Anda di halaman 1dari 19

BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

No. ID dan Nama Peserta : dr. Bella Anggraeni Sari


No. ID dan Nama Wahana : RS TK.II Pelamonia Makassar
Topik : Atrial Fibrilasi
Tanggal (kasus) : 17 Mei 2019
Nama Pasien : Ny. S. A No. RM : 640269
Tanggal Presentasi : 29/ Juli 2019 Pendamping: dr. Asniwati A. Malkab
Tempat Presentasi : RS TK.II Pelamonia Makassar
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien perempuan 54 tahun mengeluh berdebar debar dan memberat apabila
melakukan aktifitas berat

Tujuan: Mendiagnosa pasien Atrial Fibrilasi dan memberikan penanganannya


Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Ny. S. A No.Registrasi: 640269


Nama klinik RS TK.II Pelamonia Makassar
Data utama untuk bahan diskusi:
Pasien perempuan 54 tahun mengeluh berdebar debar dan memberat apabila melakukan aktifitas
berat. Nyeri ulu hati sejak seminggu yang lalu, nyeri dirasakan memberat 3 hari yang lalu. Mual
(+), Muntah (-), sesak (+) dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Batuk berdahak (+) sejak 10 hari
yang lalu, dahak berwarna putih. Flu (-),demam (-).
BAB: Biasa,kuning, BAK: lancar, kuning
Riwayat Penyakit Hipertensi 3 tahun yang lalu tapi tidak berobat teratur
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (Tidak ada)
Riwayat berobat (+) obat hipertensi tapi tidak teratur
Daftar pustaka
1. Wyndham CRC (2000). "Atrial Fibrillation: The Most Common arrhythmia".Texas Heart
Institute Journal27 (3): 257-67.
2. "Atrial Fibrillation (for Professionals)".American Heart Association, Inc. 2008-12-
04.Archived from the original on 2009-03-28.
3. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS, et al. (2006). "ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for the
Management of Patients with Atrial Fibrillation: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines and the European
Society of Cardiology Committee for Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the
2001 Guidelines for the Management of Patients With Atrial Fibrillation): developed in
collaboration with the European Heart Rhythm Association and the Heart Rhythm Society".
Circulation114 (7): 257–354.
4. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB.(2003). "Relationship between
left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with nonvalvular chronic
atrial fibrillation and atrial flutter".Circulation Journal 67 (1): 68–72.
5. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship between left
atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic atrial
fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.
6. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan Weyman
AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A prospective
echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–7.
7. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml. Ed.3.
Jakarta. EGC, 1522-27.
8. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality: United
States, 1980-1998". Am.J. Epidemiol.155 (9): 819–26.
9. Blackshear JL, Odell JA (February 1996)."Appendage obliteration to reduce stroke in cardiac
surgical patients with atrial fibrillation". Ann.Thorac.Surg.61 (2): 755–9.
10. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic assessment of
chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study". Neurology 28 (10): 97
11. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-712.
12. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Penyakit Atrial Fibrilasi
2. Penanganan Penyakit Atrial Fibrilasi
3. Edukasi pasien dengan Atrial Fibrilasi
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif:
Pasien perempuan 54 tahun mengeluh berdebar debar dan memberat apabila melakukan aktifitas
berat. Nyeri ulu hati sejak seminggu yang lalu, nyeri dirasakan memberat 3 hari yang lalu. Mual
(+), Muntah (-), sesak (+) dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Batuk berdahak (+) sejak 10 hari
yang lalu, dahak berwarna putih. Flu (-),demam (-).
BAB: Biasa,kuning, BAK: lancar, kuning

2. Obyektif:
 Status Generalis
Sakit sedang/gizi baik/composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah : 190/100mmHg
Nadi : 160 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : 36, 5oC

Kepala
Mata : anemis (-), ikterus (-),pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm,
RC +/+
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran
DVS : R-2 cmH20
Deviasi trakea : tidak ada
Tidak didapatkan massa tumor
Tidak ada nyeri tekan.
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor R=L
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler R=L, ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1/S2 reguler,murmur (-)

Abdomen :
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Palpasi :MT(-), NT(-)
Hepar/Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium

Normal
Test Result Test Result Normal value
value

7.0 x 4.0 – 10.0 x


WBC Ureum 13 10-50
103/uL 103

4.49 x 4.0 – 6.0 x


RBC Kreatinin 0,77 0,5-1,2
106/uL 106

HGB 14.1 g/dL 12 – 16 Troponin T <0.01 <0,01

HCT 42% 37 – 48 CK 81.00 <190

271x 150 – 400 x


PLT CKMB 18.5 <25
103/uL 103

GDS 178 mg/dL <140 Na 146 136-145

SGOT 20 <38 K 3,4 3,5-5,1

SGPT 15 <41 CL 114 97-111

 Foto thoraks
- Corakan bronkovaskular dalam batas normal
- Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
- Cor membesar dengan cardiothoracic index 0,63, aorta normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
- Kesan : Cardiomegaly

 EKG

Interpretasi:
• Ritme : Supraventrikular rhythm, irregular
• Heart Rate : 85 bpm
• Axis : +300(Normoaxis)
• Gelombang P : sulit dinilai
• PR Interval : sulit dinilai
• QRS kompleks : 0,08 detik
• ST Segmen : tidak ada elevasi
• Gelombang T : T inverted pada lead V3-V6
Kesimpulan : Atrial Fibrilasi Normal Ventrikular Response (HR 85 x/menit), Normoaxis
c. Planning

 IVFD NaCL 0,9 %500cc/24 jam


 Lasix 2 amp
 Candesartan 16 mg 1x1
 Letonal 25 mg 1x1
 Amlodipin 10 mg 1x1
 Simarc 2 mg 1x1
 Nitrokaf Retard 1x1
 Fargoxin 24 jam/IV
3. Assesment (Penalaran klinis) :
2.1. Definisi
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan
ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar
350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardisupraventrikuler
dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan
ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung2,5,6.
2.2 Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya
adalah5,6 :
 Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal
chronic)
6. Tumor intracardiac
 Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
 Proses infeksi
1. Demam dan segala macam infeksi
 Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositoma
 Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
 Iskemik Atrium
1. Infark miocardial
 Obat-obatan
1. Alkohol
2. Kafein
 Keturunan/genetic

2.3 Patofisiologis
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet reentry.
Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang.
Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis
superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan
sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial
aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,14.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang
dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentrytidak tergantung
pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit
banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,
sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya
ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium
biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan
konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan
peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF7,9,14.

Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets Reentry Atrial Fibrilasi
2.4 Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu2 :
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini
merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru
pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama
kalikurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga
mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam
tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari
kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi


Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga sering
diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF kronik. AF akut
dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF
kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam.

2.5 Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah,
dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit
katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow
ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo ventricular
respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular
respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil
sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.

2.6 Pemeriksaan penunjang


7. . Pemeriksaan Fisik :
g. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah,
dan pernapasan meningkat.
h. Tekanan vena jugularis.
i. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
j. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit
katup jantung.
k. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
l. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
8. Laboratorium :
f. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
g. TSH (Penyakit gondok)
h. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
i. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
j. PT/APTT.
9. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
e. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow
ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo ventricular
respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular
respon (RVR).
f. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil
sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
g. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
h. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
10. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
11. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.
2.7 Diagnosis Banding
 Atrial Flutter
Atrial flutter merupakan salah satu bentuk aritmia yang disebabkan oleh gangguan konduksi
pada nodus atrioventricular (AV). Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan yang hampir
sama dengan atrial fibrilasi. Namun, pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya
denyut jantung sekitar 150 kali/menit dan irama regular atau sedikit ireguler. Temuan hasil
EKG juga dapat membedakan atrial flutter dengan atrial fibrilasi.
 Atrial Takikardi
Atrial takikardi merupakan supraventrikular takikardi yang bisa terjadi pada individu dengan
kondisi jantung normal atau pada penyakit jantung kongenital. Pada kondisi ini biasanya
ditemukan tanpa keluhan atau adanya keluhan palpitasi tiba-tiba, pusing, dyspnea, atau
kelelahan umum. Temuan fisik yang bisa didapat adanya denyut nadi yang cepat dan bisanya
regular. Pada hasil EKG biasanya ditemukan interval PR yang lebih pendek dibanding
interval RP.
 Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)
Sindrom WPW merupakan kondisi kongenital yang terjadi pada usia muda (anak-anak
sampai dengan dewasa muda). Keluhan yang biasa dialami adalah adanya nyeri dada,
palpitasi, kesulitan bernapas. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya denyut nadi
yang sangat cepat namun regular, sehingga sulit dihitung secara manual.

2.8 Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan irama
jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah adanya
komplikasi tromboembolisme.Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang
dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata
laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut
jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion)8,10.
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah
adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan
atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari
berbagai macam, diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses
pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.
Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak
konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin
di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang
kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini
adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam
trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari
trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama
faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung


Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan
denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat
tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih
efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang
abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian
ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung
dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati
Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama
dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu
pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus
sinus rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan
pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah
utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat
elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi pada
maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk
membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di
jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.
2.9 Prognosis
Prognosis atrial fibrilasi dengan komplikasi adalah kurang baik. Atrial fibrilasi dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang serius, seperti stroke, dementia, gangguankognitif, gagal
jantung, infark miokard, bahkan kematian.
PATHWAY

Faktor usia, obat-obatan Kardiomiopati, Pericarditis, miocarditis


(alkohol), keturunan atau genetik tumor intracardiac

Kelaianan katup atrium

Resistensi atrium dextra

Suplai O2 otak mennurun


Vol. Atrium meningkat

Sinkop Pengosongan atrium inadekuat Palpitasi

ADL menurun Atrial fibrilasi (AF) Sesak nafas

Tachicardi supraventrikel dextra Ketidakefektifan pola nafas

Pengisian darah keparu-paru

Renal flow menurun Suplai darah jaringan menurun


Atrial flow velocities menurun

RAA meningkat Suplai darah jaringan menurun


Trombus atrium sinistra
Aldesteron meningkat Metabolisme anaerob
Disfungsi ventrikel sinistra
ADH meningkat Asidosis metabolik

Penurunan curah jantung


Retensi Na++ H2o Penimbunan asam laktat dan
ATP menurun

Kelebihan volume cairan


fatigue

Intoleransi aktivitas

Algoritma Atrial Fibrilasi


4. Plan :

 Cek Darah Rutin


 Foto Thoraks
 EKG
Diagnosis Kerja
Atrial Fibrilasi Normal Ventricular Response + Hipertensi grade II
Terapi
 IVFD NaCL 0,9 %500cc/24 jam
 Lasix 2 amp
 Candesartan 16 mg 1x1
 Letonal 25 mg 1x1
 Amlodipin 10 mg 1x1
 Simarc 2 mg 1x1
 Nitrokaf Retard 1x1
 Fargoxin 24 jam/IV
 Rawat ICU untuk perbaikan keluhan pasien.

Prognosis
 Dubia ad Malam

Tujuan Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan atrial fibrilasi adalah penurunan risiko thromboembolik,
mengontrol irama jantung, dan mengontrol laju denyut jantung.

Edukasi pada Pasien


Rutin melakukan pemeriksaan ke dokter sebulan sekali dan menjaga pola hidup sehat, seperti melakukan
aktivitas fisik, menjaga pola dan jenis makanan.

Konsultasi : Konsultasi dokter spesialis jantung


Kontrol :

Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan

Follow up Dilakukan setiap bulan selama pasien Perbaikan dari gejala yang
keadaan pasien kontrol di poli jantung RS Tk.II Pelamonia dialami pasien.
Makassar

Nasihat Setiap control Diberikan kepada pasien dan


keluarga pasien agar kualitas
hidup pasien membaik

Makassar,29 Juli 2019

Peserta, Pendamping,

dr.Bella Anggraeni Sari dr. Asniwati A. Malkab

Anda mungkin juga menyukai