Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator penting yang dapat

menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan ibu dan bayi yang berkualitas. Bahkan lebih jauh lagi Angka Kematian

Ibu juga dapat dipakai sebagai indikator untuk mengetahui derajat kesehatan suatu

negara. Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di

Indonesia 2001 – 2010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan

kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah “Kehamilan dan

persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup

dansehat”. Salah satu sasaran yang di tetapkan untuk tahun 2010 adalah

untukmenurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran

hidup dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tercatat 248/100.000 kelahiran hidup

dan pada tahun 2008 tercatat sebesar 228/100.000 kelahiran idup. Walaupun dari

tahun ke tahun menunjukkan terjadi penurunan namun hal ini masih sangat tinggi.

Penyebab tingginya AKI di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh penyebab

langsung atau komplikasi kebidanan yaitu perdarahan, eklampsi, dan infeksi.

Disamping itu partus lama dan aborsi dapat menyebabkan terjadinya perdarahan atau

infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung seperti rendahnya status gizi ibu hamil,

kehamilan 4 Terlalu yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak

1
serta kondisi 3 Terlambat yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil

keputusan, terlambat mencapai fasilitas pelayanan rujukan dan terlambat

memperoleh pelayanan adekuat di fasilitas rujukan.

Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui

jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Seorang ibu dengan

kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah

yang akan berakibat fatal pada yang anemia. Perdarahan pascapersalinan merupakan

penyebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan

(perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik,

abortus, dan ruptura uteri). Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan

pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi

morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh.

Perdarahan setelah melahirkan atau Post Partum Hemorrhagic (PPH) adalah

konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di

traktus genitalia dan struktur sekitarnya atau keduanya. Diperkirakan ada 14 juta

kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita

mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi

dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan

terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian

terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan

umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.

Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena

plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta

belum lepas dari dinding uterus karena: a). Kontraksi uterus kurang kuat untuk

melepaskan plasenta (plasenta adhesiva); b).Plasenta melekat erat pada dinding

2
uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometriumsampai di

bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding

uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk

melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran

konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta

(inkarserasio plasenta). Sehingga dilakukan tindakan manual plasenta.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

1. Nama : Ny. WMM

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Umur : 36 Tahun

4. Tanggal Lahir : 03 Maret 1985

5. Alamat : Lingat

6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

7. Agama : Kristen

8. MR : 04-71-51

9. Tanggal MRS : 02-10-2021

2.2 ANAMNESA

1. Keluhan Utama

Plasenta belum lahir 7 jam pasca persalinan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang Perempuan 36 tahun datang ke RSUD DR.P. P. Magretti dengan

membawa rujukan dari bidan praktek dengan diagnosa retensio plasenta. Pasien

datang keluhan plasenta belum lahir 7 jam pasca persalinan. Pasien mengatakan

banyak darah merah segar keluar setelah melahirkan. Di klinik bidan tersebut,

pasien dicoba untuk dikeluarkan plasenta tetapi tidak berhasil karena pasien

kesakitan. Pasien kemudian di rujuk ke RS. Saat datang perdarahan aktif (-),

4
pasien juga mengeluh Nyeri perut bagian bawah (+), perut kadang teraba keras.

pusing (+), lemas (+), mual (-), muntah (-).

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu yang berhubungan

4. Riwayat penyakit keluarga

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga yang berhubungan

5. Riwayat Haid dan Keluarga Berencana:

a. Menarche : 13 tahun

b. Pola haid : Teratur 28 hari

c. Lama haid : 5-7 hari

d. Nyeri : Tidak

e. KB : Tidak ada riwayat menggunakan kontrasepsi

6. Riwayat Haid dan Keluarga Berencana:

Kawin : Ya

Berapa kali : 1 kali

Lama perkawinan : 5 tahun

7. Riwayat Obstetri

No Jenis Penolon Jenis Umur Hidup/


BB
. Persalinan g Kelamin sekarang Mati

Perempua
1. Spontan Bidan 2800 gr n 3 Tahun Hidup
2. Spontan Bidan 2700 gr Laki-Laki Baru Lahir Hidup

5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

a. Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum

1. Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tekanan darah : 100/70 mmHg

4. Nadi : 98x/menit

5. Respirasi : 22x/menit

6. Suhu : 36,7 derajat celcius

7. SpO2 : 98% room air

b. Kepala dan Leher

1. Kepala : Normocefal, simetris, tidak ada kelainan, warna rambut

hitam, kulit kepala normal,

2. Muka : Asimetris, paresenervus VII (-).

3. Mata : Exoftalmus (-/-), endoftalmus (-/-), konjungtiva anemis(-/-),

sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), pupil bulat isokor,

diameter pupil Ø 3mm ODS, refleks cahaya (+/+), gerakan

bola mata baik kesegala arah.

4. Hidung : Deformitas (-), deviasi (-),secret (-/-), darah (-/-)

5. Telinga : Deformitas (-), sekret (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik

(-), tidak teraba benjolan/ pembesaran KGB lokal.

6. Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), oral candidiasis (-),

stomatitis (-), caries (-), hipertrofigusi (-).

6
7. Tenggorokan : Uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-).

c. Thorax

1. Paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Tidak terdapat kelainan pada

dinding dada,retraksi (-/-).

Palpasi : Ekspansi dada (+) Dextra = Sinistra,

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler/vesikular wheezing (-/-), rhonki (-/-).

2. Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi.

Palpasi : Thrill (-).

Perkusi : Pekak, Batas jantung normal.

Auskultasi : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-).

d. Abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-).

Auskultasi : Bising usus (+) normal 3-4 x/menit.

Palpasi : TFU 2 jari dibawah umbilikus

Perkusi : Timpani.

e. Ekstremitas

Inspeksi : Deformitas (-)

Palpasi : Akral hangat, CRT < 2 detik, Udem tungkai (-).

7
2.4 PEMERIKSAAN OBSTETRIK

a. Status Lokalis Abdomen

Inspeksi : tampak datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+), terlihat tali pusat

berukuran 5 cm di depan vagina diklem

Palpasi : Kontraksi (-), TFU teraba 2 jari di bawah pusar, nyeri tekan abdomen

b. Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)

Teraba tali pusat keluar dari ostium uteri externa, portio terbuka sedikit

c. Pemeriksaan Pelvimetri

Tidak dilakukan

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal
Parameter Nilai Normal
01/07/2021

Hb (g/dL) 9,6 14-18 gr%


CT 11 9-15 menit
BT 5 4-5 menit
HbSAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Sipilis Non Reaktif Non Reaktif
HIV/AIDS Non Reaktif Non Reaktif
Golda A

8
2.5.2 Pemeriksaan USG Kebidanan

Tanggal 02/10/2021

- Masih tampak sisa jaringan kurang lebih 23cc

- Stosel di cavum vagina kurang lebih 150cc

Kesan : Retensio Plasenta

9
2.6 DIAGNOSIS

Retensio Plasenta

2.7 TERAPI

Rencana Kuretase

IVFD RL + Oksitosin1/2 amp

Ceftriaxone 2x1 gr

Tablet tambah darah 1x1 tab

Asam Mefenamat 3x1 tab

2.8 PROGNOSIS

Prognosis pada pasien ini adalah

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam

At sanationam : dubia ad bonam

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Retensio plasenta (Placental Retention) adalah plasenta lahir terlambat lebih dari

30 menit setelah bayi lahir. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,

artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan

plasenta manual dengan segera, sedangkan sisa plasenta (Rest Placenta) merupakan

tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan

perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post

partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10

hari pasca persalinan.

3.2 ANATOMI

Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 – 20 cm, tebal

lebih kurang 2.5 cm dan beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan

dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk

lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah

mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti dengan benar, maka plasenta sebenarnya

berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari

korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.

Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada

di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg

seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,

pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili

11
koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di

desidua. Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan, mengeluarkan sisa

metabolisme, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon serta

penyalur berbagai antibodi ke janin.

3.3 ETIOLOGI

Menurut Wiknjosastro (2007), sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan,

yaitu sebab fungsional dan sebab patologi anatomik:

1. Sebab fungsional

a. His yang kurang kuat (sebab utama), Ini disebabkan adanya atoni uteri pasca

melahirkan (kasusnya 1–2%).

b. Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh: di sudut tuba)

c. Ukuran plasenta terlalu kecil

d. Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut

2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)


12
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih

dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam

sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua

endometrium sampai ke miometrium.

c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.

d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau

peritoneumvdinding rahim. Retensio plasenta tidak di ikuti oleh perdarahan

e. Plasenta Inkarserata: Plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, tetapi

tertahan di kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri

Bila placenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila

sebagian placenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi

untuk segera mengeluarkannya. Placenta mungkin pula tidak keluar karena kandung

kemih atau rectum penuh, karena itu yang kedua nya harus dikosongkan. Banyak

atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan

dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat

diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka

kita dapat melakukan plasenta manual.

13
3. Faktor Predisposisi

Ada beberapa hal yang dapat mendukung terjadinya retensio plasenta pada

seorang ibu bersalin yaitu :

a. Grandemultipara

b. Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas

c. Kasus infertilitas karena lapisan endometriumnya tipis

d. Plasenta previa karena dibagian isthmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga

perlu masuk jauh ke dalam

e. Bekas operasi pada uterus

3.4 PATOGENESIS

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan

retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah

berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan

lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal

secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.

Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan

plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak

dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang

ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi

jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di

uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan.

Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini

14
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan

terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara

dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.

Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:

1. Fase laten, yaitu ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat

plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat

(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

3. Fase pelepasan plasenta, yaitu fase dimana plasenta menyempurnakan

pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk

antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh

kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat

melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta.

Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.

4. Fase pengeluaran, yaitu fase dimana plasenta bergerak meluncur.

Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak,

uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah

abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat

yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka

tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah

bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari

lokasi ini oleh adanya tekanan interabdominal. Namun, wanita yang berbaring

dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.

15
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala

tiga. Metode yang biasa dikerjakan adalah manajemen aktif kala III.

3.5 DIAGNOSIS

3.5.1 ANAMNESIS

Meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai

episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan

polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas

secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi lahir.

3.5.2 MANIFESTASI KLINIS

3.5.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG

16
Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit

(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang

disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat. Menentukan adanya gangguan

koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin

Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time

(BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

3.6 PENCEGAHAN

a. Pencegahan resiko plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan

melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan

melakukan penegangan tali pusat terkendali. Usaha ini disebut juga

penatalaksanaan aktif kala III

b. Mengamati dan melihat kontraksi uterus.

3.7 MANAGEMEN DAN TATALAKSANA

3.7.1 PERDARAHAN SEBELUM LAHIRNYA PLASENTA

Perdarahan dalam kala III persalinan biasanya disebabkan karena retensio

plasenta. Meskipun demikian pasien juga dapat berdarah karena adanya robekan

jalan lahir. Ketika terjadi perdarahan dan plasenta masih didalam uterus hal pertama

yang dilakukan adalah berusaha untuk mengeluarkan plasentadengan tarikan ringan

dengan penekanan pada uterus dengan menekan abdomen. Bila berhasil, uterus

harus tetap ditekan dan diberikan oksitosin intravena. Kompresi bimanual harus

tetap dilakukan hingga uterus berkontraksi dengan baik.

17
3.7.2 RETENSIO PLASENTA KARENA KONTRAKSI SERVIKS

Retensio plasenta karena kontraksi serviks hampir selalu terjadi pada persalinan

preterm. Serviks akan menutup hingga hanya terbuka 2 jari. Pada situasi ini tidak

dianjurkan untuk melakukan pengeluaran plasenta dengan tarikan pada tali plasenta,

tekanan pada abdomen maupun pemberian oksitosin. Hal yang lebih baik dilakukan

adalah dengan memberikan nitrogliserin untuk merelaksasi serviks sehingga dapat

dilakukan manual plasenta. Nitrogliserin merupakan vasodilator kuat, hipotensor dan

relaksan otot miometrium. Pemberian dosis rendah intra vena membuat relaksasi

uterus tanpa mempengaruhi tekanan darah. Meskipun demikian, obat ini sebaiknya

tidak digunakan pada pasien syok dan tekanan darah rendah. Sebelum memasukkan

nitrogliserin sebaikknya diberikan cairan intravena berupa kristaloid sebanyak 500-

1000 cc, Kemudian 500 micro gram intravena. Kurang lebih 60-120 detik setelah

nitrogliserin dimasukkan, serviks akan relaksasi sehingga tangan operator dapat

masuk kedalam kavum uteri.

3.7.3 RETENSIO PLASENTA KARENA PERLEKATAN YANG ABNORMAL

Terdapat beberapa derajat kuatnya perlekatan plasenta ke dinding uterus. Pada

kebanyakan kasus plasenta dapat lepas dari dinding uterus tanpa kesulitan. Pada

beberapa kasus plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta sulit

lepas dari dinding uterus sehingga memerlukan tindakan berupa manual plasenta dan

perdarahan menjadi sangat banyak. Kondisi ini disebut plasenta akreta dan

kebanyakan berakhir dengan histerektomi. Plasenta akreta menunjukkan angka

kematian 4 kali lebih tinggi dari plasenta yang dapat lahir normal yang merupakan

18
indikasi histerektomi. Pada plasenta akreta, perlekatan villi plasenta langsung pada

miometrium, yang mengakibatkan pelepasan yang tidak sempurna pada saat

persalinan. Komplikasi yang signifikan dari plasenta akreta adalah perdarahan post

partum. Berdasarkan penelitian oleh Resnik, angka kejadian plasenta akreta

meningkat dan dokter diharapkan waspada akan kondisi ini, terutama pada wanita

yang memiliki riwayat seksio sesaria sebelumnya atau berbagai penyebab parut pada

uterus.

3.7.4 PERDARAHAN SETELAH PLASENTA LAHIR

Perdarahan setelah plasenta lahir biasanya disebabkan atonia uteri. Tidak jarang

juga disebabkan karena adanya sisa plasenta, robekan jalan lahir, inversi uteri, ruptur

uteri dan juga gangguan sitem koagulasi. Hal pertama yang dilakukan pada

perdarahan setelah plasenta lahir adalah penekanan bimanual vaginal dan abdominal,

hal ini dapat mengurangi perdarahan. Kemudian dipasang satu atau dua infus dan

diberikan infus oksitosin (30 IU dalam 1000 cc RL) Bila penekanan uterus dan infus

oksitosin tidak berhasil, pasien diperiksa dengan USG untuk memeriksa sisa

jaringan yang masih tertinggal atau dengan tangan memeriksa adanya robekan

uterus.

3.7.5 MANAJEMEN TERPADU

19
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus

harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita

menghadapi perdarahan post partum lanjut. Jika plasenta belum lahir, harus

diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba Brandt, yaitu salah satu tangan

penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada

dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak

dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan

rahim. Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim

terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas.

Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada

saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu megeluarkan

plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan

seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan.

Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini

kita kenal sebagai plasenta manual.

1. Indikasi Plasenta manual

a. Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc

b. Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir

c. Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan

d. eksplorasi jalan lahir.

e. Tali pusat putus

2. Teknik Plasenta manual

20
Manual placenta merupakan tindakan operasional untuk melahirkan plasenta..

Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum

penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.

Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan

diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.

Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan

kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari

dikuncupkan membentuk kerucut.

Gambar Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu

melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini

dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang

membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri

dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.

Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke

arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir

plasenta yang terlepas.

21
Gambar Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam

antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan

gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau

mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan

ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat

dihindarkan.

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta

22
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau

ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu

ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,

gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin)

satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan

spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan

apabila ditemukan segera di jahit.

3. Komplikasi Plasenta manual

Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:

a. Terjadi perforasi uterus.

b. Terjadi infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteria terdorong ke

dalam rongga rahim.

c. Terjadi perdarahan karena atonia uteri.

Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :

a. Memberikan uterotonika intramuskular atau intravena.

b. Memasang tamponade uterovaginal

c. Memberikan antibiotika

d. Memasang infuse

e. Persiapan transfusi darah

23
3.8 KOMPLIKASI

Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:

1. Perdarahan

Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga

kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.

2. Infeksi

Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan

pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.

24
3. Plasenta Inkarserata

Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan

kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.

4. Polip Plasenta

Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder

dan nekrosis

3.9 PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya

serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada

pasien ini, didiagnosa Retensio Plasenta. Pada kasus diatas Seorang Perempuan 36

tahun datang ke RSUD DR.P. P. Magretti dengan membawa rujukan dari bidan

praktek dengan diagnosa retensio plasenta. Pasien datang keluhan plasenta belum

lahir 7 jam pasca persalinan. Pasien mengatakan banyak darah merah segar keluar

setelah melahirkan. Di klinik bidan tersebut, pasien dicoba untuk dikeluarkan

plasenta tetapi tidak berhasil karena pasien kesakitan. Pasien kemudian di rujuk ke

RS. Saat datang perdarahan aktif (-), pasien juga mengeluh Nyeri perut bagian

bawah (+), perut kadang teraba keras. pusing (+), lemas (+), mual (-), muntah (-).

Lama perkawinan : 5 tahun. Dan pada riwayat obstetric. Anak pertama Perempuam

umur 3 tahun dan lahir dengan BB 2800 gr Sedangkan Anak kedua yang sekarang

laki-laki lahir dengan BB 2700 gr. Pada pemeriksaan Obstetri dilakukan Inspeksi

pada abdomen dan abdomen tampak datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+),

terlihat tali pusat berukuran 5 cm di depan vagina diklem, Palpasi : Kontraksi (-),

TFU teraba 2 jari di bawah pusar, nyeri tekan abdomen. Pada pemeriksaan dalam

(vaginal toucher) teraba tali pusat keluar dari ostium uteri externa, portio terbuka

sedikit. Kemudian pada pemeriksaan penunjang USG Obstetri Masih tampak sisa

jaringan kurang lebih 23cc, Stosel di cavum vagina kurang lebih 150cc dengan

Kesan Retensio Plasenta. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang

sudah sesuai dengan retensio plasenta. Penatalaksanaan pada pasien ini berupa

Rencana Kuretase, IVFD RL + Oksitosin1/2 amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Tablet tambah

darah 1x1 tab, Asam Mefenamat 3x1 tab

26
27
BAB V

PENUTUP

Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir lebih dari setengah jam setelah janin

lahir. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-

17%. Etiologi retensio plasenta, yaitu:. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena

kontraksi uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, Plasenta

sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak

lepas secara spontan setelah setengah jam setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan

pervaginam plasenta menempel di dalam uterus. Penanganan retensio plasenta yang terbaik

adalah dengan manual plasenta.Pencegahan dilakukan dengan manajemen aktif kala III.

28

Anda mungkin juga menyukai