Anda di halaman 1dari 8

Keperawatan Anak : Konsep Hospitalisasi

Oleh :

Ns. Clarisa Oktafiani, S. Kep

Akademi Keperawatan Yatna Yuana Lebak

Jl. Jend. Sudirman KM. 2 Lebak – Rangkasbitung- Banten


KONSEP HOSPITALISASI

1. PENGERTIAN

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah

sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan

baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak, baik

terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2003).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.

Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan

ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004).

2. STRESOR UMUM PADA HOSPITALISASI

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak

(Nursalam, et al, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan

mudah mengalami krisis karena anak mengalami stress akibat perubahan yang dialaminya.

Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan,

maupun perubahan kebiasaan sehari-hari.

Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa

perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik

ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan

kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh

dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna

dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998).
3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ORANG TUA AKIBAT HOSPITALISASI

a. Pengalaman dengan penyakit/hospitalisasi

b. Prosedur medis (pengobatan dan diagnosis)

c. Sistem pendukung yang ada (efek terhadap fungsi)

d. Keluaran pribadi

e. Stress tambahan pada keluarga

f. Keyakinan agama dan latar belakang budaya

g. Pola komunikasi antar keluarga

4. REAKSI SIBLINGS AKIBAT HOSPITALISASI

Reaksi saudara kandung, tergantung pada:

a. Takut terkena penyakit

b. Usia yang lebih muda

c. Hubungan yang dekat

d. Lamanya tinggal di luar rumah

e. Penjelasan yang sedikit tentang saudara yang sakit

f. Perubahan pada orang tua > sering marah

5. REAKSI ANAK AKIBAT HOSPITALISASI SASUAI TAHAPAN USIA

Anak akan menunjukkan reaksi perilaku terhadap pengalaman hospitalisasi, dan orang tua

sebagai reaksi perawatannya di rumah sakit. Reaksi perilaku anak tersebut bersifat individual,

dan sangat bergantung pada :


- tahapan usia perkembangan anak,

- pengalaman sebelumnya terhadap sakit,

- sistem pendukung yang tersedia,

- kemampuan koping yang dimilikinya.

Reaksi anak terhadap sakit pada umumnya adalah kecemasan karena perpisahan,

kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.

Reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan

anak :

A. Reaksi masa bayi (0 sampai 1 tahun)

Masalah utama perpisahan dengan orang tua yang berdampak pada gangguan pembentukan

rasa percaya dan kasih sayang.

B. Reaksi masa todler (1 sampai 3 tahun), sumber stres utama adalah cemas akibat perpisahan.

Tahap protes, seolah tidak mau kehilangan orang tua dengan menunjukkan respon perilaku

menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menggunakan tingkah laku agresif

dengan menendang, menggigit, memukul, mencubit, mencoba untuk membuat orang tuanya

tetap tinggal atau menolak perhatian orang lain

C. Reaksi masa pra-sekolah (3 sampai 6 tahun)

Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di

rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan yang

dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan. Anak juga harus

meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya

(Supartini, 2004). Beberapa hal tersebut membuat anak menjadi stres atau tertekan. Sebagai

akibatnya, anak merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur
6. MANAJEMEN ASUHAN AKIBAT HOSPITALISASI

A. Penatalaksanaan keperawatan bayi (0-1 tahun) mengalami rasa aman fisik, emosional

dan psikososial :

1) selalu bersama orang tua,

2) memberi pengaman tempat tidur,

3) memberi perawatan rutin,

4) memberi mainan yang dapat menstimulasi secara kognitif,

5) bermain dengan bayi serta perkembangan bahasa dan sensorikmotorik (Muscari,

2005).

6) Bayi yang mendapatkan pelukan dan kehangatan pengasuh dapat menenangkan

rasa takut.

7) Bayi mencari keamanan dari benda yang menimbulkan rasa aman (misalnya:

selimut, mainan) (Cahyaningsih, 2011).

B. Penatalaksanaan keperawatan todler (1-3 tahun) mengalami rasa aman fisik, emosional

dan psikososial :

1) gabung bersama orang tua;

2) biarkan todler menyalurkan protesnya dan anjurkan penggunaan milik orang tua.

3) Beri intervensi kenyamanan fisik dan rasa aman dengan menggali

perkembangan keterampilan otot todler (kaji kemampuan sebelum dirawat),

4) berikan mainan yang dapat di manipulasi;

5) berikan aktivitas dengan pengawasan;


6) gunakan ruangan bermain (Cahyaningsih, 2011); berikan penjelasan sederhana

untuk prosedur yang menggunakan alat

7) berikan penjelasan sederhana untuk prosedur yang menggunakan alat.

8) berikan intervensi emosional dan psikososial dengan tingkatkan perasaan

otonomi todler dengan mengendalikan diri,

9) menganjurkan perawatan diri,

10) partisipasi dalam kebiasaan waktu tidur,

11) adaptasi sosial dengan bermain.

12) Pertahankan rutinitas, kebiasaan di rumah dan beri pilihan-pilihan (Muscari,

2005).

C. Penatalaksanaan keperawatan pra-sekolah (3-6 tahun) mengalami rasa aman fisik,

emosional dan psikososial :

Intervensi umum dengan mendampingi anak selama prosedur;

1) berikan penghargaan bila anak mau bekerjasama

2) bermain dengan menggunakan peralatan seperti pemeriksaan oleh dokter atau

perawat di rumah sakit

3) Berikan intervensi fisik yang aman dan nyaman dengan membiarkan anak

mempertahankan kendali atas fungsi tubuhnya

4) tingkatkan perawatan diri dan biarkan anak memakai sendiri pakaiannya

5) Berikan intervensi kognitif meliputi lindungi dari rasa bersalah atas penyakit atau

hospitalisasi

6) jelaskan prosedur dengan menggunakan alat permainan, mengatasi rasa takut

dengan permainan terapeutik; tingkatkan penggunaan bahasa


7) berikan intervensi emosional dan psikososial dengan dorong kemandirian anak,

biarkan anak merasa aman meski mengalami pembatasan, biarkan aktifitas rutin,

ciptakan perpisahan tanpa konflik (Muscari, 2005).


DAFTAR PUSTAKA

Kelliat. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan jiwa. Jakarta : EGC

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Supartini. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai