PENDAHULUAN
kesehatan ibu dan bayi yang berkualitas. Bahkan lebih jauh lagi Angka Kematian
Ibu juga dapat dipakai sebagai indikator untuk mengetahui derajat kesehatan suatu
kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah “Kehamilan dan
dansehat”. Salah satu sasaran yang di tetapkan untuk tahun 2010 adalah
hidup dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup.
2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tercatat 248/100.000 kelahiran hidup
dan pada tahun 2008 tercatat sebesar 228/100.000 kelahiran idup. Walaupun dari
tahun ke tahun menunjukkan terjadi penurunan namun hal ini masih sangat tinggi.
Disamping itu partus lama dan aborsi dapat menyebabkan terjadinya perdarahan atau
infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung seperti rendahnya status gizi ibu hamil,
kehamilan 4 Terlalu yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak
1
serta kondisi 3 Terlambat yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil
jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Seorang ibu dengan
kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah
yang akan berakibat fatal pada yang anemia. Perdarahan pascapersalinan merupakan
penyebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
abortus, dan ruptura uteri). Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan
traktus genitalia dan struktur sekitarnya atau keduanya. Diperkirakan ada 14 juta
kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita
terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian
terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
belum lepas dari dinding uterus karena: a). Kontraksi uterus kurang kuat untuk
2
uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometriumsampai di
bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding
uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
3. Umur : 36 Tahun
5. Alamat : Lingat
7. Agama : Kristen
8. MR : 04-71-51
2.2 ANAMNESA
1. Keluhan Utama
membawa rujukan dari bidan praktek dengan diagnosa retensio plasenta. Pasien
datang keluhan plasenta belum lahir 7 jam pasca persalinan. Pasien mengatakan
banyak darah merah segar keluar setelah melahirkan. Di klinik bidan tersebut,
pasien dicoba untuk dikeluarkan plasenta tetapi tidak berhasil karena pasien
kesakitan. Pasien kemudian di rujuk ke RS. Saat datang perdarahan aktif (-),
4
pasien juga mengeluh Nyeri perut bagian bawah (+), perut kadang teraba keras.
a. Menarche : 13 tahun
d. Nyeri : Tidak
Kawin : Ya
7. Riwayat Obstetri
Perempua
1. Spontan Bidan 2800 gr n 3 Tahun Hidup
2. Spontan Bidan 2700 gr Laki-Laki Baru Lahir Hidup
5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
4. Nadi : 98x/menit
5. Respirasi : 22x/menit
5. Telinga : Deformitas (-), sekret (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik
6
7. Tenggorokan : Uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-).
c. Thorax
1. Paru
2. Jantung
d. Abdomen
Perkusi : Timpani.
e. Ekstremitas
7
2.4 PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Inspeksi : tampak datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+), terlihat tali pusat
Palpasi : Kontraksi (-), TFU teraba 2 jari di bawah pusar, nyeri tekan abdomen
Teraba tali pusat keluar dari ostium uteri externa, portio terbuka sedikit
c. Pemeriksaan Pelvimetri
Tidak dilakukan
Tanggal
Parameter Nilai Normal
01/07/2021
8
2.5.2 Pemeriksaan USG Kebidanan
Tanggal 02/10/2021
9
2.6 DIAGNOSIS
Retensio Plasenta
2.7 TERAPI
Rencana Kuretase
Ceftriaxone 2x1 gr
2.8 PROGNOSIS
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Retensio plasenta (Placental Retention) adalah plasenta lahir terlambat lebih dari
30 menit setelah bayi lahir. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,
artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan
plasenta manual dengan segera, sedangkan sisa plasenta (Rest Placenta) merupakan
partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10
3.2 ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 – 20 cm, tebal
lebih kurang 2.5 cm dan beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan
lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah
mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti dengan benar, maka plasenta sebenarnya
berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari
korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada
di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg
seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,
11
koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di
desidua. Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan, mengeluarkan sisa
metabolisme, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon serta
3.3 ETIOLOGI
1. Sebab fungsional
a. His yang kurang kuat (sebab utama), Ini disebabkan adanya atoni uteri pasca
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
Bila placenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila
sebagian placenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya. Placenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rectum penuh, karena itu yang kedua nya harus dikosongkan. Banyak
atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan
dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat
diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka
13
3. Faktor Predisposisi
Ada beberapa hal yang dapat mendukung terjadinya retensio plasenta pada
a. Grandemultipara
d. Plasenta previa karena dibagian isthmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga
3.4 PATOGENESIS
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
14
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan
dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.
1. Fase laten, yaitu ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk
kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak,
uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat
yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka
tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah
bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari
lokasi ini oleh adanya tekanan interabdominal. Namun, wanita yang berbaring
dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.
15
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala
tiga. Metode yang biasa dikerjakan adalah manajemen aktif kala III.
3.5 DIAGNOSIS
3.5.1 ANAMNESIS
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
16
Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin
Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time
(BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
3.6 PENCEGAHAN
a. Pencegahan resiko plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan
melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan
plasenta. Meskipun demikian pasien juga dapat berdarah karena adanya robekan
jalan lahir. Ketika terjadi perdarahan dan plasenta masih didalam uterus hal pertama
dengan penekanan pada uterus dengan menekan abdomen. Bila berhasil, uterus
harus tetap ditekan dan diberikan oksitosin intravena. Kompresi bimanual harus
17
3.7.2 RETENSIO PLASENTA KARENA KONTRAKSI SERVIKS
Retensio plasenta karena kontraksi serviks hampir selalu terjadi pada persalinan
preterm. Serviks akan menutup hingga hanya terbuka 2 jari. Pada situasi ini tidak
dianjurkan untuk melakukan pengeluaran plasenta dengan tarikan pada tali plasenta,
tekanan pada abdomen maupun pemberian oksitosin. Hal yang lebih baik dilakukan
relaksan otot miometrium. Pemberian dosis rendah intra vena membuat relaksasi
uterus tanpa mempengaruhi tekanan darah. Meskipun demikian, obat ini sebaiknya
tidak digunakan pada pasien syok dan tekanan darah rendah. Sebelum memasukkan
1000 cc, Kemudian 500 micro gram intravena. Kurang lebih 60-120 detik setelah
kebanyakan kasus plasenta dapat lepas dari dinding uterus tanpa kesulitan. Pada
beberapa kasus plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta sulit
lepas dari dinding uterus sehingga memerlukan tindakan berupa manual plasenta dan
perdarahan menjadi sangat banyak. Kondisi ini disebut plasenta akreta dan
kematian 4 kali lebih tinggi dari plasenta yang dapat lahir normal yang merupakan
18
indikasi histerektomi. Pada plasenta akreta, perlekatan villi plasenta langsung pada
persalinan. Komplikasi yang signifikan dari plasenta akreta adalah perdarahan post
meningkat dan dokter diharapkan waspada akan kondisi ini, terutama pada wanita
yang memiliki riwayat seksio sesaria sebelumnya atau berbagai penyebab parut pada
uterus.
Perdarahan setelah plasenta lahir biasanya disebabkan atonia uteri. Tidak jarang
juga disebabkan karena adanya sisa plasenta, robekan jalan lahir, inversi uteri, ruptur
uteri dan juga gangguan sitem koagulasi. Hal pertama yang dilakukan pada
perdarahan setelah plasenta lahir adalah penekanan bimanual vaginal dan abdominal,
hal ini dapat mengurangi perdarahan. Kemudian dipasang satu atau dua infus dan
diberikan infus oksitosin (30 IU dalam 1000 cc RL) Bila penekanan uterus dan infus
oksitosin tidak berhasil, pasien diperiksa dengan USG untuk memeriksa sisa
jaringan yang masih tertinggal atau dengan tangan memeriksa adanya robekan
uterus.
19
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus
menghadapi perdarahan post partum lanjut. Jika plasenta belum lahir, harus
penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada
dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak
dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan
rahim. Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim
terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas.
Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada
saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu megeluarkan
plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan
Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini
20
Manual placenta merupakan tindakan operasional untuk melahirkan plasenta..
penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan
kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri
dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.
arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir
21
Gambar Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam
antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan
gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau
mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan
ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat
dihindarkan.
22
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau
ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
b. Terjadi infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteria terdorong ke
c. Memberikan antibiotika
d. Memasang infuse
23
3.8 KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
24
3. Plasenta Inkarserata
4. Polip Plasenta
Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis
3.9 PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya
serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.
25
BAB IV
PEMBAHASAN
pasien ini, didiagnosa Retensio Plasenta. Pada kasus diatas Seorang Perempuan 36
tahun datang ke RSUD DR.P. P. Magretti dengan membawa rujukan dari bidan
praktek dengan diagnosa retensio plasenta. Pasien datang keluhan plasenta belum
lahir 7 jam pasca persalinan. Pasien mengatakan banyak darah merah segar keluar
plasenta tetapi tidak berhasil karena pasien kesakitan. Pasien kemudian di rujuk ke
RS. Saat datang perdarahan aktif (-), pasien juga mengeluh Nyeri perut bagian
bawah (+), perut kadang teraba keras. pusing (+), lemas (+), mual (-), muntah (-).
Lama perkawinan : 5 tahun. Dan pada riwayat obstetric. Anak pertama Perempuam
umur 3 tahun dan lahir dengan BB 2800 gr Sedangkan Anak kedua yang sekarang
laki-laki lahir dengan BB 2700 gr. Pada pemeriksaan Obstetri dilakukan Inspeksi
pada abdomen dan abdomen tampak datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+),
terlihat tali pusat berukuran 5 cm di depan vagina diklem, Palpasi : Kontraksi (-),
TFU teraba 2 jari di bawah pusar, nyeri tekan abdomen. Pada pemeriksaan dalam
(vaginal toucher) teraba tali pusat keluar dari ostium uteri externa, portio terbuka
sedikit. Kemudian pada pemeriksaan penunjang USG Obstetri Masih tampak sisa
jaringan kurang lebih 23cc, Stosel di cavum vagina kurang lebih 150cc dengan
Kesan Retensio Plasenta. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
sudah sesuai dengan retensio plasenta. Penatalaksanaan pada pasien ini berupa
Rencana Kuretase, IVFD RL + Oksitosin1/2 amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Tablet tambah
26
27
BAB V
PENUTUP
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir lebih dari setengah jam setelah janin
lahir. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-
17%. Etiologi retensio plasenta, yaitu:. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena
kontraksi uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, Plasenta
sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak
lepas secara spontan setelah setengah jam setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan
pervaginam plasenta menempel di dalam uterus. Penanganan retensio plasenta yang terbaik
adalah dengan manual plasenta.Pencegahan dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
28