Disusun oleh :
dr. Melissa Suta
Pembimbing:
dr. Rifia Indrayanti, Sp.A
Pendamping :
dr. Ani Ruliana
2
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis/Laboratoris
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 3 jam SMRS. Di
rumah, suhu pasien tidak sempat diukur. Sebelumnya, pasien BAB cair sejak
12 jam SMRS. BAB cair sudah 7x, warna kuning kehijauan, terdapat ampas
minimal, tidak ada lendir maupun darah pada BAB. Pasien juga muntah setiap
makan dan minum sejak 12 jam SMRS, muntah berupa makanan dan cairan
yang dikonsumsi, tidak ada lendir maupun darah pada muntah. Dalam 6 jam
terakhir, pasien menjadi lebih haus dari biasanya, namun setiap minum selalu
muntah. BAK pasien berkurang dan menjadi lebih kuning dari biasanya. Pada
pasien tidak didapatkan adanya batuk, pilek, sesak, maupun kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Kejang Demam : (-)
Riwayat Asma : (-)
Riwayat Alergi : (-)
Riwayat Penyakit lainnya : (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien belum mengonsumsi obat apapun.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Nutrisi
Pasien setiap hari mengonsumsi makanan keluarga dan susu formula.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap sesuai usia.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : GCS 456
Berat badan : 15 kg
Tanda Vital
Tekanan darah : tde
3
Nadi : 122 x/ menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 38,2oC
SpO2 : 97%
Status Generalis
Kepala & leher : Tidak didapatkan anemis, ikterus, sianosis maupun
dyspnea. Mata cowong +/+.
Thorax :
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, bentuk normal, retraksi (-)
Palpasi : Dada mengembang simetris, fremitus raba dalam batas
normal
Perkusi : Sonor semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-
+/+ -/- -/-
+/+ -/- -/-
4
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Lengkap 09/01/2021
Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 11,8 g/dL 12 – 16
Leukosit 9.700 /mikroL 6.000 – 17.000
Trombosit 307.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 37 % 35 – 49
Eritrosit 6,2 juta/mikroL 3,5 – 5,2
Hitung Jenis
Eosinofil 3 % 1–3
Basofil 6 % 0–1
Neutrofil 77 % 50 – 70
Limfosit 6 % 20 – 40
Monosit 8 % 2–8
5
Feses Lengkap 13/01/2021
Hasil Nilai normal
Pencernaan Negatif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Amilum Positif Negatif
Serat Tumbuhan Negatif Negatif
Serat Otot
Darah Samar Negatif Negatif
6
IVFD Asering loading 150 cc, kemudian 15 tpm
Inj. Cinam 3 x 500 mg IV
Inj. Santagesik 3 x 1/3 amp IV
Inj. Ondansentron 3 x 1/3 amp IV
Syr. Paracetamol 3 x 5 ml
Syr. Neo Kaolana 3 x 5 ml
L-Bio 1 x 1
Monitoring:
Keluhan, tanda vital
Edukasi:
- Menjelaskan diagnosis penyakit kepada keluarga pasien
- Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan sebagai penegakan diagnosis
- Menjelaskan terapi yang diberikan pada pasien
- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai prognosis dan
komplikasi yang dapat terjadi
- Menjelaskan efek samping pemberian obat
- Menjelaskan pencegahan yang dapat dilakukan agar di kemudian hari
keluhan tidak berulang
7
Perkembangan Pasien
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
10 Januari BAB cair (+) KU sedang Diare akut - IVFD Asering 15 tpm
2021 4x, muntah (+) GCS 456 non dehidrasi - Inj. Cinam 3 x 500 mg
2x, demam (-) N 120, - Inj. Santagesik 3 x 1/3 amp
T 36,5 - Inj. Ondansentron 3 x 1/3
K/L : Mata amp
cowong -/- - Syr. Paracetamol 3 x 5 ml
Abd : Turgor - Syr. Neo Kaolana 3 x 5 ml
kulit normal - L-Bio 1 x 1
- Susu ganti susu NL-33
11 Januari BAB cair (+) KU sedang Diare akut - IVFD Asering 15 tpm
2021 3x, muntah (-), GCS 456 non dehidrasi - Inj. Cinam 3 x 500 mg
demam (-) N 115, - Inj. Santagesik 3 x 1/3 amp
T 36,2 - Inj. Ondansentron 3 x 1/3
K/L : Mata amp
cowong -/- - Syr. Paracetamol 3 x 5 ml
Abd : Turgor - Syr. Neo Kaolana 3 x 5 ml
kulit normal - L-Bio 1 x 1
- Susu NL-33
12 Januari BAB cair (+) KU sedang Diare akut - IVFD Kaen 4B 15 tpm
2021 3x, muntah (+) GCS 456 non dehidrasi - Inj. Metronidazole 2 x 150
2x, demam (-) N 118, mg
T 36,2 - Inj. Cefotaxim 3 x 1/3 amp
K/L : Mata - Puyer diare (Neo diaform +
cowong -/- Zinc 20 mg + Sirplus tab) 3
Abd : Turgor x pulv 1
kulit normal - L-Bio 1 x 1
13 Januari BAB cair (+) KU cukup Diare akut - IVFD Kaen 4B 15 tpm
2021 1x, muntah (-), GCS 456 non dehidrasi - Inj. Metronidazole 2 x 150
demam (-) N 116, mg
T 36,6 - Inj. Cefotaxim 3 x 1/3 amp
K/L : Mata - Puyer diare (Neo diaform +
8
cowong -/- Zinc 20 mg) 3 x pulv 1
Abd : Turgor - L-Bio 1 x 1
kulit normal
Feses Lengkap
: Leukosit 0 –
1 sel/Lpb
14 Januari BAB cair (-), KU cukup Diare akut - KRS
2021 muntah (-), GCS 456 membaik - Syr. Helixime 2 x 3,5 ml
demam (-) N 118, - L-Bio 1 x 1
T 36,1
K/L : Mata
cowong -/-
Abd : Turgor
kulit normal
DL : normal
9
Tinjauan Pustaka
Diare Akut Pada Anak
1. Definisi
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, dimana rata-rata pengeluaran tinja normal bayi adalah sebesar 5-10 g/kg/24 jam
(Juffrie et al., 2010).
Menurut (Simadibrata dan Daldiyono, 2006) diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dengan
kandungan air lebih banyak dari biasanya, yaitu lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja, air, dan
elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare.
Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume
>200 g/kg/24 jam disebut diare.
2. Etiologi
Etiologi diare dibagi menjadi empat penyebab (Simadibrata dan Daldiyono,
2006) :
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. coli, golongan Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Campylobacter
aeromonas
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides
stercoralis
d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi.
10
tercemar atau secara tidak langsung melalui lalat. Diare menular melalui 5F = faeces,
flies, food, fluid, finger.
5. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare (Suraatmaja, 2007) :
a. Berdasarkan lamanya diare :
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung selama kurang dari 14 hari.
Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung selama lebih dari 14 hari
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah
(failure to thrive) selama masa diare tersebut.
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik :
Diare sekretorik (secretory diarrhea)
Diare osmotik (osmotic diarrhea)
11
6. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme di
bawah ini :
a. Diare sekretorik
Pada diare tipe ini, terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit ke
lumen usus, dan penurunan absorpsi. Diare sekretorik disebabkan oleh toksin
bakteri yang akan meningkatkan aktivitas adenilat siklase dan meningkatkan
cAMP. Hal ini menyebabkan penurunan absorbs Na dan K, dan peningkatan
sekresi Na, Cl, air, dan HCO3 ke lumen usus (Simadibrata dan Daldiyono,
2006).
Secara klinis, akan ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa
makan/minum (Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
b. Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari
usus halus. Diare osmotik umumnya disebabkan oleh infeksi virus, yang
menyebabkan kerusakan villi pada usus halus yang mengandung enzim laktase.
Akibatnya, apabila terdapat makanan yang mengandung laktosa, tidak akan
dipecah dan diabsorbsi di usus halus. Laktosa kemudian turun ke usus besar
dan meningkatkan tekanan osmotik dalam lumen usus (Simadibrata dan
Daldiyono, 2006).
Selain itu, diare osmotik dapat disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik seperti MgSO4, dan Mg(OH)2, malabsorpsi umum, serta defek
absorpsi mukosa usus yaitu pada defisiensi disakaridase dan malabsorpsi
glukosa/galaktosa (Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
c. Diare inflamasi
Proses inflamasi pada usus halus dan kolon dapat menyebabkan diare
sebagai akibat dari kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction. Akibat
kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen usus.
Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti
diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie et al., 2010).
12
d. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal
Motilitas usus yang berlebihan dapat menyebabkan absorbs yang abnormal
di usus halus, sehingga menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi pada
hipertiroid, pasca vagotomi, dan Irritable Bowel Syndrome (Simadibrata dan
Daldiyono, 2006).
Di sisi lain, penurunan motilitas dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri
sehingga menyebabkan diare (Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
e. Malabsorbsi asam empedu dan lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle
empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata dan
Daldiyono, 2006).
f. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na K
ATPase pada enterosit dan absorpsi Na dan air yang abnormal (Simadibrata
dan Daldiyono, 2006).
g. Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan oleh permeabilitas usus yang abnormal akibat
adanya kelainan morfologi membran epitel yang spesifik pada usus halus
(Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
7. Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan diare datang dengan berbagai gejala klinis, tergantung pada
penyebab yang mendasari penyakitnya. Perlu ditanyakan mengenai lamanya
diare berlangsung, apakah kurang dari 14 hari, atau lebih dari 14 hari.
Kemudian, dapat ditanyakan mengenai ciri diare yang terjadi, seperti
frekuensinya, warna, konsistensi, dan adanya lendir maupun darah. Diare
karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare cair, sering
berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare
karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja yang berjumlah
sedikit tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang
(Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
Pasien dengan diare akut infektif umumnya datang dengan keluhan khas,
yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan pengeluaran tinja yang sering,
13
malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Adanya
muntah yang dimulai beberapa jam dari masuknya makanan dapat
mengarahkan pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan
(Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
Selain itu, pada anamnesis juga perlu ditanyakan mengenai adanya tanda-
tanda komplikasi akibat diare berupa gangguan keseimbangan cairan, elektrolit,
dan asam basa. Untuk gangguan keseimbangan cairan dapat ditanyakan
mengenai keinginan minum anak (rasa haus, tidak mau minum), jumlah
kencing, air mata, adakah anyep, rewel, atau mengantuk pada anak. Untuk
gangguan elektrolit, dapat ditanyakan adanya lemas, kaku otot, maupun kejang
pada anak. Sedangkan untuk gangguan asam basa, dapat ditanyakan mengenai
keadaan nafas anak, dan adakah sesak (Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan
tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata:
cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah (Juffrie et al., 2010).
Pernapasan yang cepat dan dalam mengindikasikan adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada mengindikasikan terjadinya
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu dilakukan karena perfusi dan
capillary refill time dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie et
al., 2010).
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare,
dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, dan
lain-lain (Juffrie et al., 2010).
14
Tabel 1 Derajat Dehidrasi (Kemenkes RI, 2011)
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Pemeriksaan laboratorium lengkap hanya dilakukan pada keadaan
tertentu, misalnya pada diare dengan penyebab dasar yang tidak diketahui,
adanya sebab-sebab lain selain diare akut, atau pada penderita dengan dehidrasi
berat (Juffrie et al., 2010).
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan
untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan
bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lendir, pus, lemak, dan lain-lain.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk melihat ada tidaknya leukosit,
eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002).
15
yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sebagai berikut :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/kgBB dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
2) Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita :
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
16
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
3) Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering
diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan.
4) Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), dan
suspek kolera.
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak
dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi
ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan
efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amoeba, giardia).
5) Pemberian nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
17
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
18
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa,
dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping
ASI, yaitu :
Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-
bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam
makanannya.
Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi
anak dengan sendok yang bersih.
Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Faecal-Oral.
Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan dengan wadah atau tempat makan minum yang dicuci dengan air
tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat
yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko
terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
Ambil air dari sumber air yang bersih
Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air
19
Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak
Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum
makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Menurunkan angka
kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan
dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga
Bersihkan jamban secara teratur
Gunakan alas kaki bila akan buang air besar
f. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak
dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya
Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun
20
Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.
g. Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering
disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9
bulan.
21
d. Malnutrisi
Infeksi yang berkepanjangan, terutama pada diare persisten, dapat
menyebabkan penurunan asupan nutrisi, penurunan fungsi absorbsi usus, dan
peningkatan katabolisme, sehingga menyebabkan anak jatuh dalam keadaan
malnutrisi yang akan menghambat proses tumbuh kembang anak.
22
Pembahasan Kasus
An. AHP, 1 tahun 11 bulan, 15 kg, datang dengan keluhan demam sejak 3 jam
SMRS. Sebelumnya, pasien BAB cair sejak 12 jam SMRS. BAB cair sudah 7x,
warna kuning kehijauan, ampas (+) minimal, lendir (-), darah (-). Pasien juga
muntah setiap makan dan minum sejak 12 jam SMRS. Dalam 6 jam terakhir, pasien
menjadi lebih haus dari biasanya dan BAK pasien berkurang.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum sedang, suhu 38,2 oC dan
mata cowong +/+. Pada pemeriksaan darah lengkap, didapatkan peningkatan
neutrofil pada hitung jenis (77%), dan pada pemeriksaan feses lengkap secara
mikroskopis, didapatkan adanya leukosit 0 – 1 sel/Lpb.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami Diare Akut Infektif + Dehidrasi Ringan-
Sedang.
Selama dirawat di ruangan, pasien mendapatkan IVFD Asering loading 150 cc,
kemudian 15 tpm, Inj. Cinam 3x500 mg, Inj. Santagesik 3x1/3 amp, Inj.
Ondansentron 3x1/3 amp, Syr. Paracetamol 3x5 ml, Syr. Neo Kaolana 3x5 ml, dan
L-Bio 1 x 1. Seiring perkembangan harian, pasien juga mendapatkan Inj.
Metronidazole 2x150 mg, Inj. Cefotaxime 3x1/3 amp, dan puyer diare.
Setelah 6 hari perawatan di ruangan, pasien mengalami perbaikan klinis dan
diperbolehkan pulang. Pasien mendapatkan terapi berupa Syr. Cefixime 2x3,5 ml
dan L-Bio 1x1.
23
Daftar Pustaka
Boyle, J.T., 2000. Diare Kronis. In : Behrman, Kliegman & Alvin, Nelson, ed.
Ilmu Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1354-1361.
Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Bandung : Penerbit Alumni.
Juffrie, M., Soenarto, S.S.Y., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I. dan Mulyani, N.,
2010. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Balai
Pustaka.
Kemenkes RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Jakarta,
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kemenkes RI, 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan, 2(2), pp.1-6.
Simadibrata, M., dan Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung
Seto.
24