis sinistra dicabangkan langsung dari arcus
costa. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus

14
optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio
sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan
vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus
kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan
vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.8
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya
bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan tiga kelompok
cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai
sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis memberikan
vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris
memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan
vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna,
talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid
dan batang otak bagian atas.8
Selain pembuluh darah arteri, terdapat pembuluh darah vena pada otak.
Vena-vena cerebri tidak mempunyai tunika muskularis, sehingga
dindingnya sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena-vena tersebut
muncul dari dalam otak kemudian terletak di ruang subarachnoidea.
Selanjutnya, menembus arachnoideamater dan duramater kemudian
bermuara ke sinus venosus cranii. Fungsi utama dari sinus venosus cavum
cranii adalah menerima darah dari otak melalui vena-vena cerebri dan juga
menerima cairan serebrospinal dari ruang subarachnoid melalui vili
arachnoidea. 8

15
Gambar 6. Sinus Duraematris.9

2.1.4. Sistem Ventrikel Otak

Gambar 7. Ventriculi encephali; dilihat dari anterior dan lateral kiri.9

Terdapat 4 ventrikel pada otak yaitu:


1. Ventrikel lateral (ventrikel I dan ventrikel II)

16
Berjumlah dua, yaitu ventrikel lateral dextra dan ventrikel lateral
sinistra. Keduanya terletak didalam hemispheri telencephalon. Kedua
ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel III melalui foramen
interventrikularis (foramen Monroi). Ventrikel lateral dextra dan sinistra
terdiri atas lima bagian :
a. Cornu frontale (anterior)
b. Cornu temporale (inferior)
c. Cornu occipital (posterior)
d. Corpus pars centralis
e. Atrium pars centralis
2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius)
Merupakan ruangan sempit unilokuler yang terletak di linea mediana di
daerah diencephalon. Pada tepi anteroposteriornya berhubungan dengan
ventriculus lateralis kanan dan kiri melalui foramen interventrikularis
(foramen Monroi). Di sebelah posterior berhubungan dengan
ventriculus quartus melalui aquaeductus mesencephali sylvii.
3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus)
Ventrikel keempat berhubungan dengan rongga subarachnoid melalui
tiga foramen: dua foramen Luschka (aperture lateralis ventriculi tertius)
dan satu foramen Magendie (aperture medial ventriculi tertius).10
2.2. Fisiologi Otak (Serebrum)
Otak memiliki dua hemisfer yang memiliki fungsi masing-masing
dimana jika terjadi kerusakan atau gangguan otak maka akan
mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta
gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas
biasanya terjadi pada serangan stroke.1,2
Berikut merupakan pembagian lobus beserta girus dan fungsinya :11

Lobus frontalis terdiri dari :

Girus presentralis  area motorik primer.

Girus frontalis superior  mengatur kesadaran diri dan
koordinasi dengan aksi sistem sensorik.

17

Girus frontalis media  mempertahankan perhatian dan kerja
motorik.

Girus frontalis inferior (pars orbitalis, triangularis dan
opercularis)  area bicara Broca (area bicara motorik) pada
pars triangularis dan opercularis.

Lobus parietalis terdiri dari :
o Girus postsentralis  area somesthetica primer.
o Girus supramarginalis & angularis  daerah asosiasi umum.

Lobus temporalis terdiri dari :
o Girus temporalis superior  area Wernick (area bicara
sensorik).
o Girus temporalis medius  membantu dalam proses
pemahaman kata.
o Girus temporalis inferior  membantu interpretasi visual.
o Girus temporalis transversi  korteks auditorik.
o Girus parahippocampalis  korteks olfaktorius primer.
o Girus occipitotemporalis  proses informasi warna,
pengenalan wajah, tubuh dan kata.

Lobus oksipitalis (girus lingualis dan cuneus)  korteks visual primer
(pada sulcus calcarinus).

18
Gambar 8. Fisiologi Otak.10

Selain fungsi-fungsi tersebut di otak juga terdapat cairan serebrospinal


(LCS). LCS diproduksi terus-menerus dengan kecepatan 0,5 ml/menit dan
volume total sekitar 130 ml, hal ini dicapai dalam waktu 5 jam. LCS sebagian
besar diproduksi oleh plexus choroideus pada ventrikel lateral, tertius, quartus.
Selain itu sebagian kecil LCS juga berasal dari sel ependim yang melapisi
ventrikel dan dari jaringan otak melalui ruang perivaskuler.12
LCS mengalir mulai dari ventrikel lateral (dextra dan sinistra) menuju
ventrikel tertius melalui foramen interventrikularis monroi. Selanjutnya LCS
mengalir menuju ventrikel quartus melalui aquaductus mecensephali sylvii. Dari
ventrikel quartus melalui foramen luschka dan foramen magendi LCS menuju
ruang subarachnoid. Cairan perlahan-lahan bergerak melalui cisterna
cerebellomedularis dan cysterna pontis, lalu mengalir ke superior melalui fissura
tentorii untuk mencapai permukaan inferior cerebri, kemudian LCS berjalan ke
atas melalui aspek lateral masing-masing hemisferium cerebri. Sebagian LCS

19
berjalan ke inferior ke dalam ruang subarachnoid di sekeliling medulla spinalis
dan cauda equina.12

Gambar 9. Sirkulasi Cairan Serebrospinal.9

2.3. Stroke
2.3.1. Definisi
Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun
global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam
akibat gangguan aliran darah otak.13
2.3.2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya stroke diklasifikasikan menjadi 2 macam
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik.
a. Stroke hemoragik
Adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak yang
menghambat aliran darah normal dan darah merembes ke daerah
sekitarnya kemudian merusak daerah tersebut. Berdasarkan tempat
terjadinya perdarah, stroke hemoragik terbagi atas dua macam, yaitu
stroke hemoragik intra serebrum dan stroke hemoragik subaraknoid.
20
b. Stroke non hemoragik atau iskemik
Adalah stroke yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan pada
arteri yang mengarah ke otak yang mengakibatkan suplai oksigen ke otak
mengalami gangguan sehingga otak kekurangan oksigen.13

2.3.3. Etiologi
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan stroke:14
A. Trombosis
Trombosis merupakan proses pembentukan trombus dimulai dengan
kerusakan dinding endotel pembuluh darah paling sering karena
aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan penumpukan lemak dan
membentuk plak di dinding pembuluh darah. Pembentukan plak yang
terus menerus akan menyebabkan obstruksi yang dapat terbentuk di
dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh organ distal. Pada
trombus vascular distal, bekuan dapat terlepas dan dibawa melalui
sistem arteri otak sebagai suatu embolus.
B. Emboli
Embolus yang terlepas akan ikut dalam sirkulasi dan terjadi sumbatan
pada arteri serebral yang menyebabkan stroke embolik, lebih sering
terjadi pada atrial fibrilasi kronik.
C. Hemoragik
Sebagian besar hemoragik intraserebral disebabkan oleh rupture
karenaarteriosklerosis dan pembuluh darah hipertensif. Hemoragik
intraserebral lebih sering terjadi pada usia >50 tahun karena hipertensi.
D. Penyebab lain
Stroke dapat disebabkan oleh hiperkoagulasi termasuk defisiensi protein
C dan S serta gangguan pembekuan yang menyebabkan trombosis dan
stroke iskemik. Penyebab tersering adalah penyakit degenerative arterial
baik arteriosklerosis pada pembuluh darah besar maupun penyakit
pembuluh darah kecil. Penyebab lain yang jarang terjadi diantaranya
adalah penekanan pembuluh darah serebral karena tumor, bekuan darah
yang besar, edema jaringan otak dan abses otak.
21
Gambar 10. Etiologi Stroke.13

2.4. Perdarahan Intraserebral


2.4.1. Definisi
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di
otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pembuluh darah otak.
Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat
terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput
membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada
satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat terjadi pada
struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun
cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).1
2.4.2. Epidemiologi
Insiden perdarahan intraserebral (PIS) di dunia berkisar 10 sampai
20 kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita, terutama usia diatas 55 tahun. Tingkat mortalitas
ICH pada 30 hari adalah 44%. Perdarahan batang otak memiliki tingkat
mortalitas 75% dalam 24 jam.15

22
2.4.3. Etiologi
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh:
1) Primer (hipertensif)
Penyebab tersering perdarahan intraserebral adalah
hipertensi arterial. Peningkatan tekanan darah patologis dapat
merusak dinding pembuluh darah arteri (mengurangi
compliance), sehingga menyebabkan mikroaneurisma yang
dikenal sebagai Charcot Bouchard. Aneurisma ini dapat ruptur
secara spontan. Lokasi predileksi untuk perdarahan intraserebral
hipertensif adalah ganglia basalis, thalamus, nukelus serebri dan
pons. Sebaliknya, substansia alba pada serebri yang lebih dalam
jarang terkena.2
2) Sekunder
a. Cerebral Amyloid Angiopathy
Suatu perubahan vaskular yang ditandai oleh adanya
deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia
pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral.
Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortikal superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga
perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar daripada
daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding
arteri menjadi lemah sehingga pecah dan terjadi perdarahan
intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy
dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan
intraserebral pada penderita lanjut usia.
Kelainan ini khas dengan adanya deposit fibril amiloid
pada media dan intima arteria ukuran kecil dan sedang pada
otak dan leptomening pasien lanjut usia. Perdarahan itu
mungkin disebabkan karena robeknya dinding pembuluh yang
lemah atau mikroaneurisma. Angiopati amiloid serebral tidak
berhubungan dengan angiopati amiloid sistemik dan terjadi

23
secara sporadis, namun pengaruh keturunan pernah
dilaporkan. Berbeda dengan perdarahan hipertensif, penyakit
ini mempunyai predileksi pada lapisan superfisial dari korteks
serebral, terutama pada lobus parietal dan oksipital, dan jarang
tampak pada substansi putih atau abu-abu dalam. Perdarahan
spontan berganda pada pasien lanjut usia yang normotensif
lebih mungkin karena adanya angiopati amiloid. Perdarahan
berulang dapat terjadi pada kasus yang operatif maupun non-
operatif. Sifat rekurensi dan multifokal yang dimiliki oleh
CAA ini menjadi ciri khusus yang membedakan jenis
perdarahan ini dengan perdarahan yang disebabkan oleh
hipertensi.16
b. Arteriovenous Malformation
c. Neoplasma Intrakranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang
hipervaskuler.
d. Trauma
Perdarahan di lobus temporoparietal, putamen, thalamus, dan
pons biasanya akibat ruptur a. Lentikulostriatal, a.
Thalamoperforating, dan kelompok basilar-paramedian.
Sedangkan perdarahan di sentrum semi-ovale dan kapsula
interna biasanya akibat ruptur a. Rekuren heubner cabang a.
Cerebri anterior.14

24
Gambar 11. Asal dan tempat tersering terjadinya PIS. PIS paling sering mengenai lobus
serebral, yang berasal dari pecahnya cabang perforantes kortikal (penetrating cortical branches)
dari arteri serebri anterior, media, atau posterior (A); ganglia basalis, yang berasal dari
pecahnya cabang lentikulostriata asenden dari arteri serebri media (B); thalamus, yang berasal
dari pecahnya cabang thalamogenikulata asenden dari arteri serebri posterior (C); pons, yang
berasal dari pecahnya cabang paramedian dari arteri basilaris (D); dan serebellum yang berasal
dari pecahnya cabang perforantes dari arteri serebellaris posterior inferior, arteri serebellaris
anterior inferior, atau arteri serebellaris superior (E). 16,17,18

2.4.4. Patofisiologi
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70%), di fossa
posterior (batang otak dan serebelum) 20% dan 10 % di hemisfer (di
luar kapsula interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi
darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema
dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi
diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada
struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak beserta penyempitan
atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan. Oleh
karena itu gejala klinis yang timbul berasal dari destruksi jaringan
otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi
pada jaringan otak lainnya.18
Efek Patologis, yaitu efek dari space occupaying dan hematoma
dapat menyebabkan pelebaran untuk beberapa jam jika perdarahan

25
terus berlanjut. Dalam waktu 48 jam darah dan plasma akan
mengelilingi otak dan menyebabkan gangguan pada sawar darah otak,
edema vasogenik, dan sitotoksik, kerusakan neural dan nekrosis.
Resolusi hematoma terjadi dalam 4-8 minggu meninggalkan kista.19

Gambar 12. Mekanisme Intracerebral Hemorrhage19

26
2.4.5. Faktor Risiko
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor predisposisi tersering pada PIS.
Pada pasien dengan perdarahan intraserebral spontan memiliki
tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik > 100mHg meliputi 91% pada saat terjadinya stroke
dan 72% memiliki riwayat hipertensi sebelumnya.16
2) Merokok
Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke, dengan
nilai risiko relatif 1,5-2,2.
3) Hiperlipidemia
4) Genetik
5) Alkohol
Tingginya konsumsi alkohol juga merupakan faktor risiko
terjadinya PIS. Meskipun demikian konsumsi alkohol yang
sedang tidak memberikan efek dan bahkan dapat mencegah
terjadinya PIS. Pemakaian antiplatelet merupakan faktor risiko
lain terjadinya PIS. Pemakaian warfarin sering menyebabkan
terjadinya PIS dengan hematoma yang besar. Meskipun
demikian pemakaian antiplatelet pada kadar tertentu dapat
menurunkan risiko stroke, tetapi dosis optimal belum diketahui.
Dosis aspirin yang dapat diterima adalah 30-1300 mg/hari, dan
dosis yang direkomendasikan 325 mg/hari.20
2.4.6. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis
akibat akumulasi darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi
sewaktu aktivitas. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-
70%) akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.
Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya
tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara
keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. Dua pertiganya

27
mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan
perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematom besar dan prognosis
yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi
frekuensinya bervariasi. Hanya 36% kasus yang disertai dengan
sakit kepala, namun kasus yang disertai muntah didapati pada 44%
kasus. Sehingga tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak
menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai gejala tersebut, maka
akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahan
subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala
tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.3
Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensif
intrakranial akibat efek massa hematom. Tidak seperti infark, yang
meningkatkan tekanan intrakranial secara perlahan ketika edema
sitotoksik yang menyertainya bertambah berat, perdarahan
intraserebral meningkatkan tekanan intrakranial secara cepat.2
Beberapa gejala klinis pada PIS meliputi nyeri kepala,
hemiparesis, perubahan status mental, dan juga penurunan
kesadaran. Juga disertai dengan gejala susulan seperti mual, muntah,
gangguan visus, dan diplopia. Beberapa simtom berbeda pada PIS,
tergantung dari lokasi lesi. Pada perdarahan supra tentorial terutama
pada perdarahan basal ganglia akan menampilkan hemiparesis pada
kontralateral lesi. Pada perdarahan infra tentorial akan menimbulkan
efek cepat ke batang otak seperti koma, intranuclear
ophthalmoplegy, reflex pupil yang abnormal, quadriparesis, dan
postur dekortikasi.2
Muntah terjadi pada perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid (51% dan 47%) dibandingkan pada stroke iskemik
(4%-10% kasus). Sepertiga pasien yang mengalami perdarahan
intraserebral spontan mengalami nyeri kepala, dibandingkan dengan
hanya 3-12% pasien stroke iskemik yang mengalami nyeri kepala.

28
Koma dialami 24% pasien perdarahan subarachnoid dan perdarahan
intraserebral spontan, dibandingkan hanya 5% saja pada penderita
stroke iskemik. Onset serangan yang gradual terjadi pada 63%
penderita perdarahan intraserebral spontan dan hanya 34% pasien
yang mengalami onset yang mendadak. Sedangkan pada stroke
iskemik hanya 5-20% pasien saja yang mengalami onset yang
gradual, sedangkan pada perdarahan subarachnoid onset gradual
hanya terjadi pada 14% pasien.2
2.4.7. Pemeriksaan Fisik
Hipertensi arterial sering dijumpai pada kasus PIS.
Tingginya frekuensi hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain
yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti hipertrofi
ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli
pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu
mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari
adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina,
yang merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang
mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Gerakan mata, pada
perdarahan putamen terdapat deviation conjugae kerah lesi, sedang
pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak
horisontal mata dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan
thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze
palsy), sehingga mata melihat ke bawah. Pada perdarahan pons
terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular
bobbing.2,3
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil dapat normal atau
bila terjadi herniasi unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N.
III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil
miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon,
posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil
negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi

29
transtentorial. Pada perdarahan di pons terjadi pinpoint pupils
bilateral tetapi masih terdapat reaksi, pemeriksaannya
membutuhkan kaca pembesar.2,3
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah
Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di mesensefalon atau pons pola
pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di bagian
tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik.
Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola
pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.2
2.4.8. Klasifikasi
Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :2
1) Putaminal Hemorrhage
Perdarahan yang tersering adalah perdarahan putaminal
dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan
kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologik hampir
bervariasi berdasarkan kedudukan dan ukuran penekanan.
Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif pada hampir
2/3 pasien, dan kurang dari 1/3 mempunyai gejala mendadak
dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala dapat muncul
saat onset gejala. Perdarahan putaminal kecil menyebabkan
defisit sedang motorik dan sensori kontralateral.
Perdarahan berukuran sedang mula-mula memiliki gejala
hemiplegia flaccid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata
pada sisi perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila
yang terkena hemisfer dominan. Progresi menjadi perdarahan
masif berakibat stupor dan lalu koma, variasi respirasi, pupil
tak bereaksi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor
abnormal dan respons Babinski bilateral.2
Gejala muntah terjadi pada hampir setengah daripada
penderita. Dalam waktu beberapa menit wajah penderita akan
terlihat miring ke satu sisi, bicara cadel atau afasia, lemas

30
tangan dan tungkai, serta bola mata akan cenderung berdeviasi
menjauhi daripada ekstremitas yang lemah. Hal ini terjadi
bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat
kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat
terjadi semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski
yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral dan
kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaccid,
stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan
memperlihatkan tingkat kesadaran stupor. Karakteristik tingkat
keparahan paling parah adalah dengan adanya tanda
kompresi batang otak (koma); tanda Babinski bilateral;
respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil dilatasi dan
biasanya ada kekakuan yang deserebrasi.

Gambar 13. Perdarahan Putaminal.2

2) Thalamic Hemorrhage
Perdarahan talamus yang kecil umumnya menyebabkan
defisit neurologis lebih berat daripada perdarahan putaminal.

31
Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral
terjadi bila kapsula interna tertekan. Gejala khas pada
perdarahan ini ditandai dengan hilangnya hemisensori
kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, wajah, lengan
dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang
otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze
vertikal, deviasi mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi
baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak
bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang dan nistagmus
retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan
perdarahan sisi kanan dan gangguan bicara yang berhubungan
dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala terjadi
pada 20-40% pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat
penekanan jalur CSS.2

Gambar 14. Perdarahan Thalamus.2

3) Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi
dibandingkan dengan perdarahan intraserebral supratentorial,

32
tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi di pons. Gejala
klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset
yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit
neurologik bilateral serta progresif dan fatal. Perdarahan pontin
paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan
otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma,
pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler
lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia dan postur
ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.2

Gambar 15. Perdarahan di Pons2

4) Perdarahan Serebelum
Lokasi pasti dari tempat asal perdarahan pada
serebelum umunya sulit diketahui. Perdarahan serebelum
sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli
superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam
ventrikel IV sering terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di
serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah.
Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat menyebabkan
dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis sehingga

33
dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan
intrakranial dan memburuknya keadaan umum penderita.
Kematian biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang
menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.2
Sindroma klinis yang khas pada perdarahan serebelar
adalah onset yang mendadak dari gejala mual, muntah, tidak
mampu bejalan atau berdiri. Gangguan neurologis dapat terjadi
dalam beberapa derajat tergantung dari perkembangan
perdarahan. Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan
kasus. Dua per tiga dari pasien dengan perdarahan
serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan
tetap responsif saat datang; hanya 14% yang mengalami koma
saat pertama kali datang. Kemudian 50% menjadi koma dalam
24 jam, dan 75% menjadi koma dalam seminggu sejak onset.
Gejala mual dan muntah terlihat pada 95% kasus, nyeri kepala
(umumnya bioksipital) pada 73% kasus, dan pusing (dizziness)
pada 55% kasus. Ketidakmampuan berjalan atau berdiri terjadi
pada 94% kasus.2
Pada pasien non-koma, tanda-tanda umum yang dapat
terjadi adalah ataksia langkah (78%), ataksia trunkal (65%),
dan ataksia apendikuler ipsilateral (65%). Temuan lainnya
adalah paralisis saraf fasial perifer (61%), paralisis gaze
ipsilateral (54%), nistagmus horizontal (51%) dan miosis
(30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang terjadi, dan bila ada
biasanya disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi
sebelumnya atau bersamaan. Trias klinis ataksia apendikuler,
paralisis gaze ipsilateral, dan paralisis fasial perifer mengarah
pada perdarahan serebelar. Perdarahan serebelar garis tengah
dapat menimbulkan dilema diagnostik pada pemeriksaan
klinis. Umumnya perjalanan penyakit pasien lebih ganas dan

34
ditunjukkan dengan adanya oftalmoplegia total, arefleksia, dan
kuadriplegia flaksid.2
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan
serebelar lebih sulit karena disfungsi batang otak berat. Gejala
pada pasien koma dapat berupa oftalmoplegia eksternal yang
lengkap (83%), pernafasan irregular (53%) dan kelemahan
fasial ipsilateral (54%). Pupil umumnya mengecil dan tidak ada
reaksi pupil terhadap sinar pada 40% pasien.2

5) Perdarahan Lober
Pada perdarahan lober, hipertensi kronik terdapat pada
31% kasus, dan hanya 4% pasien yang koma saat datang.
Perdarahan pada oksipital menyebabkan nyeri berat sekitar
mata ipsilateral dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan
temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian
anterior telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran
yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal
menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat,
kelemahan muka dan tungkai ringan, serta nyeri kepala frontal.
Perdarahan parietal diawali dengan gejala nyeri kepala
temporal anterior serta defisit hemisensori, terkadang
mengenai tubuh sampai garis tengah. Perkembangan gejala
yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak seketika
bersamaan dengan satu dari sindroma tersebut dapat membantu
membedakan perdarahan lober dari stroke jenis lain.
Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi perdarahan
lober.2

6) Perdarahan Intraserebral Akibat Trauma


Merupakan perdarahan yang terjadi di dalam jaringan
otak. Hematom intraserebral paska traumatik merupakan
koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan

35
atau robekan terhadap pembuluh-pembuluh darah
intraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera penetrans.
Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2-16% kasus
cedera. Intraserebral hematom mengacu pada hemorragi /
perdarahan lebih dari 5ml dalam substansi otak, sedangkan
hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau
petechial/bercak.2
2.4.9. Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil:
A. Penemuan Klinis
1. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik
yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor
risiko stroke.
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko
seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh
darah lainnya.
B. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat
membantu diagnosis dan membedakannya dengan
perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral
(karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan
tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali
dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik
perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan
subarakhnoid (PSA).21

36
Selain CT-Scan, MRI lebih sensitif untuk melihat
keadaan intrakranial, tetapi memerlukan waktu yang lebih
lama sehingga sulit untuk melakukannya berulang-ulang.
Pada keadaan emergensi, hal ini sulit untuk dilakukan. dan
juga biayanya relatif lebih mahal. Tetapi dengan MRI dapat
melihat etiologi yang menyebabkan terjadinya PIS. Seperti
ditemukannya gambaran tumor, malformasi serebrovaskular
dan aneurisma. Tetapi MRI tetap merupakan pilihan
diagnostik sekunder setelah CT.21
Serebral angiogarafi diperlukan untuk lesi yang
disangkakan akibat gangguan vascular, seperti AVM atau
aneurisma. Dengan ditemukannya CT-angiografi dan MRA,
penemuan lesi vaskular tanpa terpapar risiko angiografi
dapat dihindari. Dan MRA maupun CTA dapat dilakukan
berulang-ulang untuk mengevaluasi lesi jika diperlukan
operasi emergensi.21

37
Tabel 1. Skoring ICH22

2. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti:
pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit),
hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen
kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi
(EKG).21
2.4.10. Tatalaksana
Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage
harus mendapat pengobatan untuk :19

1) Normalisasi tekanan darah


2) Pengurangan tekanan intrakranial
3) Pengontrolan terhadap edema serebral
4) Pencegahan kejang
Hipertensi terjadi karena cathecholaminergic discharge pada
fase permulaan. Sebaiknya pengobatan hipertensi idak berlebihan
karena beberapa pasien mungkin tidak menderita hipertensi. Lebih
lanjut autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena

38
hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi.
Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan
iskemia pada miokard, ginjal dan otak. Obat-obat anti hipertensi yang
dianjurkan adalah dari golongan :19
1) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2) Angiotensin Receptor Blockers
3) Calcium Channel Blockers

Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS adalah dengan


mengendalikan tekanan intrakranial serta mencegah perburukan
neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi,
diuretik osmotik dan steroid (bila terdapat perdarahan tumor)
digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang
disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa
evakuasi perdarahan yang luas meningkatkankan survival
pada pasien dengan koma, terutama bila evakuasi dilakukan segera
setelah onset perdarahan.19
Walaupun begitu seringkali tetap terdapat defisit neurologis yang
jelas pada pasien. Pasien yang memperlihatkan tanda-tanda herniasi
unkus memerlukan evakuasi perdarahan yang sangat segera.
Angiogram dapat dilakukan untuk membantu menemukan kelainan
vaskuler. Pengangkatan PIS yang besar perlu dipertimbangkan
terutama bila terjadi bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang
menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis, meskipun
telah diberikan tindakan medis yang maksimal.19

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical Neurology. 6th edition. Lange
Medical Book; 2005. p.285-316.
2. Baehr M, Duus’ FM. Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Physiology,
Signs, Symptoms. 4th revised edition. New York: Thieme; 2005. p.417-79.
3. Corey-Bloom J, David RB. Clinical Adult of Neurology. 3rd ed. New York:
Demosmedical; 2009. p.270-9
4. Fitzsimmons, B., M., 2007. Cerebrovascular Disease:Ischemic Stroke. In:
Brust, J., C., M., ed. Current Diagnosis & Treatment in Neurology, USA:
McGraw-Hill, 100-125.
5. Fitzsimmons B. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. In: Brust JCM, ed.
Current Diagnosis & Treatment in Neurology. USA: McGraw-Hill; 2007.
p.100-25.
6. Hakimelahi R, Gonzales RG, Neuroimaging of Ischemic Stroke with CT and
MRI: Advancing Towards Physiology-Based Diagnosis and Therapy, 7(1):29-
48, Expert Rev CardiovascTher. 2009.
7. Hinkle, JL. Guanci, MM, 2007, Acute Ischemic Stroke Review, 39 (5): 285-293,
J Neurosci Nurs.
8. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2): cerebrovascular
disease and non-traumatic intracranial hemorrhage. In: Grainger RG, Allison D,
Adam A, Dixon AK, editor.Grainger & Allison’s diagnostic radiology: a
textbook of medical imaging. 4th edition. London: Chruchill Livingstone; 2001.
9. Maas, MB. Safdieh, JE, Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
localization. Neurology Board Review Manual. Neurology, 2009, 13(1): 2-16.
10. MacKenzier JM. Intracerebral Hemorrhage. Aberdeen: Department of
Pathology, Aberdeen Royal Infirmary; 1996. p.360-4.
11. Masotti L, Napoli MD, Godoy DA, Rafanelli D, Liumbruno G, Koumpouros N,
et al. The practical management of intracerebral hemorrhage associated with
oral anticoagulant therapy. International Journal of Stroke & World Stroke
Organization. 2011;6:228–40.Simon et al. Clinical Neurology. 9th edition. New
York : Lange; 2015. P 240-270.
12. Mills. Oxford textbook of clinical neurophysiology.3rd edition. England. P 590-
616.
13. Moore KL, et al. Clinically Oriented Anatomy. Lippincott Williams & Wilkins;
2013.
14. Morgenstern LB. Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage. 2010. p.2109-24.
15. Patestas MA, et al. Neuroanatomy. Blackwell Science. 2006.
16. Putz,R. 2010, Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA, Jakarta:EGC.
17. Qureshi AI, Tuhrim S, Broderick JP, Batjer HH, Hideki H, Hnley DF.
Perdarahan Intraserebral Spontan. NEJM. 2001;344(19):1450-60.
18. Skor ICH-GS untuk Prediksi Prognosis Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral
di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. [Internet]. [ cited 7 April 2018].
Available from : http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_259Skor%20ICH-

40
GS%20untuk%20Prediksi%20Prognosis%20Pasien%20Stroke%20Perdarahan
%20Intraserebral.pdf
19. Snell, R, Neuroanatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta:EGC, 2007.
20. Tortora GJ, Derrickson B. The Special Senses. In: Tortora GJ, Derrickson B,
editors. Principle of Anatomy & Physiology, 13th edition. USA: John Wiley &
Sons, Inc; 2012.
21. Wilson, Sylvia A. Price & Lorraine M, Patofisiologi, Jakarta: EGC, 2002.

41
42

Anda mungkin juga menyukai