2. Penyakit Hirschprung
2.1 Definisi dan Patofisiologi
Penyakit Hirschprung merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh
aganglionosis yang terjadi pada segmen usus. Sel ganglion berperan sebagai
titik penyambung terhadap sistem persarafan usus, yang mengatur relaksasi.
Jika sel ganglion tidak terbentuk maka zona aganglionik menjadi spastik
sehingga menimbulkan gejala obstruksi fungsional bagian distal dari usus. [1]
Panjang usus yang terkena bervariasi. Bagian yang sering terjadi adalah bagian
bawah dari rektum, tepatnya daerah dentata atau dentata line. Hal ini
mengindikasikan bahwa biopsi rektum dapat mengkonfirmasi diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis lainnya tanpa harus dilakukan biopsi invasif. Daerah
proksimal yang terkena dapat bervariasi tetapi kebanyakan pada daerah rektum
atau sigmoid (Classic-segment- disease) [2] sekitar 10%
pada anak-anak
bahkan pada anak yang masih muda. Riwayat konstipasi dari awal pertama
kehidupan, keterlambatan pengeluaran mekonium lebih dari 24 jam, riwayat keluarga
positif pernah menderita Penyakit Hirschprung (HD) atau berkaitan dengan suatu
sindrom atau gagal tumbuh yang disertai dengan distensi abdomen seharusnya
menjadi penanda bagi seorang klinisi dalam mendiagnosis suatu Penyakit
Hirschprung (HD). Penyakit Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis
(HAEC) merupakan komplikasi penting yang turut dipertimbangkan. Penyakit
Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis (HAEC) suatu kondisi terjadinya
inflamasi pada usus dengan tanda klinis yaitu demam, distensi abdomen, diare dan
sepsis [4] Hal ini merupakan kondisi yang fatal sebagai suatu komplikasi yang bisa
terjadi dan sering diabaikan pada penyakit gastroenteritis.
2.4 Penanganan Awal
Tindakan awal yang dilakukan adalah proses stabilisasi, pemberian makanan
melalui enteral harus dihentikan untuk sementara dan sebagai gantinya melalui
selang nasogastrik. Cairan intravena harus diberikan secara maintenance atau
berkesinambungan untuk mengganti makanan yang seharusnya masuk melalui
mulut. Selain itu pemberian antibiotik intravena spektrum luas juga sering
digunakan minimal pada fase awal untuk mengurangi translokasi bakteri hingga
proses dekompresi selesai.
Dekompresi biasanya mencapai daerah rektum dengan menggunakan kateter
irigasi pada rektal (uk 20-24Fr). Dilakukan dengan cara meletakkan kateter 2030 cm dari anus, selanjutnya diikuti dengan melakukan irigasi menggunakan
larutan salin 30-50 ml.
resiko kerusakan sistem persarafan. Salah satu anggapan akhir bahwa kedua
prosedur transanal ini berpotensial mempengaruhi mekanisme kontinensia
(kesadaran/mawas diri) pada kontraksi atau kepekaan spinchter selama tindakan
diseksi dilakukan.
Kontroversi lainnya mengatakan bahwa tetap dibutuhkan laparoskopi atau
laparatomi untuk menfasilitasi prosedur pull-through. Untuk segmen yang
terkena secara luas, kemungkinan prosedur yang dianjurkan salah satunya yaitu
Soave atau Swenson melalui trans-anal tanpa dilakukan pemidahan dari daerah
atas, meskipun meningkatkan resiko lilitan pada pull-though.
Kemampuan biopsi jaringan turut dipertimbangkan . Secara keseluruhan dengan
pengecualian pada jaringan zona transisi daerah pull-through, ahli patologi
idealnya akan menerima jaringan yang tebal dari 4 kuadran yang telah dilakukan
sayatan melingkar pada usus, untuk sayatan frozen sebelumnya pada pullthrough. Akhir-akhir ini pada umumnya menggunakan jaringan yang berasal
dari satu kuadran sebagai pemeriksaan histologi. Namun pada akhirnya zona
transisi belum mewakili secara sempurna; sekarang adanya nervus yang
hipertrofi pada daerah submukosa digunakan sebagai penanda suatu fungsi[7]
tetapi kelihatannya pengertian ini masih terus dilakukan penelusuran serta
perkembangan lebih lanjut.
2.7 Analisis Hasil
Untuk memastikan dan menetapkan suatu hal yang kontroversi, evaluasi jangka
panjang masih dibutuhkan. [8] salah satu ulasan sistematis telah digunakan
untuk menvalidasi penilaian dan fungsi dari usus dalam rangka membandingkan
remaja usia muda yang dilakukan operasi penyakit Hirschprung Disease (HD)
dan bayi normal sebagai kontrol. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa
47% dari pasien Hirschprung Disease (HD) memiliki skor fungsi usus yang
normal. Feses yang kotor merupakan manifestasi dari gangguan gastrointestial,
sekitar 48%, dengan gangguan pola defekasi (40%), konstipasi (30%) serta
masalah sosial yang berkaitan dengan fungsi usus (29%). Sekitar 14% pasien
Hirschprung Disease (HD) mengalami masalah feses, dibandingkan hingga 0%
terhadap kontrol populasi. [9]
Data ini diperoleh dari kelompok yang melakukan studi atau penelitian jangka
panjang. Seperti hal lainnya, kondisi kongenital lainnya turut dipertimbangkan,
penelitian jangka panjang menggunakan ukuran hasil tervalidasi diperlukanakan
tetapi sulit untuk mendapatkan untuk data yang tunggal, mungkin karena
2.10
teknik baru.
Pedoman Penyakit Hirschprung
Diagnosis Perbedaan neonatus yang mengalami Penyakit Hirschprung
dan penyakit lainnya yang berkaitan dengan obstruksi usus bagian distal