Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION

MEDIKAL BEDAH

Dosen Pengampu :
Ns. Eka Ernawati, S.Kep., M.Kep

Di Susun Oleh Kelompok 1:

Devanu Refaldi ( 1020031033 )


Firmansah ( 1020031061 )
Jihan Nurhidayanti K ( 1020031085 )
Malisah ( 1020031097 )
Riyoya Hidayat ( 1020031149 )
Winda Marsela ( 1020031193 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN
RESUME PENYAKIT CHF

1. Pengertian CHF
Gagal jantung kongestif adalah kondisi saat jantung tidak mampu memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrisi. Penyebab gagal jantung kongestif lainnya termasuk fenomena otot jantung
tegang, tekanan darah tinggi, serangan jantung, kardiomiopati, penyakit katup jantung,
infeksi, aritmia jantung (ritme jantung abnormal), anemia, penyakit tiroid, penyakit paru-
paru, dan terlalu banyak cairan tubuh
Pada kondisi gagal jantung kongestif berat, gejala akan dirasakan bahkan ketika
tubuh sedang beristirahat. Pada tahap ini, penderita gagal jantung kongestif akan
mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

2. Etiologi CHF

● Hipertensi

● Penyakit arteri koroner

● Aterosklerosis

● Kardiomiopati

● Penyakit Katup Jantung

3. Tanda Gejala CHF

● Terjadi edema

● Denyut jantung tidak teratur


● Batuk-batuk karena pembengkakan paru

● Sesak napas karena paru-paru dipenuhi cairan.

● Sulit beraktivitas karena setiap kali melakukan aktivitas fisik, tubuh akan merasa

lelah.

4. Patofisiologi CHF
Gagal jantung sistolik menyebabkan penurunan volume darah dikeluarkan dari
ventrikel. Ventrikel menurun peregangan dirasakan oleh baroreseptor di aorta dan
karotis tubuh. Sistem saraf simpatis kemudian dirangsang untuk melepaskan epinefrin dan
norepinefrin. Stimulasi simpatis menyebabkan vasokonstriksi pada kulit, saluran cerna, dan
ginjal.

Kontraktilitas menurun menyebabkan peningkatan volume darah diastolik akhir di


ventrikel, meregangkan serat otot miokard dan meningkatkan ukuran ventrikel (dilatasi
ventrikel). Mekanisme kompensasi gagal jantung telah disebut siklus HF” karena jantung
tidak cukup memompa darah ke tubuh, yang menyebabkan tubuh untuk merangsang hati
untuk bekerja lebih keras; dengan demikian, jantung tidak dapat merespon dan kegagalan
menjadi lebih buruk.

HF diastolik berkembang karena peningkatan yang terus menerus beban kerja pada
jantung, yang merespon dengan meningkatkan jumlah dan ukuran sel miokard (yaitu,
hipertrofi ventrikel dan perubahan fungsi seluler). Kurangnya darah di ventrikel
menyebabkan penurunan CO. Rendahnya CO dan tekanan pengisian ventrikel yang tinggi
dapat menyebabkan respon neurohormonal yang sama seperti yang dijelaskan untuk
sistolik HF

5. Pemeriksaan Penunjang CHF

● Pemeriksaan jumlah hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit


● Pemeriksaan EKG dilakukan rutin untuk mencari etiologi pencetus gagal jantung akut

seperti aritmia dan sindrom koroner akut.

● Pemeriksaan radiologi (rontgen thorax): dilakukan untuk mengkonfirmasi ada-

tidaknya kongesti.

6. Penatalaksanaan Medis CHF

● Menghilangkan atau mengurangi faktor penyebab

● Mengurangi beban kerja jantung

● Mempromosikan gaya hidup sehat

● Pengobatan Farmakologis: Angiotensin converting enzyme inhibitor, beta - blocker,

diuretik, digitalis (digoxin), calcium channel blockers.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Kasus 1 (CHF)
Seorang laki-laki berusia 79 tahun dan pensiunan pekerja di pabriklogam, dirawat
di rumah sakit pada Februari 2023 karena gagal jantung. Pasien pernah dirujuk 1 tahun
sebelumnya ke RSDP dengan riwayat dispnea progresif yang dipicu oleh aktivitas ringan,
edema ekstremitas bawah, dan pembesaran perut. Pasien ke rumah sakit karena keluhan
pembesaran pada perut, yang awalnya didiagnosis sebagai asites. Pasien menyangkal
adanya nyeri dada, dan tidak pernah dirawat inap karena infark miokard atau stroke,
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes.
Pasien adalah perokok sebelumnya dan telah berhenti merokok pada usia 37 tahun.
Pasien juga seorang pecandu alkohol dan dilaporkan minum alkohol terakhir kali 1 tahun
sebelumnya. Pasien dirujuk ke RSDP untuk pengobatan gagal jantung.
Pasien melaporkan penggunaan harian enalapril 10 mg, spironolactone 25 mg,
furosemide 80 mg, omeprazole 40 mg, dan besi sulfat (40 mg Fe) tiga tablet dalam 1
tahun terakhir. Pada tanggal 27 Februari 2023, hasil pemeriksaan fisik didapatkan berat
badan 55 kg, tinggi badan 1,75 m, indeks massa tubuh (BMI) 18 kg/m2, denyut jantung
60 bpm, tekanan darah 90/50 mmHg, dan adanya refluks hepatojugular. Tidak ada tanda-
tanda hipertensi vena jugularis, dan auskultasi paru dan jantung normal. Pasien
mengalami asites, dan teraba hati sekitar 5 cm di bawah batas kosta kanan, denyut perifer
teraba iregular, dan edema +4 dikedua ekstremita bawah.
Pemeriksaan Ekokardiogram (ECG) menunjukkan peningkatan ketebalan septum
(17 mm) dan dinding bebas ventrikel kiri (15 mm), dan fraksi ejeksi ventrikel kiri sebesar
26%.

EKG (27 Februari 2023) telah menunjukkan irama sinus, detak jantung 52 bpm,
interval PR 192 ms, durasi QRS 106 ms, tanda tidak langsung dari kelebihan beban
atrium kanan (variabilitas luas dalam amplitudo QRS antara V1 dan V2), dan kelebihan
beban atrium kiri (gelombang P memanjang dan berlekuk), tegangan QRS rendah pada
bidang frontal dengan sumbu tak tentu, area yang tidak aktif secara elektrik di regio
anteroseptal, dan perubahan sekunder pada repolarisasi ventrikel.
Foto rontgen dada menunjukkan kardiomegali.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 27 Februari 2023 menunjukkan


hasil sebagai berikut: hemoglobin 13,1 g/dL, hematokrit 40%, mean corpuscular volume (MCV)
87, leukosit 9.230/mm3 (neutrofil 1%, segmented neutrofil 35%, eosinofil 20%, basofil 1%,
limfosit 33%, dan monosit 10%), trombosit 222.000 /mm3, kolesterol 207 mg/dL, kolesterol
HDL 54 mg/dL, kolesterol LDL 138 mg/dL, trigliserida 77 mg/dL, creatine phosphokinase
(CPK) 77 U/L, glukosa darah 88 mg/dL, urea 80 mg/dL, kreatinin 1,2 mg/dL (laju filtrasi
glomerulus ≥ 60 mL/menit/1,73 m2), natrium 131 mEq/L, kalium 6,3 mEq/L, aspartate
aminotransferase (AST) 22 U/L, alanine aminotransferase (ALT) 34 U/L, asam urat 6,3 mg/dL,
TSH 1,24 µUI/mL, T4 bebas 1,36 ng/dL, antigen spesifik prostat (PSA ) 1,24 ng/mL. Pada
urinalisis, berat jenis urin 1,007, pH 5,5, sedimen normal, dan tidak ada unsur abnormal.
Pertanyaan
a. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
b. Deskripsikan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu
dilengkapi pada kasus tersebut?
c. Buatlah analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama pada kasus
tersebut?
d. Buatlah rencana keperawatan pada pasien tersebut?
Jawaban

a. Faktor Predisposisi : Riwayat Dispnea Progresif


Faktor Resipitasi : Riwayat merokok dan alkohol
b. Wawancara : -

DOKUMENTASI PENGKAJIAN
Ruang Rawat : -
Tanggal Rawat : Februari 2023
No.Medrec :-
Tanggal Pengkajian : Februari 2023
Diagnosa Medis : Gagal jantung (CHF)
Sumber Data : Objektif & Subjektif

A . IDENTITAS KLIEN
Nama :-
Umur : 79 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan :-
Pekerjaan : Pensiunan
Agama :-
Status Marital :-
Suku / Bangsa :-
Alamat :-

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Hubungan Dengan Klien :-

C. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN


1. Keluhan utama : Pasien mengeluh ada pembesaran pada perut
2. Riwayat kesehatan sekarang : mengeluh ada nya pembesaran pada perut yang
awalnya di diagnose sebagai asites
3. Riwayat kesehatan dulu : Pasien memiliki riwayat Dipsnea progresif sejak 1 tahun
lalu, pasien perokok 42 tahun yang lalu, pasien pencandu alcohol 1 thun sebelumnya
4. Riwayat kesehatan keluarga : -
.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : kompos mentis
GCS : 15
2. Tanda Vital
Suhu : -
Tekanan Darah : 90/50 mmHg
Nadi : -
Respirasi : -
Denyut jantung : 60 bpm
3. Pemeriksaan Fisik Tubuh

● Rambut dan kulit kepala : Rambutnya tumbuh merata, rambut dan kulit kepala

nya bersih tidak ada kotoran seperti ketombe, kutu,dll. Tidak ada lesi di kulit
kepala, bagian kepala ketika dipalpasi tidak adanya nyeri
● Mata : Kedua bola mata simetris, pergerakan bola matanya normal, tidak ada

nyeri tekan, konjungtiva anemis, lapang pandang normal, ketajaman penglihatan


mata normal.

● Hidung : Tidak terlihat adanya cuping hidung ketika bernapas, lubang hidung

kiri dan kanan simetris, lubang hidung tidak ada kotoran, tulang sinus ketika
dipalpasi tidak ada nyeri, fungsi penciuman normal diperiksa dengan
menggunakan bau-bauan.

● Mulut dan Faring : Mukosa bibirnya lembab, pergerakan lidah normal, fungsi

pengecapan normal

● Telinga : Kedua telinga simetris, kedua lubang telinga simetris, tidak ada

kotoran dan serumen, fungsi pendengaran normal

● Kulit dan otot wajah : Sensasi kulit wajah normal, kekuatan otot masseter dan

otot wajah normal,kemampuan berbicara normal

● Leher dan bahu : Tidak ada benjolan pada leher, adanya refluk hepatojugular,

tidak adanya nyeri ketika menelan, tidak adanya nyeri tekan, pergerakan leher
dan otot sternokleidomastoid normal

● Dada : Kedua dada simetris, pergerakan dada simetris, tidak terlihat adanya

retraksi dada, tidak terlihat adanya nadi apical, Tidak adanya nyeri tekan, adanya
kardiomegali

● Abdomen : Perut asites, dan teraba hati sekitar 5 cm di bawah batas kosta kanan,

● Punggung : Punggung simetris, tulang punggung simetris tidak bengkok, tidak

ada nyeri tekan, pengembangan dada normal, tidak terdengar suara ronchi pada
paru

● Ekstremitas atas : Kekuatan otot tangan skala 3, kemampuan gerak normal,

reflex bisep dan trisep normal , sensasi kulit normal, tidak ada edema , CRT 3.
● Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan skala 3, kemampuan

gerak normal, reflex patellar dan achilles normal, sensasi kulit normal, adanya
edema +4, CRT 3.

● Genitalia : Rambut pubis tumbuh merata, tidak ada lesi dan nanah, tidak ada

kemerahan dan peradangan, terdapat pemasangan kateter, urine berwarna khas,


bau urine khas

● Sistem integument : denyut perifer teraba irregular

● Sistem sensori persepsi :

● Sistem kardiovaskular : auskultasi paru dan jantung normal

● Sistem respirasi :

c. Analisa data

Nomor Symptoms Etiologi Masalah


1 DS: Konsumsi alkohol
- Pasien mengeluh ada
pembesaran pada perut
Pembemkakan
DO: Hepatomegali
- Tanda tanda vital:
TD: 90/50 mmHg,
R:- Hipotensi
S: -
N: - Penurunan Curah
- Berat badan 55 kg, Gagal pompa Jantung

- Tinggi badan 1,75 m, ventrikel kanan

- Indeks massa tubuh (BMI) 18


kg/m2,
Penurunan fungsi
- Denyut jantung 60 bpm,
Jantung
- Terdapat edema di kedua
ekstremitas bawah
- Terdapat denyut perifer teraba Penurunan Curah
irregular Jantung
- Terdapat refluks hepatojugular
-

Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung


dibuktikan dengan edema pada ekstermitas bawah, td menurun, gambaran ekg aritmia,
d. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi Observasi :
Penurunan keperawatan selama 2x 24 - Identifikasi tanda atau gejala primer
curah jantung jam maka curah jantung penurunan curah jantung (meliputi
b.d perubahan ekpetasi meningkat dengan dispnea, kelelahan, edema, ortopnea,
irama jantung kriteria hasil : paroxysmal vocturnal dyspnea,
dibuktikan - Gambaran ekg aritmia peningkatan CVP)
dengan edema menurun (5) - Identifikasi tanda/gejala sekunder
pada - Edema menurun (5) penurunan curah jantung (meliputi
ekstermitas - Distensi vena peningkatan berar badan,
bawah, td juugularis menurun hepatomegaly, distensi vena
menurun, (5) jugularis, ronkhi basah,
gambaran ekg - Hepatomegali oliguria,batuk,kulit pucat)
aritmia menurun (5) - Monitor tekanan darah termasuk
- Tekanan darah tekanan darah ortospatik jika perlu
membaik (5) - Monitor aritmia (kelainan Irama dan
frekuensi)
Terapeutik
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
- Rujuk ke program ke rehabilitasi
jantung

MATERI ACUTE MIOKARD INFRAK


1. PENGERTIAN
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
(Brunner & Sudarth, 2002).
ACS / sindrom koroner akut adalah situasi darurat yang ditandai dengan serangan
jantung akut yang menyebabkan kematian (yaitu,MI) jika intervensi definitif tidak
segera dilakukan. (Meskipun istilah oklusi koroner, serangan jantung, dan MI
digunakan secara sinonim, istilah yang disukai adalah MI.) Itu spektrum (ACS)
termasuk angina tidak stabil, MI elevasi segmen non-ST (NSTEMI), dan MI elevasi
segmen ST (STEMI).
2. ETIOLOGI
Rokok
Hipertensi
Aktivitas fisik menurun

3. PATOFISIOLOGI

Infark miokard akut sering terjadi pada orang yang memiliki satu atau lebih faktor
resiko seperti obesitas, merokok, hipertensi dan lain lain.Faktor ini disertai dengan
proses kimiawi terbentuknya lipoprotein ditunika intima yang dapat menyebabkan
infeksi fibrin dan patelet sehingga menimbulkan cedera endotel pembuluh darah
koroner. Interaksi tersebut menyebabkan invasi dan akumulasi lipid yang akan
membentuk plak fibrosa. Timbunan plak menimbulkan lesi komplikata yang dapat
menimbulkan tekanan pada pembuluh darah dan apabila rupture dapat terjadi
trombus.Trombus yang menyumbat pembuluh darah menyebabkan aliran darah
berkurang sehinnga suplai oksigen yang diangkut darah kejaringan miokardium
berkurang yang berakibat penumpukan asam laktat. Asam laktat yang meningkatkan
menyebabkan nyeri dan perubahan PH yang pada akhirnya menyebabkan perubahan
sistem konduksi jantung sehingga jantung mengalami distrimia. Iskemik yang
berlangsung lebih dari 30 menit menyebabkan kerusakan otot jantung yang
ireversibel dan kematian otot jantung (infark). Miokardium yang mengalami
kerusakan otot jantung atau nekrosis tidak lagi dapat memenuhi fungsi kontraksi dan
menyebabkan keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh darah yang dapat dideteksi
dengan pemeriksaan laboratorium . otot jantung yang infark mengalami perubahan
selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung yang mengalami infark tampak memar
dan sianotik karena darah didaerah sel tersebut terhenti dalam jangka waktu 24 jam
timbul edema sel dan terjadi respons peradangan yang disertai infiltrasi leukosit.
Infark miokard yang menyebabkan fungsi ventrikel terganggu karena otot kehilangan
daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemik disekitarnya jugta mengalami gangguan
dalam daya kontraksi. Secara fungsional, infark miokardium akan mengakibatkan
perubahan pada daya kontraksi, gerakan dinding abnormal, penurunan stroke volume,
pengurangan ejeksi , peningkatan volume akhir sistolik dan penurunan volume akhir
diastolik
ventrikel. Keadaan tersebut menyebabkan kegagalan jantung dalam memompa darah
(dekompensasi kordis). Ketika darah tidak lagi dipompa, suplai darah, dan oksigen
sistemik menjadi tidak adekuat sehingga menimbulkan gejala kelelahan. Selain itu
dapat terjadi akumulasi cairan di paru (edema paru) dengan manisfestasi sesak nafas.
Kebanyakan klien mencari pengobatan karena manisfestasi nyeri dada seperti angina
tapi lebih hebat. Serangan tersebut terjadi ketika klien dalam keadaan istirahat, sering
terjadi di dini hari. Paling nyata dirasakan didaerah subternal kemudian menjalar
kedua lengan, kerongkong atau dagu atau abdomen sebelah atas (sering kali mirip
dengan kolik kolelitiatis, kolelitiasis akut, ulkus peptikum akut, atau pankreatitis
akut).
Mual dan muntah sering kali menyertai nyeri.
4. MANINFESTASI KLINIS
Nyeri dada yang terjadi secara tiba-tiba dan berlanjut meskipun istirahat dan
pengobatan adalah gejala yang muncul pada sebagian besar pasien dengan ACS.
Beberapa dari pasien ini memiliki gejala asma pradromal atau diagnosis CAD
sebelumnya, namun hal ini tidak melaporkan gejala previcus (AHA, 2007). Pasien
mungkin hadir dengan kombinasi gejala, termasuk puin dada, sesak napas, gangguan
pencernaan, mual, dan kecemasan. Mereka mungkin memiliki kulit dingin, pak, dan
berat. Detak jantung dan pernapasan mereka mungkin lebih cepat dari biasanya.
Tanda dan gejala ini, yang disebabkan oleh rangsangan sistem saraf simpatik,
mungkin muncul hanya dalam waktu singkat c dapat bertahan. Dalam banyak kasus,
tanda dan gejala MI tidak dapat dibedakan dari angina unstalle; karenanya, evolusi
istilah ACS.
 Kardiovaskular
· Nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang tidak hilang dengan istirahat atau palpitasi
nitrogliserin Bunyi jantung mungkin termasuk S. Se dan awitan baru dari murmur.
· Distensi vena juguly inkroasod dapat terlihat jika MI telah menyebabkan
kelumpuhan jantung.
· Tekanan darah dapat meningkat karena rangsangan simpatis atau menurun karena
penurunan kontraktilitas. syok kardiogenik yang berdampak, atau obat-obatan. ·
Denyut nadi tidak teratur dapat menunjukkan fibrilasi atrium.
· Selain perubahan segmen ST dan gelombang T, EKG dapat menunjukkan takikardi,
bradikardia, atau disritmia lainnya.
pernapasan
Sesak napas, dispnea, takipnea, dan krekels i MI telah menyebabkan kongesti paru.
Edema paru mungkin ada
 Gastrointestinal
Mual dan muntah
 Genitourinari
Penurunan keluaran urin dapat mengindikasikan syok kardiogenik. Kulit
Penampilan dingin, lembap, difaretik, dan pucat karena rangsangan simpatetik dapat
mengindikasikan syok diogenik mobil.
Neurologis
Kecemasan, kegelisahan, dan berat badan dapat menunjukkan peningkatan
rangsangan simpatis atau penurunan kontraktilitas dan oksigenasi serebral. Gejala
yang sama juga dapat menyebabkan syok kardiogenik.

1. Kasus 2: AMI
Seorang pria berusia 66 tahun masuk ruang perawatan di rumah sakit karena nyeri dada yang
parah yang berlangsung selama 24 jam. Pasien punya riwayat hipertensi dan merupakan
perokok aktif. Pasien belum pernah mengalami gejala tersebut sebelumnya, ia mulai
mengalami nyeri dada yang parah dan langsung ke rumah sakit setelah sekitar 24 jam
merasakan nyeri yang terus berlanjut. Nyeri di dada kiri menjalar ke rahang atas, lengan kiri,
dan belikat kiri, skala 6 meningkat menjadi 10 setelah 24 jam, seperti ditusuk dan terasa
panas, terjadi mendadak dengan durasi 10-15 menit, kadang berkurangs aat istirahat, namun
5 jam terakhir tidak berkurang.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 27 Februari 2023 ditemukan HR 90 bpm dan tekanan darah
110/70 mmHg. Pemeriksaan paru-paru tidak menunjukkan perubahan. Penilaian jantung
menunjukkan murmur sistolik di batas sternum kiri bawah dan area mitral.

Elektrokardiogram awal jam 09.15 wib menunjukkan HR 100 bpm, ritme sinus, blok
atrioventrikular derajat 1 (PR 240 ms), kompleks QRS tegangan rendah di bidang frontal,
dan anterior ekstensif yang sedang berlangsung. Terdapat infark di V1 sampai V6, ST elevasi
di sadapan yang sama dan juga di inferior, II, III dan aVF.

Asam asetilsalisilat melalui oral dan 5 mg metoprolol intravena diberikan. Pasien mengalami
hipotensi dan hipoperfusi perifer dan dipindahkan ke Ruang Perawatan Jantung. Saat masuk
rumah sakit pasien telah menerima heparin dan norepinefrin intravena terus menerus.
Angiografi koroner diindikasikan, didapatkan hasil oklusi cabang interventrikular anterior
dan gambar yang menunjukkan adanya trombus intrakoroner, lesi 45% pada arteri
sirkumfleksa, 30% pada arteri koroner kanan dan 40% pada ostium cabang desenden
posterior kanan. Angioplasti dilakukan dengan implan stent di arteri interventrikular anterior,
lalu aliran distal pulih kembali.

a. Faktor Predisposisi : hipertensi


Faktor Presipitasi : perokok aktif

b. Wawancara

DOKUMENTASI PENGKAJIAN
Ruang Rawat :-
Tanggal Rawat :-
No.Medrec :-
Tanggal Pengkajian: -
Diagnosa Medis : AMI (Acute miokard infrak)
Sumber Data : Data Primer

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : p
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama :-
Status Marital :-
Suku / Bangsa : Indonesia
Alamat :-
A. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Hubungan Dengan Klien : -

B. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN


1. Keluhan utama
nyeri dada yang parah yang berlangsung selama 24 jam
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dating ke rumah sakit dikarenakan nyeri dada yang parah yang berlangsung
selama 24 jam.. Pasien belum pernah mengalami gejala tersebut sebelumnya, ia mulai
mengalami nyeri dada yang parah dan langsung ke rumah sakit setelah sekitar 24 jam
merasakan nyeri yang terus berlanjut. Nyeri di dada kiri menjalar ke rahang atas,
lengan kiri, dan belikat kiri, skala 6 meningkat menjadi 10 setelah 24 jam, seperti
ditusuk dan terasa panas, terjadi mendadak dengan durasi 10-15 menit, kadang
berkurangs aat istirahat, namun 5 jam terakhir tidak berkurang.

p: pasien mengalami nyeri dada yang parah


q: nyeri seperti di tusuk tusuk dan terasa panas
r: nyeri di dada kiri menjalar ke rahang atas, lengan kiri, belikat kiri
s: skala nyeri 6 dan meningkat 10 setelah 24 jam
t : nyeri terjadi mendadak dengan durasi 10-15 menit, kadang berkurang saat istirahat,
namun 5 jam terakhir tidak berkurang.

3. Riwayat kesehatan dulu


Pasien punya riwayat hipertensi dan merupakan perokok aktif
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Genogram
6. Data spiritual
7. Riwayat alergi, meroko dan lain lain
Peroko aktif

C. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum:compos metis
Tanda-tanda vital:
a) Suhu: -
b) Tekanan darah: 110/70 mmhg
c) Nadi: -
d) Respirasi: -
e) Berat badan :-
• Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala dan rambut
bentuk kepala simetris, penyebaran rambut merata,tidak ada benjolan tidak ada luka, tidak ada
nyeri tekan
b) Mata
simetrisan ,konjungtiva anemis ,tidak adanyeri tekan , sclera ikhterik reflek pupil isokor
c) Hidung
Simetris, tidak ada sumbata, tidak ada benjolan , tidak terdapat secret
d) Mulut
Simetris, tida ada tonsil ,tidak ada sariwan , mulut lembab , langit langit utuh
e) Telinga
simetris, pendengaran baik ,tidak ada kelainan atau benjolan
f) Kulit
Turgor kulit baik dan tidak ada lesi
g) Leher
Simetris, posisi trakea baik, tidak adanya peningkatan Jvp
h) Dada
Terdapat nyeri dada, ditemukan HR 90 bpm, paru-paru tidak menunjukkan perubahan. Suara
jantung murmur sistolik di batas sternum kiri bawah dan area mitral.
Elektrokardiogram menunjukkan HR 100 bpm, ritme sinus, blok atrioventrikular derajat 1 (PR 240
ms), kompleks QRS tegangan rendah di bidang frontal, dan anterior ekstensif yang sedang
berlangsung. Terdapat infark di V1 sampai V6, ST elevasi di sadapan yang sama dan juga di inferior,
II, III dan aVF.
i) Abdomen
Simetris , tidak ada bekas luka sc, tidak ada pembesaran hiper , terdengar bsisng usu 10 kali /menit
j) Ekstermitas atas
Simetris ,tidak terdapat luka, 5|5
k) Ektermitas bawah
Simetris, tidak terdapat luka, 5_|_5

a. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Elektrokardiogram awal jam 09.15 wib menunjukkan HR 100 bpm, ritme sinus, blok
atrioventrikular derajat 1 (PR 240 ms), kompleks QRS tegangan rendah di bidang frontal, dan
anterior ekstensif yang sedang berlangsung. Terdapat infark di V1 sampai V6, ST elevasi di sadapan
yang sama dan juga di inferior, II, III dan aVF
• Angiografi koroner diindikasikan, didapatkan hasil oklusi cabang interventrikular anterior dan
gambar yang menunjukkan adanya trombus intrakoroner, lesi 45% pada arteri sirkumfleksa, 30%
pada arteri koroner kanan dan 40% pada ostium cabang desenden posterior kanan.
• Angioplasti dilakukan dengan implan stent di arteri interventrikular anterior, lalu aliran distal
pulih kembali.

b. TERAPI OBAT
Asam asetilsalisilat melalui oral dan 5 mg metoprolol intravena diberikan

A. ANALISA DATA
Nomor Sysptoms Etiologi Masalah

1. DS: Rokok Nyeri akut


|
- Pasien Mengeluh nyeri
Aterosklerosis
dada yang parah selama
24 jam |
- Nyeri dada kiri menjalalar Iskemia
ke rahang atas, lengan |
kiri dan belikat kiri Akut Miokard Infrak

- Nyeri terasa seperti (AMI)


ditusuk tusuk dan panas |

- Pasien mengatakan Nyeri dada


memiliki riwayat |
hioertensi dan perokok Nyeri Akut
aktif
- Pasien mengatakan blm
pernah mengalami gejala
tersebut sebelumnya
DO :

- Skala nyeri 6 meningkat


menjadi 10 selama 24 jam
- HR 90 bpm
- TD 110l70 mmHg
- Jantung murmur
- Elektrokardiogram awal jam
09.15 wib menunjukkan HR
100 bpm, ritme sinus, blok
atrioventrikular derajat 1
(PR 240 ms)
- kompleks QRS tegangan
rendah di bidang frontal, dan
anterior ekstensif yang
sedang berlangsung.
- Terdapat infark di V1
sampai V6, ST elevasi di
sadapan yang sama dan juga
di inferior, II, III dan aVF.
- hasil oklusi cabang
interventrikular anterior dan
gambar yang menunjukkan
adanya trombus intrakoroner
- lesi 45% pada arteri
sirkumfleksa, 30% pada
arteri koroner kanan dan
40% pada ostium cabang
desenden posterior kanan.
Diagnosa Keperawatan

- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (iskemia) ditandai dengan
mengeluh nyeri dengan sekala awal 6 menjadi 10 setelah 24 jam, meringis.

B. INTERVENSI KEPERAWATAN:
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan

- Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Observasi:


berhubungan keperawatan selama 2x24 jam maka,
dengan agen Observasi:
tingkat nyeri dengan ekspektasi
pencedera fisik
1. Identifikasi lokasi,
(iskemia) ditandai menurun dan kriteria hasil:
karakteristik, durasi,
dengan mengeluh
- Keluhan nyeri menurun 5 frekuensi, kualitas,
nyeri dengan
intesitas nyeri
sekala awal 6 - Meringis menurun 5 2. Identifikasi skala nyeri
menjadi 10 setelah - 3. Identifikasi respon yeri
24 jam, meringis
non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaryh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Idemtifikasi pengaruh
nyeri terhadap kulitas
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik:

1. Berikan terapi non


farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Control lingkingan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
merdakan nyeri

Edukasi:

1. Jelesakan penyebab ,
periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakalogis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian
analgetik

.
A. Resume penyakit
8. Pengertian
paru obstruktif kronik penyakit (PPOK) sebagai "penyakit yang dapat dicegah dan
diobati" dengan beberapa efek ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat
berkontribusi pada tingkat keparahan pada masing-masing pasien. paru-parunya
komponen ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berhubungan dengan
respon inflamasi abnormal dari paru-paru terhadap partikel atau gas berbahaya”
(GOLD, 2008, hlm. 2).
9. Etiologi
Faktor risiko PPOK meliputi pajanan lingkungan dan faktor pejamu (Grafik 24-1).
Faktor risiko lingkungan yang paling penting untuk PPOK adalah merokok. Faktor
risiko lingkungan lainnya termasuk pipa rokok, cerutu, dan jenis tembakau
lainnya. Perokok pasif (yaitu, perokok pasif) juga berkontribusi terhadap gejala
pernapasan dan COPD (GOLD, 2008).
10. Tanda dan gejala
 Batuk kronis
 Produksi sputum
 Penurunan berat badan
 Dispnea
11. Patofisiologi
Pada PPOK, keterbatasan aliran udara bersifat progresif dan berhubungan dengan
respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas berbahaya. Respon
inflamasi terjadi di seluruh saluran napas proksimal dan perifer, parenkim paru,
dan pembuluh darah paru (GOLD, 2008). Karena peradangan kronis dan upaya
tubuh untuk memperbaikinya, perubahan dan penyempitan terjadi di saluran udara.
Pada saluran napas proksimal (trakea dan bronkus dengan diameter lebih dari 2
mm), perubahan meliputi peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar
submukosa, yang keduanya menyebabkan hipersekresi mukus. Pada saluran napas
perifer (diameter bronkiolus kurang dari 2 mm), inflamasi menyebabkan
penebalan dinding saluran napas, fibrosis peribronkial, eksudat pada saluran napas,
dan penyempitan saluran napas secara keseluruhan (bronkiolitis obstruktif).
Seiring waktu, proses cedera dan perbaikan yang berkelanjutan ini menyebabkan
pembentukan jaringan parut dan penyempitan lumen saluran napas (GOLD, 2008).
Perubahan inflamasi dan struktural juga terjadi pada parenkim paru (bronkiolus
respiratorius dan alveolus). Destruksi dinding alveolus menyebabkan hilangnya
perlekatan alveolus dan penurunan elastic recoil. Akhirnya, proses inflamasi kronis
mempengaruhi pembuluh darah paru dan menyebabkan penebalan lapisan
pembuluh darah dan hipertrofi otot polos, yang dapat menyebabkan hipertensi
pulmonal (GOLD, 2008).
12. Penatalaksanaan medis
- Non farmakologi
 Pengurangan Risiko :
Berhenti merokok adalah satu-satunya intervensi yang paling hemat
biaya untuk mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan untuk
menghentikan perkembangannya (GOLD, 2008). Namun, berhenti
merokok sulit untuk dicapai dan bahkan lebih sulit untuk dipertahankan
dalam jangka panjang. pasien terdiagnosis PPOK yang terus merokok
harus didorong dan dibantu untuk berhenti. Faktor yang terkait dengan
terus merokok bervariasi di antara pasien dan mungkin termasuk
kekuatan kecanduan nikotin, paparan berkelanjutan terhadap
rangsangan yang berhubungan dengan merokok (di tempat kerja atau di
lingkungan sosial), stres, depresi, dan kebiasaan. Terus merokok juga
lebih umum di antara mereka yang berpenghasilan rendah, tingkat
rendah pendidikan, atau masalah psikososial (CDC, 2007b). Karena
banyak faktor yang terkait dengan lanjutan merokok, penghentian yang
berhasil seringkali membutuhkan beberapa strategi. Penyedia layanan
kesehatan harus mempromosikan penghentian dengan menjelaskan
risiko merokok dan mempersonalisasi pesan "berisiko" untuk pasien.
Setelah memberikan peringatan keras tentang merokok, penyedia
layanan kesehatan harus bekerja dengan pasien untuk menetapkan
“tanggal berhenti” yang pasti. Rujukan ke program berhenti merokok
mungkin berguna. Tindak lanjuti dalam 3 hingga 5 hari setelah "tanggal
berhenti" untuk meninjau kemajuan dan untuk mengatasi masalah yang
terkait dengan tingkat keberhasilan yang meningkat; ini harus diulang
sesuai kebutuhan. Penguatan lanjutan dengan panggilan telepon atau
kunjungan klinik adalah sangat bermanfaat. Kekambuhan harus
dianalisis, dan pasien dan penyedia layanan kesehatan harus bersama
sama mengidentifikasi kemungkinan solusi untuk mencegah
kemunduran di masa depan. Penting untuk menekankan keberhasilan
daripada kegagalan. Pengganti nikotin, farmakoterapi lini pertama yang
andal meningkatkan jangka panjang tingkat pantang merokok, datang
dalam berbagai bentuk (permen karet, in haler, semprot hidung, patch
transdermal, tablet sublingual, atau tablet hisap). Bupropion SR
(Wellbutrin, Zyban) dan nortripty line (Aventyl), keduanya
antidepresan, juga dapat meningkatkan angka berhenti merokok jangka
panjang. Agen farmakologis lainnya termasuk agen antihipertensi
clonidine (Catapres); namun, sisinya efek membatasi penggunaannya.
Varenicline (Chantix), agonis parsial reseptor asetilkolin nikotinat,
dapat membantu dalam berhenti merokok (EMAS, 2008). Pasien yang
bukan kandidat yang tepat untuk penggunaan farmakoterapi termasuk
mereka yang memiliki kontraindikasi, perokok ringan (kurang dari 10
batang perhari), dan perokok hamil dan remaja. Berhenti merokok
dapat dimulai dalam berbagai perawatan kesehatan pengaturan—klinik
rawat jalan, pusat perawatan, rehabilitasi paru, komunitas, rumah sakit,
dan di rumah. Tanpa memedulikan pengaturan, perawat memiliki
kesempatan untuk mengajar pasien tentang risiko merokok dan manfaat
berhenti merokok. Berbagai materi, sumber daya, dan program yang
dikembangkan oleh beberapa organisasi (misalnya, Badan Penelitian
Kesehatan dan Kualitas, Layanan Kesehatan Masyarakat AS, CDC,
Nasional Institut Kanker, Asosiasi Paru-Paru Amerika, Amerika Cancer
Society) tersedia untuk membantu upaya ini.

- Farmakologi
D. Bronkodilator
Bronkodilator meredakan bronkospasme dengan mengubah tonus otot
dan mengurangi obstruksi jalan napas dengan memungkinkan
peningkatan distribusi oksigen ke seluruh paru-paru dan meningkatkan
ventilasi alveolus. Meskipun penggunaan biasa dari bronkodilator yang
bekerja terutama pada kelancaran jalan napas otot tidak mengubah
penurunan fungsi atau prognosis PPOK, penggunaannya sangat penting
dalam pengelolaan PPOK (GOLD, 2008). Agen-agen ini dapat
disampaikan melalui inhaler dosis terukur atau jenis lain dari inhaler,
dengan nebulisasi, atau melalui rute oral dalam bentuk pil atau bentuk
cair. Bronkodilator sering diberikan secara teratur sepanjang hari serta
sesuai kebutuhan dasar. Mereka juga dapat digunakan sebagai
profilaksis untuk mencegah sesak napas dengan meminta pasien
menggunakannya sebelumnya berpartisipasi dalam atau menyelesaikan
suatu aktivitas, seperti makan atau berjalan.Beberapa perangkat tersedia
untuk mengantarkan obat melalui metode aerosol. Ini termasuk inhaler
dosis terukur (MDI), MDI yang digerakkan oleh napas, inhaler bubuk
kering, spacer atau ruang penahan katup, dan nebulizer. Aspek kunci
dari masing-masing dijelaskan pada Tabel 24-1. MDI adalah perangkat
bertekanan yang mengandung bubuk obat aerosol. Jumlah obat yang
tepat dilepaskan dengan setiap aktivasi tabung. Pasien harus
diinstruksikan tentang penggunaan perangkat yang benar. Sebuah
spacer atau valved-holding chamber juga dapat digunakan untuk
meningkatkan deposisi obat di paru-paru dan membantu pasien
mengoordinasikan aktivasi MDI dengan inspirasi. Spacer hadir dalam
beberapa desain, tetapi semuanya terpasang ke MDI dan memiliki
corong di ujung yang berlawanan (Gbr. 24-5). Informasi sisipan paket
khusus tersedia untuk berbagai jenis perangkat pengiriman aerosol.
Beberapa kelas bronkodilator digunakan, termasuk: agonis beta-
adrenergik (kerja pendek dan panjang), agen antikolinergik (kerja
pendek dan panjang), metilksantin, dan agen kombinasi. Obat-obatan
ini mungkin digunakan dalam kombinasi untuk mengoptimalkan
bronkodilatasi. Bronkodilator kerja panjang lebih nyaman untuk
digunakan pasien. Obat nebulisasi juga dikenal sebagai nebulizer
basah (nebulisasi obat melalui kompresor udara) mungkin juga efektif
pada pasien yang tidak dapat menggunakan MDI benar atau yang lebih
suka metode administrasi ini. Namun, nebulizer basah lebih mahal
daripada yang lain perangkat dan memerlukan perawatan yang sesuai
(GOLD,2008) Bronkodilator adalah kunci untuk manajemen gejala
dalam PPOK stabil. Sebelum agen ini digunakan, berikut ini: informasi
harus dipertimbangkan: Terapi inhalasi lebih disukai, pilihan
bronkodilator tergantung pada ketersediaan dan respons individu dalam
hal pengurangan gejala dan efek samping, mereka dapat diresepkan
sesuai kebutuhan atau secara teratur untuk mengurangi gejala,
bronkodilator kerja lama lebih nyaman untuk digunakan pasien, dan
menggabungkan bronkodilator dengan durasi kerja yang berbeda dan
berbeda mekanisme dapat mengoptimalkan manajemen gejala (GOLD,
2008).
13. Pemeriksaan penunjang
 Spirometri
Spirometri digunakan untuk mengevaluasi obstruksi aliran udara, yang ditentukan
oleh rasio FEV1 terhadap kapasitas vital paksa (FVC). Hasil spirometri dinyatakan
sebagai volume absolut dan sebagai persentase dari nilai prediksi menggunakan
nilai normal yang sesuai untuk jenis kelamin, usia, dan tinggi badan. Dengan
obstruksi, pasien mengalami kesulitan mengembuskan napas atau tidak dapat
mengeluarkan udara secara paksa dari paru-paru, mengurangi FEV1. Spirometri
juga digunakan untuk menentukan reversibilitas obstruksi setelah penggunaan
bronkodilator (GOLD, 2008). Spirometri awalnya dilakukan, pasien diberikan
pengobatan bronkodilator inhalasi sesuai dengan protokol standar, dan kemudian
spirometri diulang. Pasien menunjukkan derajat reversibilitas jika nilai fungsi paru
membaik setelah pemberian bronkodilator. Bahkan pasien yang tidak menunjukkan
respon yang signifikan terhadap tes bronkodilator kerja pendek dapat mengambil
manfaat secara simtomatik dari pengobatan bronkodilator jangka panjang.

Kasus 3: COPD/ PPOK


Seorang laki-laki berusia 61 tahun dirawat dengan keluhan sesak napas
di malam hari dan dini hari, batuk disertai dahak dan episode mengi selama 2
minggu terakhir. Ia memberikan riwayat episode serupa selama 6-7 tahun terakhir.
Tidak ada riwayat sesak napas pada masa anak-anak. Pasien didiagnosis dengan
PPOK sejak 6 tahun yang lalu. Ada riwayat perburukan progresif dispnea saat
beraktivitas, variasi musiman dari sesak napas dengan gejala saat terpapar debu dan
lebih banyak saat dingin iklim yang sering membutuhkan rawat inap sejak 6-7
tahun terakhir.

Pasien memberikan riwayat paparan bahan bakar biomassa sejak kecil,


mungkin faktor penyebab dalam mengembangkan perubahan emphysematous di
kasus ini. Pasien bukan perokok, dan non-alkohol. Tidak ada sejarah tuberkulosis di
masa lalu dan keluarga. Pada pemeriksaan, pasien sedikit dispnea tanpa
menggunakan otot aksesori atau otot bantu nafas, dengan tekanan darah 132/90
mmHg, denyut nadi 108/menit, RR 34/menit, dan saturasi 90%.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan clubbing dan bentuk dada tong (barel
chest). Pada auskultasi, terdapat ronchi bilateral dengan penurunan suara napas.
Temuan laboratorium menunjukkan hemoglobin 12,9g/dl, jumlah leukosit 10.600,
serum bilirubin 0,41; SGOT 22, SGPT 19, kreatinin serum 0,98.Pemeriksaan dahak
pasien untuk basil tahan asam, pewarnaan gram dan biakan serta jamur negatif. Tes
mantoux dan serologi HIV negatif.
Hasil rontgen dada menunjukkan bilateral
hiperinflasi dengan perataan diafragma dan
obliterasi dari sudut costophrenic sisi kanan.

Spirometri menunjukkan:
FEV1- 57%, Post bronkodilator FEV1-69%,
FEV1/FVC- 59%, Pasca Bronkodilator
FEV1/FVC- 61%, Paska bronkodilator
peningkatan FEV1- 20%.

Pasien menggunakan kombinasi ICS (inhaled corticosteroid) dan LABA (long-


acting beta-agonis) untuk pengobatan PPOK. Pasien didiagnosis COPD karena
asma kronis. Pasien dianjurkan menajalan terapi selama 4 minggu kedepan.
Pertanyaan
a. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
b.
c. Deskripsikan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu
dilengkapi pada kasus tersenut?
d. Buatlah anlisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama pada kasus
tersebut?
e. Buatlah rencana keperawatan pada pasien tersebut?
Jawaban :
2. Faktor predisposisi : didiagnosis CPOD karena asma
3. Faktor presipitasi : terpapar debu dan lebih sering saat di iklim yang dingin
4. Wawancara
DOKOMENTASI PENGKAJIAN

Ruang Rawat : Penyakit dalam


Tanggal Rawat :-
No.Medrec :-
Tanggal Pengkajian :-
Diagnosa Medis : PPOK
Sumber Data : Subjektif

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama :-
Status Marital :-
Suku / Bangsa :-
Alamat :-

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Hubungan Dengan Klien :-

C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan mengeluh sesak napas dimalam hari dan dini hari, batuk disertai dahak dan
episode mengi selama 2 minggu terakhir

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Ada riwayat perburukan progresif dispnea saat beraktivitas

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien terdiagnosis PPOK sejak 6 tahun yang lalu, riwayat paparan bahan bakar biomassa sejak
kecil,

4.Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak terkaji

D. POLA KEBIASAAN SEHARI HARI


No Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum Sakit Saat Sakit

1 Pola nutrisi : - -

Makan

10. Frekuensi makan


11. Nafsu makan
12. Jenis makanan
13. Porsi
14. Keluhan
Minum - -

 Frekuensi minum
 Jenis minuman
2 Pola Eliminasi :

BAK

 Frekuensi
 Warna
 Bau
 Kel;uhan
BAB

 Frekuensi
 Warna
 Bau
 Konsistensi
 Waktu
 Keluhan
3 Pola Personal Hygiene :

Mandi

5. Frekuensi
6. Penggunaan Sabun
Oral Hygiene

7. Frekuensi
8. Penggunaan Pasta Gigi
Cuci rambut

9. Frekuensi
10. Penggunaan Shampo
4 Pola istirahat dan tidur

 Lama tidur
 Tidur siang
 Keluhan

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Composmentis
GCS : 15
2. Tanda Vital
a. Suhu :
b. Tekanan Darah : 132/90 mmHg
c. Nadi : 108x/mnt
d. Respirasi : 34x/mnt
3. Kepala
a. Rambut dan kulit kepala
- Bentuk kepala simetris, rambut bersih, warna hitam, dengan distribusi merata, tidak
terdapat nyeri tekan dan lesi

b. Mata
- Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil normal, pergerakan bola mata baik,
tidak ada yeri tekan, lapang pandang baik, ketajaman penglihatan baik

c. Hidung
- Tidak menggunakan alat bantu atau oksigen, bentuk hidung simetris, fungsi
penciuman baik, tidak terdapat nyeri tekan pada tulang hidung dan rogga sinus

d. Mulut dan Faring


- Keadaan mulut bersih,tiak ada bau mulut, gigi bersih, kadaan mukosa normal
pergerakan lidah normal, fungsi pengecapan normal

e. Telinga
- Kedua daun telinga simetris, tidak terdapat lesi dan nyeri tekan, fungsi pendengaran
baik

f. Kulit dan otot wajah


- Sensasi klit normal, tidak ada lesi, dan nyeri tekan, kekuatan otot wajah baik,
kemampuan berbicara baik,

g. Leher dan bahu


- Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limpe, pergersksn leher baik, idak
ada peningkatan vena jugularis,

h. Dada
- Pasien sedikit dispnea tanpa menggunakan otot aksesori atau otot bantu nafas, Bentuk
dada tong ( barel chest), pada auskultasi terdapat ronchi bilateral dengan penurunan
suara napas.
i. Abdomen
- Bentuk abdomen simetris, sesasi kulit normal, tidak ada nyeri tekan, suara bising usus
normal, suara ferkusi tympani disemua kuadran,

j. Punggung
- Bentuk punggung simetris, tidak ada nyeri tekan, fremitus vocal normal, tidak ada
lesi,

k. Ekstermitas atas
- Terdapat clubbing
l. Ekstermitas bawah
- Pergerakan normal. Kekuatan otot kanan dan kiri normal, turgor kulit elastis, sensasi
kulit normsl, reflek patelar dan achiles normal, CRT 3 detik

m. Genitalia
- Rambut pubis merata tidak ada kemerahan pada kult , tidak ada pemasangan kateter,
bau urine khas, kemampuan data baik.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2. Laboratorium
B. hemoglobin 12,9g/dl
C. leukosit 10.600
D. serum bilirubin 0,41; SGOT 22, SGPT 19
E. kreatinin serum 0,98
3. Pemeriksaan diagnostic lain
 Pemeriksaan dahak pasien untuk basil tahan asam, pewarnaan gram dan biakan
serta jamur negative.
 Rontgen dada
menunjukkan bilateral hiperinflasi dengan perataan diafragma dan obliterasi dari
sudut costophrenic sisi kanan
 Spirometri menunjukkan:
FEV1- 57%, Post bronkodilator FEV1-69%, FEV1/FVC- 59%, Pasca
Bronkodilator FEV1/FVC- 61%, Paska bronkodilator peningkatan FEV1- 20%.

G. TERAPI
ANALISIS DATA

Analisa data Etiologi Problem

DS : Faktor resiko Bersihan jalan nafas tidak


efektif
 Pasien mengeluh (terpapar bahan bakar
sesak nafas dimalam biomassa)
hari dan dini hari
 Batuk disertai dahak
 Episode mengi selama
2 minggu terakhir
asma kronis
 Dyspnea

DO :

PPOK
 TD 132/90 mmHg
 N : 108x/menit
 R : 34x/menit
 Saturasi 90%
 Clubing Terjadinya peradangan jalan

 Bentuk dada barrel nafas


cest
 Terdapat ronchi
bilateral
 HB 12,5g/dl Terjadi adanya penyempitan
 Leukosit 10.600 jalan nafas
 Bilirubin 0,41
 SGOT : 22
 SGPT :19
 Kreatinin serum : 0,98 adanya suara ronchi
Fremitus menurun

( penurunan suara nafas )

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

TABEL INTERVENSI

Nama Pasien : Diagnosa


Medis :

No. Rekam Medis : Ruang Rawat :

No Diagnosa Tujaun dan kriteria hasil Intervensi Aktivitas


. Keperawatan

Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan Observasi :


nafas tidak efektif selama 3x24 jam maka nafas
 Monitor pola nafas
b.d terpajan bersihanan jalan napas
( frekuensi,
polutan meningkat dengan kriteria
kedalaman, usaha
hasil :
nafas)
 Mengi menurun  Monitor bunyi
 Dyspnea menurun nafas tambahan
 Pola napas membaik ( mis. Gurling,
 Frekuensi napas mengi, wheezing,
membaik ( 16 -24 ) ronchi
 Monitor sputum
( jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik :

 Pertahankan
kepatenan jalan
nafas dengan head
tilt dan chin lift
5. Posisikan semi
fowler atau fowler
6. Berikan minum air
hangat
7. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
8. Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi :

 Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan batuk
efektif
Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektron,
mukolitik, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai