Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Diajukan Untuk Syarat Kegiatan Internsip

Pendamping:

dr. Ani Ruliana

Disusun Oleh:

dr. Erik Widyyantoro

Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo

2020-2021
I. Identitas Pasien

Nama : Sdr. K

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 17 tahun

Alamat : Dsn. Ngrandu, RT/RW 02/02 Panjeng Jenangan, Ponorogo

Pekerjaan : Pelajar

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RS RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan demam


sejak 4 hari SMRS. Pasien mengaku demam terus menerus tetapi sempat mereda
dan kembali demam lagi. Selain itu, pasien juga mengeluh lemas, pusing, nyeri
kepala cekot-cekot, mual tapi tidak muntah,, nyeri perut, dan nyeri seluruh sendi-
sendi tubuh. Mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan dan minum pasien
berkurang. BAB dan BAK tidak ada keluhan,

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat HT (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat gastritis (+)
- Riwayat keluhan yang sama (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat HT (-)
- Riwayat DM (-)

Riwayat Personal Sosial :

- Pasien tinggal dipondok pesantren (+)


- Bepergian ke luar kota (-)
- Riwayat Kontak dengan pasien covid (-)

1
III. PEMERIKSAAN FISIK:
 KU : Compos mentis, tampak lemas
 VS :
 TD : 100/80 mmHg
 N : 90 x/menit
 T : 38.0C
 RR : 18 x/mnt

Status Generalis:

 Pemeriksaan Kepala Leher


o Bentuk : Simetris, Normochepali
o Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebral (-), conjungtiva suffusion (-)
o Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-), mimisan (-)
o Mulut : bibir sianosis (-), Mukosa kering (-), lidah kotor tepi
hiperemis (-), lidah tremor (-), gusi berdarah (-)
o Leher : Limfadenopati (-), Peningkatan JVP (-).
 Pemeriksaan Thorax
Pulmo :
o Inspeksi : dinding dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi
intercostalis (-), jejas (-)
o Palpasi : nyeri tekan (-), vokal fremitus kanan=kiri
o Perkusi : sonor di kedua lapang paru..
o Auskultasi : vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung :

o Inspeksi : ictus cordis tak tampak, kuat angkat (-).


o Palpasi : icus cordis teraba di SIC IV-V LMC
o Perkusi : sonor di kedua lapang paru, Cardiomegali (-)
o Auskultasi : S1-S2 regular, mur-mur (-), gallop (-) BT (-)
 Pemeriksaan Abdomen dan Pelvis
o Inspeksi : Datar, jejas (-)
o Auskultasi : BU (+) Normal
o Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)

2
o Palpasi : Supel, NTE(-), NT (+) abdomen tengah, undulasi (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
o Punggung dan Pinggang : deformitas (-), jejas (-)
 Ekstremitas
o Superior : Edem -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+
rumple leed -/- CRT < 2 detik,
sianosis (-),nyeri sendi-sendi (+)
o Inferior : Edem -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+, nyeri
gastrocnemius (-), nyeri sendi-sendi (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI – DARAH LENGKAP ( 18/12/21)


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Leukosit 2000 L 4000-11.000 mm3
Basofil 1 0-1%
Eosinofil 1 L 1-3%
Neutrofil 70 50-70%
Limfosit% 20 20-40%
Monosit% 8 2-8%
Eritrosit 5,0 4,5-5,8 juta/mm3
Hemoglobin 12,7 12-18 g/dl
Trombosit 70 L 150-400 ribu/mm3

HEMATOLOGI 19/12/21
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematokrit 36 37-54%
Trombosit 60 L 150-400 ribu/mm3

HEMATOLOGI 20/12/21
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematokrit 37 37-54%
Trombosit 78 L 150-400 ribu/mm3

3
Ro thorax Proyeksi AP :

Ukuran tidak membesar. Aorta dan mediastinum superior tidak melebar. Trakea di
tengah. Paru Tidak tampak inltrat, kalsikasi maupun nodul di kedua lapangan
paru.hilus kanan kiri normal Corakan bronkovaskular kedua paru baik. Kedua
hemidiafragma domeshape . Kedua sinus kostofrenikus lancip. Jaringan lunak dinding
dada terlihat baik.
KESIMPULAN : Foto thorax normal

V. DIAGNOSIS AKHIR
Dengue Hemorrhagic Fever

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Corona Virus infection
- Tyfoid Fever
- Reumatic Fever

VII. PENATALAKSANAAN
- Inf. NACL 0,9 % 20 tts/menit
- Injeksi Santagesic 3x500 mg

4
- Injeksi Ranitidine 2x50 mg
- Inj. Ondansetron 2x8 mg
- Tab Curcuma 1x1 tab

5
PEMBAHASAN

DEMAM BERDARAH DENGUE

A. DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis, seperti demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. 5

B. EPIDEMIOLOGI
Indonesia adalah salah 1 daerah endemis DBD. Dari data tahun 1968-2007
diperoleh kecenderungan peningkatan insidens DBD. Sejak tahun 2004, Indonesia
merupakan negara dengan laporan kasus infeksi virus dengue terbanyak. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi kasus DBD tersebar di Indonesia dengan nilai
0,6%. Prevalensi tertinggi diperoleh pada kelompok umur dewasa muda (25-34 tahun)
sebanyak 0,7% dan terendah pada bayi (0,2%).1

C. ETIOLOGI
Penyebab DD/DBD adalah virus dengue yang merupakan anggota genus
Flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
DEN-3 merupakan serotipe terbanyak di Indonesia. Virus tersebut ditularkan oleh
gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ke tubuh manusia dengan
masa inkubasi 4-10 hari. Tempat berkembangnya vektor nyamuk adalah air, terutama
pada penampungan, seperti ember, ban bekas, bak mandi. Biasanya nyamuk Aedes
menggigit pada siang hari.5

6
Gambar 1. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex

D. PATOFISIOLOGI

Patogenesis DD/DBD belum diketahui dengan pasti. Namun ada beberapa teori
yang diperkirakan berperan dalam munculnya tanda dan gejala. Beberapa teori dan
hipotesis yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :

1. Teori virulensi virus 6. Teori endotoksin


2. Teori imunopatologi 7. Teori limfosit
3. Teori antigen antibodi 8. Teori trombosit endotel
4. Teori infection enchancing antibody 9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris
muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan
aktivasi komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody
kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 7

7
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD

Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing


antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk
dipahami. 8

Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe


berbeda dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil
laboratorium hanya berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji
HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala
klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat
adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting dalam patofisiologi
DBD. 8

Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory

Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar


imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama
perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear
yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro,
teorui ini saat ini dikenal sebagai ”antibody dependent enhancement” (ADE) yang

8
dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung
bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue
heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. 9

Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus
DEN akan masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :

- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 10
Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:
- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody).
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan
kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula
yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung
lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi
dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan
akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi
non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih
berat.8

9
Gambar 3. Teori secondary heterologous infection 8

Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup


respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999)
menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue
terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi
pada sel endotelial di seluruh tubuh. 9

Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus


membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc
monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui
antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin
(IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation
pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi
sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin
(TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.

10
Gambar 4. Respon imun pada infeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksi dan
patogenesis DBD/DSS.8

Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD

11
Terdapat 3 sistem organ yang diperkirakan berperan penting dalam
patogenesis DD/DBD, yakni sistem imun, hati dan sel endotel pembuluh darah. Selain
itu, respon imun pejamu yang diturunkan (faktor genetik) juga berperan dalam
manifestasi klinis yang ditimbulkan.
Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk Aedes ke aliran darah. Virus ini secara
tidak langsung mengenai sel epidermis dan dermis sehingga menyebabkan sel
langerhans dan keratinosit terinfeksi. Sel yang terinfeksi bermigrasi ke nodus limfe, di
mana makrofag dan monosit kemudian direkrut dan menjadi target infeksi berikutnya.
Selanjutnya terjadi amplifikasi virus dan tersebar melalui darah (viremia primer).
Viremia primer menginfeksi makrofag jaringan beberapa organ, seperti limpa, sel
hati, sel stromal, sel endotel dan sumsum tulang. Infeksi makrofag, hepatosit dan sel
endotel mempengaruhi hemostasis dan respon imun pejamu terhadaop virus dengue.
Sel yang terinfeksi kebanyakan mati melalui apoptosis dan hanya sedikit yang
melalui nekrosis. Nekrosis mengakibatkan pelepasan produk toksik yang
mengaktivasi sistem fibrinolitik dan koagulasi. Bergantung pada luasnya infeksi pada
sumsum tulang dan kadar IL-6, IL-8, IL-10, IL-18, hemopoiesis ditekan sehingga
menyebabkan penurunan trombogenisitas darah. Produk toksik juga menyebabkan
peningkatan koagulasi dan konsumsi trombosit sehingga terjadi trombositopenia.
Trombositopenia juga terjadi akibat supresi sumsum tulang, destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit akibat pragmen C3g, terdapatnya antibodi dan
sekuestrasi di perifer.
Trombosit memiliki interaksi dekat dengan sel endotel. Sejumlah trombosit
fungsional diperlukan untuk mempertahankan stabilitas vaskular. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 (trombosit factor 4). Koagulopati terjadi karena interaksi virus dengan endotel
yang memicu disfungsi endotel (jalur ekstrinsik) dan aktivasi faktor Xia (jalur
intrinsik). Bersama dengan tingginya kadar virus dalam darah, trombositopenia,
difungsi trombosit menyebabkan kerapuhan kapiler (petekie, memar dan perdarahan
mukosa saluran cerna).
Pada waktu yang bersamaan, infeksi menstimulasi berkembangnya antibodi
spesifik dan respon imun seluler terhadap virus dengue. Antibodi spesifik (IgM)
bereaksi silang dengan endoteliosit, plasmin dan trombosit memperkuat peningkatan

12
permeabilitas vaskular dan koagulopati dan antibodi IgG berperan meningkatkan
jumlah titer virus infeksi sekunder.
Respon imun seluler yang timbul berupa stimulasi sel T yang dapat bereaksi
silang dan sel T regulator. Sel T yang bereaksi silang memperlambat bersihan virus
dan memproduksi sitokin proinflamasi dan mediator lain. Tingginya jumlah mediator
menginduksi perubahan pada sel endostel sehingga menyebabkan koagulopati dan
kebocoran plasma.

E. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis didapati:
Keluhan
1. Demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, seperti: bintik merah di kulit, mimisan, gusi berdarah,
muntah berdarah atau BAB berdarah.
3. Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.
4. Gejala gastrointestinal, seperti mual, muntah, nyeri perut.
5. Kadang juga disertai gejala lokal, seperti nyeri menelan, batuk, pilek.
6. Pada kondisi syok, anak merasa lemah, gelisah, penurunan kesadaran.
7. Pada bayi, demam yang tinggi menimbulkan kejang.

13
Gambar 5. Manifestasi Klinis DD dan DBD

Faktor Risiko :
1. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, misal timbunan sampah, timbunan barang
bekas, genangan air.
2. Adanya jentik nyamuk Aedes Aegypti pada genangan air di tempat tinggal pasien
sehari-hari.
3. Adanya penderita DBD di sekitar pasien.
Pemeriksaan fisik didapati:
1. Suhu > 37,5C.
2. Petekie, ekimosis, purpura.
3. Perdarahan mukosa.
4. Rumple Leed (+).
5. Hepatomegali, splenomegali.
6. Hematemesis, melena.
7. Efusi pleura, asites (tanda kebocoran plasma).
Pemeriksaan penunjang didapati:
1. Darah perifer lengkap menunjukkan:
a. Trombositopenia (≤100.000/mm3).
b. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
- Peningkatan nilai hematokrit >20% dari pemeriksaan awal atau
dari data populasi menurut umur.
- Adanya efusi pleura, asites.
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia.

14
c. Leukopenia <4000/mm3.

2. Serologi dengue, yaitu IgM, IgG Anti Dengue yang titernya terdeteksi
setelah hari ke 5.
Respon imun terhadap infeksi dengue :
Antibodi Ig M :
- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi
- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca
infeksi primer singkat
Antibodi Ig G :
- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala
- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun

Gambar 6. Respon imun terhadap infeksi dengue.8

- NS 1 : Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama


sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4%
dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard
kultur virus. Hasil negatif antigen NS 1 tidak menyingkirkan adanya
infeksi virus dengue.
Apabila demam disertai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis di
bawah, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk
menegakkan diagnosis demam berdarah dengue.
1. Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus menerus.

15
2. Adanya manifestasi perdarahan spontan, seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena maupun
berupa uji tourniquette yang positif.
3. Sakit kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital.
4. Adanya kasus demam berdarah dengue di sekolah, rumah, lingkungan.
5. Hepatomegali.
6. Adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan salah 1:
a. Peningkatan nilai hematokrit >20% dari pemeriksaan awal atau
dari data populasi menurut umur.
b. Adanya efusi pleura, asites.
c. Hipoalbuminemia, hipoproteinemia.
7. Trombositopenia <100.000/mm3.

16
F. DERAJAT DEMAM BERDARAH DENGUE

G. TERAPI
Tatalaksana DD/DBD secara umum adalah tirah baring, pemberian cairan,
medikamentosa simtomatik dan antibiotik hanya apabila terdapat infeksi sekunder.
1. Terapi simtomatik dengan analgetik antipiretik: Paracetamol 3x500-1000mg.
2. Pemberian cairan, seperti:
Tatalaksana Cairan Pada Pasien Dewasa dengan Kecurigaan DBD Tanpa Syok

17
* Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sebagai berikut:
1500+ (20 x (berat badan dalam kg-20))=...ml

Tatalaksana DBD Pada Pasien Dewasa dengan Peningkatan Ht >20%

H. PENCEGAHAN
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
- Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
- 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
- ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

18
2. Foging Focus dan Foging Masal
- Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
- Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
- Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog

Gambar 7. Kegiatan foging.10

3. Penyelidikan Epidemiologi
- Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
- Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 10

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2. Hall, G. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
3. Kapita Selekta Kedokteran. (2014). Essential of Medicine. Jakarta: Media Aesculapius.
4. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. (2014).
5. Suhendro dkk. (2014). Demam Berdarah Dengue Edisi Ke-6. Jakarta: Interna Pub.
6. World Health Organization (WHO). (2011). Dengue: Guideline for Diagnosis,
Treatment, Prevention and Control. Geneva: WHO.
7. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-43
8. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h. 41-55
9. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book
13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-
10. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.

20

Anda mungkin juga menyukai