Anda di halaman 1dari 20

Kasus

Topik: Anak Dengan PDA dan Gagal Jantung Ross III-IV

Tanggal (kasus): 1 Des 2016 Persenter: dr. Andri Changat

Tanggal Presentasi: 19 Jan 2017 Pembimbing: dr. Ken Shinta, Sp.A. Pendamping: dr. Juliana

Tempat Presentasi: Ruang Komite Medik RSUD Sultan Immanudin Pangkalanbun

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Pasien anak perempuan 11 tahun, sesak nafas. Sesak tiba-tiba disertai batuk pilek dan nyeri dada sejak 1

minggu dan juga disertai berdebar debar.

Tujuan: mendiagnosis dan mengatasi Gagal Jantung pada Anak

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

1
Data Pasien: Nama: An. SP Nomor Registrasi: 079380

Nama Klinik: Telp: Terdaftar Sejak: 1 Des 2016

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:

Pasien anak perempuan 11 tahun, sesak nafas. Sesak tiba-tiba disertai batuk pilek dan nyeri dada sejak 1 minggu

dan juga disertai berdebar debar

2. Riwayat Pengobatan:

Pernah menjalani pengobatan sakit jantung tapi tidak melanjutkan pengobatan

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:

Thn 2011 pernah sesak dan nyeri dada, kemudian disarankan SpA untuk berobat ke Jawa dan didiagnosa sakit

jantung. Tidak control dan tidak melanjutkan pengobatan

4. Riwayat Keluarga:

Tidak ada

5. Riwayat Pekerjaan

Pasien tidak bekerja.

6. Lain-lain:

2
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Daftar Pustaka:

a. Wilkinson JL. Practical guidelines to early detection of congenital heart disease in the newborn period. Indones J

Pediatr Cardiol 1999,1:30-9

b. Allen HD, Franklin WH, Fontana ME. Congenital heart disease: untreated and operated. Dalam: Emmanoulides GC,

Riemenschneider TA, Allen HD, Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease in infants, children, and

adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: Williams & Wilkins; 1995. h. 657-64

c. Ramakrishnan S, Kothari SS, Bahl VK. Heart Failure Definition and Diagnosis. Indian Heart J 2005; 57:13-20

d. Braunwald E, Grossman W. Clinical aspects of heart failure. In Braunwald E ed. Heart Disease: A Textbook of

Cardiovascular Medicine, 4th ed. Philadelphia; Saunders, 1992; 444463.

e. Sommers C, Nagel BH, Neudorf U, Schmaltz AA. Congestive heart failure in childhood. An epidemiologic study. Herz

2005;30:652-662

Hasil Pembelajaran:

1. Penegakan diagnosis Patent Ductus Arteriosus

2. Penatalaksanaan yang tepat dan akurat untuk mengendalikan symptom sesuai dengan diagnosis

3. Mewaspadai risiko komplikasi

3
4. Edukasi dan konseling untuk pasien

1. Subyektif: Pasien anak perempuan 11 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Sesak datang

tiba-tiba disertai batuk pilek dan nyeri dada sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dada disertai rasa berdebar debar dan

keringat dingin. Sianosis (-). Demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu. Sempat terkena batuk pilek 2 minggu yang

lalu selama 5 hari

Sesak tiba-tiba disertai nyeri dada dan rasa berdebar debar serta memiliki riwayat sakit jantung dan riwayat

infeksi saluran pernafasan sebelumnya. Bila pada seorang pasien yang berusia 11 tahun ditemukan gejala nyeri

dada maka harus dipikirkan gejala-gejala penyakit jantung bawaan dan juga penyakit jantung rematik.

2. Objektif:

Pemeriksaan Fisik :

o Nadi: 130 x/menit, Suhu: 38,5C, RR: 36 x/menit, SpO2: 100%, BB: 29 kg, TB: 142 cm, IMT: 14.38

o Keadaan Umum : Tampak sakit berat, sesak, pucat, bengkak

o Kepala:

Mata : Conjuctiva anemis +/+, Sklera ikterik : -/-

Leher : KGB tidak membesar

o Thorax : Bentuk dan pergerakan simetris

4
Auskultasi : Pulmo : Suara napas vesikuler kanan = kiri, Ronchi -/-,Wheezing -/-

Cor : bunyi jantung irregular, bising jantung (+) pansistolik murmur PM apex III/6, continuous murmur PM

intercostae II parasternalis sinistra III/6

o Abdomen : Inspeksi : cembung

Auskultasi : bising usus + normal

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani

o Ekstremitas : akral hangat, sianosis , edem +/+

Hasil Laboratorium:

o Darah

Hb: 6,5 g/dl

leukosit: 17.300 mm3

Ht: 20,9 %

trombosit: 198.000 mm3

Diff Count -/-/-/79/17/4

MCV: 79,4

MCH: 24,7

5
MCHC: 31,2

RDW: 19,5

Kimia klinik:

SGOT: 26 u/l

SGPT: 11 u/l

Ureum: 23 mg/dl

Creatinin: 0,6 mg/dl

GDS : 82 mg/dl

Na/K/Cl: 134,5/3,88/109,1

ASTO: Negatif

EKG : Sinus Irreguler, Takikardi (HR 150/mnt), Biventrikel Hipertrofi

Ro Thorax: Kardiomegali (CTR 67%), corakan bronkovaskuler meningkat (phletore)

Echo (Tahun 2011): PDA(+) diameter 5mm L->R Shunt, dilatasi LA dan LV, MR ringan

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang mendukung diagnosis PDA dengan Gagal Jantung

ROSS III-IV. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:

Anamnesis

6
Gejala klinis

Hasil EKG dan Echo jantung serta foto Thorax

3. Assessment (Penalaran Klinis)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS

Definisi Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi lahir

Insidensi PDA:

Pria: wanita = 1:2

Bayi premature

15% dari seluruh angka kejadian Penyakit Jantung Bawaan

Manifestasi Klinis PDA

1. Patent Duktus Arteriosus kecil

Patent duktus arteriosus kecil dengan diameter 1.5-2.5 mm biasanya tidak memberi gejala. Tekanan darah dan

tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum.

Pada auskultasi terdengar bising kontinu, machinery murmur yang khas untuk Patent Duktus Arteriosus, di daerah

7
subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah

atau menghilang.

2. Patent Duktus Arteriosus sedang

Patent Duktus Arteriosus sedang dengan diameter 2.5-3.5 mm biasanya timbul sampai usia dua sampai lima bulan

tetapi biasanya keluhan tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas,

namun biasanya berat badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat bermain.

3. Patent Duktus Arteriosus besar

Patent Duktus Arteriosus besar dengan diameter >3.5-4.0 mm menunjukkan gejala yang berat sejak minggu-minggu

pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak

sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila minum dan kadang dapat

disertai tanda gagal jantung.

Tatalaksana PDA

Terapi Suportif dilakukan ketika sedang dalam terapi dan evaluasi.

Lingkungan yang suhu netral dan oxsigenasi yang adekuat untuk mengurangi demand pada left ventricular output.

Positive end expiratory pressure (PEEP) untuk meningkatkan pertukaran gas pada bayi dengan masalah

pernafasan.

8
Mempertahankan hematocrit 35 sampai 40% untuk meningkatkan tahanan vaskuler paru dan mengurangi left-to-

right shunt

Terapi Intervensi untuk menutup PDA meliputi terapi farmakologi, surgical ligation, percutaneous catheter oclution

Indikasi Penutupan PDA

Left-to-right shunt yang signifikan + symptom

Adanya tanda volume overload di bagian kiri jantung (pembesaran atrium atau ventrikel kiri),

Hipertensi pulmoner reversible

Penutupan PDA tidak direkomendasikan untuk pasien dengan Hipertensi Pulmoner berat dan irreversible

GAGAL JANTUNG

Definisi gagal jantung adalah kondisi saat otot jantung menjadi sangat lemah sehingga tidak bisa memompa cukup

darah ke seluruh tubuh pada tekanan yang tepat. Gagal jantung pada anak umumnya disebabkan oleh gangguan

structural jantung dan kondisi yang reversible

Faktor Resiko

Overload volume dengan gangguan fungsi systolic ventrikel

9
a) Left to right shunt besar: VSD, AVSD, PDA

b) Lesi campuran dengan Pulmonary Blood Flow yang tinggi: TGA, TAPVC, Truncus

c) Regurgitasi: MR, AR (Rheumatic/Congenital)

Disfungsi myosit dengan fungsi kontrasksi ventrikel yang abnormal

a) Pressure overload: Severe AS, PS

b) Distrofi otot, DCM

c) Inflamasi: Myocarditis, Chagas, HIV

d) Tachycardiomyopathies sekunder to SVT

e) Morfologi abnormal: single ventricular (pre dan post op)

f) Ischemic: ALCAPA

g) Lainnya: Sepsis, post CPB, hypocalcaemia etc.

Klasifikasi Gagal Jantung Menurut Ross

Ross I: Tidak ada keterbatasan dan gejala

Ross II: Takipneu ringan atau diaphoresis ketika menyusu pada bayi, dyspneu ketika aktivitas pada anak yang

lebih besar. Tidak ada gangguan perkembangan

10
Ross III: Tachypnea atau diaphoresis saat makan atau aktivitas. Waktu menyusu memanjang. Gangguan

pertumbuhan dari CHF

Ross IV: Simptom ketika istirahat dengan tachypneu, retraksi, grunting, atau keringat dingin

Manifestasi Klinis

a. Gangguan pertumbuhan.

Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah

jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan

ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.

b. Sianosis.

Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis mudah dilihat pada selaput lendir

mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis

perifer yang sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung ujung

jari.

c. Toleransi latihan.

Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan status kompensasi jantung ataupun

derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang.

11
d. Infeksi saluran napas berulang.

Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering

pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak

sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.

e. Bising jantung.

Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan

kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi

bising, derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising

jantung pada pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga

menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis

Tatalaksana Gagal Jantung

Terdapat tiga aspek yang penting dalam penanggulangan gagal jantung yaitu pengobatan terhadap gagal jantung

yaitu, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari, dan pengobatan terhadap faktor pencetus (anemia, infeksi,

dan disritmia). Termasuk dalam pengobatan medikamentosa gagal jantung yaitu rnengurangi retensi cairan dan

gararn, meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan mengurangi beban jantung.

Terapi Nonmedikamentosa:

12
Istirahat. Pada gagal jantung akut yang berat pasien perlu dirawat inap. Tirah baring dengan posisi setengah

duduk sangat membantu pasien.

Suhu dan kelembaban. Neonatus sangat rentan terhadap perubahan suhu lingkungan, khususnya suhu

dingin, lebih-lebih bila menderita penyakir berat. Oleh karena itu neonatus dengan gagal jantung perlu

ditempatkan di inkubator dengan pengatur suhu dan kelembaban.

Oksigen. Oksigen, biasanya cukup dengan kateter naso-fanngeal atau masker, harus secara rutin diberikan

pada setiap pasien gagal jantung akut atau gagal jantung yang berat,

Pernberian cairan dan diet. Pada pasien dengan gagal jantung berat seringkaii masukan cairan dan makanan

per oral tidak memadai, atau mengandung bahaya terjadinya aspirasi. Oleh karena itu pada pasien tersebut

seringkali diperlukan pemberian cairan intravena. Mengingat terdapatnya kecenderungan terjadinya retensi

cairan dan natrium pada pasien gagl jantung, dan kehilangan kalium bila diberikan diuretik, maka diberikan

cairan tanpa natrium, dan jumlahnya perlu dikurangi menjadi kira-kira 75-80% kebutuhan rumatan. Pada

pasien yang dapat masukan oral atau yang rawat jalan diperlukan diet rendah garam. Namun tidak perlu

terlalu ketat mengingat kelebihan natrium dapat dikontrol dengan diuretik. Sedang makanan tawar sering

ditolak pasien

Terapi Medikamentosa:

1. Obat-Obat Inotropik

13
Obat inotropik yang ideal dapat meningkatkan kontrakti1itas otot jantung tanpa naenyebabkan peninggian O2,

takikardi atau aritmia. Sayangnya obat yang mempunyai sernua karakteristik tersebut sampai sekarang belum

dapat ditemukan.

2. Digitalis (Digoksin)

Sampai sekarang digoksin masih banyak dipergunakan dalam pengobatan gagal jantung pada bayi dan anak.

Manfaat utamanya ada1ah akibat efek inotropiknya, yakni dalam menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi

ventrikel. Digoksin juga mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi sistemik dengan vasodilatasi perifer,

serta menurunkan frekuensi denyut jantung. Digoksin tidak berrnanfaat, bahkan mungkin berbahaya, bila

diberikan pada pasien dengan lesi obstruktil misalnya koarktasio aorta.

3. Obat Inotropik Parenteral

Bayi dan anak dengan gagal jantung akut yang berat seringkali memerlukan obat inotropik yang lebih poten.

Untuk keperluan tersebut pada saat inii telah tersedia beberapa jenis obat inotropik yang diberikan dengan infus

konstan, yang banyak digunakan pada saat ini adalah dopamin dan dobutarnin. Dopamin merupakan prekursor

katekolamin dan epinefrin. Pada dosis rendah, yakni 2,5 g/kgBB/menit doparnin terutama berpengaruh

meningkatkan aliran darah ginjal, sehingga menambah ekskresi air dan garam. Pada dosis 10-20 g/kgBB/rnenit

dopamin terutama mempunyai efek inotropik, namun sering menimbuikan gangguan irama jantung. Oleh karena

itu sebagian ahli menyarankan untuk tidak memakai dopamin sebagai inotropik.

14
4. Vasodilator

Walaupun digitalis dan diuretik masih dipakai sebagai obat standar, akhir-akhir ini banyak dipakai vasodilator

dalam penatalaksanaan gagal jantung pada bayi dan anak. Cara kerja obat vasodilator tersebut adalah dengan

mempengaruhi preload dan afterload. Pengobatan gagal jantung pada anak dengan vasodilator telah banyak

dicoba dengan hasil memuaskan. Agar dapat dipilih obat yang tepat untuk gagal jantung, perlu dipahami prinsip

dasar fungsi jantung yang normal maupun abnormal seperti dlkemukaan di atas.

5. Venodilator

Cara kerja venodilator ialah menurunkan tekanan darah sistemik dan pulmonal, mengurangi bendungan vena,

tetapi tidak meningkatkan curah jantung secara langsung. Nitrat dan nitrogliserin sangat berguna untuk pasien

gagal jantung dengan edema paru akibat regurgitasi katup mitral atau aorta. Pada pasien pascaoperasi jantung,

obat ini dipakai apabila terdapat gejala bendungan vena sistemik dan paru akibat peninggian tekanan pengisian

(filling pressure). Efek obat berguna apabila terdapat peninggian tekanan atau volume pengisian ventrikel.

Apabila tekanan atau volume pengisian ventrikel rendah, malahan akan terjadi penurunan curah jantung.

6. Dilator Arteri

Obat dilator arteri berkhasiat menurunkan afterload dengan akibat bertambahnya curah jantung tanpa

meningkatkan konsumsi oksigen. Akan terjadi penurunan tekanan pengisian ventrikel karena pengosongan

ventrikel lebih baik.

15
7. Dilator Arteri-Vena

Obat ini berkhasiat menurunkan preload dan afterload sehingga menurunkan tekanan pengisian ventrikel dan

penambahan curah jantung, karenanya ia berguna pada peninggian tekanan pengisian ventrikel yang disertai

curah jantung yang rendah. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah penghambat enzim menguhah renin-

angiotensin-aldosteron (kaptopril) yang kini paling banyak dipakai.

8. Diuretik

Golongan diuretik bermanfaat mengurangi gejala bendungan, apahila pemberian digitalis saja ternyata tidak

memadai, namun deuretik sendiri tidak memperbaiki penampilan miokardium secara lansung. Obat yang

tersering dipakai adalah golongan tiazid, asam etakrinik, furosemid, dan golongan antagonis aldosteron.

Furosemid merupakan diuretik yang paling banyak digunakan karena efektif, aman, dan murah. Namun diuretik

menyebabkan ekskresi kalium bertambah, sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan

tambahan kalium (berupa KCI). Dengan furosemid rendah suplemen kalium mungkin tidak diperlukan; sebagian

ahli hanya menganjurkan tambahan makan pisang yang diketahui mengandung banyak kalium daripada.

memberikan preparat kalium. Kombinasi antara furosemid dengan spironolakton dapat bersifat aditif, yakni

rnenambah efek diuresis. dan oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium maka pemberian kalium tidak

diperlukan.

9. Pengobatan Kombinasi

16
Gagal jantung berat seringkali memerlukan pengobatan kombinasi antara obat inotropik dan obat yang

mengurangi beban jantung. Kombinasi antara dopamin dosis rendah dengan dobutamin seringkali digunakan

untuk gagal Jantung berat atau syok kardiogenik. Seperti telah diuraikan, dopamin dosis rendah menambah aliran

darah ginjal, sedangkan dobutarnin merupakan obat inotropik yang kuat dan aman. Kombinasi dopamin atau

dobutamin dengan nitroprusid dipakai pada penderita gagal jantung dengan curah iantung rendah pascabedah

jantung terbuka. Kombinasi antara kaptopril oral dengan digoksin dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang

kardiomiopali kongestif dengan atau tanpa insufisiensi aorta atau mitral berat

10. Terapi Bedah

Tindakan bedah menempati peran penting dalam tata laksana gagal jantung pada bayi dan anak, baik untuk

penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung didapat. Dalam praktek pediatri, penyakit jantung yang

seringkali menyebabkan gagal jantung adalah lesi dengan pirau kiri ke kanan (defek septum ventrikel, duktus

arteriosus persisten), serta penyakit jantung reumatik terutama. Kelainan katup mitral atau aorta. Secara umum

dapat dikatakan bahwa terapi definitif untuk pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan adalah

tindakan bedah. Terdapatnya gagal jantung menunjukkan bahwa kelainan struktural yang terjadi adalah

berderajat berat. Untuk tiap lesi tertentu, makin dini gagal jantung terjadi, makin berat kelainan yang ada. Pada

sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi dalam harihari atau minggu-minggu pertama pascalahir,

misalnya pada sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta berat, atau anomaili total drainase

17
vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka ini terapi medikamentosa saja sulit diharapkan rnemberikan

hasil, sehingga tindakan invasif diperlukan segera setelah keadaan pasien dibuat stabil. Kegagalan untuk

melakukan operasi pada golongan pasien ini harnpir selalu akan berakhir dengan kematian. Pada gagal jantung

akibat penyakit jantung bawaan yang kurang berat, pendekatan awal yang umum adalah memberikan terapi

medis yang adekuat. Bila terapi medis menolong, yang tampak dengan hilangnya gejala gagal jantung,

meningkatnya toleransi latihan, serta bertambahnya berat badan dengan cukup memadai, maka terapi medis

diteruskan sambil menunggu saat yang baik untuk koreksi bedah. Namun apabila terapi rnedis tidak memperbaiki

fungsi jantung, rnaa tindakan bedah diperlukan lebih dini, baik berupa bedah paliatif (banding a. pulmonalis)

maupun bedah korektif Pada pasien penyakit jantung reumatik yang berat yang disertal gagal jantung, maka

obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder (biasanya adalah

penisilin benzatin) Pengobatan yang disertai dengan profilaksis sekunder yang adekuat mungkin dapat

memperbaiki keadaan jantung. Sebaliknya apabila profilaksis sekunder tidak dilaksanakan dengan haik maka

pasien terancam mengalami serangan ulang demam reumatik yang mempunyai potensi untuk lebih

memperburuk kelainan jantung yang sudah ada. Bila terapi medis tidak menolong, maka diperlukan evaluasi

apakah diperlukan tindakan invasif (valvulotomi mitral dengan balon pada stenosis mitral, rekonstruksi katup pada

insufisiensi mitral atau insufisiensi aorta, atau operasi penggantian katup) pada pasien remaja atau dewasa

muda. Golongan pasien ini, yakni pasien dengan cacat katup yang berat akibat penyakit jantung reumatik,

18
meskipun telah dilakukan valvuloplasti balon atau operasi, masih menyisakan kemungkinan terdapatnya gejala

sisa sehingga sebagian besar pasien tidak dapat hidup sama sekali normal. Pemantauan seumur hidup sangat

diperlukan agar setiap perubahan yang tidak dikehendaki dapat dideteksi secara dini dan diatasi dengan adekuat.

4. Plan:

Diagnosis Etiologi: Penyakit Jantung Bawaan Asianotik

Diagnosis Anatomis: PDA + Susp Mitral Regurgitasi

Diagnosis Fungsional: Gagal Jantung Ross III-IV + Anemia Normositik Normokrom+ Gizi Kurang

Pengobatan:

O2 2L/menit

Infus Dextrose 5% 10 tpm

Inj Ceftriaxon 2x1gr

Inj Ranitidine 2x30mg

Inj Sanmol 3x300mg k/p

Inj Furosemide 3x15mg

Transfusi PRC 1x250cc

19
PO: Paracetamol Syr 1,5cth k/p

Pendidikan: Memberitahu individu dan keluarga untuk:

a. Mengontrol emosi, mengurangi aktivitas fisik yang berat dimana membutuhkan banyak oksigen dalam

aktivitasnya.

b. Melakukan pola hidup sehat seperti mengatur pola makan, melakukan olah raga ringan secara teratur.

Konsultasi:

Di jelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan dokter spesialis anak secara berkala. Konsultasi ini

merupakan upaya agar penyakit dapat ditangani dan dikontrol dengan tepat.

Pangkalan Bun, 19 January 2017

Presenter Pendamping Pembimbing

(dr. Andri Changat) (dr. Juliana) (dr. Ken Shinta, Sp.A)

20

Anda mungkin juga menyukai