Anda di halaman 1dari 110

Tutorial MingguPertama

KataKunci
 Seoranglaki-laki 55 tahun
 Keluhanbatuk yang kadangberdahaksejak 1 bulan yang lalu
 Dahakberwarnakuning, saatbatukterkadangsampaisesak
 Demamnaik-turundanhilangtimbulsejak 1 bulan yang lalu
 Keluhan yang samadialamipasien 6
tahunlaludantelahmendapatkanpengobatanpaketselama 6 bulan
 Cucudaripasienjugamengalamikeluhan yang
samadantelahselesaimenjalanipengobatanselama 6 bulan

KataSulit : (-)

DaftarMasalah
1. Lakukan anamnesis danpemeriksaanfisiksesuaikondisipasien ?
2. Apapemeriksaanpenunjang yang dapatdilakukanpadakasusdiatas ?
3. Apadiagnosakerjadandiagnosa banding padakasusdiatas ?
4. Bagaimanatatalaksanaholistikdankomprehensifpadapasien ?
5. Apapenyebabdanbagaimana pathogenesis penyakitpadakasusdiatas ?
Brainstorming

 Anamnesis
 Nama : Tn.A
 Usia : 55 th
 Alamat : Dampit Malang Selatan
 Jeniskelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Tukang Kayu
 Agama : Islam
 StatusPernikahan : Cerai Mati
 Suku : Jawa/Indonesia
 PendidikanTerakhir : SMA

Keluhanutama :
- Batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu, dahak berwarna kuning terkadang disertai batuk
dan sesak. Keluhaninidirasakansemakin lama semakinmemberatsejak 2
harisebelumpasiendatanguntukberobat..
- Faktorygmemperberatgakada.

Keluhan penyerta :
- Demam naik turun hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu.
- Selainitu, pasienjugamengeluhsering keringat dingin terutamapada malam hari.
- Penurunan berat badan sekitar 5 kg dalamkurunwaktukuranglebih 1
bulansehinggabadanterasalemaspadahalpasientidaksedang diet.
- Penurunannafsumakan.

RiwayaPenyakitDahulu :
- Keluhan yang sama 6 tahun yang lalu di nyatakan
sembuholehdoktersetelahmenjalanipengobatan dengan mengonsumsi obat paketelama 6
bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Istri meninggalsekitarkuranglebih 4 tahun yang lalu karena radang selaput otak.
- Cucupasienmengalamigejala yang
samadenganpasiendantelahselesaimenjalanipengobatandenganmenggunakanobatpaketsel
ama 6 bulan..

Riwaya Pengobatan :
- Sejak batukhanyaminumobat batuk yang dibeli di warungdekatrumah.
- Meminum Obat paket dari puskesmas 6 th yang lalu.
Riwayat AlergidanMakanan: Tidak ada/disangkal

Riwayat Gizi :
- Sebulumnyapasienmemilikikebiasaanmakanan yang baik, semua dimakanbaikmakanan
yang bersertasepertisayurandanbuah-buahanataupunmakanandengan protein
tinggisepertidagingdanikan, namunkarena kekurangan ekonomi
setiapharipasientidakdapatmengonsumsibuah, sayur, ataupundaging.
- Nafsumakanmenurunsemenjaksakitdanpolamakantidakteratur.

Kebiasaan :
- Tidak pernah olahragarutindalambentukapapun
- Merokok sejak sekitar 20 tahun yang lalu 2 pak sehari
- Tidak minum alkohol

Riwayat Sosial & Ekonomi :


- Pasiensehari-haribekerjasebagai buruh pabrik kayu di lingkungan terbuka dekat jalan
raya (bahaya yang adaditemoatkerjaadalahserbukkayu, debujalanraya).
- Saatinitidakbekerjalagikarenapenyakitnyamemberat.
- Pasien tinggal bersama anak,menantu,dan 1 cucu di gang kecilkampung yang padat
penduduk.
- Kondisirumahbersih, fisik bangunan permanen, lantaiterbuatdarikeramik.
- Secaraumumrumahcukupuntukberempat.
- Penerangan didalamrumahdenganlistrik cukup.
- Sinarmataharikurangmasukkedalamrumahdanventilasi kurang.
- Dinding lembab terutamadi kamar tidur dan ruang keluarga
- Hubungan sosial bersama tetangga dan lingkungan baik

 PemeriksaanFisik
- Tampaksakitringan, GCS 456, Compos mentis
- TD 110/80,
- RR : 20x/menit
- Nadi/HR : 88x/menit
- Suhu : 37,30C
- Saturasi O2 : 98%
- BB : 50 kg (BB sebelumnya : 55kg)
- TB : 163 cm
- BMI : 18,8 (Normal)

Head to Toe :.
- Kepala : Wajahsesuaiumur, rambutputihhampirmerata, tidakmudahdicabut.
- Mata :Konjungtivaanemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulatisokor, diameter 3mm,
reflex cahayalangsung (+/+), reflekcahayatidaklangsung (+/+).
- Telinga : DBN
- Hidung : DBN
- Mulut : DBN
- Leher : DBN
- Thoraks :
Pulmo :
 Inspeksi : Simetris, Ikut gerak nafas, tidak ada retraksi
 Palpasi : Vesikuler (+/+),
Taktilfremitusdekstramenurundibandingkanpulmosisnitra, ictus cordis
teraba.
 Perkusi : Sonor D=S
 Auskultasi : Ronkhi basal halus padabagian basal pulmodextra, wheezing
(+/+)
Jantung :
 Inspeksi :Iktuskordis Nampak.
 Palpasi :Iktuskordisteraba; kuatangkat.
 Perkusi :Pekak.
 Auskultasi : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop (-).

- Abdomen
 Inspeksi :Datar.
 Auskultasi : Bisingusus normal.
 Palpasi : super, nyeritekan (-), turgorkulit normal.
 Perkusi : Timpani.
- Hepar:Tidakteraba.
- Lien :Tidakteraba.
- Ginjal:Tidakteraba.
- Ekstremitas : Tidak ada edem.

 DDx
 Bronkitisakut :sesaknafas, batukberdahak 2-3 minggu, dahakjernihataukuning,
terdapatronkhibasahkasar yang tidaktetap .
 TBC Paru : batuklebihdari 2 minggu, bisaberdahakkeluardarahatautidak,
penurunan BB, demamringan, diparuterdapatrhonkibasah yang halus,
stemfermituspadabagiandextramenurun, mudahberkeringatdimalamhari.
 Pneumonia : batukberdahak, nyeri dada, dada, ronkhibasahhalus,
fremitusdapatmengeraspadabagian yang sakit
 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan DL
 HB : 12 g/dl
 Eritrosit :4,5 jt
 Leukosit : 11.700/mm3
 Trombosit : 290.000
 LED : 30 mmHg
 HCT/PVC : 29%

 Pemeriksaan sputum :
 S = BTA (-)
 P = BTA (+2)
 S = BTA (+2)

 Foto Thoraks PA : Bercakberawan disertai cavitas multple pada paru dextra,
mulai dari hilus dextra sampai atas.

 WDx : TB Paru
 Tatalaksana :

 Evaluasi : Gejaladantanda
- Dari pemantauanminumobat, memantauefeksamping,
- Warna urine di Tanya (pipisnyaharusmerah)
- Efekobatdaririfampicin, Haruskita tau efeksampingmasing-masingobat,
- Efekjangkapendek (urine merah)
- Efekjangkapanjang (kuningkahpasiennya)
- Padakeluargadiskriningulangkarenakalosatusembuhtapi yang
lainketularanlagidaptaterjadiping pong fenomena. Jikakeluargaada yang
resikojugaditerapibersama.

 Patofisiologi
Dari mycobacterium tuberkolosis, faktorresikojikaada unsure kormobid, yang
masukpenularanlewat droplet, Dapatdifagositmakrofagdidalamparu
,dapatbertahandidalamparu, bersifataerobbiasanyapadagambaranfoto thorax
ituinfiltratnyadibagianataskarenalebihteroksigenasijadibakterilebihnyamanhidupdiataspar
u.
Kaloparahbisamenyebabkanperkejuanpadaparupadainteraksi.Imunkitasudahcobamemblo
kirtapikalobanyakimunkitagakcukup,
dapatmenyebardikelenjarlimfedankalotidakbisaditahanmenyebarkesemuanya.TB
bisamenyerangsecarahematogensistemik, dilimfe, paru (parinkemparu), ginjal, meningen,
Perikarditis TB, renal TB, bisajugakesendi-sendi, tulangbelakang (spondylitis
TB).Inkubasinya 4-8 minggu.Jikafotojelek,
namunpasienmasihbisaberaktivitasdenganbaik = Silent infection.
LEARNING OBJECTIVE

1. Embriologi, kelainan congenital pada system respirasi

Pembentukantunasparu
- Saatmudigahberusiasekitar 4 minggu, divertikulumrespiratorium (tunas
paru) munculsebagaipertumbuhankeluardaridinding ventral
ususdepan>bergantungpadaasamretinoat (RA) > mesoderm
- Peningkatan RA >bertambahnyafaktortranskripsi TBX4 yang
diekspresikan di dalam endoderm >TBX4 menginduksipembentukan
tunas sertapertumbuhandandiferensiasiparuselanjutnya.
- Olehsebabitu, epitel yang melapisibagiandalamlaring, trakea,
danbronkussertaparu, seluruhnyaberasaldari endoderm.
- Komponenkartilago, otot&jaringanikattrakeadanparudari mesoderm

- sewaktudivertikulummeluaskekaudal> tracheoesophageal ridge yang


memisahkannyadenganususdepan>menyatumembentuk septum
trakeoesofageale>ususdepanterbagimenjadibagian dorsal, esofagus,
danbagian ventral trakeadan tunas paru
 Kelainanakibatkegagalanpenyatuanataupemisahan septum tracheoesofageal

 Laring
- Lapisanbagiandalamlaring> endoderm, namunkartilagodanotot-
ototnyaberasaldarimesenkimarkus faring keempatdankeenam.
Sebagaihasildariproliferasicepatmesenkimini,
penampakanadituslaringisberubahdaricelahsagitalmenjadilubangberbentu
k T (Gambar 14.4A). Selanjutnya,
ketikamesenkimdarikeduaarkusberubahmenjadikartilagotiroidea,
krikoidea, danaritenoidea,
bentukkhasadituslaringisdewasatelahdapatdikenali (Gambar 14.4B).
- Padasaatkartilagoterbentuk, epitellaringjugaberproliferasicepat,
Selanjutnya, vakuolisasidanrekanalisasimenghasilkansepasangresesus
lateral, ventrikuluslaringis. Resesus (cekungan) inidibatasiolehlipatan-
lipatanjaringan yang berdiferensiasimenjadi pita suarasejatidanpalsu.

 Trakea, bronkus, paru-paru


- Di awalminggukelima, setiap tunas
inimembesarmembentukbronkusutamakanandankiri. Tunas
sebelahkanankemudianmembentuktigabronkussekunder,
dansebelahkirimembentukduabronkussekunder (Gambar 14.5A)
sehinggamengisyaratkanadanyatigalobus di parubagiankanandandualobus
di bagiankiri (Gambar 14.5B,C).

- Ruanguntukparu,kanalisperikardioperitonealis, Ruanginiterletak di
keduasisiususdepandansecarabertahapterisioleh tunas paru yang
terusmeluas. Padaakhirnya,
lipatanpleuroperitoneumdanpleuroperikardium, masing-masingmemisah-
kankanalisperikardioperitonealisdarirongga peritoneum
danronggaperikardium, danruang yang tersisamembentukrongga pleura
primitive
- Mesoderm, yang melapisibagianluarparu, berkembangmenjadi pleura
viseralis
- Lapisan mesoderm somatik, yang melapisidindingtubuhdaridalam,
menjadi pleura parietalis, Ruang di antara pleura
parietalisdanviseralisadalahrongga pleura
- Selamaperkembanganselanjutnya, bronkussekundermembelahberulang-
ulangsecaradikotomi, membentuk 10 bronkustersier
(bronkussegmentalis) di parukanandan 8 di parukiri, yang
menciptakansegmentumbronkopulmonaleparudewasa

 Maturasiparu
- Hinggabulanketujuhpranatal, bronkiolusmembelahberulang-
ulangmenjadisaluran yang semakinbanyakdankecil (fasekanalikular)
dansuplaivaskularsemakinbertambahbanyak
- Bronkiolusterminalismembelahmembentukbronkiolusrespiratoriusdanseti
apbronkiolusinimembelahmenjaditigahinggaenamduktusalveolaris

- Padaakhirbulanketujuh,
terdapatsakulusalveolarismaturdankapilerdalamjumlah yang
cukupuntukmenjaminpertukaran gas yang adekuat, danbayi yang
dilahirkanprematurmampubertahanhidup
- sel-sel yang melapisisakus, dikenalsebagaiselepitel alveolus tipe I,
menjadilebihgepeng, sehinggakapiler di
sekitarnyamenonjolkedalamsakulusalveolaris
- Kontakeratantaraselendoteldanepitelinimembentuksawardarah-udara.
Alveolus maturtidakterdapatsebelumlahir
- akhirbulankeenam, selepitel alveolus tipe II menghasilkansurfaktan,
suatucairan kaya fosfolipid yang mampumenurunkanteganganpermukaan
di pertemuanudara-alveolus.

- Seiringpeningkatankonsentrasisurfaktanselamaminggu ke-34 kehamilan,


beberapafosfolipidinimasukkecairan amnion danbekerjapadamakrofag di
dalamrongga amnion >aktivasi>mulaimemproduksi protein sistemimun,
termasuk interleukin-1β Peningka-tan protein
inimenghasilkanpeningkatanproduksi prostaglandin yang
menyebabkankontraksi uterus
- sebagianbesarcairanparusecaracepatdiserapolehkapilerdarahdanlimfe
- Seiringdenganudaramasukkedalam alveolus saatbernapaspertama kali,
selubungsurfaktanmencegahterbentuknyapertemuanudara-air (darah)
denganteganganpermukaan yang tinggi
Pneumokoniosis
• Definisi
- suatukelainan yang terjadiakibatpenumpukandebudalamparu yang
menyebabkanreaksijaringanterhadapdebutersebut>Reaksiutamaakibatpaj
anandebu di paruadalah fibrosis.
- kelainan yang terjadiakibatpajanandebuanorganiksepertisilika (silikosis),
asbes (asbestosis), timah (stanosis), dankelainan yang
ditimbulkanolehdebuorganiksepertikapas (bisinosis)
- Silikosisadalahsalahsatubentukpneumokoniosisterbanyak yang
disebabkanolehinhalasidaridebukristalsilika,
ditandaidenganinflamasidanjaringanparutdalambentuklesi nodular di
lobusatasparu. Silikosisdikarakteristikandengansesaknapas, demam,
dansianosis

 Etiologi
a. Kelainan yang terjadiakibatpajanandebuanorganiksepertisilika (silikosis),
asbes (asbestosis) dantimah (stannosis).
b. Kelainan yang terjadiakibatpekerjaansepertipneumokoniosisbatubara.
c. Kelainan yang ditimbulkanolehdebuorganiksepertikapas (bisinosis).

 JenisPneumokoniosis
 Patologi

 Penegakan Diagnosis
Ada tigakriteria mayor yang dapatmembantuuntuk diagnosis
pneumokoniosis.
1. pajanan yang signifikandengandebu mineral yang
dicurigaidapatmenyebabkanpneumokoniosisdandisertaidenganperiodelaten
yang mendukung> anamnesis telitimengenaikadardebu di lingkugankerja
2. pajanan yang signifikandengandebu mineral yang
dicurigaidapatmenyebabkanpneumokoniosisdandisertaidenganperiodelaten
yang mendukung
3. tidakdapatdibuktikanadapenyakit lain yang menyerupai pneumoconiosis
Pneumokoniosiskemungkinanmiripdenganpenyakitinterstisialparudifusseper
tisarkoidosis, idiophatic pulmonary fibrosis (IPF) atau interstitial lung
disease (ILD) yang berhubungandenganpenyakitkolagen vascular.
Beberapapemeriksaanpenunjangdiperlukanuntukmembantudalam diagnosis
pneumokoniosis

 PemeriksaanPenunjang
a. FotoToraks
b. Ct scan
High Resolution CT (HRCT)
lebihsensitifdibandingradiologikonvensionaluntukevaluasiabnormalitasparen
kimpada asbestosis, silikosisdanpneumokoniosislainnya. Gambaran paling
sering HRCT padapneumokoniosisadalah nodular sentrilobularatau high
attenuation pada area percabangansepertigambaranlesibronkiolar.

 PemeriksaanFaalparu
- Pemeriksaanfaalparudiperlukanuntuk 2
tujuanyaitustudiepidemiologipekerja yang terpajandebudan diagnosis
penyakitparuakibatkerja. Pemeriksaanfaalparumemerlukanpemeriksaan
volume parudenganspirometridanpemeriksaankapasitasdifusi (DLco)
- Padapneumokoniosisdapatditemukannilaifaalparu normal
ataubisajugaterjadiobstruksi, restriksiataupuncampuran

 Tatalaksana
Pneumokoniosistidakakanmengalamiregresi,
menghilangataupunberkurangprogresivitasnyahanyadenganmenjauhipajanan
. Tata laksanamedisumumnyaterbatashanyapengobatansimptomatik.
Tidakadapengobatan yang efektif yang
dapatmenginduksiregresikelainanataupunmenghentikanprogesivitaspneumok
oniosis

 Pencegahan
- Berhentimerokok
- Pengobatandilakukanbiladicurigaiterdapatpenyakitparuobstruktifkronik
(PPOK)
- Gunakan APD seperti Masker
- Pencegahaninfeksidenganvaksinasidapatdipertimbangkan
NO Pneumonia, keterangan
Bronkopneumonia
1 Definisi Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim
paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.

2 Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti


bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan
pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan
beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
komunitas adalah bakteri gram negatif

3 patofisiologi Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi


langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol, dan 4)
Kolonosiasi di permukaan mukosa.2 Dari keempat cara tersebut, cara yang
terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria
dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal
ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi
dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur
(50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi
bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil
sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi
dan terjadi pneumonia.
6 Pemeriksaan fisik

7 Pemeriksaan Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,


penunjang biasanya lebih dari 10.000/mm3 , kadang – kadang mencapai 30.000/mm3 ,
dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju
Endap Darah. Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih
dalam batas normal. Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut
akibat hipoksemia dan hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan
analisis gas darah.
Temuan pada pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu bercak
infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi lobar dengan bronkogram
udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat interstisial. Efusi pleura
dan kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga dapat
digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan terkadang
juga dapat menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles pada infeksi
akibat S.aureus.

• 1. Pewarnaan gram

• 2. Pemeriksaan lekosit

• 3. Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia

• 4. Kultur sputum jika fasilitas tersedia

• 5. Kultur darah jika fasilitas tersedi

8 Diagnosis banding 1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala
klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi
demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan

2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang


tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian
paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps.

3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu


penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan
oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang
laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering terjadi
pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan.

4. Bronkhitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara


ke paru-paru). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan
pada 7 akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita
yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau
penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat
serius.

5. Asma bronkhiale, adalah penyakit yang ditandai dengan


penyempitan saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami
keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma
ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan
oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin
buruk kondisi asma

penatalaksanaan
9 Komplikasi Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien
risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia
(sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia dapat
terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam
aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus
dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa
meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.
Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura
atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia
umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang
disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan
sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah
disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di
drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.

n Pneumonia
o komunitas
Definisi Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat.
Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan
angka kematian tinggi di dunia.
pneumonia komunitas adalah suatu infeksi pada paru – paru yang dimulai
dari luar rumah sakit atau didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah
sakit pada pasien yang tidak menempati fasilitas perawatan kesehatan
jangka panjang selama 14 hari atau lebih sebelum gejala muncul, serta
biasanya disertai dengan adanya gambaran infiltrat pada pemeriksaan
radiologis dada.
Etiologi Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan
bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan
dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa
pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar)
dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi
yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut : o
Klebsiella pneumoniae 45,18% o Streptococcus pneumoniae 14,04% o
Streptococcus viridans 9,21% o Staphylococcus aureus 9% o Pseudomonas
aeruginosa 8,56% o Steptococcus hemolyticus 7,89% o Enterobacter 5,26% o
Pseudomonas spp 0,9%

Patofisiologi Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi dari mikroorganisme


patogen pada tingkat alveolar dan bagaimana respon individu terhadap
patogen yang berproliferasi tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan 3 faktor
yaitu keadaan individu, utamanya imunitas (humoral dan seluler), jenis
mikroorganisme pathogen yang menyerang pasien, dan lingkungan sekitar
yang berinteraksi satu sama lain. Ketiga faktor tersebut akan menentukan
klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit,
diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris, serta prognosis dari
pasien.15,28 Mikroorganisme menyerang traktus respiratorius paling
banyak adalah melalui aspirasi sekret orofaringeal. Aspirasi terjadi sering
pada saat tidur, terutama pada lansia, dan pada pasien dengan tingkat
kesadaran yang menurun. Beberapa patogen menyerang melalui inhalasi
dalam bentuk droplet, misal Streptococcus pneumoniae. Pada kasus yang
jarang, pneumonia disebabkan penyebaran infeksi via hematogen, misal
tricuspidal endocarditis atau melalui penyebaran infeksi yang meluas dari
infeksi pleura atau infeksi rongga mediastinum.

Gambaran patologi
anatomi dan
patologi klinis

Penelitian yang dilakukan oleh Tsai-Ling,dkk (2001 – 2002) menunjukkan


bahwa dari 168 sampel, ditemukan 109 (64,9%) mengalami batuk, dan 134
(79,8%) mengalami demam atau menggigil. 21 Penelitian yang lain oleh Ruiz
M, Ewig S,dkk. , dengan jumlah sampel 395, ditemukan demam pada 106
sampel (27%), Menggigil pada 163 sampel (41%), sesak napas dan batuk
masing – masing 272 (69%) dan 306 (78%). Sedangkan sputum purulen
ditemukan pada 239 sampel (61%), nyeri dada pada 128 sampel (32), dan
bising paru sebanyak 312 sampel (79%)

Gambaran klinis yang muncul dapat berbeda pada pasien lansia dengan
pasien usia remaja atau dewasa. Dapat dalam bentuk lebih halus, atau
muncul lebih sedikit dibandingkan gejala yang muncul di dewasa atau
remaja. Status mental yang berubah, penurunan mendadak kapasitas
fungsional, dan semakin buruknya penyakit yang mendasari dapat hanya
menjadi temuan klinis yang terlihat, sehingga perlu diwaspadai walaupun
tidak menunjukkan gejala pneumona komunitas.

Gejala Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis


pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia
komuniti ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat
progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
• Batuk-batuk bertambah
• Perubahan karakteristik dahak / purulen
• Suhu tubuh > 380 C (aksila) / riwayat demam
• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
• Leukosit > 10.000 atau < 4500
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini.
Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg 10
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis Berdasar
kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
penunjang biasanya lebih dari 10.000/mm3 , kadang – kadang mencapai 30.000/mm3 ,
dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju
Endap Darah. Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih dalam
batas normal. Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut akibat
hipoksemia dan hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan analisis
gas darah.

Pnumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis yang


muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada pleuritis,
disertai pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan radiografi dada.
Temuan pada pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu bercak
infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi lobar dengan bronkogram
udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat interstisial. Efusi pleura dan
kavitasi juga dapat ditemukan.

Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk pemberian obat


pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga merekomendasikan agar
specimen sputum dapat diperoleh sebelum pemberian antibiotik. sebelum
pemberian antibiotik untuk pertama kalinya. Pengecatan gram itu sendiri
juga dapat mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik khasnya,
misal Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram
negatif. Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk
memastikan sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur.
Penatalaksanaan

komplikasi Pneumonia komunitas yang gagal diterapi dapat menyebabkan berbagai


komplikasi, bahkan berujung kematian. Gagal napas, yang dalam bentuk
berat dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan sepsis
merupakan komplikasi yang dimungkinkan dapat terjadi. Penelitian yang
dilakukan oleh MJ Fine,dkk menunjukkan bahwa kebanyakan pasien yang
masih hidup memiliki 1 atau lebih komplikasi medis, sedangkan dari semua
pasien yang meninggal, penyebab utamanya adalah gagal napas (42,5%),
aritmia jantung (8%), dan sepsis (5,3%). Hasil pada penelitian lain
menunjukkan komplikasi gagal napas, sepsis atau bakteremia, dan aritmia
jantung merupakan penyebab kematian paling banyak. Penyakit
komorbiditas dapat mempengaruhi perjalanan penyakit pneumonia
komunitas itu sendiri, bahkan juga dapat menyebabkan kematian apabila
tidak ditangani dengan benar. Pada salah satu penelitian disebutkan bahwa
jumlah pasien yang memiliki 1 atau 2 komorbiditas lebih banyak
dibandingkan yang tidak memiliki penyakit komorbiditas, dengan
komorbiditas paling banyak yaitu penyakit pulmonal. Penelitian lain tentang
penyakit komorbiditas menyatakan bahwa penyakit bronkopulmonal
merupakan komorbiditas yang sering ditemukan, diikuti dengan
kardiovaskuler, keganasan, dan gangguan neurologis.42 Pada penelitian
yang lain disebutkan bahwa gangguan neurologis (29%), kanker paru (13%),
dan iskemik jantung (13%) merupakan penyebab paling sering kematian oleh
karena penyakit komorbiditas.

Tuberculosis

Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Etologi Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk
atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang
terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.
Patofisiologi

Gambaran
patologi

Gejala Hasil Anamnesis (Subjective)


• Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.
• Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang
disertai:
• 1. Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau
2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam dan mudah lelah).
Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan Pada orang dewasa Pemeriksaan Penunjang dilakukan :


penunjang • 1. Darah: leukositosis , LED meningkat, Hb turun.
• 2. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA)
ataukultur kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
• 3. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan
batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma.
Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin
berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus
tumpul).

Pada anak pemeriksaan penunjang lainnya ialah tuberculin test

Diagnose Tb, pneumonia, pertusis


banding
penatalaksanaan OAT yang digunakan :
• 1. Isoniazid (H)
• Isoniazid bersifat bakterisidal atau membunuh kuman. Obat ini memiliki
efek samping berupa neuropati perifer, psikosis toksis, gangguan fungsi
hati hingga kejang.
• 2. Rifampisin (R)
• Sama seperti isoniazid, rifampisin bersifat bakterisidal. Efek sampingnya
berupa sindrom flu, gangguan gastrointestinal (saluran cerna), urine
berwarna merah, gangguan fungsi
hati, trombositopeni, demam, ruamkulit, sesaknapas, dan anemia
hemolitik.
• 3. Pirazinamid (Z)
• Memiliki sifat bakterisidal, dengan efek samping berupa
gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, dan gout artritis.
• 4. Streptomisin (S)
• Streptomisin memiliki sifat bakterisidal. Efek samping yang ditimbulkan
obat ini berupa nyeri di tempat suntikan, gangguan keseimbangan dan
pendengaran, renjatan anafilaktik, anemia, agranulositosis,
serta trombositopeni.
• 5. Etambutol (E)
• Etambutol bersifat bakteriostatik, artinya menghentikan pertumbuhan
bakteri, bukan membunuh bakteri. Efek samping etambutol adalah
gangguan penglihatan

Penanganan TB di Indonesia :
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan
1. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan
etambutol.
• a. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis obat
(rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum setiap hari
dan diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan minum obat dan
mencegah terjadinya kekebalan obat.
• b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya penularan
menurun dalam kurun waktu 2 minggu.
• c. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif
(konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah terjadi
konversi pengobatan dilanujtkan dengan tahap lanjut.
2. Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan isoniazid
• a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan
isoniazid), namun dalam jangka waktu yg lebih lama (minimal 4 bulan)
• b. Obat dapat diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat
program) atau tiap hari (obat non program).
• c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :


• 1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Artinya pengobatan tahap awal selama 2
bulan diberikan tiap hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3
kali dalam seminggu. Jadi lama pengobatan seluruhnya 6 bulan.
• 2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Diberikan pada TB paru
pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan, putus
berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatan selama 3 bulan
terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikanstreptomisin, dan 1 bulan
HRZE. Pengobatantahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan
diberikan HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8
bulan.
• 3. OAT sisipan : HRZE Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum
konversi) pada akhir pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori
2, maka diberikan pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE

Pada orang dewasa :

Pada anak :
2. ANATOMI dan FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

ANATOMI PERNAPASAN

Organ sistemrespirasi

 Respirasibagianatas:
 Hidung
 Faring
 Laring
 Trakhea
 Respirasibagianbawah :
 Bronkus
 Alveoli
 Paru-paru

Organ RespirasiBagianatas

 CavumNasi

 Faring
 3 bagian : naso- , oro- , danlaryngopharynx
 Uvula akanmenutufnasofaringketikamenelanmakanandan agar tidakmasukkehidung

 Laring
Memiliki 3 fungsiyaitu :
• Produksisuara (pita suara)
• Membukajalannapas
• Mekanismepertukarandariudaradanmakanan (epiglottis
membukaketikabernapasdanmenutupketikamenelan)

Organ Respirasibagianbawah

 Trakea
 Tersusundari 16-20 cincintulangrawan
yang berbentukhurup “C” yang
terbukadibagianbelakang
 Terdapatepitelpseudostratified ciliated
columner yang mensekresi mucus
 Trakeamengalamipercabanganpada
carina yang memisahkan bronkus kanan
dan kiri

 Bronkus
 Percabangan dari trakea
 Bronkus kanan lebih pendek,
lebar, dan lebih dekat dengan
trakea
 Bronkus kanan bercabang
menjadi lobus superior,
medius, dan inferior
 Bronkus kiri terdiri dari lobus
superior dan inferior
 Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari yang kanan
 Bronkus berjalan ke arah
bawah dan kesampig menuju paru-paru
 Alveolus
 Cabangterakhirsetelahbronkiolus
 Merupakanstruktur yang mengandungruangpertukaranudara
 Terdapat 3 juta alveoli!
 Paru-paru
• Terdapat 2 lapisan yang mengelilingi :
Parietal pleura :lapisan paling luar
Visceral pleura :lapisan yang menempelpadaparu-paru
• Terdiri atas paru kiri (2 lobus) parukanan (3 lobus)
• Diantara kedua pleura ada ronga yang berisi cairam +/- 10-20 cc yang berfungsi untuk
menurunkan gaya gesek permukaan kedua pleura saat bernapas.

Fisiologi Sistem Respirasi

Untuk Fisiologi terbagi menjadi 4 mekanisme :

- Ventilasi (Inspirasi dan ekspirasi)


- Difusi Gas
- Transport Gas
- Pengaturan Keseimbangan Cairan Asam dan basa

1. Ventilasi
Mekanisme Inspirasi :

Ketika inspirasi, akan mengaktifkan pusat inspirasi yaitu m.oblongata bagian dorsal, dimana akan
menginisiasi dari n.phrenicus dan n.intercostalis dan terjadi kontraksi diagfragma, dan kontraksi dari
m. Intercostalis externa, yang nantinya membuat rongga thorax menjadi lebih besar, sehingga
tekanan nya menjadi lebih kecil sehingga udara akan masuk dari atmosfer ke alveolus.

Mekanisme ekspirasi :

Ketika sudah mencapai inspirasi maksimal, kompensasi dari tubuh yaitu men-stop pusat inspirasi.
Sehingga tercapailah batas maksimal pengembangan paru, dan terjadi relaksasi dari otot diagfragma
dan m. Intercostalis externa sehingga rongga thorax menjadi lebih kecil. Dan tekanannya menjadi
besar. Sehingga udara dapat keluar.

Macam macam volume yang penting :

Volume tidal : volume nafas biasa (500cc)

Volume residu : Volume sisa di dalam paru paru.

Sedangkan untuk volume lainnya, tergantung dari jenis kelamin, usia dan olahraga.

Volumes Capacities :

1. Tidal volume (500ml)

2. Inspiratory capasity (3500ml)

3. Inspiratory reserve volume (3000ml)

4. Functional residual capasity (2300ml)

5. Expiratory reserve volume (1100ml)

6. Vital capasity (4600ml)

7. Residual volume (1200ml)


8. Total lung capasity (5800ml)

Secara Fisiologis, di dalam alveolus terdapat Death Space, yaitu ruangan yang terjadi keluar masuk
udara, tanpa ada pertukaran dari gas. Dan ini harus 0 aslinya, jika death space meningkat, maka
terjadi gangguan difusi gas.

Refleks Batuk

Merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang innate

Rangsangan (udara dsb.) akan dibawa oleh n. Vagus ke m.oblongata dan nantinya mengaktifkan n.
Intercostalis, n. Phrenicus dan terjadi kontraksi mendadak dari otot inspirasi, selain itu juga akan
mengaktifkan n. Di abdomen dan thorax bagian belakang, akibatnya otot expirasi juga kontraksi
mendadak, dan akibatnya tekanan abdomen naik secara mendadak sehingga membuat udara keluar
terjadi mendadak

Refleks Bersin

Hidung/faring mengaktifkan n.V - Medula -> n.X -> menurunkan uvula ->makanan bisa masuk ke
saluran pernafasan

2. Difusi

Perpindahan zat terlarut dari tinggi ke rendah melalui membran semi permeabel

Dipengaruhi oleh 3 hal :

1. Adanya perbedaan konsentrasi tekanan, jika tidak ada maka tidak terjadi perpindahan

2. Ketebalan dari membran respirasi, jadi membran respirasi mempunyai 3 hal yaitu sel endotel
p.darah, jaringan ikat, dan sel alveolar. Semakin tebal membrannya mungkin karena infeksi maka
akan terjadi gangguan difusi
3. Aliran darah di paru paru harus lancar.

3. Proses Pertukaran Gas (Transport Gas)

Terdapat O2 dan CO2

Transport O2

O2 untuk disalurkan ke jaringan dapat berikatan (Saturasi O2) dengan 2 hal yaitu :

97% Hb, dan 3% langsung larut di dalam darah

Ketika berikatan dengan Hb, akan menjadi HbO2, dan nantinya ikut eritrosit di dalam darah, ketika
sudah tiba di jaringan maka O2 harus lepas dari Hb (Disosiasi O2) agar dapat masuk ke jaringan.

Kemampuan Disosiasi O2 tergantung dari pH, Suhu,dan Co2

Jika pH menurun, Co2 meningkat, dan suhu tinggi, maka akan lebih mudah untuk melepas O2

Sedangkan untuk saturasi O2, kebalikannya.

Transport CO2

CO2 untuk dapat dikeluarkan oleh tubuh dapat berikatan dengan 3 hal yaitu :

Larut dalam darah

Berikatan dengan Hb dan menjadi HbCO2

Berikatan dengan ion bikarbonat (HCO3)

Ketika CO2 berikatan dengan Hb, menjadi HbCO2 dan nantinya di dekat alveolus akan dipecah lagi,
dan CO2 akan dibuang.
Ketika CO2 berikatan dengan HCO3-, akan menjadi H2CO3 dan nantinya dengan bantuan enzim
karbonic anhidrase akan memecah menjadi H+ dan HCO3- dan juga dapat memecah menjadi H20
dan CO2 dan CO2 nya akan dibuang.

Pengaturan Respirasi di Otak

Ada/tidaknya pernafasan diatur oleh medula oblongata

Untuk menentukan irama pernafasan dilakukan oleh pons

Pusat pengendali motoris dilakukan oleh korteks

Dan ketika emosi, yang mengatur adalah sistem limbic -> hipotalamus -> pons -> m.oblongata

4. Pengaturan Cairan Asam dan Basa


ph 7,35-7,45

pco2 35-45

hco3 22-27

+ meningkat

- menurun

pH --> + alkalosis

- asidosis

pco2 (repiratik, asam)

+ asidosis repiratorik

- alkalosis respiratorik

HCO3 --> metabolik, basa

- asidosis metabolik

+ alkalosis metabolik
asidosis

respiratorik --> ph - pco2 + --------------> alkalosis metabolik hco3 +

metabolik --> ph - hco3 - -------------> alkalosis respiratorik pco2 -

alkalosis

respiratorik --> ph + pco2 - ----------> asidosis metabolik Hc03 -

metabolik --> ph+ hco3 + -----------> asidosis repiratorik pco2 +

pola --> - - --> terkompensasi

+ + --> terkompensasi

terkompensasi parsial /total

PH --> normal total

ph -/+ --> parsial

tidak terkomensasi

pc02 - / hco3 n/+

pco2 + / hco3 n/-

H+ di dalam darah dapat berikatan dengan 3 hal :

Hb -> HHb -> netral

Protein -> Hprotein -> netral

HCO3- -> H2CO3

Ketika pasien tersebut asidosis respiratorik, maka Co2 nya meningkat akibatnya dengan ada H2O
akan bergbung menjadi H2CO3. H2CO3 akan memecah menjadi H+ dan HCO3- atau bisa juga
menjadi CO2 dan H20.

CO2 akan masuk ke cairan cerebrospinal di otak dan akan berikatan dengan H2O. Dan menjadi
H2CO3. H2CO3 dengan bantuan karbonic anhidrase, akan memecah menjadi H+ dan HCO3-. H+ akan
mengaktifkan m.oblongata sebagai pusat inspirasi (bagian ventral) dan akan terjadi hiperventilasi ->
RR meningkat dan CO2 keluar. Sedangkan HCO3- akan keluar dalam darah untuk menetralisir, agar
menjadi netral.
Bronkitisakut (4)

InfeksidaninflamasiakutsaluranNapas

A. Etiologi
1. Virus (minimal 40%)
Influenza A dan B, Adenovirus, Rhinovirus, Coronavirus, Parainfluenza virus,
Respiratotysynsitial, Herpes Simplex
2. Bakteri
M. pneumoniae, M. Chatarrhalis, S. pneumoniae
B. Gejalaklinis
• Keluhan :
a. Batukdenganatautanpadahak
b. Demamringan/ sumer-sumer
c. Rasa tidakenaksubsternal
d. Sesaknapas
e. Batukdarah
f. Pemeriksaanfisik
Auskultasiditemukanronkhibasah, krepitasi, dan wheezing
C. Pemeriksaanpenunjang
Laboratorium : sputum cat gram, leukosit PMN, dankemungkinanbakteripatogen
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkanberdasarkangambaranklinisdenganfoto thorax tidakditemukaninfiltrat
E. Diagnosis banding
 Pneumonia
 Asmabronkial
F. Penyulit
 Bronkospasmepascainfeksi yang ditandaidenganbatuktanpadahakdan wheezing sampai
4-6 minggusetelahinfeksireda.
 Pneumonia
G. Penatalaksanaan
1. Simtomatis
antitusif : DMP 15 mg sehari 2 kali, codein 10 mg sehari 3 kali, doveri 100 mg
sehari 3 kali
Tidakperlu antibiotic
2. Terapiterhadappenyulit :bronkodilator, antibiotik

BronkiolitisAkut (4)

a. Definisi
Bronkiolitisakutadalahsuatusindromobtruksibronkiolus yang
seringdideritabayiatauanakberumurkurangdari 2 tahun, paling seringpadausia 6
bulan (Ngastiyah, 1997).
b. Etiologi
Respiratory Syncitial Virus (RSV) 50% sampai 90%.
Parainfluenza virus
Mikroplasma
Adenovirus
Rhinovirus
Tetapiblmadabuktikuatjikabronkiolitisdisebabkanolehbakteri.
c. Patogenesis
d. Gejala
Gejalaawalberupagejalainfeksirespiratori-atasakibat virus, sepertipilekringan, batuk,
dandemam. Satuhinggaduaharikemudiantimbulbatuk yang
disertaidengansesaknapas. Selanjutnyadapatditemukanwheezing, sianosis, merintih
(grunting), napasberbunyi, muntahsetelahbatuk, rewel, danpenurunannapsumakan.
e. Pemeriksaanfisik
Takipnea
Takikardi
Suhu di atas 38,5 °C
Konjungtivitisringandanfaringitis
Wheezing
Napascupinghidungdanretraksiinterkostal
Ditemukanronkidaripemeriksaanauskultasiparu
Sianosisdapatterjadi
Bilagejalamenghebat, dapatterjadi apnea, terutamapadabayiberusia<6 minggu.

f. Pemeriksaanpenunjang
Darahrutinkurangbermakna
Analisis gas darah (AGD) ditemukanhiperkarbiasebagaitandaair trapping,
asidosismetabolik, ataurespiratorik
Fotorontgentoraksdidapatkangambaranhiperinflasidaninfiltrat (patchy infiltrates)
Kimia darahmenunjukkangambaranasidosisrespiratorikmaupunmetabolik
Usapannasofaringmenunjukkan flora bakteri normal
Untukmenemukan RSV dilakukan:
kultur virus, rapid antigen detection tests (direct immunofluoresence assay
danenzyme-linked immunosorbent assays, ELISA) ataupolymerase chain reaction
(PCR), danpengukuran titer antibodipadafaseakutdankonvalesens.
g. Differential diagnostic
h. Tatalaksana
Pertusis (4)

a. Definisi
Pertusis (whooping cough) merupakansuatupenyakitinfeksitraktusrespiratorius yang
secaraklasikdisebabkanolehBordetella pertussis.
b. Etiologi
BakteriBordetellaPertusis
Gram - , tidakbergerak, kecil, ovoid, ukuranpanjang 0,5 – 1 um dan diameter 0,2 –
0,3 um, tidakberspora. Denganpewarnaantoloidinbiru, dapatterlihatgranula bipolar
metakromatikdanmempunyaikapsul.
Tumbuhdalambiakan media agar bordetgengou.
c. Patogenesis

d. Perjalananklinis
- Stadium kataralis (1-2 minggu)
o Rinore (pilek) denganlendir yang cairdanjernih, lakrimasi,
batukringandanpanastidakbegitutinggi.
o Awalnyabatuktimbulmalamhari, kemudiansianghari,
Sekretbanyakdankentalsertalengket.
o Padabayilendirdapatviskuosmukoid,
sehinggadapatmenyebabkanobstruksijalannapas.
- Stadium spasmodik (2-4 minggu)
o Batukmenjadihebatditandai “whoop “ (batuk yang berbunyinyaring)
seringterdengarsaatpenderitamenariknapaspadaakhirseranganbatuk
o Padabayimuda, seranganbatukhebattidak di sertaibunyi whoop,
tetapipenderitaseringdalamkeadaanlemas, lelah, apneu, sianosis,
danmuntah.
o Batukparoksimal ,matatampakmenonjol, gelisah,
memuntahkanlendirkental. Pelebaranpembuluhdarah yang jelas di
kepaladanleher, perdarahansubkonjungtivadansklerabahkanulserasi
frenulum lidah.
- Stadium konvalesens (1-2 minggu)
o Padamingguke 4 jumlahdanberatseranganbatukberkurang,
muntahberkurang, nafsumakankembali
o Ronkidifus yang terdapatpada stadium spasmodikmenghilang.
o Infeksi common cold dapatmenimbulkanseranganbatuklagi.
e. Penegakan diagnosis
- Anamnesis
Pada anamnesis perluditanyakanriwayatkontakdenganpasienpertusis,
riwayatimunisasi, danseranganparoksismaldanbunyi whoop yang khas.
- Pemeriksaanfisik
Tergantungdari stadium px
- Pemeriksaanlaboratorium
Padapemeriksaanlaboratoriumdidapatkanleukositosis 20.000-
50.000/Uldenganlimfositosisabsolut yang khaspadaakhir stadium
kataraldanselama stadium paroksismal.

f. Diagnosis banding
- Tuberculosis
o Riwayatkontakpositifdenganpasien TB dewasa
o Ujituberkulinpositif (≥ 10 mm, padakeadaan  imunosupresi ≥ 5 mm)
o Beratbadanmenurunataugagaltumbuh
o Demam (≥ 2 minggu) tanpasebab yang jelas
o Pembengkakankelenjarlimfeleher, aksila, inguinal yang spesifik
o Tidakadanafsumakan, berkeringatmalam
- Asma
o Riwayat wheezing berulang,
kadangtidakberhubungandenganbatukdanpilek
o Hiperinflasidinding dada
o Ekspirasimemanjang
o Responsbaikterhadapbronkodilator
- Benda asing
o Riwayattiba-tibatersedak
o Stridor ataudistrespernapasantiba-tiba
o Wheeze atausuarapernapasanmenurun yang bersifatfokal
- HIV
o Diketahuiataudidugainfeksi HIV padaibu
o Riwayattranfusidarah
o Gagaltumbuh
o Parotitiskronis
o Infeksikulitakibat herpes zoster (riwayatatausedangmenderita)
o Demam lama
o Diarepersisten
- Broniektasis
o Riwayat tuberkulosis atau aspirasi benda asing
o Tidak ada kenaikan berat badan
o Sputum purulen, napas bau
o Jari tabuh (clubbing finger)
- Absesparu
o Suarapernapasanmenurun di daerahabses
o Tidakadakenaikanberatbadan / anaktampaksakitkronis
o Padafoto dada tampakkistaataulesiberongga
g. Komplikasi
h. Tatalaksana

Acute Respiratory Distress Syndrome

Epidemiologi

Di Amerika Serikat insidens ARDS pada orang dewasa tahun 2005 diperkirakan 200.000
kasus per tahun dengan angka mortalitas 40%. Acute Respiratory Distress Sindrome dapat terjadi
pada semua kelompok umur, dari anak-anak sampai dewasa. Insidens ARDS meningkat dengan
pertambahan usia, berkisar 16 kasus per 100.000 per tahun pada rentang usia 15-19 tahun dan
meningkat menjadi 306 kasus per 100.000 per tahun pada rentang usia 75-84tahun 1.

Definisi

Acute Respiratory Distress Sydrome (ARDS) merupakan suatu kondisi kegawat daruratan di
bidang pulmonology yang terjadi karena adanya akumulasi cairan di alveoli yang menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke jaringan menjadi berkurang.
Definisi ARDS mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Adult Respiratory Distress Syndrome
didefinisikan pertama kali tahun 1994 oleh AECC (American-European Consensus Conference).
Definisi ARDS menurut AECC adalah:

1. Gagal napas dengan onset yang bersifatakut


2. Rasio PaO2/FIO2 ≤ 200mmHg
3. Infiltrat bilateral pada foto toraks, tanpa adanya bukti edema parukardiogenik.
4. Pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) ≤ 18 mmHg atau tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan pada atriumkiri.

Derajat hipoksemia untuk membuat diagnosis ARDS ditentukan dengan rasio tekanan parsial oksigen
pada darah arteri (PaO2) dengan fraksi oksigen pada udara inspirasi (FiO2). Nilai PaO2 didapat dari
hasil pemeriksaan analisis gas darah dengan memperhatikan berapa liter oksigen yang diberikan
saat pengambilan spesimen darah. Fraksi oksigen didapat dengan memperhatikan jumlah oksigen
yang diberikan. Dengan pemberian oksigen binasal setiap 1 liter akan akan meningkatkan FiO2 4 %
dan nilai tersebut ditambahkan dengan nilai FiO2 pada room air yang besarnya 21 %. Dengan
pemberian oksigen melalui simple mask dimana oksigen yang diberikan 8-10 liter maka besarnya
FiO2 adalah 100 %. Kriteria ARDS menurut AECC adalah bila didapatkan perbandingan PaO 2/FIO2 ≤
200 mmHg, sedangkan bila perbandingan PaO 2/FIO2 ≤ 300 mmHg sesuai dengan ALI (Acute
LungInjury).

Dalam penggunaan kriteria AECC tersebut, terdapat beberapa keterbatasan sehingga


definisi ARDS diperbaharui di tahun 2011 dalam Kriteria Berlin. Berdasarkan Kriteria Berlin, ARDS
didefinisikan berdasarkan waktu, gambaran foto toraks, penyebab edema paru, dan derajat
hipoksemia. Definisi
ARDSberdasarkanKriteriaBerlindapatdilihatpadatabel1.PadakriteriaBerlin,PAWPtidakdigunakan
lagi dalam kriteria diagnosis, demikian juga dengan terminologi ALI dan digantikan dengan pembagian
subgroup ARDS berdasarkan tingkat keparahan hipoksemia 1.

Tabel 1. Definisi ARDS berdasarkan Kriteria Berlin, 2011

Acute Respiratory Distress Syndrome


Waktu Gejala respirasi yang baru dirasakan maupun yang memberat, terjadi dalam 1
minggu
Foto toraks Opasitas bilateral, bukan disebabkan oleh efusi, atelektasis maupun nodul paru
Sumber edema Disebabkan oleh kegagalan respirasi, bukan disebabkan karena gagal jantung
maupun kelebihan cairan
Derajat hipoksemia
Ringan 200 mmHg < PaO2/FIO2 ≤ 300 mmHg dengan PEEP atau CPAP ≥ 5 cmH 2O
Sedang 100 mmHg < PaO2/FIO2< 200 mmHg dengan PEEP > 5 cmH2O
Berat PaO2/FIO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥ 5 cmH2O

Etiologi dan Faktor Risiko

Adult Respiratory Distress Syndrome dapat disebabkan karena inflamasi, infeksi, gangguan
vaskular dan trauma di intratorakal maupun ekstratorakal. Menentukan etiologi ARDS sangat penting
secara klinis agar dapat dilakukan tatalaksana dengan tepat. Acute Respiratory Distress Syndrome dapat
disebabkan oleh mekanisme langsung di paru maupun mekanisme tidak langsung di luar paru. Etiologi
ARDS akibat kelainan primer paru dapat terjadi akibat aspirasi, pneumonia, inhalasi toksik, kontusio
paru, sedangkan kelainan ektraparu terjadi akibat sepsis, pankreatitis, transfusi darah, trauma dan
penggunaan obat-obatan seperti heroin (table 2). Penyebab ARDS terbanyak adalah akibat pneumonia
baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur, dan penyebab terbanyak selanjutnya adalah
sepsis berat akibat infeksi lain di luarparu 2,3.

Beberapa faktor risiko yang diketahui dapat meningkatkan terjadinya ARDS adalah usia tua, jenis
kelamin perempuan (terutama pada kasus trauma), riwayat merokok, dan riwayat alkoholik. Skor
APACHE (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation) yang semakin besar juga meningkatkan risiko
kejadian ARDS. Saat ini faktor risiko yang sedang dipelajari adalah faktor risiko genetik yaitu asosiasi
antara variasi gen (gen FAS) dengan tingkat kejadian ARDS 2,3,4.
Tabel 2. Etiologi ARDS

Kerusakan Paru Langsung Kerusakan Paru Tidak Langsung


Pneumonia Sepsis
Aspirasi cairan lambung Trauma
Kontusio paru Fraktur multipel
Near drowning Flail chest
Trauma inhalasi Trauma kepala
Luka bakar
Transfusi
Overdosis obat
Pankreatitis
Pasca bypass kardiopulmonal

Patogenesis dan Patofisiologi

Kelainan utama pada ARDS adalah adanya inflamasi yang disebabkan oleh aktivasi neutrophil, dan
untuk mengerti patogenesisnya perlu diperhatikan hal-hal berikut 3,4:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan akumulasi cairan di interstitial paru dan di distalalveolus


2. Mekanisme yang mengganggu reabsorpsi cairanedema

Berdasarkan karakteristik gambaran histopatologinya, ARDS dibagi menjadi 3 fase seperti tampak pada
gambar 1 yaitu:

1. Fase akut (hari 1-6) = tahapeksudatif


- Edema interstitial dan alveolar dengan akumulasi neutrofil, makrofag, dan sel darahmerah
- Kerusakan endotel dan epitelalveolus
- Membran hialin yang menebal dialveoli
2. Fase sub-akut (hari 7-14) = tahapfibroproliferatif
- Sebagian edema sudahdireabsorpsi
- Proliferasi sel alveolus tipe II sebagai usaha untuk memperbaikikerusakan
- Infiltrasi fibroblast dengan deposisikolagen
3. Fase kronis (setelah hari ke-14) = tahapresolusi
- Sel mononuclear dan makrofag banyak ditemukan dialveoli
- Fibrosis dapat terjadi pada faseini
Gambar 1. Fase ARDS

Proses terjadinya ARDS melibatkan kerusakan pada endotel kapiler paru dan sel epitel alveolus
karena produksi mediator proinflamasi lokal maupun yang terdistribusi melalui arteri pulmonalis. Hal ini
menyebabkan hilangnya integritas barrier alveolar-kapiler sehingga terjadi transudasi cairan edema
yang kaya protein. (Gambar2)2-5.

1. Kerusakan endotel kapilerparu


Kerusakan endotel kapiler paru berperan dalam terjadinya ARDS. Kerusakan endotel
tersebut menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga terjadi akumulasi cairan yang
kaya akan protein. Kerusakan endotel ini dapat terjadi melalui beberapa mekanisme.
Mekanisme yang utama adalah terjadinya kerusakan paru melalui keterlibatannetrofil.
Pada ARDS (baik akibat infeksi maupun non-infeksi) menyebabkan neutrofil
terakumulasi di mikrovaskuler paru. Neutrofil yang teraktivasi akan berdegranulasi dan
melepaskan beberapa mediator toksik yaitu protease, reactive oxygen species, sitokin pro-
inflamasi, dan molekul pro-koagulan. Mediator-mediator inflamasi tersebut menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular dan hilangnya fungsi endotel yang normal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan di interstitial danalveoli.
Selain neutrofil dalam patogenesis ARDS, platelet juga mempunyai peran yang penting.
Studi yang ada membuktikan efek sinergisme antara platelet dengan neutrofil yang
menyebabkan kerusakan paru.

2. Kerusakan epitelalveoli
Dalam patogenesisnya kerusakan endotel saja tidak cukup menyebabkan ARDS.
Kerusakan sel epitel alveoli juga merupakan faktor yang penting. Neutrophil berperan dalam
meningkatkan permeabilitas paraselular pada ARDS. Dalam keadaan normal neutrophil dapat
melintasi ruang paraselular dan menutup kembali intercellular junction sehingga barrier epitel
dan ruang udara di distal alveoli tetap utuh. Pada kondisi patologis neutrofil dalam jumlah besar
dapat merusak epitel alveoli melalui mediator inflamasi yang dapat merusak intercellular
junction dan melalui mekanisme apoptosis atau nekrosis sel epitel.
Sel alveolus tipe I (yang menyusun 90% epitel alveoli) merupakan jenis sel yang paling
mudah rusak. Kerusakan sel tersebut menyebabkan masuknya cairan ke dalam alveoli dan
menurunnya bersihan cairan dari rongga alveoli. Sel tipe II bersifat tidak mudah rusak dan
memiliki fungsi yang penting dalam memproduksi surfaktan, transport ion, dan lebih lanjut
dapat berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel alveoli tipe I. Kerusakan pada kedua sel
tersebut menyebabkan penurunan produksi surfaktan dan penurunan elastisitas paru.

3. Resolusi dari inflamasi dan edemaalveoli


Pada tahap awal resolusi ARDS ditandai dengan pembersihan cairan edema dari rongga
alveoli, dimana cairan tersebut akan direabsorpsi ke sistem limfatik paru, mikrosirkulasi paru
dan rongga pleura. Pembersihan cairan edema dari rongga alveoli membutuhkan transport aktif
sodium dan klorida yang akan membuat gradient osmosis sehingga air dapat direabsorpsi. Pada
kondisi ARDS, pembuangan cairan edema dari alveoli terjadi lebih lambat karena epitel alveoli
mengalami kerusakan.

Gambar 2. Perbandingan alveolus normal dan alveolus pada ARDS 6.

Disfungsi selular dan kerusakan yang terjadi pada ARDS berdampak pada:
- Ketidak sesuaian antara ventilasi (V) dan perfusi (Q) V/Q mismatching disertaidengan
shunting
- Hipertensipulmonal
- Penurunan elastisitas paru (stiff lungs) dan hiperinflasi alveoli yangtersisa
- Gangguan proses perbaikan paru yang normal fibrosis paru pada stadiumlanjut
Gambaran Klinis dan Diagnosis

Gejala klinis ARDS ditandai dengan timbulnya sesak napas akut yang berkembang dengan cepat
setelah kejadian predisposisi seperti trauma, sepsis, overdosis obat, transfusi masif, pankreatitis,
maupun aspirasi. Pada sebagain besar kasus faktor predisposisi ARDS jelas didapat, namun pada
beberapa kasus (seperti pada overdosis obat) predisposisis ARDS sulit diidentifikasi. Manifestasi ARDS
bervariasi tergantung pada penyakit predisposisi, derajat injuri paru, dan ada tidaknya disfungsi organ
lainnya2-5.

Pada pemeriksaan fisis ARDS akan didapatkan temuan yang bersifat non-spesifik seperti
takipnea, takikardi dan kebutuhan F IO2 yang semakin bertambah untuk menjaga agar saturasi oksigen
tetap normal. Karena ARDS sering terjadi pada sepsis, maka hipotensi dan tanda-tanda vasokonstriksi
perifer (akral dingin dan sianosis perifer) dapat ditemukan. Pada pemeriksaan fisis toraks dapat
ditemukan ronkhi basah bilateral. Suhu pasien dapat febris maupun hipotermia. Edema paru
kardiogenik harus dibedakan dengan ARDS. Pada ARDS tidak didapatkan gejala dan tanda-tanda gagal
jantung (non-cardiac pulmonary edema) Tanda-tanda gagal jantung harus diperhatikan dengan baik
untuk menyingkirkan diagnosis tersebut seperti peningkatan JVP, murmur, gallops, hepatomegali dan
edematungkai2-5.

Gambaran foto toraks pada ARDS secara umum berupa opasifikasi bilateral, konsolidasi yang
bisa simetris maupun asimetris disertai dengan air bronchogram (Gambar 3). Diagnosis banding
meliputi pneumonia terutama akibat aspirasi, perdarahan alveolar difus dan edema paru karena
penyebablainnya6.

Gambar 3. Gambaran Foto Toraks pada ARDS


Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul pada ARDS dan yang berkaitan dalam tatalaksananya adalah 2-6 :

1. Barotrauma akibat penggunaan PEEP atau CPAP yangtinggi


2. Komplikasi saluran napas atas akibat ventilasi mekanik jangka panjang seperti edema laring dan
stenosissubglotis
3. Risiko infesi nosokomial yang meningkat : VAP (Ventilator-Associated Pneumonia), ISK, flebitis.
Infeksi nosokomial tersebut terjadi pada 55% kasusARDS.
4. Gagal ginjal terutama pada kontekssepsis
5. Multisystem organfailure
6. Miopati yang berkaitan dengan blockade neuromuskular jangkapanjang
7. Tromboemboli vena, perdarahan saluran cerna dananemia.

Tatalaksana

Walaupun tidak ada terapi yang spesifik untuk menghentikan proses inflamasi, penanganan ARDS
difokuskan pada 3 hal penting yaitu mencegah lesi paru iatrogenik, mengurangi cairan dalam paru dan
mempertahankan oksigenasi jaringan. Ketiga hal tersebut harus selalu diupayakan dalam tatalaksana
awal ARDS (gambar 4)6.

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana awal ARDS yang meliputi ventilasi mekanik dini,

oksigenasi, penanganan asidosis dan diuresis


1. TerapiUmum

 Atasi penyakit yang mendasarinya (faktorpredisposisinya)


 Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin, karena penderita akan memerlukan bantuan
ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis minimal yang masih memberikan efek sedasi
yangadekuat.
 Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan memberikan cairan, obat
vasodilator/konstriktor, inotropic atau diuretik 4-6.

2. TerapiVentilasi4-6

 Ventilasi mekanik dengan intubasi endotrakeal merupakan terapi yang mendasar pada
penderitaARDSbiladitemukanlajunafas>30x/menitatauterjadipeningkatankebutuhanFiO 2
> 60% (dengan menggunakan simple mask) untuk mempertahankan PaO 2 sekitar 70 mmHg atau
lebih dalam beberapa jam.
 Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan rasio I:E terbalik disertai dengan PEEP untuk
membantu mengembalikan cairan yang tertimbun di alveoli dan mengatasi mikro-atelektasis
sehingga akan memperbaiki ventilasi dan perfusi(V/Q)
 Tergantung tingkat keparahannya maka penderita dapat diberi ventilasi non-invasif seperti
CPAP, BIPAP atau Positive Pressure Ventilation. Metode ini tidak direkomendasikan bagi
penderita dengan penurunan kesadaran atau dijumpai adanya peningkatan kerja otot
pernafasan disertai peningkatan laju nafas dan peningkatan PCO 2 daraharteri.
 Saat ini telah terbukti bahwa pemberian volume tidal 10 - 15 ml/kg dapat mengakibatkan
kerusakan bagian paru yang masih normal sehingga dapat terjadi rupture alveolus, deplesi
surfaktan dan kerusakan pada membra alveolar-kapiler. Untuk menghindari hal tersebut maka
digunakan volume tidal yang rendah (6 ml/kg) dengan tekanan puncak inspirasi < 35 cmH 2O,
plateu inspiratory pressure < 30 cmH2O serta pemberian PEEP antara 8-14 cm H 2O untuk
mencegah atelektasis dan kolapsalveoli.
 Untuk memperkecil risiko barotrauma dapat dipakai mode PressureControl
 Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah) dipakai sebagai parameter keberhasilan dan panduan
terapi.
 Restriksi cairan dan diuresis yang cukup akan mengurangi peningkatan tekanan hidrostatik di
kapiler paru dan mengatasi kelebihan cairan paru (lung water). Akan tetapi harus diingat bahwa
dehidrasi yang berlebihan akan menurunkan perfusi jaringan dan mencetuskan gagalginjal.
 Prone position akan memperbaiki V/Q karena akan mengalihkan cairan darah sehingga tidak
terjadi atelektasis.
 Inhalasi nitric oxide/prostasiklin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di paru sehingga
secara nyata memperbaiki hipertensi pulmonal dan oksigenasi arteri. Pemberian nitric oxide
tidak akan berpengaruh terhadap tekanan darah sistemik, namun demikian efek samping
subproduk NO berupa peroksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan paru. Oleh
karena itu pengunaannya sangat ketat yaitu pada keadaan ekstrem dimana terjadi hipoksemia
akut yang refrakter terhadap tindakan suportif yangdiberikan.
4. Terapi penyakit dasar
Terapi penyakit dasar ARDS tergantung dari penyebabnya dimana penyebab tersering
adalah infeksi baik di paru maupun di luar paru. Untuk infeksi paru sendiri karena ARDS
merupakan bagian dari kondisi sepsis yang berat maka dalam pemilihan antibiotik dianjurkan
dengan kombinasi dua antibiotik dari golongan yang berbeda yang mempunyai efek
antipseudomonas. Kombinasi tersebut misalnya dari golongan sefalosporin yang mempunyai
efek antipseudomonas (seftasidim, sefoperazon) atau golongan karbapenem (imipenem,
meropenem) diberikan bersama dengan golongan kuinolon (siprofloksasin, levofloksasin) atau
dengan golongan aminoglikosid (Amikin). Untuk meningkatkan angka keberhasilan pengobatan
maka antibiotik tersebut harus diberikan sedini mungkin (< 4 jam) sejak diagnosis pneumonia
ditegakkan. Untuk penyakit dasar lain yang potensial dapat diatasi yaitu pada ARDS akibat
overdosis obat yang diatasi dengan pemberian antidotumnya bila ada, pada TB yang berat,
immune reconstitution inflamation syndrome (IRIS) dan juga pada ARDS akibat infeksi
pneumocystic jiroveci, pada semua keadaan tersebut selain terapi untuk penyakit dasarnya
diberikan juga terapi tambahan dengan steroid.

3. Targeted DrugTreatment

Terapi target difokuskan pada regresi lesi patologi dan mengurangi jumlah cairan dalam paru, namun
sayangnya tidak ada bukti objektif akan keberhasilan metode tersebut (table 3) 2-6

 Surfaktan sintetik secara aerosol ternyata bermanfaat untuk ARDS pada neonatus, tetapi tidak
pada ARDS.
 Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi reaksi inflamasi pada jaringan paru terutama pada
ARDS akibat TB yang berat, infeksi pneumocystic jiroveci dan pada IRIS. Pada inflamasi akibat
penyakit dasar yang lain pemberian steroid menunjukkan hasil yang tidak memuaskan, sehingga
tidak direkomendasikan pada ARDS terutama pada fase awal. Beberapa sumber menyarankan
pemberian metilprednisolon secara pulsed untuk mencegah fase fibrosis yangdestruktif.
 Pemberian N-asetil-sistein banyak memberikan harapan namun masih dalampenelitian
 Ketokonazol diharapkan dapat menghambat pelepasan TNF oleh makrofag, tetapi masih
diperlukan penelitian dalam jumlah sample yang lebihbesar
 Diuretik ditujukan untuk mencegah kelebihan cairan, dan hanya diberikan bila eksresi cairan
oleh ginjal terganggu. Dengan demikian penggunaan diuretik tidak rutin, karena tidak sesuai
dengan patogenesisARDS.
 Transfusi darah diperlukan untuk menjaga kadar Hb lebih dari 10 gr%, tetapi mengingat
kemungkinan terjadinya TRALI (Transfusion-Related Acute Lung Injury) maka tranfusi hanya
diberikan bila ada oksigenasi jaringan yanginadekuat
 Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO) adalah suatu sistem prolonged cardiopulmonary
bypass yang banyak berhasil mengobati bayi baru lahir yang mengalami gagal nafas akibat
aspirasi mekonium, hernia diafragma dan infeksi virus yang berat. Penggunaan EMCO untuk
ARDS hasilnya masihkontroversial.
Tabel 3. Rekomendasi Terapi ARDS

Terapi Rekomendasi
Ventilasi mekanik
Volume tidalrendah A
Minimalisasi filling pressure atrium kiri B
PEEP tinggi, “open lung” C
Posisi pronasi C
Recruitment maneuvers C
Ventilasi dengan frekuensi tinggi D
ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation) C
Blokade neuromuscular dini A
Terapi glukokortikoid D
Terapi surfaktan (inhalasi NO, inhalasi D
epoprostenol, ketokonazol)

Keterangan. Rekomendasi Terapi A: rekomendasi berdasarkan bukti klinis


yang kuat berdasarkan randomized clinical trial. B: rekomendasi terapi dengan
beberapa keterbatasan. C: rekomendasi hanya sebagai terapi alternatif,
dengan bukti klinis yang belum jelas D: tidakdirekomendasikan.

Prognosis

Pembagian subgroup ARDS berdasarkan kriteria Berlin menjadi prediktor prognosis. ARDS
ringan, sedang, dan berat berkaitan dengan meningkatnya angka mortalitas masing-masing 27%, 32%,
and 45% dan meningkatnya durasi penggunaan ventilasimekanik 4-6.

Referensi

1. ARDS Definition Task Force. Acute Respiratory Distress Syndrome, The Berlin Definition. JAMA.
2012;307(23).
2. Matthay MA, Zemans RL. The Acute Respiratory Distress Syndrome: Pathogenesis and
Treatment. Annu Rev Pathol.2011;6:147-63.
3. Pierrakos C, Karanikolas M, Scoletta S, Karamouzos V, Velissaris D. Acute Respiratory Distress
Syndrome: Pathophysiology and Theurapeutic Options. J Clin Med Res.2011;4(1):7-16.
4. Koh Y. Update in Acute Respiratory Distress Syndrome. Journal of Intensive Care.2014;2:2.
5. Amin Z. Acute Respiratory Distress Syndrome. In: Dahlan Z, Amin Z, Soeroto AY, editors.
Tatalaksana Penyakit Respirasi dan Kritis Paru. Bandung: PERPARI (Perhimpunan Respirologi
Indonesia);2013.
6. Bruce D. Levy, Augustine M. K. Choi. Acute Respiratory Distress Syndrome. In: Kasper, Fauci, Longo,
Hauser, Jameson, Loscalzo, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19ed. New York:
Mc-Graw Hill;2015.

Severe Acute Respiratory Syndrome

Definisi
 Severe acute respiratory syndrome atau SARS adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan
oleh SARS-associated coronavirus (SARS-CoV). Gejala awalnya mirip dengan influenza, namun
dapat memburuk dengan cepat.

Etiologi
 SARS disebabkan oleh salah satu jenis coronavirus yang dikenal dengan SARS-associated
coronavirus (SARS-CoV). Coronavirus merupakan kelompok virus yang bisa menginfeksi saluran
pernapasan. Saat terinfeksi virus ini, biasanya akan terjadi gangguan pernapasan mulai dari ringan
sampai berat.

Patofisiologi
Gambaran Patalogi Anatomi dan Patalogi Klinis

Diagnosis
Suhu badan lebih dari 38C, ditambah batuk, sulit bernapas, dan napas pendek- pendek. Jika sudah
terjadi gejala-gejala itu dan pernah berkontak dekat dengan pasien penyakit ini, orang bisa disebut
suspect SARS. Kalau setelah di rontgen terlihat ada pneumonia (radang paru-paru) atau terjadi gagal
pernapasan, orang itu bisa disebut Probable SARS atau bisa diduga terkena SARS

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
 1)Pemeriksaan radiologis : air bronchogram : Streptococcus pneumonia.
 2)Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis SARS :
 a. Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbunan cairan di tempat yang seharusnyaterisi udara)
 b. Gas darah arteri
 c. Hitung jenis darah dan kimia darah
 d. Bronkoskopi.
 4)Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit.
 5)Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau transtrakeal,aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi, biopsy.
 6)Test DNA sequencing bagi coronavirus yang dapat diperoleh hasilnya dalam 8 jamdan sangat
akurat. Test yang lama hanya mampu mendeteksi antibody.

Diagnosis Banding
 Pneumonia bacterial
 Pneumonia jamur
 Edema paru kardiogenik
 COVID-19

Tata Laksana
Komplikasi

COVID- 19

Definisi
 Virus corona disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2), atau yang sering
disebut virus Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi dan merupakan patogen
zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang dengan presentasi klinis yang sangat
beragam, mulai dari asimptomatik, gejala ringan sampai berat, bahkan sampai kematian.
Etiologi
 Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan nama spesies severe acute
respiratory syndrome virus corona 2, yang disingkat SARS-CoV-2.
Patofisiologi
Gambaran Patalogi Anatomi dan Patalogi Klinis

Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Banding
Manifestasi ringan yang disebabkan oleh COVID 19 harus dibedakan dengan infeksi pernafasan yang
disebabkan oleh virus lain.
2. NCP harus dibedakan dengan virus pneumonia yang disebabkan oleh virus influenza , adenovirus
atau respiratory syncytial virus , dan mycoplasma pneumonia . Terutama untuk kasus kasus suspek ,
deteksi rapid antigen , tes asam nukleat PCR berulang dan metode lainnya harus dilakukan untuk
menguji patogen pernafasan yang umum.
3. Selain itu, harus dibedakan dari penyakit non infeksius seperti vaskulitis, dermatomiositis, dan
organizing pneumonia.

Tata Laksana

Komplikasi
 Pada kasus yang parah, infeksi virus Corona bisa menyebabkan beberapa komplikasi berikut ini:
 Pneumonia (infeksi paru-paru)
 Infeksi sekunder pada organ lain
 Gagal ginjal
 Acute cardiac injury
 Acute respiratory distress syndrome
 Kematian

Referensi
 Buku Panduan Menghadapi Penyakit Virus Corona 2019 Model RRC.
 Amin Z. Acute Respiratory Distress Syndrome. In: Dahlan Z, Amin Z, Soeroto AY, editors.
Tatalaksana Penyakit Respirasi dan Kritis Paru. Bandung: PERPARI (Perhimpunan Respirologi
Indonesia); 2013.
 BUKU AJAR PSF-FKUB UNIVERSITAS BRAWIJAYA : SISTEM PERNAFASAN: ASSESSMENT,
PATOFISIOLOGI, DAN TERAPI GANGGUAN PERNAFASAN
SIMPTOMATOLOGI RESPIRASI

COUG DYSPNE HYPOXIA

RESPIRATOR CARDIOVASCULA
SaO2↓
Gas Pump Low output Normal output
exchangerPulm COPD Congestive heart failure Deconditioning Obesity
onary embolism Asthma Myocardial ischemia Diastolic dysfunction
Cyanosis
Pneumonia Kyphoscoliosis Constrictive pericarditis
Berdahak
Interstitial lung
disease High output
Anemia
Controller
Hyperthyroidism
Pregnancy
Arteriovenous shunt
Metabolic acidosis

TIDAK YA Source other than the lower respiratory


tract
Upper airway (nasopharyngeal) bleeding
Gastrointestinal bleeding
Dahak Hemoptysis

Tracheobronchial source
Neoplasm (bronchogenic carcinoma,
endobronchial metastatic tumor,
Kaposi’s sarcoma, bronchial carcinoid)
Bronchitis (acute or chronic)
Bronchiectasis
Broncholithiasis
Airway trauma
Foreign body
Acute cough (<3 weeks) Pulmonary parenchymal source
Upper respiratory Lung abscess
infection Pneumonia
Common cold, acute
Tuberculosis
bacterial sinusitis, and
pertussis ATAU Mycetoma (“fungus ball”)
Waktu
Pneumonia, pulmonary Goodpasture’s syndrome
embolus,and congestive Idiopathic pulmonary
heart failure hemosiderosis
Wegener’s granulomatosis
Lupus pneumonitis

Subacute cough (between 3 Primary vascular source


and 8 weeks) Arteriovenous malformation
Pulmonary embolism
Postinfectious, resulting from
Elevated pulmonary venous pressure
persistent airway
(especially mitral stenosis)
inflammation or postnasal
Pulmonary artery rupture secondary to
drip after viral infection,
balloon-tip pulmonary artery catheter
pertussis, or infection with
manipulation
Mycoplasma or Chlamydia sp.

Chronic cough (>8 weeks)


Smoker
chronic obstructive lung
disease or bronchogenic
carcinoma
Nonsmoker
postnasal drip (sometimes
termed the upper airway
cough
syndrome),asthma,andgastro
esophageal reflux, bronchitis
H5N1 (Avian Influenza)
• Infeksiepitelpernapasandengan virus influenza yang
diperolehdarisekresipernapasanindividu yang terinfeksiakut.

• Virus ditularkanmelalui aerosol yang dihasilkanolehbatukdanbersin,


kontaktanganketangan, ataukontakpribadilainnya.

• Padasel yang terinfeksi, virus bereplikasidalam 4-6 jam, setelahitu virus


menulardilepaskanuntukmenginfeksisel yang berdekatan

• Masainkubasiberkisarantara 18 hingga 72 jam, tergantungpadaukuraninokulum virus.

ANAMNESIS

PEMERIKSAAN FISIK

• Ditemukanpeningkatansuhutubuh, nadi, dan RR.

• Sianosispadabibir, ruamkemerahan, matamerahdanberair, kongesti nasal,


danmukosatenggorokhiperemis. Selainitu, jikaterjadi pneumonia
akanditemukancracklesatauwheezing di paru.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PemeriksaanLaboratorium
 PemeriksaanHematologi

Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, hitungjenisleukosit, limfosit total.

 Pemeriksaan Kimiadarah

Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah, C-
Reaktif Protein atauProkalsitonin (bilamemungkinkandantersedia).
Umumnyadijumpaipenurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT,
peningkatanureumdankreatinin, peningkatankreatin kinase, pemeriksaanlaktat.Analisis gas
darahdapat normal atau abnormal.
Kelainanlaboratoriumsesuaidenganperjalananpenyakitdankomplikasi yang ditemukan.

B. PemeriksaanLaboratoriumSpesimen

Aspirasinasofaringeal, serum, apushidung, tenggorokataucairantubuhlainnyaseperti :cairan


pleura, cairan ETT (Endotracheal Tube),
usapduburpadakasusanakdanjikaadadiarehalinidigunakanuntukkonfirmasidiagnostik. Diagnosis
Flu Burung (H5N1) dibuktikandengan :

1. UjiRT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5 yang


primernyaspesifikuntukisolat virus H5N1 Indonesia.

2. Peningkatan>4 kali lipat titer antibodinetralisasiuntuk H5N1


darispesimenkonvalesendibandingkandenganspesimenakut (diambil<7
harisetelahawitangejalapenyakit), dan titer antibodinetralisasikonvalesenharus pula
>1/80.

3. Titer antibodimikronetralisasi H5N1 >1/80 padaspesimen serum yang


diambilpadaharike>14 setelahawitan (onset penyakit) disertaihasilpositifujiserologilain,
misalnya titer HI seldarahmerah>1/160 atau western blot spesifik H5 positif.

4. Isolasi virus H5N1


Pemeriksaaanlaboratoriumlainnyauntuktatalaksanapasientergantunggejalaklinis yang
timbul. Padaumumnyapemeriksaanhematologidankimiaklinikadalahpemeriksaan yang
tersering yang dilakukanpemeriksaan hemostasis sepertiProtrombin Time (PT), Activated
Partial  Thromboplastin Time (APTT), D-dimer dilakukanpada suspect Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC).

Pentinguntukmengetahuikapan virus dapatterdeteksi,


sehinggajenispemeriksaanlaboratoriumdapatdisesuaikandenganperjalananpenyakitsesuaidengang
ambarterlampir.Pemeriksaan RT-PCR dandeteksi antigen
dapatdilakukanpadaminggupertamasetelahinkubasi, dan titer
antibodipadaumumnyamulaimeningkatsetelahminggupertama.
GAMBARAN RADIOLOGI

• Padafaseawalfototoraksdapat normal, Padafaselanjutditemukan ground glass opacity,


konsolidasihomogenatauheterogenpadaparu, dapat unilateral atau bilateral.

• Lokasidapatmengenaisemualapangan, tetapi yang tersering di lapanganbawah.

• Serial fotoharusdilakukankarenaperjalananpenyakitnyaprogresif.

TATALAKSANA

CHRONIC BRONCHITIS
Bronkitiskronikadalahkelainansalurannapas yang ditandaiolehbatukkronikberdahak minimal 3
bulandalamsetahun, sekurang-kurangnya 2 tahunberturut-turut, tidakdisebabkanpenyakit lain.
(PDPI, 2003).

Bronkitiskronikdapatdibagiatas:

1. Simple chronic bronchitis: bilasputumnyamukoid.

2. Chronic/recurrent mucopurulent bronchitis: dahakmukopurulen.

3. Chronic obstructive bronchitis: obstruksisalurannapasmenetap.

ANAMNESIS
• Sesaknapas yang semakinmemburuk, batukproduktifdenganperubahan volume
ataupurulensi sputum ataudapatjugamemberikangejala yang tidakkhasseperti malaise,
kelelahandangangguantidur

PEMERIKSAAN FISIK

• Inspeksi

Didapatkan pursed - lips breathing


atauseringdikatakanmulutsetengahterkatupataumulutmencucu. Laluadanya barrel chest (diameter
antero - posterior dan transversal
sebanding).Padasaatbernapasdapatditemukanpenggunaanototbantunapas.

• Palpasi

Didapatkan stem fremitus yang lemahdanadanyapelebaran costae.

• Perkusi

Hipersonordanbatasjantungmengecil, letakdiafragmarendah, heparterdorongkebawah.

• Auskultasi

Apakahsuaranapasvesikuler normal, ataumelemah,


apakahterdapatronkiataumengipadawaktubernapasbiasaataupadaekspirasipaksa,
ekspirasimemanjang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Darahrutindenganmelihatleukosit, hemoglobin danhematokrit.

• Chest X-Ray posisi posterior anterior (PA)


untukmelihatapakahadagambaranrestriksibronkial.

• Pengukuran Volume Residu (VR), KapasitiResiduFungsional (KRF), KapasitiParu Total


(KPT)

• Pemeriksaan sputum untukmengidentifikasijenisbakteri yang


mungkinmenyebabkanbronkitiskronis

TATALAKSANA

Tujuanutamapengobatanadalahuntukmeredakangejala, mencegahprogresifitaspenyakit,
meningkatkantoleransipadaaktivitasseharian, memperbaiki status kesehatan,
mengobatikomplikasi, danmencegaheksaserbasi.
1. Bronkodilator: aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinasidengansalbutamol 1 mg
atauterbutalin 1 mg.

2. Kortikosteroid (Antiinflamasi): metilprednisolonatauprednison, dalambentuk oral


atauinjeksiintravena, setiaphariatauselangseharidengandosis minimal 250mg.

3. Antibiotikuntukmencegahdanmengobatieksaserbasisertainfeksi.
Pemilihanantibiotikdisesuaikanjenisbakteri.

4. Ekspektoran

5. Mukolitik

6. Antitusif
Bronkiektasis

 Definisi
Bronkiektasis adalah penyakit kronis progesif yang ditandai dengan dilatasi
bronkus dan bronkiolus yang bersifat menetap serta penebalan dinding
bronkus.Keadaan ini disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri yang kronis, dan
inflamasi yang diikuti dengan pelepasan mediator.

 Etiologi
Bronkiektasis terjadi akibat kerusakan jaringan bronkus yang diperparah oleh
infeksi. Infeksi bronkus pada penderita bronkiektasis meningkatkan risiko terjadinya
infeksi pada paru-paru, yang akan membuat bronkus semakin meradang dan melebar.
Kedua hal tersebut terjadi secara berputar dan berulang, sehingga kerusakan pada
bronkus dan paru-paru semakin parah.

 Patofisiologi
 Manifestasi Klinis
- Batuk berdahak yang tidak mereda meskipun diobati.
- Dahak yang dihasilkan dari batuk akibat bronkiektasis dapat berwarna bening,
kuning pucat, atau kuning kehijauan.
- Mengi.
- Sesak napas.
- Nyeri sendi.
- Mudah Lelah
- Perubahan bentuk ujung-ujung jari yang dinamakan clubbing finger, di mana kuku
menebal dan bentuk ujung jari menjadi bulat.
- Batuk mengeluarkan darah atau dahak dari batuk bercampur dengan darah.
- Mengalami infeksi saluran pernapasan berulang.
- Kehilangan berat badan.

 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Sputum
- Pemeriksaan Darah
- Pemeriksaan Urine
- Foto Thorax PA dan Lateral
- Pemeriksaan Bronkografi
- Pemeriksaan EKG
- Spirometri
- HRCT Scan

 Tatalaksana
Penanganan bronkiektasis mencakup berbagai jenis pengobatan yang dilakukan
secara berkesinambungan.Karena kerusakan paru-paru yang timbul akibat
bronkiektasis bersifat permanen, maka tujuan pengobatan bukan untuk
menyembuhkan penyakit, melainkan untuk meringankan gejala, mengurangi dan
mencegah komplikasi, mencegah penyakit bertambah parah, serta mengurangi angka
kesakitan dan angka kematian.

 Terapi Symptom
- Berhenti merokok.
- Menghindari menjadi perokok pasif.
- Mendapatkan vaksin cacar, rubella, dan batuk rejan.
- Terapi oksigen untuk penderita bronkiektasis yang mengalami hipoksemia dan
komplikasi berat.
- Pengobatan khusus (termasuk dari segi nutrisi dan psikologi) bagi penderita
bronkiektasis akibat cystis fibrosis.
- Mendapatkan vaksin flu setiap tahun.
- Mendapatkan vaksin pneumococcal untuk menghindari pneumonia.
- Melakukan latihan fisik secara teratur.
- Menjaga cairan tubuh.
- Menjaga pola makan gizi seimbang.

 Pembrian Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk mengobati infeksi bakteri pada
penderita bronkiektasis yang dapat memperburuk kondisi. Untuk menentukan
antibiotik yang tepat, dokter akan melakukan analisis dahak. Sementara menunggu
hasil, dokter akan memberikan antibiotik berspektrum luas. Beberapa jenis antibiotik
yang dapat diberikan bagi penderita bronkiektasis antara lain adalah: clarithromycin,
azithromycin, sulfamethoxazole.

 Obat Anti-Inflamasi
Tujuan pemberian obat anti-inflamasi adalah untuk memodifikasi respons sistem
imun pada saat terjadinya infeksi sehingga mengurangi kerusakan jaringan.Beberapa
obat antiinflamasi, seperti beclomethasone, dapat diberikan melalui alat nebulizer.
Contoh golongan obat anti-inflamasi yang dapat diberikan kepada penderita
bronkiektasis adalah:
- Kortikosteroid.
- Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs).

 Bronkodilator
Bronkodilator diberikan untuk meredakan gejala bronkiektasis yang
menyebabkan sulit bernapas. Bronkodilator akan merelaksasi otot paru-paru sehingga
penderita dapat bernapas lebih mudah. Beberapa contoh obat jenis bronkodilator
adalah:
- Agonis beta2-adrenergik.
- Antikolinergik.
- Teofilin.

PNEUMONIA ASPIRASI

 Definisi
- Pneumonia aspirasi adalah kerusakan paru yang disebabkan oleh masuknya cairan,
partikel eksogen, atau sekresi endogen ke dalam saluran napas bawah.
- Secara konvensional aspirasi pneumonia didefinisikan sebagai infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang kurang virulen, terutama bakteri anaerob, yang
biasanya merupakan flora normal pada inang yang rentan mengalami aspirasi.

 Etiologi
- Aspirasi asam lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi
- Aspirasi bakteri dari oral dan oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial
- Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapat menyebabkan
exogenous lipoid pneumonia.
- Aspirasi dari benda asing yang meyebabkan gagal nafas dan beberapa kasus dapat
berlanjut menjadi bacterial pneumonia
- Aspirasi pneumonia karena tenggelam, yaitu near drowning.

 Patofisiologi
- Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat
material yang teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.
- Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan
antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada
parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial.
- Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel, pembentukan mukus dan akhirnya
terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial
(peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus
alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran
hialin dan perdarahan intra alveolar.
- Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.
- Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret
orofaringeal, nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah.

 Manifestasi Klinis
- Manifestasi klinis pneumonia aspirasi ini bervariasi dari yang ringan hingga berat
dengan syok sepsis atau hingga gagal nafas, semua itu tergantung dengan faktor
penjamu, beratnya aspirasi dan kuman yang menjadi penyebabnya.
- Gejala klinis yang bisa ditemui juga dapat berupa gangguan menelan dan gejala
yang ada pada pneumonia yaitu demam, batuk, sesak, kesulitan saat inspirasi atau
inspirasi memanjang, dan ada nafas cuping hidung.
- Gangguan menelan pada pasien pneumonia aspirasi ini diketahui bila pasien
mengeluarkan cairan atau makanan melalui hidung, lalu adanya sisa makanan di
mulut setelah menelan.
- Pasien juga biasanya mengeluhkan nyeri saat menelan, seperti ada yang
menyangkut di tenggorokan, terkadang sampai batuk hingga tersedak saat makan
atau minum, serta terdengar adanya bunyi yang terdengar setelah makan.
- Pasien juga dapat mendadak batuk dan sesak napas sesudah makan atau minum.
- Kemudian bisa ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan,
bersuara saat napas (mengi), takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa
marah atau cemas.

 Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu
tubuh, peningkatan laju pernapasan (tachypnea), penurunan tekanan darah
(hipotensi), denyut jantung yang cepat (takikardi) dan rendahnya saturasi oksigen,
yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri
atau analisis gas darah.
- Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru.
- Inspeksi, Palpasi : terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus
raba meningkat disisi yang sakit.
- Pada perkusi ditemukan redup, pernapasan bronkial.
- Auskultasi : Ronki basah halus, Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura
(pleural friction rub).

 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang
meningkat (lebih dari10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang
mengindikasikan adanyainfeksi atau inflamasi.Tapi pada 20% penderita tidak
terdapat leukositosis. Hitung jenisleukosit “shift to the left”. LED selalu naik.
Billirubin direct atau indirect dapatmeningkat, oleh karena pemecahan dari sel
darah merah yang terkumpul dalam alveolidan disfungsi dari hepar oleh karena
hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukanhipoksemia dan
hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
- FOTO THORAKS

Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto


toraks.Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada beratnya
penyakit dan lokasinya.Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling sering terkena,
Tetapi lobus bawah kiri juga sering.Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas
tegas yang mengalami peningkatan densitas. Pada tahap awal area densitas tinggi tersebut
hanya lokal, akan tetapi pada tahap lanjut akan berkelompok/ menyatu (infiltrat). Pada
beberapa kasus pneumonia aspirasi bersifat akut dan akan bersih dengan cepat ketika
penyebab yang menimbulkan aspirasi telah teratasi. Pada beberapa kasus, pneumonia
disebabkan oleh penyakit kronik dan aspirasi berulang akan mengakibatkan pneumonitis
basis paru kronik yang menampilkan bercak berawan (perselubungan inhomogen).

- CT SCAN
- MRI

 Tatalaksana
- Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan gangguan reflex menelan
perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera di
isap untuk menghilangkan obstruksinya.
- Lakukan maneuver Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila
bahan yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi
(krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan
bronkoskopi.
- Berikan oksigen nasal atau masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan
ventilasi mekanik. Lakukan postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus
dari paru-paru.
- Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3. Ataupun klindamisin 600 mg IV/ 8 jam,
bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin.
- Bila PA didapatkan di rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap
kuman aerob dan anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan
sefalosporin generasi ke 3 atau 4, atau klindamisin.
- Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit bersangkutan.
Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi berdasarkan gambaran
klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau penyesuaian antibiotik .

Associated Pneumonia

 Definisi
Health care-associated Pneumonia (HCAP)/ Ventilator Associated Pneumonia
(VAP) adalah pneumonia yang muncul setelah 48 jam dirawat di rumah sakit atau
fasilitas perawatankesehatan lainnya, dengan tanpa pemberian intubasi tracheal.
Pneumonia terjadi karena ketidakseimbangan pertahanan host dan kemampuan
kolonisasi bakteri sehingga menginvasi saluran pernafasan bagian bawah.

 Etiologi
- Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi kuman
pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering ditemukan,
namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami peningkatan
dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada neonatus. Bakteri penyebab VAP
dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan onset atau lamanya pola kuman.
- Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman gram negatif (Enterobacter
spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratai marcescens),
Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Methicillin Sensitive
Staphylococcus Aureus (MSSA).
- Bakteri kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman
anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin Resistan Staphylococcus
Aureus (MRSA).
- Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter
spp, dan MRSA.

 Patofisiologi
- Insiden VAP tergantung pada lamanya paparan lingkungan dan penggunaan alat
kesehatan tertentu, dan faktor risiko lain.
- Faktor-faktor risiko ini meningkatkan kemungkinan terjadinya VAP dengan cara
meningkatkan terjadinya kolonisasi traktus aerodigestif oleh mikroorganisme
patogen dan meningkatkan terjadinya aspirasi sekret yang terkontaminasi ke dalam
saluran napas bawah.
- Kuman dalam aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran napas
bawah dan di parenkim paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk
menginvasi parenkim paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan
di parenkim paru.

 Manifestasi Klinis
- Demam
- Takikardi
- Sesak
- Batuk

 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Darah Lengkap (Leukositosis)
- Foto Thorax : Terdapat gambaran infiltrat baru ataupun perburukan

 Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)


Bila dari awal pasien masuk ICU sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia
maka diagnosis VAP disingkirkan, namun jika gejala klinis dan biakan kuman
didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi mekanik serta nilai total CPIS >6, maka
diagnosis VAP dapat ditegakkan. Begitupun jika nilai total CPIS ≤6, maka diagnosis
VAP disingkirkan.
 Tatalaksana
- Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan tindakan
yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan perawatan
menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus dilakukan
sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian antibiotik.
- Sebagian besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi yang efektif
menyebabkan peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik harus
disesuaikan dengan epidemiologi dan pola kuman setempat.
- Pada pasien dengan early onset VAP yang sebelumnya belum pernah menerima
terapi antibiotik bisa diberikan monoterapi dengan generasi ketiga sefalosporin.
- Sedangkan pasien yang terkena VAP setelah penggunaan ventilator mekanik
jangka panjang dan telah pernah menggunakan antibiotik sebelumnya memerlukan
antibiotik kombinasi agar dapat mengatasi patogen yang potensial
KOMPLIKASI TB PARU
I. Batasan
 Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara.
Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi
seperti: Batuk darah, Pneumothoraks spontan, Bronkhiektasis, dan Insufisiensi Kardio
Pulmoner.
II. Patofisiologi
 TB PRIMER
Terjadi saat terpapar pertama kali dengan kuman TB , menular melalui percikan dahak
(droplet nuklei). Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap jaringan paru
 TB PASCA PRIMER
Kuman yang dormant pada Tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa(tuberculosis post primer=TB
pasca primer=TB sekunder). Mayoritas terinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, diabetes, AIDS, gagal ginjal.
III. Gejala Klinis
 Demam
 Batuk/batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Malaise
IV. Cara Pemeriksaan/Diagnosis
 Anamnesa
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Radiologis
 Pemeriksaan Laboraturium
V. Diagnosa Banding
 Pneumonia
 Esfusi pleura
 Penyulit/Komplikasi
1. Batuk darah
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada tuberculosis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
2. Pheumothorax spontan ( paru kolaps oleh karena kerusakan jaringan)
 Definisi
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya
suatu penyebab (trauma ataupun iatroganik), ada 2 jenis yaitu :
 Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks spontan primer (PSP) adalah suatu Pneumotoraks yang terjadi
tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya
 Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi
karena penyakit paru yang mendasarinya
 Manifestasi Klinis
 Sesak nafas , yang didapat pada 80-90% pasien
 Nyeri dada yang di dapat pada 75-90&% pasien
 Batuk-batuk, yang di dapat pada 25-35% pasien
 Tidak menunjukkan gejala ( silent) yang terapat sekitar 5-10% dan biasanya pada
PSP
 Pemeriksaan Fisik
 Suara nafas melemah dan menghilang
 Fremitus smelemah sampai menghilang
 Resonansi perkusi dapat normal atau meningkat /hipersonor
 Pemeriksaan Penunjang
 Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia
 Pemeriksaan foto dada
 Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) mungkin diperlukan apabila dengan
pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan.
 Peneriksaan endoskopi (Torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive , tetapi memiliki
sensitivitas yang lebih besar disbanding pemeriksaan CT-Scan
 Diagnosa banding
 Infark myokard
 Emboli paru
 Pneumonia
 Komplikasi
Pneumomediastinum dan emfisema subcutan
 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecendrungan untuk kambuh lagi.
Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah
 Observasi dan pemberiaan tambahan oksigen
 Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan Tube torakostomi.
 Torakotomi

Bronkhiektasis ( merupakanakibat TB paru yang luas)


 Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan
distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan bejalan kronik, persisten atau
ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus,
tulang rawan dan pembuluh darah.
 Manifetasi Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada
luas dan beratnya penyakit. Ciri khasnya adalah batuk kronik disertai produksi sputum,
adanya hemoptisis dan pneumonia berulang.
 Pemeriksaan Fisik
 Kurang Gizi dan anemia
 Dyspneu, sianosis dan jari tabuh
 Ronkhi basah di lobus inferior paru
 Pemeriksaan Penunjang
 Photo toraks PAdan lateral : ditemukan gambaran Honey Comb Appearance/
sarang tawon
 Bronkografi : Nampak kelainan bronkus yang ektasis (tidak rata / menyempit di
beberapa tempat)
 Bronkoskopi : mengetahui bila ada benda asing/ tumor dalam bronkus
 Faal Paru : Kelainan retriksi dan obstruksi
 Diagnosa Banding
 Bronkhitis kronis
 TB paru
 Abses Paru
 Tumor Paru
 Komplikasi
 Haemotisis profuse
 CPCD(Cor Pulmonale Cronicum Decompesata)
 Infeksi Sekunder ( Pneumonia, Abses Paru)
 Penatalaksanaan
 Konservatif : - Antibiotika sesuai penyebab,
 Suportif : memperbaiki keadaan umum, Psikoterapi
 Pembedahan : reseksi bagian yang sakit
4. Insufisiensi Kardio Pulmoner ( Cor Pulmonale Chronocum)
 Definisi
 Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi setrikel kanan akibat hipertensi pulmonal
yang disebabkan penyakit parekim baru dan atau pembuluh darah paru yang
tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Kor pulmonal kronis adalah
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif.
 Manifetasi Klinis
 Tingkat klinis korpulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi
pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal
jantung kanan.
 Diagnosa
 Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditegakan dengan menemukan tanda PPOK :
asidosis dan hiperkapnia,hipoksia,polisitemia. Dan hiperviskositas darah :
hipertensi pulmonal,hipertropi atau dilatasi vertikel kanan dan gagal jantung
kanan.
 Penatalaksanaan
 Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas
 Menurunkan hipertensi pulmonal
 Meningkatkan kelangsungan hidup
 Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya
 Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dapat dilaksanakan adalah
 Terapi oksigen : meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa
terapi oksigen
 Vasodilator.
 Digitalis : digitalis hanya digunakan pada pasien kur pulmonal bila disertai gagal jantung
kiri.
 Diuretika : diuretikan dilakukan bila ada pasien mengalami gagal jantung kanan.
 Flebotomi
 Antikoagulan
VI. Penatalaksanaan
 Promotif
 Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC.
 Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
 Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
 Preventif
 Vaksinasi BCG
 Menggunakan isoniazid (INH)
 Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
 Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.

 Kuratif
Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk
mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat.
Kombinasi obat-obat pilihan adalah
 isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin
(RIF).
 kemoterapi jangka pendek

VII. Prognosis

 Sebelum ditemukan anti tuberculosis, penderita tuberculosis paru mempunyai masa


depan yang suram, seperti halnya penderita kanker paru saat ini. Tetapi sejak
ditemukan obat anti tuberculosis , maka masa depan penderita tuberculosis paru sangat
cerah. Kecuali penderita yang telah mengalami relaps(kekambuhan), atau terjadi
penyulit pada organ paru dan organ lain di dalam rongga dada, maka penderita-
penderita demikian banyak yang jatuh ke kor pulmonal. Bila terbentuk kaverne yang
cukup besar, kemungkinan batuk darah hebat dan dapat menimblkan kematian.

TB dengan HIV
• Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu infeksi paling sering pada penderita
HIV/AIDS.
Pasien ko-infeksi TB-HIV adalah pasien TB dengan HIV positif dan ODHA
dengan TB
• Etiologi
TB meningkatkan progresivitas HIV karena penderita TB dan HIV sering
mempunyai kadar jumlah virus yang tinggi. Pada keadaan koinfeksi terjadi
penurunan imunitas lebih cepat dan pertahanan hidup lebih singkat walaupun
pengobatan TB berhasil. Ada tiga
mekanisme yang menyebabkan terjadinya TB pada penderita HIV, yaitu
reaktivasi,
adanya infeksi baru yang progresif serta terinfeksi.
Penderita TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibandingkan
HIV tanpa TB. Obat antivirus HIV (ART) menunrunkan tingkat kematian pada
pasien TB/HIV
 Patofisiologi
Pada penderita HIV jumlah fungsi sel CD4 menurun secara progresif, serta
gangguan pada fungsi makrofag dan monosit. CD4 dan makrofag merupakan
komponen yang memiliki peran utama dalam pertahanan tubuh terhadap
mikobakterium. Salah satu activator replikasi HIV di dalam sel limfosit TB adalah
tumor necrosis factor alfa. Sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang aktif dan
dalam proses pembentukan jaringan granuloma pada TB. Kadar bahan ini 3-10
kali lebih tinggi pada mereka yang terinfeksi TB dengan HIV-AIDS dibandingkan
dengan yang terinfeksi HIV saja tanpa TB.
Tingginya kadar tumor necrosis factor alfa ini menunjukkan bahwa aktivitas virus
HIV juga dapat meningkat, yang artinya memperburuk perjalanan penyakit AIDS.
Pada penelitian lain dijumpai adanya peningkatan kadar beta 2 mikroglobulin
pada penderita HIV/AIDS dengan TB
 Gejala Klinis
Batuk tidak merupakan gejala utama pada pasien TB dengan HIV (batuk jarang
dijumpai)
Pasien diindikasikan untuk pemeriksaan HIV jika
1. BB turun drastic
2. Sariawan/stomatitis berulang
3. Sarkoma Kaposi
4. Riwayat perilaku resiko tinggi seperti NAPZA suntikan, homoseksual, waria,
pekerja seks, pramuria panti pijat
• Pemeriksaan fisik
Kelainan pada TB paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal
permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan.
1. TTV
2. Pemeriksaan head to toe
3. Manifestasi klinis TB pada HIV/AIDS menyerupai akibat infeksi lain, berupa demam
berkepanjangan (100%), penurunan berat badan dramatis (74%), batuk (37%), diare
kronis (28%), meningitis (12%), sesak nafas (5%), Hematochezia (3,5%), Obstruksi
saluran cerna (2,6%).
• Pemeriksaan penunjang
1. DL lengkap (limfositosis/monositosis, LED meningkat, Hb turun)
2. Pmx mikroskopis kuman TB atau kultur sputum/dahak (SPS)
3. Foto thorax PA-Lateral
4. Pemeriksaan kadar CD4
5. Uji anti HIV
• Ddx
1. Kriptokokosis
2. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP)
3. Aspergillosis
 Tatalaksana
• Farmako
1. Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV
2. Diberikan OAT dan ARV (antiretroviral) dengan mendahulukan obat TB untuk mengurangi rasa
sakit dan kematian. Pengobatan ARV sebaikya dimulai segera dalam waktu 2-8 minggu pertama
serelah dimulainya pengobatan TB
3. Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis kotrimoksasol dengan dosis 960mg/hari
dosis tunggal selama pemberian OAT
4. Pemberian tiasetazon berbahaya karena dapat efek toksis berat pada kulit
5. Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat sutuk sekli pakai yang steril
 Non farmako
1. mebiasakan hidup sehat
2. menjaga lingkungan agar tetap bersih
3. Mengkonsumsi obat-obatan secara teratur
• Komplikasi
1. Limfadenopati
2. Efusi pleura
3. Penyakit pericardial
4. TB Miller
5. Meningitis TB
TB Ekstraparu
Faktorresiko
• Usia
• Jeniskelamin
• Infeksi HIV
• Komorbilitasdiantaranyapenyakitginjalkronik, DM, ataukondisiimunosupresi
Pathofisiology
Penyebarantuberkulosisekstraparu :
• Limfogen
• Hematogen
• Inokulasilangsungdari specimen infeksius pada lesi di kulit
• Penyebaranketempatsekitarlesi
Gejala dan tanda

Pemeriksaanpenunjang
• Tanda dan gejalaklinis
• Pemeriksaanmikrobiologi
(Apusan BTA, TCM, PCR, kultur)
• Gambaranhistopatologi
(AJH/biopsilesi)
• Pemeriksaanpenunjang lain: analisiscairan pleura, ADA, IGRA, dll
• Foto Thorax (harusdilakukan)
TB kelenjargetahbening
Terapi
• Terapilimfadenitistuberkulosasamadenganpengobatan TB paru
• Tidakterdapatperbedaanangkakesembuhanmaupunangkakekambuhanantara lama
pengobatan 6 bulandengan 9 bulan.
TB pleura

Terapi
• Pengobatan TB pleura samadenganpengobatan TB parudenganpaduan 2RHZE/4RH
• Evakuasicairanseoptimalmungkin
• Kortikosteroiddilaporkantidakmempunyaimanfaat pada faseresolusiefusi pleura selama
8 minggu
• Kortikosteroidmengurangirisikoterjadinyapenebalan pleura sebesar 31%,
namuntidakbermaknadalamhal uji fungsiparu
• Note : R, rifampicin, H, isoniazid, Z, pyrazinamide, E, ethambutol
TB system sarafpusat

Terapi
• Terapidiberikanselama 9-12 bulan
Regimen 2 RHZE/7RH
• Penggunaankortikosteroiddengandeksametasoneatauprednisolon yang di tapering off 6-
8 mingguharusdiberikan
• Deksametason (0,2-0,4 mg/kg) di tapering off selama 6-8 minggu
• Prednison 1mg/kg selama 3 minggu dan di tapering off selama 3-5 minggu
TB peridardium

Terapi
• Pericardial windowterbuka
• Panduan terapisamadengan TB paruyaitu 2RHZE/4RH
• Kortikosteroid:
• Deksametason (0,2-0,4 mg/kg) di tapering off selama 6-8 minggu, atau
• Prednison 1mg/kg selama 3 minggu dan di tapering off selama 3-5 minggu
TB abdomen
Gejalaklinis:
• Nyeri perut,
• Penurunanberat badan,
• Diare/konstipasi,
• Diare,
• Darah pada rectum (hematoschezia),
• Nyeri tekan abdomen,
• Massa abdomen, dan
• Limfadenopati.
• Organ yang paling seringterlibat : ileum terminal, karenabanyaknyakalenjargetahbening
di daerahtersebut.
• Lesi yang seringditemukan :ulkus dan penyempitan lumen usus.
• Pemeriksaanfisik :nyeritekan abdomen difus, doughy abdomen,hepatomegali dan asites

TB saluran genital
• Diagnosis sulitkarenagejala non spesifik
• Isolasiorganismedariurinataubiopsijaringan
• OAT standarselama 6 bulan pada kasus non komplikasi dan 9-12 bulan pada
kasusdengankomplikasi
TB tulang dan sendi
• Gold standardenganditemukanbiakankumandarijaringantulangataucairansinovial
• Spondilitis TB dilakukanpemeriksaanaspirasijarumhalus dan biopsi
• MRI diperlukanuntukmelihatperluasanlesi
• Lama pengobatan 9-12 bulan
TB kulit
• Diagnosis dilakukandenganbiopsi
• Gold standardenganbiakanmikrobakterial
• Terapisamadengan TB paru (regimen standar)

Tata laksana TB ekstraparu


• Terapidapatdimulaitanpamenungguhasil kultur bila :
• Gambaranklinissesuaidengan TB
• Histopatologisesuaidengan TB
• Regimen OAT standardengan lama 6 bulan
• Rekomendasi lama terapi
• Meningitis TB  9-12 bulan
• TB tulang dan Sendi 9 bulan
• TindakanBedahdiindikasikan pada TB ekstraparudengankomplikasi (spondilitis
TB, empyema TB, endometriosis TB, DLL)
• Tindakanbedahdilakukan minimal 2 minggusetalahterapi OAT
• Kortikosteroiddirekomendasikan pada TB pericardial dan meningitis
• Deksametason (0,2-0,4 mg/kg) di tapering off selama 6-8 minggu
• Prednison 1mg/kg selama 3 minggu dan di tapering off selama 3-5 minggu
TB MDR

 DEFINISI
o TBC resistanObatadalah TBC yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis yang telahmengalamikekebalanterhadap OAT.
o Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) atau TBC MDR adalah TBC
resistanObatterhadap minimal 2 (dua) obat anti TBC  yang paling
potenyaituIsoniazhide dan
Rifampisinsecarabersamasamaataudisertairesistenterhadapobat anti TBC
linipertamalainnyasepertietambutol, streptomisin dan pirazinamid.
o Extensively Drug Resistant Tuberculosis atau XDR TBC adalah TBC MDR
disertaidengankekebalanterhadapobat anti TBC
linikeduayaitugolonganfluorokuinolon dan setidaknyasatu  obat anti TBC
linikeduasuntikansepertikanamisin, amikasinataukapreomisin.

 ETIOLOGI
o Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) adalahkasustuberkulosis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis resisten minimal
terhadaprifampisin dan isoniazid secarabersamaan,
denganatautanpaobatantituberkulosis (OAT) lini I yang lain.
o Resistanterhadapobat anti TBC dapatterjadipemberianobat yang
tidaktepatyaitupasientidakmenyelesaikanpengobatan yang diberikan,
petugaskesehatanmemberikanpengobatan yang tidaktepatbaikpaduan,
dosis, lama pengobatan dan kualitasobat,demikian pula
adanyakendalasuplaiobat yang tidakselalutersedia.
o Tidakteraturmenelanobat
o Menghentikanpengobatansebelumwaktunya
o Tidakmematuhianjurandokter/ petugas Kesehatan
o Gangguanpenyerapanobat
o Tertulardaripasien TB-RO

 GEJALA
o Gejala TB-RO samadengan TB biasa,
namunkumanpenyebabnyasudahkebalobat!
o Gejalautama
o - Batukterus-menerus
o Gejalalainnya
o - Demammeriangberkepanjangan
o - Sesaknafas dan nyeri dada
o - Berat badan menurun
o - Kadangdahakbercampurdarah
o - Nafsumakanmenurun
o - Berkeringat di malamharimeskitanpakegiatan
 PATOFISIOLOGI
o Resistensiiniterjadiakibatadanyadindingsel yang sangathidrofobik dan
berperansebagai barrier permeabilitas. Mycobacterium tuberculosis (Mtb)
memilikikemampuanuntukmengembangkanresistensisecaraalamiahterhada
pberbagaiantibiotika. Mtbmengembangkanmekanismeresistensi yang
berbedadenganbakteri lain pada umumnya.
Resistensihanyaakanmenguntungkanbakteri pada saatterpapardenganobat
target. Pada paparan OAT yang tidakadekuat, bakteri yang sensitifakanmati
dan
bermutasikemudianakanberkembangbiakdenganpesattanpaadanyapersaing
an yang berartidalamhalnutrisi.

MACAM-MACAM MEKANISME REAKSI OAT

o MekanismeresistensiterhadapIsoniazide (H
IsoniazideaktifterhadapM.tuberculosis, M. bovis dan M.kansasii,
bersifatbakterisidal pada basil yang aktif dan bakteriostatik pada kuman
yang metabolismenyatidakaktif. Isoniazidemasukkedalamsel M. tuberculosis
dalambentuk pro-drug, bahan yang belumaktifsebagaiobat. .Kemudian INH
akandiubahmenjadimetabolit yang aktifsebagaizat antituberculosis oleh
enzimkatalase-peroksidase (katG) yang dimiliki oleh bakteri. .katGdikode
oleh gen katG. Jadi ketikaadamutasi yang melibatkan gen
katGmakaakanberhubungandenganresistensi M. tuberculosis terhadap INH.

o MekanismeresistensiterhadapRifampisin (R)
Rifampisinmerupakanobat yang paling poten dan
memilikispektrumluas yang dimilikidarisekianjenis OAT,
sertadapatberdiffusikedalamjaringan,
selmanusiaataupunbakterisehinggasangatefektif. Sebagian besarisolatklinis
M. tuberculosis (Mtb) yang resistenterhadaprifampisinterjadimutasi yang
menyebabkanmenyebabkanterjadinyapenurunanafinitasterhadaprifampisin.

o Mekanisme resistensi terhadap Etambutol


Resistensi etambutol pada Mtb paling sering dikaitkan dengan
mutasi pada gen, mutasi ini telah ditemukan pada 70% strain yang resisten.

o MekanismeresistensiterhadapPirazinamid
PirazinamidbertanggungjawabuntukmembunuhkumanMtb yang
semi dorman yang tidakmampudibunuh oleh obatantituberkulosislainnya.
Aktivitaspirazinamidspesifikuntukkumanmikobakteriumtuberkulosis dan
tidakmemilikiefekterhadapmikobakteriumlainnya. Target
utamadaripirazinamidadalahenzim yang berperandalamsintesisasam lemak.
Pirazinamidmerupakan pro drug yang
harusdikonversimenjadibentukaktifnyasehinggamenyebabkanterganggunyas
intesis lemak dan pirazinametidakdapatmenjadibentukaktif.
ApabilaPirazinamidetidakdapatberubahmenjadibentukaktifmakasintesisasa
m lemak tidakterganggu dan menyebabkan resistensi Mtb terhadap
Pirazinamide.

o MekanismeresistensiterhadapStreptomisin (S)
Proses resistensi pada streptomisinkarenaterjadinyamutasi gen
dengan target utamadarikerjastreptomisinadalahmekanisme pada
tingkatribosom. Streptomisinakanberinteraksidenganribosom yang
akanmenyebabkanterjadinyaperubahan pada ribosom dan
menyebabkanterjadinya misreading pada mRNA(messenger Ribonucleat
Acid) makaterjadiresistensiterhadapstreptomisin. (Nofriyanda, 2010).

 DIAGNOSIS
o ANAMNESIS
Gejalapernapasan (nyeri dada, sesaknapas, hemoptisis) dan/atau
Gejalasistemik (demam, tidaknafsumakan, penurunanberat badan,
keringatmalam dan mudahlelah
o PEMERIKSAAN FISIK
- Demam (pada umumnyasubfebris, walaupunbisa juga tinggisekali)
- Respirasimeningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya<18,5).
- Pada
auskultasiterdengarsuaranapasbronkhial/amforik/ronkhibasah/suarana
pasmelemah di apex paru, tergantungluas, jenislesi dan kondisipasien.
- Pada pleuritis TB, tergantungbanyaknyacairan di rongga pleura. Pada
perkusiredupataupekak,
auskultasisuaranafasmelemahsampaitidakterdengar pada sisi yang
adacairan
- Pada limfadenitis TB, terlihatkelenjargetahbening, tersering di
daerahleher, kadang di ketiak.
o PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkanberdasarkan anamnesis, pemeriksaanfisik dan
pemeriksaanpenunjang
o PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Diagnosis TB Resistanobat, TBC MDR
dilakukandenganmenggunakantescepatdenganmetode PCR (Xpert
MTB/RIF), pemeriksaanbiakanserta uji kepekaankumanterhadapobat
TBC (Drugs  Sensitivity  Test/DST).
- Fotothorax : di apex paruterdapatgambaranbercak-
bercakawandenganbatas yang
tidakjelasataubiladenganbatasjelasmembentuktuberkuloma
 TATALAKSANA
PaduanPengobatan TB RO :
o PaduanJangkaPendek
- 4-6 Km – Mfx – Eto (Pto) – H (DT)  - Cfz – E – Z / 5 Mfx – Cfz – E – Z
- tahapawalselama 4 – 6 bulan dan tahaplanjutanselama 5 bulan
o Paduan Individual
- Pasien TB RO yang
tidakdapatdiberikanpaduanjangkapendekakanmendapatkanpaduan
individual
- Paduan individual terdiridarisetidaknya 5 obatefektifyaitu 4 obat inti
linikeduaditambahpirazinamid (Z).
- Lama Pengobatan 20 – 24 bulan
o Cara Pemilihan Paduan Individual :
- 1 obatdarigrup A
- 1 obatdarigrup B
- Sisanyadarigrup C, D2 atau D3 sampaiterpenuhisejumlah 5 obatefektif

MIKOSIS PARU

 DEFINISI
o Mikosisparumerupakangangguanparu dan/atausalurannapas yang
disebabkan oleh infeksijamur, kolonisasi,
maupunreaksihipersensitifterhadapjamur
o Mikosisparu yang paling seringdilaporkanadalahaspergilosis, pneumonia
pneumosistis, kriptokokosis, histoplamosis dan kandidosis.Jamurudara,
khususnya aspergillus,
merupakanpenyebabutamamikosisparumaupunpenyakitalergisalurannapas.
o Faktorresiko :
Penyakitparukronis,
kondisiimunokompromistermasuk HIV, kolonisasijamur,
terpasangnyaalatmedisinvasif,
penggunaanjangkapanjangantibiotikaspektrumluas, kortikosteroidsistemik,
obatsitostatikasertaperawatan di ruangintensif.

 ETIOLOGI
o Terdapatinfeksijamur, kolonisasi, maupunreaksihipersensitifterhadapjamur
o Mikosis primer: Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum, Blastomyces
dermatitidis,  dan Paracoccidioides brasiliensis.
o Mikosisoportunistik: kriptokokosis,  candidiasis, aspergillosis, zigomikosis,
phaeohyphomycosis,  dan  hyalohyphomycosis.

 GEJALA
o Pada yang simtomatikgejaladapatberupabatuk,
batukkronikdengandahakmukoidataupurulen, batukdarah, kadang-
kadangdisertaisesaknapas, nyeri dada dan demamakut.
Keluhanpasienumumnyasamadengankeluhanpenyakitparu pada umumnya.
Gejala yang munculdapatdemam, batukbiasanyaproduktif, nyeri dada
ataunyeripleiritik. Dispneamenyebabkankegagalanpernafasan.
o Gejalaobstruktifdariadenopati mediastinum dapatditemukan.
Hemoptisisterjadiakibat aspergillosis invasifataumucormycosis.

 PATOFISIOLOGI

Inhalasikonidia(spora)

Bisa di bunuh Ada yang lolos


oleh
makrofagalvolar

Menjadihifa yang matang


(mengeluarkantoksin)

Penyebaran
sistemik

 DIAGNOSIS
o Gejala: gejala batuk, demam, penurunanberat badan, nyeri dada,
hinggasesaknapas.
o Anamnesis :Biasaterjadi pada pasien yang
sudahmempunyaikelainananatomis pada paru,
misaladakavitaskarenatuberkulosisparu, bronkiektasis, absesparu, tumor
paru.
o Pemeriksaanfisik: Pada pemeriksaanfisik,
mikosisparusulitdibedakandenganpenyakitparulain, tergantung pada
kelainananatomi yang terjadi pada paru.
o Pemeriksaanpenunjang:
- pemeriksaanradiologiadalahfoto thorax dan CT scan thorax
Gambaran yang khasdapatterlihat pada aspegilomayaitu fungus ball
di dalamkavitas.
- CT
angiografidapatmembantumemberikaninformasitentangpasiendenganh
emoptisisdenganmengidentifikasiarteribronkial yang
mengalamihipertrofioleh karenamensuplaidarah pada
dindingkistadariaspergiloma.
- Kultur Sputum
Spesimenpenderitasebagaibahanpemeriksaan,
melaluitindakanbronkoskopiuntukmendapaticairanbilasanbronkus (BAL)
Spesimen juga bisadidapatkanmelaluitindakan TTB (transthoracial
biopsy) ataudenganbiopsiterbuka (open lung biopsy). (paling
pentinguntukmendiagnosa)

 TATALAKSANA
o Farmakologi
1. GolonganPolien
Golonganpolientermasukamfoterisin-B (AmB), nistatin dan
natamisin.
- Cara
kerjanyaadalahmerusakmembranseljamurdengancaraberikatandengan
ergosterol (komponenpentingdindingsel),
sehingapermeabilitasselularmeningkat dan terjadikebocoranisisel yang
berakibatkematianjamur (efekfungisidal)
- Dosis:Dosisstandar Am-B deoksikolatadalah 0,7-1 mg/kgBB/hari.
Dosisstandar Am-B formula lipid adalah 3- 6 mg/kgBB/hari.
2. Flusitosin
Turunanpirimidininiaktifterhadapinfeksi Candida, Cryptococcus. Cara
kerjanyadenganmengganggusintesisasamnukleat
3. GolonganAzol
a.imidazol (misalnyaklotrimazol, mikonazol dan ketokonazol)
b. triazol (flukonazol, itrakonazol, vorikonazol dan posakonazol)
- Cara kerjaobatgolonganazoladalahdenganmengganggusintesis
ergosterol,
suatukomponenpentingdalammembranseljamur.Efekiniterjadimelal
uipenghambatanenzim lanosterol 14-alfa demetilase yang
berperanmengubah lanosterol menjadi ergosterol,
sehinggaterjadigangguanstruktur dan fungsi normal membransel
- Dosis: variconazole : loading dose (x2 dosis) 6 mg/kg tiap 12 jam.
Dilanjutkandengan oral 400 mg tiap 12 jam.
4. GolonganEkinokandin
Ekinokandinmerupakanantijamurgolonganbaru,
carakerjanyamelaluipenghambatansintesisenzim 1,2-beta-D dan 1,6-beta-D-
glucansynthase.Enzimitupentingdalamproduksiglukan
(komponenpentingdindingseljamur) yang
mengakibatkanketidakstabilanosmotiksehinggaseljamurtidakdapatmempert
ahankanbentuknya dan berujung pada kematianjamu
• Non farmakologi:pembedahan (definitifuntukaspergiloma)
MAPPING PATHOFISiologi

Orang yang terinfeksi aktif


TBC
Gangguan rasa
droplet
nyaman

Basil Tuberculosis memasuki saluran pernafasan batuk


(Myobacterium tuberculosis)
Ketidak efektifan
Menembus mekanisme pertahanan sistem kebersihan jalan nafas
respirasi dan berkolonisasi di saluran nafas

Peningkatan sekret
Mengaktifasi respond imun di salura nafas
dan menyebabkan inflamasi

fibrosis
Sel T dan jar.fibrosa membungkus makrofag
dan basil Tuberculosis (ingesti)

Timbul jaringan parut


Turberke

Alveolus tidak kembali saat ekspirasi


kalsifikasi

eksudas Gas tidak dapat berdifusi dengan baik

Nekrosis pengkejuan
Gangguan pertukaran
gas
Iritasi Kalvitasi kuman
sesak
Komplikasi
Pembuluh darah pecah Infeksi menyebar ke
seluruh tubuh scr
hemapto limphogen,bronk
Sembuh hogen dan KetidakPengobatan
efektifan manajemen
Sembuh total
dengan hematogen regimen terapeutik keluarga
Memicu pembentukan
serotonin

Nerangsang melanocortin
Peningkatan triptofan
di hipotalamus

anoreknia
Masuk ke

Asupan nutrisi kurang


fatique

Berat badan turun

Ketidak seimbangan
nutrisi

Infeksi post
primer Muncul kembali ketika
kondisi tubuh menurun

Diresorpsi kembali atau


Meluas sembuh dengan
sembuh
jaringan fibrotik

Membentuk jaringan keju

Memadat dan membungkus diri


Kavitas meluas tuberkuloma Bersih dan sembuh
Mapping Patofisiologi TB paru

Factor resiko
Umur (usiaproduktif)
Perokok
Jenispekerjaan
Ekonomi social
Gizi
Lingkungan
Pengetahuantbrendah

Meningkatkanresikoterinfeksi

(Masainkubasi 2-12 minggu)

batuk

menginfeksi
Paparan
droplet

Latency
(bakteridormansi)

Inhalasi
Imunitasm Bakteriaktif Imunitas
droplet
enurun menurun
oleh
orang
sehat

Imunitas
optimal

Latency
(bakteridormansi)

Anda mungkin juga menyukai