2. Obyektif:
Status Generalis
Sakit sedang/gizi baik/composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah : 190/100mmHg
Nadi : 160 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : 36, 5oC
Kepala
Mata : anemis (-), ikterus (-),pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm,
RC +/+
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran
DVS : R-2 cmH20
Deviasi trakea : tidak ada
Tidak didapatkan massa tumor
Tidak ada nyeri tekan.
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor R=L
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler R=L, ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1/S2 reguler,murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Palpasi :MT(-), NT(-)
Hepar/Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Normal
Test Result Test Result Normal value
value
Foto thoraks
- Corakan bronkovaskular dalam batas normal
- Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
- Cor membesar dengan cardiothoracic index 0,63, aorta normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
- Kesan : Cardiomegaly
EKG
Interpretasi:
• Ritme : Supraventrikular rhythm, irregular
• Heart Rate : 85 bpm
• Axis : +300(Normoaxis)
• Gelombang P : sulit dinilai
• PR Interval : sulit dinilai
• QRS kompleks : 0,08 detik
• ST Segmen : tidak ada elevasi
• Gelombang T : T inverted pada lead V3-V6
Kesimpulan : Atrial Fibrilasi Normal Ventrikular Response (HR 85 x/menit), Normoaxis
c. Planning
2.3 Patofisiologis
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet reentry.
Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang.
Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis
superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan
sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial
aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,14.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang
dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentrytidak tergantung
pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit
banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,
sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya
ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium
biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan
konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan
peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF7,9,14.
Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets Reentry Atrial Fibrilasi
2.4 Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu2 :
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini
merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru
pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama
kalikurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga
mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam
tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari
kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
2.5 Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah,
dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit
katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow
ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo ventricular
respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular
respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil
sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.
2.8 Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan irama
jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah adanya
komplikasi tromboembolisme.Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang
dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata
laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut
jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion)8,10.
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah
adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan
atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari
berbagai macam, diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses
pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.
Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak
konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin
di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang
kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini
adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam
trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari
trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama
faktor II, VII, IX dan X.
Intoleransi aktivitas
Prognosis
Dubia ad Malam
Tujuan Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan atrial fibrilasi adalah penurunan risiko thromboembolik,
mengontrol irama jantung, dan mengontrol laju denyut jantung.
Follow up Dilakukan setiap bulan selama pasien Perbaikan dari gejala yang
keadaan pasien kontrol di poli jantung RS Tk.II Pelamonia dialami pasien.
Makassar
Peserta, Pendamping,