Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2014


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HEPATOMA

Di Susun Oleh :
BELLA ANGGRAENI SARI
1102090097

PEMBIMBING
dr. FERICA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Bella Anggraeni Sari
NIM : 1102090097
Universitas : Universitas Muslim Indonesia
Judul : Hepatoma
telah menyelesaikan refarat dengan judul tersebut dalam rangka kepaniteraan
klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia

Makassar, Agustus 2014

Pembimbing, Coass,

dr. Ferica Bella Anggraeni Sari

Pembimbing Baca,

dr.Sari

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Ng
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Mekar Sari
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Nomor RM : 669020
Tanggal Pemeriksaan : 02/07/2014
Ruangan : Baji Pamai 1 kmr.207 Labuang Baji

B. CATATAN RIWAYAT PENYAKIT


ANAMNESIS : Autoanamnesis
KELUHAN UTAMA : Nyeri perut kanan atas
ANAMNESIS TERPIMPIN :

Dialami sejak 6 bulan lalu, pasien merasakan seperti tertusuk-


tusuk, dirasakan terus-menerus, dan tidak tembus belakang. Perut juga
dirasakan membesar sejak 2 bulan yang lalu,memberat 1 minggu terakhir.
perut terasa penuh (+) disertai mual (+), muntah (+) frekuensi 1x/hari
berisi makanan (+), darah (-), batuk (-), sesak (-),lendir (-), darah (-).
Mata kuning (+) sejak 3 bulan yang lalu. Pasien merasakan gatal
diseluruh badan bersamaan dengan mata kuning. Kedua tungkai
membengkak sejak 1 bulan yang lalu dan terasa berat bila berjalan. BAK
lancar dengan volume kesan cukup, warna teh pekat (+). Riwayat BAK
berpasir (-) darah (-). BAB dempul (+) sejak 1 bulan yang lalu, belum
BAB sejak 2 hari. Penurunan berat badan ± 10 kg dalam 2 bulan terakhir.

3
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat DM (-), Riwayat Hipertensi (-), Riwayat penyakit jantung (-),
Riwayat penyakit kuning (-), Riwayat OAT (-), Riwayat merokok (-),
Riwayat minum alkohol (-).

C. PEMERIKSAAN FISIS
 Status Present :
Sakit sedang/ Gizi Cukup/ Composmentis
LLA=22 cm BB= 40 kg; TB= 150 cm; IMT= 17,78 kg/m2
 Tanda Vital :
o Tensi : 110/70 mmHg
o Nadi : 82 kali/menit (reguler, kuat angkat)
o Pernapasan : 20 kali/menit (thoracoabdominal)
0
o Suhu : 36,6 C (axilla)

 Kepala
o Ekspresi : biasa
o Simetris muka : simetris kiri = kanan
o Deformitas : (-)
o Rambut : putih, lurus, sukar dicabut
 Mata
o Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
o Gerakan : ke segala arah
o Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan
o Kelopak Mata : edema palpebra (-), ptosis (-)
o Konjungtiva : anemis (+)
o Sklera : ikterus (+)
o Kornea : jernih
o Pupil : bulat, isokor ∅2,5mm/∅2,5mm
RCL +/+, RCTL +/+

4
 Telinga
o Pendengaran : dalam batas normal
o Tophi : (-)
o Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
 Hidung
o Perdarahan : (-)
o Sekret : (-)
 Mulut
o Bibir : kering (-),stomatitis (-)
o Lidah : kotor (-), candidiasis oral (-),
o Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
o Faring : hiperemis (-)
o Gigi geligi : caries (-)
o Gusi : perdarahan (-)

 Leher
o Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
o Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
o DVS : R-2 cm H2O
o Pembuluh darah : tidak ada kelainan
o Kaku kuduk : (-)
o Tumor : (-)
 Thorax
o Inspeksi
Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : simetris kiri = kanan, tidak ada kelainan
Sela iga : simetris kiri = kanan, tidak ada pelebaran
Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)

5
o Palpasi
Fremitus raba : simetris kiri = kanan,
Nyeri tekan : (-)
o Perkusi
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dextra anterior
Batas paru belakang kanan : ICS X dextra
Batas paru belakang kiri : ICS XI sinistra
o Auskultasi
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -

 Jantung:
o Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : pekak
batas atas jantung : ICS III sinistra
batas kanan jantung : linea parasternalis dextra
batas kiri jantung : linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler,
bunyi tambahan bising (-)
 Abdomen
o Inspeksi : datar, ikut gerak napas
o Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
o Palpasi : perut distended (-), massa tumor (-),
nyeri tekan (+)

6
Hati : teraba 3 jari bac, NT (-), konsistensi
keras, permukaan berbenjol-benjol,
tepi ireguler.
Limpa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Lain-lain : lien tidak teraba
o Perkusi : Ascites (+) sifting dullness (+)

 Alat Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

 Anus dan Rektum :


RT: spinchter mencekik, ampulla kosong, massa tumor (-)
HS: feces (-), lendir (-), darah (-)
 Punggung
o Palpasi : gibbus (-), massa tumor (-),
fremitus raba simetris kiri = kanan
o Nyeri ketok : (-)
o Auskultasi : suara napas (+), Rh -/-, Wh -/-
o Gerakan : dalam batas normal
o Lain – lain : (-)
 Ekstremitas : Edema +/+

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23/07/2014

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan


WBC 12,9x 103/uL 4 - 10 x 103/uL
RBC 3,15 x 106/uL 4–6 x 106/uL
HGB 10,2 g/dL 12 - 16 g/dL
HCT 27,1 % 37 – 48%
DARAH
RUTIN PLT 98 x 103/uL 150-400 x 103/uL
MCV 95 µm 80-100 µm
MCH 28 pg 27-32 pg
MCHC 32,7 g/dl 32-36 g/dl
GLUKOSA <200 mg/dl
GDS 100 mg/dl
DARAH

a. Fungsi hati
SGOT : 107 UI / l  38 UI/l
SGPT : 53 UI / l  41 UI/l
Protein total : 6,97 gr/dl 6,0 – 7,8 gr/dl
Albumin : 2,25 gr/dl 4,0 – 5,2 gr/dl
Globulin : 3,72 gr/dl 1,3 – 2,7 gr/dl
Bil total : 37,49 mg/dl 0,3-1,0 mg/dl
Bil direk : 26,9 mg/dl 0,4 mg/dl
Bil indirek : 1,63 mg/dl 0,6 mg/dl

b. Seromarker Hepatitis
HbsAg : positif

Anti HCV : negatif

8
c. Faal hemostatis
PT : 15,2 detik 10,8-14,4 detik

APTT : 39,3 detik 24-36 detik

d. Fungsi ginjal
Ureum darah : 10 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin darah : 0,20 gr/dl 0,5 –1,2 mg/dl

E. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. S/ hepatoma dd/ ca caput pankreas
2. Bisitopenia MD
3. Hipoalbuminemia
4. Hiponatremia (130)

F. PENATALAKSANAAN AWAL:
1. Diet hepar II
2. Asering 20 tpm
3. Koreksi albumin 20 = 2,4 1 botol / hari sebanyak 3 botol
4. Injeksi Novalgin 1 amp/12j/iv
5. Spironolakton 25 mg 1-0-0

G. RENCANA PEMERIKSAAN:
 ADT , Fe , TIBC
 CT SCAN ABDOMEN
 ALP , Alkal fosfat

H. PROGNOSIS
o Ad Functionam : Dubia
o Ad Sanationam : Dubia
o Ad Vitam : Dubia

9
LEMBAR FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi

23/6/2014 S: Mual (+), muntah (+), demam ( -) - Diet Hepar II


tidak terus menerus. Nafsu - IUFD asering 20 tpm
T : 110/70 makan berkurang. - Inj.Novalgin 1 amp/12j/IV
N : 84x/i BAB : belum pagi ini - Spironolakton 25 mg 1-0-0
P : 24 x/i BAK : lancar, warna seperti teh - Koreksi albumin 20% 1 botol
S : 36.5 oC O: SS/GC/CM / hari sebanyak 2 botol
Kepala: anemis (+), ikterus (+),
sianosis (-) DVS R-2 CmH2o
Mulut: sariawan (-) perdarahan
gusi (-)
Telinga: Nyeri tekan di processus
mastoideus (-)
Thorax: BP: bronkovesikuler
BT: Rh -/- Wh -/-
Abdomen : cembung,MT (-) NT (+)
Ascites (+) hepar: hepatomegali (+)
pembesaran 3 cm dari arkus costa,
konsistensi : keras, sudut tumpul
permukaan berbenjol-benjol, tepi
reguler. NT (-).
Lien: tidak teraba
Ascites (+)
Anus dan rektum: Spinkter
mencekik, ampulla kurang, mukosa
licin, handschoen tidak ada darah.

10
Extremitas : Edema Pretibial +/+

A:
-S/Hepatoma dd/c caput pankreas
- Bisitopeni MD edema
- Hipoalbuminemia
- Hiponatremia (130)

24/6/2014 S: Mual (+), muntah (-), demam ( -) - Diet Hepar II


tidak terus menerus. Nafsu - IUFD asering 20 tpm
T : 120/70 makan berkurang. - Inj.Novalgin 1 amp/12j/IV
N : 88 x/m BAB : berwarna dempul - Spironolakton 25 mg 1-0-0
P : 20 x/m BAK : lancar, warna seperti teh - Koreksi albumin 20% 1 botol
S : 36,5 C O: SS/GC/CM / hari sebanyak 2 botol
Kepala: anemis (+), ikterus (+),
sianosis (-) DVS R-2 CmH2o
Lidah: merah kecoklatan
Mulut: sariawan (-) perdarahan
gusi (-)
Telinga: Nyeri tekan di processus
mastoideus (-)
Thorax: BP: bronkovesikuler
BT: Rh -/- Wh -/-
Abdomen : cembung,MT (-) NT (-)
Ascites (+) hepar: hepatomegali (+)
pembesaran 3 cm dari arkus costa,
konsistensi : keras, sudut tumpul
permukaan berbenjol-benjol, tepi
reguler.
Lien: tidak teraba

11
Ascites (+)
Anus dan rektum: Spinkter
mencekik, ampulla kurang, mukosa
licin, handschoen tidak ada darah.
Extremitas : Edema Pretibial +/+

A:
-S/Hepatoma dd/c caput pankreas
- Bisitopeni MD edema
- Hipoalbuminemia
- Hiponatremia (130)

25/06/2014 S: Mual (+), muntah (-), demam ( -) - Diet Hepar II


tidak terus menerus. Nafsu - IUFD asering 20 tpm
T : 130/70 makan berkurang. - Inj.Novalgin 1 amp/12j/IV
N : 92 x/i BAB : berwarna dempul - Spironolakton 25 mg 1-0-0
P : 16x/i BAK : lancar, warna seperti teh - Koreksi albumin 20% 1 botol
S : 36.7 oC O: SS/GC/CM / hari sebanyak 2 botol
Kepala: anemis (+), ikterus (+),
sianosis (-) DVS R-2 CmH2o
Lidah: merah kecoklatan
Mulut: sariawan (-) perdarahan
gusi (-)
Telinga: Nyeri tekan di processus
mastoideus (-)
Thorax: BP: bronkovesikuler
BT: Rh -/- Wh -/-

12
Abdomen : cembung,MT (-) NT (+)
Ascites (+) hepar: hepatomegali (+)
pembesaran 3 cm dari arkus costa,
konsistensi : keras, sudut tumpul
permukaan berbenjol-benjol, tepi
reguler.
Lien: tidak teraba
Ascites (+)
Extremitas : Edema Pretibial +/+

A:
-S/Hepatoma dd/c caput pankreas
- Bisitopeni MD edema
- Hipoalbuminemia
- Hiponatremia (130)

26/06/2014 S: Mual (+), muntah (-), demam ( -) - Diet Hepar II


tidak terus menerus. Nafsu - IUFD asering 20 tpm
T : 130/80 makan berkurang. - Inj.Novalgin 1 amp/12j/IV
N : 72 x/m BAB : berwarna dempul - Spironolakton 25 mg 1-0-0
P : 20x/m BAK : lancar, warna seperti teh - Koreksi albumin 20% 1 botol
S : 36.5 oC O: SS/GC/CM / hari sebanyak 2 botol
Kepala: anemis (+), ikterus (+),
sianosis (-) DVS R-2 CmH2o
Lidah: merah kecoklatan
Mulut: sariawan (-) perdarahan
gusi (-)
Telinga: Nyeri tekan di processus
mastoideus (-)
Thorax: BP: bronkovesikuler

13
BT: Rh -/- Wh -/-
Abdomen : cembung,MT (-) NT (-)
Ascites (+) hepar: hepatomegali (+)
pembesaran 3 cm dari arkus costa,
konsistensi : keras, sudut tumpul
permukaan berbenjol-benjol, tepi
reguler.
Lien: tidak teraba
Ascites (+)
Extremitas : Edema Pretibial +/+

A:
-S/Hepatoma dd/c caput pankreas
- Bisitopeni MD edema
- Hipoalbuminemia
- Hipoatremia (130)

26/06/2014 S: Mual (+), muntah (-), demam ( -) - Diet Hepar II


tidak terus menerus. Nafsu - IUFD asering 20 tpm
T : 110/70 makan berkurang. - Inj.Novalgin 1 amp/12j/IV
N : 68x/i BAB : berwarna dempul - Spironolakton 25 mg 1-0-0
P : 20x/i BAK : lancar, warna seperti teh - Koreksi albumin 20% 1 botol
S : 36.7 oC O: SS/GC/CM / hari sebanyak 2 botol
Kepala: anemis (+), ikterus (+),
sianosis (-) DVS R-2 CmH2o
Lidah: merah kecoklatan -
Mulut: sariawan (-) perdarahan
gusi (-)
Telinga: Nyeri tekan di processus
mastoideus (-)

14
Thorax: BP: bronkovesikuler
BT: Rh -/- Wh -/-
Abdomen : cembung,MT (-) NT (+)
Ascites (+) hepar: hepatomegali (+)
pembesaran 3 cm dari arkus costa,
konsistensi : keras, sudut tumpul
permukaan berbenjol-benjol, tepi
reguler.
Lien: tidak teraba
Ascites (+)
Extremitas : Edema Pretibial +/+

A:
-S/Hepatoma dd/c caput pankreas
- Bisitopeni MD edema
- Hipoalbuminemia
- Hiponatremia (130)

15
BAB II
PEMBAHASAN

RESUME

Ny. Ng 50 tahun, alamat Dusun Mekar Sari pekerjaan IRT. Nomor RM


669020,Tanggal pemeriksaan 02/07/2014, Ruangan: Baji Pamai 1 kmr.207
Labuang Baji. Keluhan utama nyeri perut kanan atas. Dialami sejak 6 bulan lalu,
pasien merasakan seperti tertusuk-tusuk, dirasakan terus-menerus, menjal, dan
tidak tembus belakang. Perut juga dirasakan membesar sejak 2 bulan yang
lalu,memberat 1 minggu terakhir. Perut terasa penuh (+) disertai Mual (+),
muntah (+) frekuensi 1x/hari berisi makanan (+), darah (-),batuk (-), sesak (-),
lendir (-), darah (-). Mata kuning (+) sejak 3 bulan yang lalu. Pasien merasakan
gatal diseluruh badan bersamaan dengan mata kuning. Kedua tungkai
membengkak sejak 1 bulan yang lalu dan terasa berat bila berjalan. BAK lancar
dengan volume kesan cukup, warna teh pekat (+). BAB dempul (+) sejak 1 bulan
yang lalu, belum BAB sejak 2 hari. Penurunan berat badan ± 10 kg dalam 2 bulan
terakhir.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan SP: SS/GC/CM, tanda vital T: 110/70 mmHg,
N: 82 x/menit, P: 20 x/menit, S: 36,6 0C. LLA = 22 cm, BB = 40 kg, TB = 150
cm, IMT = 17,78 kg/m2. Konjungtiva anemis(+) dan ikterik (+).pekak hepar ,
Abdomen Inspeksi : cembung, ikut gerak napas, Auskultasi : peristaltik (+) kesan
normal, Palpasi : nyeri tekan (+), Hati : teraba 3 jari bac, konsistensi : keras, sudut
tumpul, permukaan berbenjol-benjol, tepi regular, NT (-). Perkusi : Ascites (+)
sifting dullness (+).

16
DISKUSI

A. Defenisi
Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas hati primer yang
berasal dari hepatosit. Sirosis hati merupakan faktor resiko utama karsinoma
hepatoseluler di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus karsinoma
hepatoseluler. Setiap tahun tiga sampai lima pasien dari pasien sirosis hepatis
akan menderita karsinoma hepatoseluler dan karsinoma hepatoseluler
merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hepatis. Otopsi pada pasien
sirosis hepatis mendapatkan 20-80% pasien di antaranya menderita karsinoma
hepatoseluler. Pada 60-80% dari sirosis makronodular dan tiga sampai sepuluh
persen dari sirosis mikronoduler didapatkan adanya karsinoma hepatoseluler.

Dalam menegakkan diagnosis, kami melihat berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit dahulu dan dapat kami simpulkan
sebagai berikut :

1. Hematemesis
2. Melena
3. Badan menjadi kurus
4. Alopesia kepala
5. Alopesia pektoralis
6. Alopesia aksilaris
7. Spider nevi
8. Ginekomasti
9. Ascites
10. Venektasi
11. Eritema palmaris
12. Edem tungkai

17
Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) merupakan
tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan
karsinoma fibromelar dan hepatoblastoma.
Tumor ganas hati lainnya ialah, kolangiosarkoma (Cholangiosarcoma = CC)
dan sitoadenomakarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma
dan leiomiosarkoma barasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati
yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC; dan 5% adalah jenis
lainnya. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti
menyangkut HCC, antara lain perkembangan pada modalitasvterapi yang
memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada kualitas hidup
pasien.

B. Insidens
Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu
keganasa yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah
sekitar 1 juta kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat
kejadian sama dengan tingkat kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160
kasus baru dan 16.780 kematian yang tercatat pada tahun 2007. Tingkat kematian
pada laki-laki di negara-negara kejadian rendah seperti Amerika Serikat adalah
1,9 per 100.000 per tahun; di daerah-daerah dengan insidensi menengah seperti
Austria dan Afrika Selatan, angka kematian tahunan berkisar 5,1-20,0 per
100.000, dan pada daerah dengan insidensi yang tinggi seperti di Asia (Cina dan
Korea), angka kematian 23,1-150 per 100.000 per tahun (lihat tabel 2.1).

Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun,


dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan
berkisar antara 2-6 : 1.

18
C. Etiologi

 Virus Hepatitis
Baik kasus-kontrol maupun studi kohort menunjukkan hubungan yang kuat antara
tingkat carrier hepatitis B kronis dan peningkatan kejadian HCC. Pada orang
Taiwan carier laki-laki yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B (HBsAg)
positif, ditemukan berisiko 98 kali lipat lebih besar untuk menjadi HCC
dibandingkan dengan individu dengan HbsAg-negatif.

Kejadian HCC pada orang pribumi di Alaska meningkat secara nyata


berhubungan dengan prevalensi infeksi virus hepatitis B (HBV) yang tinggi. HCC
yang disebabkan HBV mungkin timbul dari siklus kerusakan hati dengan
proliferasi berikutnya, dan tidak selalu terjadi dari sirosis. Karsinogenitas HBV
terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
proliferasi hepatosit, integrasi sel HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu dan
aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya,
perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak
langsung oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel hati, atau
akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah
akibat HBV.
Peningkatan angka insidensi HCC di Jepang dalam tiga dekade terakhir
diperkirakan berdasarkan penelitian dari hepatitis C. Sebuah intervensi skala besar
yang disponsori oleh World Health Organization (WHO) sedang berlangsung di
Asia yang melibatkan vaksinasi HBV pada bayi baru lahir. HCC pada orang kulit
hitam di Afrika tidak berhubungan dengan sirosis yang parah namun mempunyai
diferensiasi yang buruk dan bersifat sangat agresif. Meskipun jenis dari HBV
carrier adalah sama di antara penduduk Bantu di Afrika Selatan, ada perbedaan
sembilan kali lipat dalam kejadian HCC antara orang Mozambic yang hidup di
sepanjang pesisir dan pedalaman.Perbedaan ini disebabkan oleh paparan
tambahan dari makanan yang mengandung aflatoksin B1dan mikotoksin
karsinogenik lainnya.

19
Hepatitis C virus (HCV) juga telah dikaitkan dengan terjadinya HCC. Antibodi
terhadap HCV telah ditemukan sebanyak 76% dari pasien dengan HCC di Jepang,
Italia, dan Spanyol dan 36% di Amerika Serikat. Berbeda dengan HCC disebakan
oleh HCV, HCC jarang terjadi pada carier HBV sebelum terjadinya
perkembangan sirosis.
Sebuah interval antara transfusi yang berhubungan dangan virus hepatitis C
(HCV) dan terjadinya HCC adalah ~ 30 tahun. HCC yang disebabkan oleh virus
hepatitis C cenderung memiliki sirosis yang lebih sering dan lebih awal,
tetapi dalam HCC yang disebabkan dengan HBV, hanya setengahnya yang terjadi
sirosis, sisanya menderita hepatitis aktif kronis.
Selain itu, kejadian HCC pada carier HCV kronis diperkirakan setinggi 5% per
tahun, dibandingkan dengan 0,5% per tahun untuk carier HBV

 Sirosis hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima persen
dari pasien SH akan menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab kematian
pada SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 290-80% di antaranya telah
menderita HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler dan tiga sampai sepuluh
persen dari SH mikronuduler dapat ditemukan adanya HCC. Prediktor utama
HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan alfa feto protein (AFP)
serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati.

 Karsinogen Kimia
Mungkin karsinogen kimia alami yang paling kuat di mana-mana merupakan
produk dari jamur Aspergillus, disebut aflatoksin B1. Produk aflatoksin dapat
ditemukan dalam biji-bijian yang disimpan di tempat yang panas, tempat-tempat
lembab, kacang dan nasi disimpan tidak dalam lemari es. Kontaminasi aflatoksin
bahan pangan berkorelasi baik dengan tingkat insidensi di Afrika dan China. Pada
daerah endemik di Cina, bahkan hewan ternak seperti bebek telah mengidap HCC.

20
Karsinogen yang paling kuat muncul menjadi produk alami dari tumbuhan, jamur,
dan bakteri, seperti pohon-pohon semak yang mengandung alkaloid pyrrollizidine
serta asam tannic dan safrol. Polutan seperti pestisida dan insektisida dikenal
karsinogen binatang pengerat.
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi jamur Aspergillus.
Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit
AFB1 1-2-3- epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok utama
aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu
mekanisme karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada

 Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di Amerika
Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan terjadinya
peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok
individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Massa Tubuh IMT) : 35-40 Kg/m2)
dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti
diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alchoholic fatty
liver disease (NAFLD), khususnya non alchoholic steatohepatis (NASH)yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi
HCC.

 Diabetes Mellitus ((DM))


Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit
hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan
steatohepatis non alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan
faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dan
HCC terlihat dari banyak penelitian antara lain penelitian kasus kelola oleh Hasan
dkk. Yang melaporkan bahwa dari 115 kasus HCC dan 230 non HCC, rasio odd
dari DM adalah 4,3, meskipun diakui bahwa sebagian dari kasus DM sebelumnya
sudah menderita sirosis hati.

21
Penelitian kohort besar oleh El Serag dkk. Yang melibatkan 173,643 pasien DM
dan 650,620 pasien bukan DM menemukan bahwa insidensi HCC pada kelompok
DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi HCC kelompok bukan
DM. Insidensi juga semakin tinggi seiring dengan lamanya pengamatan (kurang
dari lima tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM merupakan faktor resiko HCC
tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras, dengan angka resiko 2,16.

 Alkohol
Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat alcohol
(>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui
sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari
alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC
pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik
terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg-positif
atau anti HCV-positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alcohol terhadap
infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan
prediktor bebas untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau
sirosis akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-
dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya
HCC.

 Patogenesis Molekuler HCC


Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivas onkogen
selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang
baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-
faktor pertumbuhan dan angiogenik.

22
Hepatitis virus kronis, alkohol dan penyakit metabolik seperti hemokromatosis
dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama
melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Hilangnya heterozigositas
(LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan dengan inaktivasi gen supresor
tumor. LOH dan delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian
tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian
kromosom. Infeksi HBV dihubungkan engan kelainan di kromosom 17 atau pada
lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA di dalam
kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan
sebagai agen mutagenic insersional non selektif. Integrasi acapkali menyebabkan
terjadinya beberap perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses translokasi,
duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan. Semua perubahan ini dapat berakibat
hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen seluler penting lain. Dengan
analisis Southern Blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan
di dalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen
X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator transkripsional dari
berbagai gen seluler yang berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini
menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada hepatokarsinogenesis
oleh HBV.
Di wilayah endemic HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-dependent
antara pajanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi
ini spesifik untuk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA
tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30% kasus HCC di dunia, dengan
frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah geografik dan etiologi
tumornya.
Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun
dan umumnya didahuluioleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting
dari proses cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses
hepatokarsinogenesis oleh HCV.

23
D. Penyebaran
Metastasis intrahepati dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi
langsung. Metastasis Ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatica, vena porta
atau vena kava. Dapat terjadi metastasis pada varises oesophagus dan di paru.
Metastasis sistemik seperti ke kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang
terjadi, dan dapat juga sampai di mediastinum. Bila sampai di peritoneum, dapat
menimbulkan asites hemoragik, yang berarti sudah memasuki stadium terminal.

E. Manifestasi Klinis
Timbulnya sebuah karsinoma hepatoseluler mungkin tidak terduga sampai terjadi
penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil. Gejala pada pasien
HCC termasuk cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan,
abdominal fullness dan bengkak, penyakit kuning, dan mual yang berhubungan
dengan gejala. Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan
trombosis vena portal atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor
nekrotik.
Perut bengkak terjadi sebagai akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang
mendasarinya atau mungkin karena tumor yang berkembang dengan pesat.
Kadang-kadang, nekrosis pusat atau perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum
menyebabkan kematian. Di negara-negara dengan program surveilans aktif, HCC
cenderung diidentifikasi pada tahap awal. Penyakit kuning biasanya karena
gangguan pada saluran intrahepatic oleh penyakit hati yang mendasarinya.
Hematemesis terjadi mungkin disebabkan karena adanya varises oesophagus
akibat hipertensi portal.

F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut, kadang-
kadang dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas pada
pasien muda adalah massa yang berkembang pesat pada perut.
Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling umum, terjadipada 50-90%
pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada 30-60% pasien.

24
Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub ketika
prosesnya telah meluas ke permukaan hati.
Ascites harus diperiksa oleh bagian sitologi. Splenomegali terutama karena
hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang umum, terutama dengan
tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan pada 10-50%
pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat
hadir, termasuk sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar,
ginekomastia, atrofi testis, dan edema perifer.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk menunjang penegakan diagnosis.

- Darah
Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan
trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis
yang kurang baik.

- Kenaikan kadar enzim transaminase / SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk


tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam
serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.
Peninggian kadar Gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif
tetapi kurang spesifik.
- Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang
kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan
tanda kurangnya daya tahan hati.
- Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan diet garam.
- Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi
hati. Pemeriksaan hemostatik pada pasien sirosis hepatis penting dalam
menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun
epistaksis.
- Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg / HbsAb,
HbeAg/HbeAb, HBV DNA, HCV DNA adalah penting dalam menentukan
etiologi sirosis hati.

25
- Endoskopi
Dapat dilihat varises esophagus, gaster dan kelainan pada duodenumnya.

- USG
Gambaran USG keganasan primer pada hepar dapat dibagi menjadi bentuk
nodular dan difus. Pada jenis nodular terlihat kelainan yang berbatas tegas dari
parenkim hepar sekitarnya. Kelainan ekostruktur pada jenis ini tergantung dari
ukuran lesi. Lesi berukuran kurang dari 2 cm seringkali berekostruktur
hipoekoik. Dengan bertambahnya diameter, ekostruktur akan menjadi lebih
hiperekoik atau campuran, serta dapat dijumpai adanya bagian yang nekrosis
atau perdarahan di dalamnya, seringkali ditemui pada yang berekostruktur
hiperekoik atau campuran. Gambaran lainnya dapat juga ditemui adanya
trombus dalam vena porta atau vena hepatika dan atau cabang-cabangnya
yang tampak sebagai suatu struktur yang hiperekoik tanpa bentuk tertentu,
besarnyapun tidak tentu, dapat memenuhi lumen vena porta dan cabang-
cabangnya atau sebagian saja. Bentuk difus memperlihatkan perubahan
ekostruktur di seluruh hepar.

- AFP
Alfa-fetoprotein adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati
fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang
normal AFP serum adalah 0-20ng/mL. Kadar AFP meningkat pada 60%-70%
dari pasien karsinoma hepatoseluler dan kadar lebih dari 400 ng/mL adalah
diagnostik atau sangat sugestif untuk karsinoma hepatoseluler. Nilai normal
juga dapat ditemukan pada pasien karsinoma hepatoseluler stadium lanjut.
Hasil positif palsu juga dapat ditemukan pada hepatisis akut atau kronik dan
pada kehamilan.

- Foto toraks
Untuk melihat peninggian diafragma kanan dan ada tidaknya gambar
metastasis di paru.

- Biopsi hepar
Untuk mengetahui sel tumor ganas atau jinak

26
- Endoskopi
Untuk mengetahui asal perdarahan

H. Diagnosis

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan majupesat, maka


berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa
ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal
terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan
pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%.
Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia),yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.
Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya
satu yaitu kriteria empat atau lima.

I. Pengobatan
Sebagian besar pasien HCC mempunyai dua penyakit hati yaitu sirosis dan HCC,
masing-masing yang merupakan penyebab kematian independen. Kehadiran
sirosis biasanya menjadi kendala pada operasi reseksi, terapi ablatif, dan
kemoterapi. Jadi penilaian dan perencanaan perawatan pasien harus mengambil
keparahan dari penyakit hati tidak ganas ke dalam penilaian.
Pilihan manajemen secara klinis pada HCC bisa menjadi kompleks (Bagan 2.1).

27
Pasien dengan tumor lanjut (invasi vaskular, gejala, menyebar extrahepatic)
memiliki hidup rata-rata ~ 4 bulan, dengan atau tanpa pengobatan. Hasil
perawatan dari literatur-literatur sulit untuk ditafsirkan.
Kelangsungan hidup tidak selalu merupakan ukuran keberhasilan terapi karena
efek negatif pada kelangsungan hidup dari penyakit hati yang mendasarinya.
 Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II
Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik,
termasuk reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi
injeksi lokal (etanol atau asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati
yang signifikan yang mendasari dan tidak dapat mentolerir terapi bedah karena
kehilangan parenkim hati, namun mungkin mereka memenuhi persyaratan untuk
transplantasi hati orthotopic (orthotopic liver transplant = OLTX) di masa yang
akan datang. Prinsip penting dalam perawatan tahap awal HCC adalah dengan
menggunakan perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik tumor
maupun sirosis.
 Eksisi Bedah
Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh
penyakit hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena
portal preoperative kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi
lobus HCC yang terlibat dan hipertrofi kompensasi dari hati yang masih
normal.Pada pasien sirosis, operasi hati besar dapat mengakibatkan kegagalan
hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal hati dapat menentukan prognosis untuk
toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan hanya Child A yang dapat
dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap
I dan II HCC harus dirujuk untuk OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan
asites atau riwayat pendarahan varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka
merupakan terapi yang paling dapat diandalkan, namun pasien mungkin lebih baik
ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk reseksi, menggunakan
RFA atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection=PEI).

28
 Transplantasi Hepar
Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis
adalah OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus
nonkanker. OLTX dapat digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3
nodul atau kurang, setiap 3 cm, menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus
tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk HCC lanjut, OLTX telah ditinggalkan
karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas skoring untuk
OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk
dilakukan OLTX, sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien
menunggu hati yang disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan sebagai
"jembatan" untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial
(TACE).

J. Prognosis
Klasifikasi child pugh dipakai sebagai petunjuk prognosis dari pasien
hepatoma:

Derajat Klasifikasi
Parameter klinis
1 2 3

Bilirubin (mg/dl) < 1,5 1,5 – 3 >3

Albumin (g/dl) > 3,5 3 – 3,5 <3

Asites Tidak ada Terkontrol Tidak Terkontrol

Defisit neurologic Tidak ada Minimal Berat/koma

PT <4 4–6 >6

Pada pasien ini termasuk kriteria child C = 11 (10 – 15) dimana mortalitas
pada operasi 60%. Sehingga prognosis pasien ini dubia ad malam

29
Daftar Pustaka :

1. Rocken C, Carl S. Pathology and Pathogenesis of Hepatocellular Carcinoma.


2001 : 19, 269-278.
2. Jacobson DR. Hepatocellular Carcinoma. eMedicine. 2002: 1-10.
3. Hillebrand DJ, Sandowski SA. Hepatocellular Carcinoma. Hepatobiliary
Disease. 2000 : 2 (1), 1-10.
4. Amirudin R. Karsinoma Hati. Buku ajar Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi ke III.
Jakarta: FKUI, 2002. : 310 - 316.

30

Anda mungkin juga menyukai