Atrial Fibrillation
Pembimbing:
dr. Lendy Delyanto
Disusun oleh:
dr. Shelarosa Arumdita
☐Tinjauan
☐Keilmuan ☐Keterampilan ☐Penyegaran
pustaka
Bahan ☐Tinjauan
☐Riset ☐Kasus ☐Audit
bahasan : pustaka
Cara
☐Diskusi ☐Presentasi ☐E-mail ☐Pos
Membahas :
DATA PASIEN
Nama : Ny. A Umur: 58 tahun No. RM:
Nama Klinik : RSUD Cilegon Telp: Terdaftar Sejak :
1. Subyektif:
A. Keluhan Utama
Sesak saat aktivitas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak yang selalu dirasakan ketika pasien
sedang beraktivitas, ketika pasien jalan pergi ke pasar. Sesak disangkal saat
melakukan pekerjaan rumah ringan (menyapu, memasak). Sesak dimalam hari
dan tidur dengan bantal yang tinggi disangkal. Keluhan sesak sudah dirasakan
sekitar kurun waktu satu tahun belakangan, sebelumnya pasien hanya berobat
kontrol ke poli penyakit dalam dan di diagnosa sebagai CHF. Selain itu, pasien
juga merasakan mudah kelelahan bila melakukan aktivitas rumah.
Keluhan nyeri dada disangkal. Keluhan berdebar-debar disangkal.
Riwayat bengkak pada kedua tungkai disangkal.
Riwayat kelemahan anggota gerak badan disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat merokok disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat DM dan hiperlipidemia disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa disangkal.
Kelainan jantung pada keluarga disangkal.
INR : 2,32
EKG
3. Assesment:
Pasien datang dengan keluhan utama sesak saat aktivitas (dyspneu on effort)
yang dirasakan dalam setahun belakangan. Dari keluhan utama tersebut kita dapat
berpikir kemungkinan diagnosis mengarah kepada kelainan pada jantung mulai dari
yang paling sering ditemukan yaitu gagal jantung kongestif (CHF) dan penyakit
jantung koroner (CAD). Sesak pada onset yang lama dan kronis tidak
menggambarkan CAD yang umumnya onset akut dan disertai nyeri dada khas
angina, sedangkan pada pasien ini tidak demikian. Namun tidak menutup
kemungkinan terdapat riwayat dari CAD (sebelum melihat kepada hasil EKG). Pada
pasien ini masih dimungkinkan diagnosa CHF mengingat adanya dyspneu on effort,
namun disangkal adanya gejala pendukung seperti paroxysmal nocturnal dyspneu
(PND), orthostatic dyspneu (OD). Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan vena jugular, tidak adanya kesan cardiomegaly, tidak adanya
tanda dari edema pulmo (ronkhi basah basal paru) yang mungkin berasal dari CHF.
Namun pada pemeriksaan pasien ditemukan irama nadi yang irregular yang
menandakan kemungkinan adanya aritmia jantung (dikonfirmasikan melalui EKG).
Pada auskultasi jantung terdengar adanya bising jantung pada area apex jantung,
yaitu area mitral. Bising jantung terdengar pada fase diastolik pada area apex
dengan kualitas low pitched sound. Bising jantung fase diastolik pada area mitral
bisa jadi menunjukkan adanya mitral valve stenosis. Adanya aritmia dan kelainan
katup jantung bisa jadi merupakan penyebab gejala pada pasien tersebut, karena
aritmia dan kelainan katup juga dapat menurunkan fungsi sistolik/diastolik jantung.
Jadi pada pasien ini kelainan jantung tidak murni hanya CHF.
Dari EKG dikonfirmasikan adanya aritmia dengan assessment EKG meliputi
adanya irama atrial fibrilasi dengan respon ventrikel 60-110x/m. Pada EKG tidak
4. Plan:
Terapi :
▪ Furosemide 1 x 10mg
▪ Spironolacton 1 x 25mg
▪ Digoxin 1 x ½ tab (0.125mg)
▪ Warfarin 1 x 2mg, cek INR 1 minggu lagi
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Atrial fibrillasi (AF) adalah gangguan irama jantung yang paling sering
ditemukan, dan prevalensinya meningkat seiring usia populasi.Walaupun sering
terkait dengan penyakit jantung lainnya, AF terkadang muncul pada pasien tanpa
keluhan jantung tertentu. Gangguan hemodinamik dan kejadian tromboemboli
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial Fibrillation: Executive Summary
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial Fibrillation: Executive Summary
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Pencegahan thromboembolisme
Faktor risiko independent terjadinya thromboembolisme pada
nonvalvular AF termasuk gagal jantung, hipertensi, usia tua, dan diabetes
mellitus. Pada pemeriksaan penunjang transthoracic echocardiography (TTE)
kita dapat menghitung diameter atrium kiri (LA) serta menilai adanya disfungsi
ventrikel kiri (LV) sebagai prediktor dari kejadian iskemia. Pemeriksaan
transesophageal echocardiography (TEE) lebihs sensitif dan spesifik untuk
mendeteksi thrombus pada LA dan LAA, dibandingkan dengan TTE. Adanya
thrombus pada LA/LAA merupakan kontraindikasi dari tindakan elective
cardioversion pada AF. Tidak terdeteksinya thrombus tidak menjamin tidak
terjadinya thromboembolisme setelah cardioversi jika pasien tidak diberikan
terapi antikoagulan.
Target dari pemberian antikoagulan mempertimbangkan keseimbangan
dari pencegahan stroke iskemia dan menghindari komplikasi perdarahan. Sangat
penting untuk memberikan antikoagulan dgn target adekuasi terendah untuk
meminimalisasi risiko perdarahan, terutama pada pasien usia tua pada AF.
Proteksi maksimum untuk stroke iskemia pada AF dapat dicapai pada
international normalized ratio (INR) 2 sampai 3.
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
2.7 Kesimpulan
Atrial fibrilasi adalah takiaritmia atrial yang ditandai dengan tidak
terkontrolnya aktivasi atrium dengan konsekuensi gangguan fungsi mekanis
atrium. Klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu AF
deteksi pertama, paroksismal AF, persisten AF dan kronik/permanen AF.
Mekanisme AF terdiri dari proses, yaitu peningkatan automatisitas dan
reentry. Mekanisme ini sangat berhubungan dengan bentuk klinis AF, lokasi
pencetus, dan kelainan fungsional, struktur, dan otonom yang mendasari
progresivitas AF.
Terjadinya AF menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu
hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon
ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung serta komplikasi tromboemboli
yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Diagnosis AF ditegakkan dari klinis dan EKG.
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.