Anda di halaman 1dari 8

Penyakit Hirschprung dan Malformasi Anorektal

Charlotte Wetherill dan Jonathan Sutcliffe


Abstrak
Penyakit Hirschprung dan malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang terjadi
pada neonatus dengan karakteristik obstruksi intestinal bagian distal. Penyakit Hirschprung
berkaitan dengan obstruksi bagian distal dari usus yang berasal dari perkembangan abnormal
sistem persarafan dari usus selanjutnya mengakibatkan aganglionosis dari bagian distal usus.
Malformasi anorektal merupakan anomali atau kelainan anatomi yang menyebabkan
obstruksi mekanik dari usus. Kedua kondisi tersebut sering berkaitan dengan kelainan
kongenital atau suatu sindrom, yang membutuhkan penanganan dan evaluasi yang mendalam.
Tindakan pembedahan biasanya dibutuhkan untuk kedua kondisi melalui persiapan dan
teknik yang cermat. Follow up jangka panjang dibutuhkan setelah identifikasi awal dan terapi
yang cocok serta bersifat potensial untuk mengurangi keluhan/gejala termasuk inkontinensia
fekal/feses.
1. Pendahuluan
Penyakit Hirschprung dan malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang
membutuhkan diagnosis lebih dini, terapi yang cermat serta follow-up yang ketat. Untuk
mempertahankan keberlangsungan hidup, mengurangi gejala sisa secara fungsional
memerlukan pendekatan berbagai disiplin ilmu pada stadium awal. Meskipun Penyakit
Hirschprung dikenal sebagai defek primer yang bersifat fisiologis serta malformasi anorektal
yang merupakan kelainan anatomi primer, penyebab secara pasti belum sepenuhnya
dimengerti. Melalui perkembangan ilmu pengetahuan serta penelitian saat ini, tidak hanya
berpotensial dalam penanganan secara klinis namun juga mencoba memberi pengertian
bagaimana perkembangan secara normal.
Setelah kedua kondisi tersebut ditemukan paling banyak setelah kelahiran maka penentuan
secara akurat dan konseling parental/orang tua pada periode kehamilan usia dini sangat
penting. Tujuan artikel ini yakni untuk memberi gambaran gejala klinis yang sering muncul,
terutama fokus pada kelainan /abnormalitas serta penjelasan tentang penanganan awal
masing-masing kondisi yang terjadi.

2. Penyakit Hirschprung
2.1 Definisi dan Patofisiologi
Penyakit Hirschprung merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh
aganglionosis yang terjadi pada segmen usus. Sel ganglion berperan sebagai
titik penyambung terhadap sistem persarafan usus, yang mengatur relaksasi.
Jika sel ganglion tidak terbentuk maka zona aganglionik menjadi spastik
sehingga menimbulkan gejala obstruksi fungsional bagian distal dari usus. [1]
Panjang usus yang terkena bervariasi. Bagian yang sering terjadi adalah bagian
bawah dari rektum, tepatnya daerah dentata atau dentata line. Hal ini
mengindikasikan bahwa biopsi rektum dapat mengkonfirmasi diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis lainnya tanpa harus dilakukan biopsi invasif. Daerah
proksimal yang terkena dapat bervariasi tetapi kebanyakan pada daerah rektum
atau sigmoid (Classic-segment- disease) [2] sekitar 10%

pada anak-anak

mengenai segmen panjang, kebanyakan pada kolon secara keseluruhan


(Aganglionik Kolon secara Total) atau yang lebih berat yakni keseluruhan dari
bagian usus halus. Hal ini merupakan penyebab terpenting pada gangguan
intestinal.
Daerah antara zona aganglionik dan usus yang normal diartikan sebagai zona
transisi. Di sini, sel ganglion ada akan tetapi yang menjadi masalah adalah
sistem persarafan usus yang abnormal serta motilitas terganggu. Di bagian atas
dari zona transisi, usus berdilatasi namun secara histologi masih dalam keadaan
normal (zona ganglionik). Tujuan tindakan pembedahan adalah untuk
memindahkan zona aganglionik dan zona transisi serta menyambung kembali
usus tersebut dengan cara anastomose ganglion usus dan rektum
2.2 Etiologi
Penyakit Hirschprung merupakan kelainan kongenital terbanyak yang berkaitan
dengan gangguan motilitas usus yang insidensinya 1:5000 bayi lahir hidup.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengenai daerah usus secara
meluas, namun berkebalikan dengan perempuan, lebih banyak kelainannya pada
segmen usus panjang. Penyakit Hirschprung merupakan fenomena terisolasi,
kurang lebih 70% kasus, dengan 20% Penyakit Hirschprung terjadi bersamaan
dengan kelainan kongenital lainnya, yang dicirikan sebagai kelainan traktus
digestivus/gastrointestinal, kelainan jantung, polidaktili atau malformasi
kraniofasial seperti bibir sumbing. Kemudian 10% lainnya merupakan sindrom

HD, yaitu termasuk sindrom Mowat- Wilson, Smith-Lemli-Opitz, dan sindrom


Kongenital Hipoventilasi Sentral serta Multiple Endocrine Neoplasia (MEN 2b)
Sejauh ini, paling banyak yang berkaitan dengan Sindrom Down yang
diperkirakan meningkat 100 kali lipat pada Penyakit Hirschprung, yang terlihat
kurang lebih 90% sebagai sindromik Penyakit Hirschprung (HD) dibanding
dengan kontrol. Penyakit Hirschprung (HD) merupakan neurokristopati,
merupakan kelainan atau gangguan yang berkaitan dengan migrasi dan
diferensiasi sel neural seperti sindrom Shah-Waardenburg, dengan karakteristik
sebagai hilangnya pendengaran sensorineural, hipopigmentasi iris dan rambut
serta wajah yang khas.
2.3 Genetik
Pola pewarisan pada Penyakit Hirschprung sangat kompleks serta bentuk di
mana terdapat keanekaragaman pewarisan dengan penetrasi sifat seks yang
rendah dan ekspresi gen yang bervariasi. [3] Hal ini secara klinis akan
bermanifetasi/berdampak suatu ketidaksesuaian antara individu yang disebut
dengan mutasi namun tidak mengekspresikan fenotif dari Penyakit Hirschprung
(HD) serta jarak dari segmen usus yang terkena. Mutasi pada beberapa gen yang
spesifik berkaitan dengan Penyakit Hirschprung (HD) termasuk gen pada RET
dan jalur sinyal endothelin serta SOX10. Penyakit Hirschprung (HD) yang
terisolasi mengikut pada pola non-Mendel, dengan kelainan genetik yang
teridentifikasi pada RET dan jalur Endothelin. Kerusakan pada RET pathways
merupakan hal yang paling sering terjadi serta sangat penting sebab
kemungkinan peranan dari MEN2b dan juga karsinoma tiroid medular.
Penelitian akhir-akhir ini telah membuktikan hubungan antara RET dan adanya
kromosom gen 21, kemungkinan menjadi kunci atau petunjuk
Gambar 1.
a. Radiologi abdomen posisi supine pada hari I kehidupan menunjukkan looploop usus dengan dilatasi yang signifikan serta kurangnya udara pada pelvis
berkaitan dengan obstruksi intestinal bagian distal.
b. Gambar di atas diambil secara berseri selama pemberian kontras barium
enema, menunjukkan spastik/batas yang tegas, usus bagian distal
aganglionik, serta dilatasi dari usus bagian proksimal, berhubungan dengan
segmen terpendek dari Penyakit Hirschprung (HD). TZ : Zona Transisi

Pemeriksaan antenatal yang rutin, riwayat keluarga, serta penilaian postnatal


sangat membantu dalam membedakan antara penyebab-penyebab lain yang dapat
menjadikan obstruksi pada intestinal bagian distal pada neonatus yakni;

Penyakit Hirschprung (HD)


Ileus ec Meconium/ Fibrosis Cystic
Sumbatan oleh Mekonium
Small Left Colon Syndrome (dijumpai pada bayi dengan ibu pengidap diabetes)
Atresia Ileal
Atresia Colon
Malformasi Anorektal yang terlewatkan
Malrotasi disertai volvulus
Sepsis
Kejadian obstruksi ini dapat terjadi secara lambat pada periode neonatus,

bahkan pada anak yang masih muda. Riwayat konstipasi dari awal pertama
kehidupan, keterlambatan pengeluaran mekonium lebih dari 24 jam, riwayat keluarga
positif pernah menderita Penyakit Hirschprung (HD) atau berkaitan dengan suatu
sindrom atau gagal tumbuh yang disertai dengan distensi abdomen seharusnya
menjadi penanda bagi seorang klinisi dalam mendiagnosis suatu Penyakit
Hirschprung (HD). Penyakit Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis
(HAEC) merupakan komplikasi penting yang turut dipertimbangkan. Penyakit
Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis (HAEC) suatu kondisi terjadinya
inflamasi pada usus dengan tanda klinis yaitu demam, distensi abdomen, diare dan
sepsis [4] Hal ini merupakan kondisi yang fatal sebagai suatu komplikasi yang bisa
terjadi dan sering diabaikan pada penyakit gastroenteritis.
2.4 Penanganan Awal
Tindakan awal yang dilakukan adalah proses stabilisasi, pemberian makanan
melalui enteral harus dihentikan untuk sementara dan sebagai gantinya melalui
selang nasogastrik. Cairan intravena harus diberikan secara maintenance atau
berkesinambungan untuk mengganti makanan yang seharusnya masuk melalui
mulut. Selain itu pemberian antibiotik intravena spektrum luas juga sering
digunakan minimal pada fase awal untuk mengurangi translokasi bakteri hingga
proses dekompresi selesai.
Dekompresi biasanya mencapai daerah rektum dengan menggunakan kateter
irigasi pada rektal (uk 20-24Fr). Dilakukan dengan cara meletakkan kateter 2030 cm dari anus, selanjutnya diikuti dengan melakukan irigasi menggunakan
larutan salin 30-50 ml.

Waktu yang efektif untuk mendiagnosis mengikut pada pemberian secara


enteral. Secara khusus, pengosongan membutuhkan waktu 2-3 kali sehari
hingga dekompresi penuh terlaksana. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 hari.
Setelah dekompresi abdomen dilakukan, pemberian makanan dapat dimulai
meskipun pengosongan masih berlangsung. Sekali pemberian makanan telah
diberikan, maka frekuensi pengosongan dapat dibatasi per harinya. Pada saat
itulah, diagnosis pasti pada bayi mulai ditegakkan. Orang tua mencoba
menunjukkan keamananan proses pengosongan dan waspada terhadap gejala
enterocolitis.
Pada beberapa kasus, segmen panjang dari Hirschprung Disease, dekompresi
melalui pengosongan rektum tidak berhasil, sehingga bayi harus dilakukan
penilaian ulang serta lebih potensial dilakukan di kamar bedah untuk
pembentukan stoma secara sementara.
Penelitian kontras enema berperan penting dalam menelusuri obstruksi intestinal
bagian distal. Lebih sering namun tidak selamanya juga mampu dilakukan,
mengindikasikan penemuan Zona Transisi pada Hirschprung Disease (HD).
Hal ini akan berguna untuk rencana tindak pembedahan serta konseling pada
orang tua bayi. Jika terdapat segmen yang banyak, perubahan kaliber usus akan
terlihat pada regio rekto-sigmoid, dengan rektum yang sedikit distensi dibanding
usus yang hanya berada di atas dari zona transisi (lihat gambar 1)
Resiko masuknya kontras termasuk terjadinya perforasi, sepsis, serta kegagalan
menemukan zona transisi (segmen yang panjang jarang hilang)
2.5 Diagnosis
Standar baku dalam penegakan diagnosis adalah berdasarkan pemeriksaan
histopatologi. [5] Sekali dekompresi sempurna dilakukan melalui pengosongan,
biopsi rektal dapat dilakukan meskipun tanpa anestesi umum. Hal ini mungkin
membutuhkan 2 hingga 3 spesimen dari daerah atas dentata line. Aganglionosis
merupakan patognomonik dari Hirschprung Disease (HD). Teknik tambahan
dalam mempertahankan dengan menggunakan asetil kolinesterase (Ache)
menunjukkan keadaan hipertrofi sel saraf (lebih dari 40m). Pengosongan
dianjurkan 24 jam setelah biopsi.
Bayi-bayi pre-term mempunyai sistem saraf yang imatur sehingga hasil biopsi
dapat meragukan. Selain itu, bayi-bayi kecil juga mempunyai resiko perforasi
dan sepsis jika dilakukan biopsi rektal, sehingga karena alasan itulah maka
sebaiknya ditunggu sampai bayi tersebut mencapai usia sekitar 37 minggu
berdasarkan usia kehamilan untuk dilakukan biopsi rektal.

2.6 Penanganan Definitif


Bayi-bayi yang stabil dengan diagnosis Hirschprung Disease (HD) tujuan
awalnya untuk mempertahankan teknik pengosongan rektal dimana para orang
tua dapat melakukan di rumah. Hal ini juga dilakukan sambil menunggu waktu
optimal untuk dilakukan prosedur tindakan pull-through. Waktunya bervariasi
akan tetapi secara umum dalam waktu beberapa minggu pertama kehidupan.
Tindakan bedah definitif pada Hirschprung Disease (HD) yakni prosedur pullthrough pada daerah yang lebih proksimal, ganglion intestinal dibawa ke anus
serta dilakukan anastomose. Tiga prosedur utama pada Hirschprung Disease
(HD): Duhamel, Soave dan Swenson prosedur. Tampilan paling sering pada tiga
prosedur ini adalah analisis secara histologi (biasanya berdasarkan bedah-frozen
yang dilakukan di atas meja operasi) untuk mengidentifikasi usus ganglionik,
mereseksi aganglionik serta zona transisi dan pemeliharaan mekanisme
pertahanan anus.
Pull-Through Duhamel dilakukan dengan cara diseksi retro-rektal melalui
ganglion dari usus yang terikut dan beranastomose ke daerah dinding posterior
rektum. Prosedur utama digunakan untuk membuat kantong yang menyatukan
antara segmen pull-through dan rektum. Rektum awalnya ditranseksi di atas
linea utama mengikuti perpindahan rectum bagian atasnya serta beberapa
aganglionik atau zona transisi bagian proksimal. Sisa rektum bagian distal akan
berperan sebagai kantong, sejak aganglionik ini ada, maka gejala konstipasi
sering dirasakan setelah prosedur duhamel ini dilakukan dibanding lainnya.
Prosedur Soave dan Swenson sekarang keduanya dilakukan dengan reseksi yang
dimulai pada titik di atas garis dentata (dentata line) dan meluas di daerah
sekitar sekeliling rektum. Prosedur Soave terdiri dari diseksi endorektal, dimulai
dari diseksi submukosa, kemudian lebih dalam lagi menembus lapisan otot
sekitar beberapa sentimeter. Keuntungan yang diharapkan adalah agar tetap
berada di dalam rektum untuk mengurangi kerusakan pada pleksus sakralis.
Akan tetapi hal ini dibiarkan untuk mempertahankan dinding inding usus
aganglionik, yang memiliki berpotensi menyebabkan obstruksi. Pada prosedure
Swenson, dengan metode trans-anal, dimulai pula pada daerah atas dari garis
dentata selanjutnya melingkar, akan tetapi diperluas melalui dinding rektum
sehingga secara pasti usus aganglion proksimal dihilangkan. Di sisi lain, pleksus
sakralis berpotensi terkena, sehingga hal yang harus hati-hati dilakukan adalah
teknik untuk mencegah perlekatan terhadap dinding usus untuk mengurangi

resiko kerusakan sistem persarafan. Salah satu anggapan akhir bahwa kedua
prosedur transanal ini berpotensial mempengaruhi mekanisme kontinensia
(kesadaran/mawas diri) pada kontraksi atau kepekaan spinchter selama tindakan
diseksi dilakukan.
Kontroversi lainnya mengatakan bahwa tetap dibutuhkan laparoskopi atau
laparatomi untuk menfasilitasi prosedur pull-through. Untuk segmen yang
terkena secara luas, kemungkinan prosedur yang dianjurkan salah satunya yaitu
Soave atau Swenson melalui trans-anal tanpa dilakukan pemidahan dari daerah
atas, meskipun meningkatkan resiko lilitan pada pull-though.
Kemampuan biopsi jaringan turut dipertimbangkan . Secara keseluruhan dengan
pengecualian pada jaringan zona transisi daerah pull-through, ahli patologi
idealnya akan menerima jaringan yang tebal dari 4 kuadran yang telah dilakukan
sayatan melingkar pada usus, untuk sayatan frozen sebelumnya pada pullthrough. Akhir-akhir ini pada umumnya menggunakan jaringan yang berasal
dari satu kuadran sebagai pemeriksaan histologi. Namun pada akhirnya zona
transisi belum mewakili secara sempurna; sekarang adanya nervus yang
hipertrofi pada daerah submukosa digunakan sebagai penanda suatu fungsi[7]
tetapi kelihatannya pengertian ini masih terus dilakukan penelusuran serta
perkembangan lebih lanjut.
2.7 Analisis Hasil
Untuk memastikan dan menetapkan suatu hal yang kontroversi, evaluasi jangka
panjang masih dibutuhkan. [8] salah satu ulasan sistematis telah digunakan
untuk menvalidasi penilaian dan fungsi dari usus dalam rangka membandingkan
remaja usia muda yang dilakukan operasi penyakit Hirschprung Disease (HD)
dan bayi normal sebagai kontrol. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa
47% dari pasien Hirschprung Disease (HD) memiliki skor fungsi usus yang
normal. Feses yang kotor merupakan manifestasi dari gangguan gastrointestial,
sekitar 48%, dengan gangguan pola defekasi (40%), konstipasi (30%) serta
masalah sosial yang berkaitan dengan fungsi usus (29%). Sekitar 14% pasien
Hirschprung Disease (HD) mengalami masalah feses, dibandingkan hingga 0%
terhadap kontrol populasi. [9]
Data ini diperoleh dari kelompok yang melakukan studi atau penelitian jangka
panjang. Seperti hal lainnya, kondisi kongenital lainnya turut dipertimbangkan,
penelitian jangka panjang menggunakan ukuran hasil tervalidasi diperlukanakan
tetapi sulit untuk mendapatkan untuk data yang tunggal, mungkin karena

sejumlah alasan tertentu. Kebanyakan hasil yang sifatnya fungsional, seperti


kontinensia, konstipasi, enterokolitis, serta fungsi seksual sulit untuk dihitung.
Lebih lanjut lagi, Hirschprung Disease (HD) relatif jarang dan jumlah pasien
yang masih terbatas. Prosedur operasi berkembang dari waktu ke waktu,
sebagaimana terapi non-operatif juga. Perbandingan hasil pada pasien dengan
riwayat pada pusat yang sama tercatat sementara perbandingan antara pusat juga
terbatas untuk alasan yang sama. Hal ini harus difokuskan untuk
2.9

dipertimbangkan untuk mengikuti perkembangan pekerjaan ke depannya.


Tujuan Penelitian
Patofisiologi Apakah itu zona transisi, mengapa sering diartikan secara
histologi dengan zona transisi fungsional? Apakah grup sel lainnya

berperan secara nyata?


Diagnosis Diagnosis dini menguatkan bahwa tidak adanya sel
ganglion.

Tes yang terpercaya/akurat menggunakan marker/penanda

positif yang mendukung kelainan histopatologi


Terapi -- Mampukah sel progenitor yang terinduksi untuk berperan

dalam perkembangan ENS (enteric nervous system) ?


Analisis Hasil Hasil jangka panjang sepertinya akan lebih penting
dalam pemusatan kondisi yang jarang terjadi berkaitan dengan
gejala/keluhan subjektif pada pasien yang bertahan hidup pada beberapa
dekade, serta jangka waktu dari karir seorang klinisi. Pengetahuan
gejala/keluhan lebih awal mengarahkan untuk perkembangan suatu

2.10

teknik baru.
Pedoman Penyakit Hirschprung
Diagnosis Perbedaan neonatus yang mengalami Penyakit Hirschprung
dan penyakit lainnya yang berkaitan dengan obstruksi usus bagian distal

yang membutuhkan perhatian khusus


Penanganan awal Keefektifan dan keamanan pemberian terapi untuk

mencegah distensi berlebih, enterocolitis, serta terjadinya stoma


Tindakan pembedahan Sejumlah variasi dalam teknik pembedahan
telah muncul. Jika berhasil dan dapat diterima, mak akan menambah

variasi atau keragaman


Hasil Mekanisme pemantauan jangka panjang sangat berguna

Anda mungkin juga menyukai