Dosen Pembimbing :
Dr. Purwoadi Sujatno, Sp.PD, FINASIM, MPH
Disusun Oleh :
Febrina Eva Susanto 42200401
I. STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Bp. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 51 Tahun
Alamat : Bantul
Tanggal lahir : 29/12/1969
No. Rekam Medis : 02-09-xx-xx
Pekerjaan : Peternak
Bangsal : C/4B
Tanggal pemeriksaan : 05/01/2021
E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku hanya pernah mengkonsumsi obat penurun demam yang
dibeli di warung. Pasien tidak pernah periksa ke dokter sebelumnya.
F. Life Style
Pasien sehari-hari berkegiatan sebagai peternak (memberi makan
ternak), bekerja pagi hingga sore hari. Pasien tinggal bersama ibu, bapak dan
adik sekeluarga. Pasien tidak merokok ataupun mengkonsumsi alcohol. Pasien
jarang berolah raga karena memiliki pekerjaan sehari-hari yang sudah cukup
berat. Pasien mengalami kesulitan bicara sudah sejak lahir, tidak pernah
bersekolah.
Pasien susah makan sejak lama, sehari makan 2x namun porsi makan
sangat sedikit (4-5 sendok makan), nafsu makan memburuk sejak 6 hari
SMRS. Pasien sering konsumsi sambal / makanan pedas, sehari-hari makan
sayuran saja, sangat jarang mengkonsumsi daging ayam, tidak pernah
mengkonsumsi daging merah / hati ayam, pasien sering meminum teh tawar
dibandingkan air mineral.
KESAN :
kardiomegali, gambaran pneumonia
bilateral
Pemeriksaan EKG ( 04/01/2021 )
V. DIAGNOSIS KERJA
Hipoglikemia
Anemia mikrositik hipokromik
VII. PLAN
Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan ferritin serum dan
TIBC untuk memastikan penyebab anemia mikrositik hipokromik
VIII. TERAPI
Sucralfat (syrup) 3 x 1C
Pamol 3 x 500mg
Lanzoprazole 1 x 30mg
Asam traneksamat 3 x 500mg
Inj. Pantoprazole 1 x 1 flakon
Inj. Asam traneksamat 3 x 500mg
Injeksi D40% 3 flakon
Infus D10% 33 tpm
(4/1/2021)
Transfusi 1 kolf
(5/1/2021)
Transfusi 1 kolf
(6/1/2021)
Transfusi 1 kolf
IX. EDUKASI
Edukasi mengenai factor resiko
Edukasi mengenai tanda bahaya :
o Pusing / nggliyer
o Penglihatan kabur
o Kehilangan kesadaran
Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai obat yang diminum pasien
Edukasi untuk melakukan pemantauan kadar glukosa darah
Edukasi mengenai terapi awal hipoglikemia
o membawa sejenis sumber karbohidrat untuk berjaga-jaga apabila
muncul gejala hipoglikemia
Edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memperbaiki pola makan
dengan nutrisi yang bergizi, baik dan seimbang :
o Kurangi konsumsi teh karena dapat menghambat besi
o minum / makan jeruk karena dapat meningkatkan absorbs besi
o makan daging merah / hati ayam / sayur bayam
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu kondisi kadar glukosa darah dibawah nilai normal.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan American Diabetes
Association (ADA) menggunakan patokan <70 mg/dl pada penderita diabetes melitus
dan pada individu non-diabetes gejala-gejala hipoglikemia akan timbul bila kadar
glukosa darah <55 mg/dl
B. Epidemiologi
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014
berjumlah 9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk
penderita DM yang telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum
terdiagnosis. Indonesia merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita
DM terbanyak pada tahun 2014.
C. Etiologi
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus dan disebut iatrogenic
hypoglycemia, sedangkan hipoglikemia yang terjadi pada pasien non-diabetes disebut
hipoglikemia spontan.
Hipoglikemia pada pasien nondiabetes dibagi dua kelompok utama yaitu
hipoglikemia puasa (postabsorptive) dan hipoglikemia reaktif (postprandial).
Hipoglikemia reaktif/postprandial tidak selalu harus disertai dengan adanya
penyakit yang mendasari karena dapat terjadi pada individu yang tubuhnya berespon
sangat sensitif terhadap sekresi epinefrin yang normal, sedangkan hipoglikemia
puasa/postabsorbtive biasanya merupakan akibat dari suatu penyakit.
Hipoglikemia yang terjadi pada saat puasa umumnya diinduksi oleh sel beta
pankreas yang menglami hiperplasi atau proses autoimun, hipofungsi dari kelenjar
adrenal dan hipofisis, menurunnya respon CRR, gagal ginjal tahap akhir, gangguan
fungsi hati, cadangan glikogen yang rendah dan adanya hambatan dari proses
gluconeogenesis
D. Patogenesis dan Patofisiologi
1) Hipoglikemia reaktif
Hipoglikemia reaktif (post-prandial hypoglycemia/PPH) merupakan suatu
sindroma klinik dimana terjadi manifestasi hipoglikemia dalam jangka waktu
hingga 5 jam setelah makan. PPH dapat ditemukan pada individu yang sehat.
2) Hipoglikemia puasa
Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu, penyakit berat
(kritis), kelainan enzim yang bersifat herediter dan mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, defisiensi hormonal dan beberapa jenis tumor pada pankreas maupun
tumor-tumor non-pankreas. Penggunaan obat-obatan (insulin dan golongan
sulfonilurea, serta obatobatan non-diabetes) merupakan penyebab tersering
terjadinya hipoglikemia pada pasien non-diabetes. Hipoglikemia juga dapat
ditemukan pada pasien-pasien kritis, sepsis dan penyakit-penyakit dengan tingkat
stres fisik yang berat, post pembedahan saluran cerna, tumor-tumor pankreas, tumor
non-pankreas, hiperinsulinisme dan adanya antibodi terhadap insulin
E. Klasifikasi
Secara klasik hipoglikemia pada pasien non-diabetes dikelompokkan dalam dua
kelompok utama yaitu :
F. Manifestasi Klinis
Konsensus PERKENI tahun 2015 mengelompokkan gejala dan tanda hipoglikemik
sebagai tanda dan gejala autonomik dan neuroglikopenik
Gejala neurogenik/autonomik berupa terjadinya perubahan persepsi psikologis
oleh karena keadaan hipoglikemia akan merangsang sistim simpato-adrenal (aktivasi
sistim saraf otonom). Gejala neurogenik/autonomik akan terjadi bila konsentrasi/kadar
glukosa darah mencapai sekitar 60 mg/dl. Sedangkan gejala neuroglikopenik akan
dialami bila kadar glukosa darah mencapai sekitar 50 mg/dl atau lebih rendah dan
terjadi akibat berkurangnya suplai glukosa keotak
Gejala neurogenik sendiri dikelompokkan dalam dua kelompok:
1) Gejala adrenergik berupa palpitasi, tahikardia, gelisah, kecemasan dan tremor.
2) Gejala kolinergik berupa keringat yang berlebihan, pucat, teraba hangat,
parastesi, mual perasaan lapar yang berlebihan.
Sedangkan gejala neuroglikopenik bervariasi mulai dari perasaan lemas, pusing, sakit
kepala, perubahan perilaku, kebingungan, penurunan fungsi kognitif, kejang-kejang
sampai penurunan kesadaran dan koma.
G. Diagnosis
Hipoglikemia didiagnosis dengan mengenali trias Whipple pada pasien. Trias
Whipple terdiri dari :
Gejala-gejala dan keluhan hipoglikemia
Pemeriksaan kadar glukosa darah konsisten rendah (<55mg/dl)
Gejala dan keluhan akan segera menghilang dengan pemberian terapi untuk
mengoreksi kadar glukosa darah yang rendah
1) Anamnesis
Informasi dari anamnesis yang mendukung suatu kelainan hipoglikemia
biasanya berupa riwayat kejang atau perubahan kesadaran maupun temuan kadar
glukosa darah yang rendah secara kebetulan. Riwayat penyakit penyerta akan
membantu mempersempit diagnosis banding terhadap penyebab hipoglikemia dan
mengarahkan pada metode diagnostik yang tepat. Penyakit penyerta yang dapat
menimbulkan hipoglikemia antara lain adanya penyakit kritis, defisiensi hormon,
maupun adanya suatu tumor padat non sel beta.
Pada pasien hipoglikemia yang tidak terdapat riwayat diabetes melitus, maka
harus dilakukan evaluasi untuk menetapkan etiologi pasti dari berbagai
kemungkinan penyebab hipoglikemia tersebut. Evaluasi awal dilakukan dengan
melihat penampilan pasien, apakah nampak sehat atau nampak sakit. Bila
penampilan pasien nampak sehat maka difikirkan penyebab adalah hiperinsulisme
(insulinoma), gangguan fungsi sel beta pankreas, insulin autoimmun,
hipoglikemia akibat kecelakaan (accidental), penyalahgunaan obat dan juga
hipoglikemia factitious. Sedangkan bila penampilan pasien nampak sakit, maka
difikirkan penyebab hipoglikemia adalah defisiensi hormon, tumor-tumor non-
islet, kondisi penyakit kritis atau pasien sementara dalam pengobatan suatu
penyakit.
2) Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik yang mendukung suatu diagnosis hipoglikemia dapat
terbagi atas temuan terkait respons otonom dan temuan neuroglikopenik. Tanda
respons otonom diperantarai oleh aktivasi sistem saraf simpatik adrenergik dan
kolinergik. Gejala adrenergik mencakup palpitasi, tremor, dan ansietas akibat
peningkatan norepinefrin dan epinefrin. Norepinefrin dan epinefrin juga dapat
berkontribusi pada munculnya takikardia dan peningkatan tekanan darah sistolik
saat istirahat pada pasien yang mengalami hipoglikemia. Namun, takikardia dan
peningkatan tekanan darah sistolik mungkin tidak terjadi apabila pasien memiliki
riwayat hipoglikemia episodik. Sementara itu, aktivasi sistem kolinergik dapat
menimbulkan peningkatan produksi keringat dan parestesia. Tanda fisik
neuroglikopenik muncul akibat efek penurunan suplai glukosa ke sistem saraf
pusat. Hal ini dapat bervariasi namun mencakup obtundasi, amnesia, pandangan
buram, diplopia, disartria, kejang, bahkan hilangnya kesadaran.
3) Pemeriksaan Penunjang
Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah ≤ 70 mg/dL merupakan suatu nilai waspada
hipoglikemia sebagaimana direkomendasikan menurut klasifikasi
hipoglikemia oleh International Hypoglycemia Study Group (IHSG).
Periode terbaik melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah adalah
ketika gejala hipoglikemia mulai muncul pada pasien.
Jika kadar glukosa darah rendah dan gejala membaik ketika kadar
glukosa meningkat pasca pemberian tata laksana, hal tersebut
mengkonfirmasi hipoglikemia sebagai penyebab gejala yang ada.
Namun, jika penyebab hipoglikemia masih belum jelas, pemeriksaan
penunjang lainnya seperti kadar insulin plasma, peptida C, proinsulin, dan
kadar beta hidroksibutirat perlu dipertimbangkan. Ini terutama disarankan
pada individu hipoglikemik tanpa disertai penyakit penyerta dan
komorbiditas serta faktor risiko hipoglikemia sebelumnya.
Pada individu tanpa riwayat DM, simulasi kondisi puasa untuk memicu
hipoglikemia simptomatik mungkin dapat dipertimbangkan guna
menemukan penyebab dasar hipoglikemia. Puasa dapat dilakukan dalam
bentuk puasa hingga 72 jam maupun puasa setelah makan. Munculnya
gejala yang sesuai untuk hipoglikemia pada kadar glukosa darah < 55
mg/dL, kadar insulin meningkat, kadar peptida C meningkat, dan pro-
insulin meningkat menunjukkan adanya suatu hiperinsulinisme endogen
(insulinoma).
H. Diagnosis Banding
Insulinoma, Anemia defisiensi besi, Thalassemia, Anemia sideroblastic, Anemia
akibat penyakit kronis
Anemia mikrositik hipokrom Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil
dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal.
(Indeks eritrosit : MCV < 80 fl, MCH < 26 pg, MCHC <32 %). Penyebab anemia
mikrositik hipokrom:
1. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi
2. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia
3. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik
ANEMIA MIKROSITIIK HIPOKROMIK
PX FERRITIN SERUM
Elektroforesis Hb
Besi Besi Ring Sideroblastik
sumsum sumsum dalam sumsum tulang
tulang tulang
positive
negative HBA2 ↑
HBF ↑
ANEMIA ANEMIA
PENYAKIT THALASEMIA ANEMIA
DEFISIENSI
KRONIK BETA SIDEROBLASTIK
BESI
J. Komplikasi
Komplikasi kronik dari diabetes melitus sendiri dapat dibagi menjadi 2 : komplikasi
mikrovaskuler (Retinopati diabetic, Neuropati diabetik, Nefropati diabetic) dan
makrovaskuler (Penyakit pembuluh darah jantung atau otak, Penyakit pembuluh darah
tepi).
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis tersebut, gejala utama pasien adalah pingsan pada hari masuk
rumah sakit, disertai sesak nafas, mual-muntah, konstipasi sejak 6 hari SMRS. Ditambah
pasien memiliki factor resiko terjadinya anemia yaitu kekurangan vitamin dan nutrisi (rendah
zat besi serta sering menkonsumsi teh) dan terdapat riwayat penyakit yang sama di keluarga,
serta memiliki riwayat anemia sejak kecil namun tidak pernah diterapi. Serta factor resiko
terjadinya hipoglikemia non diabetic yaitu sering terlambat makan dan konsumsi makanan
yang sedikit, serta jarang sekali mengkonsumsi makanan/minuman manis.
Dari hasil anamnesis tersebut, keluhan dan gejala yang muncul tidak spesifik
mengarah pada hipoglikemia, maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan GCS 15, 120/80
mmHg, HR: 120 x/menit, RR: 22 x/menit, SaO2: 96 %, Suhu: 36 oC. Serta ditemukan adanya
atrofi papil lidah(+), kelainan bentuk dada kongenital(+), ronki pada setengah paru
bilateral(+/+), koilonikia(+).
Bila hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, hal tu tidaklah cukup untuk
menegakkan diagnosis Hipoglikemia. Maka diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk
menunjang diagnosis ini.
Pada pasien, pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb ↓↓4 g/dL, Ht ↓↓16.7 %,
Erytrocyte ↓2.93 106/µL, MCV ↓57 fl, MCH ↓13.7 pg, MCHC ↓24 g/dl, Neutrofil ↑76.8%,
↑125mmol/L, Glukosa sesaat POCT ↓↓36 mg/dl. Pada pemeriksaan rontgen ditemukan
kardiomegali dengan pneumonia. Pada EKG ditemukan sinus takikardi dengan
RAD,RVH,LVH.
Penurunan kadar Hb, Ht dan eritrosit menunjukkan adanya anemia pada pasien,
karena MCV dan MCH dalam berada dibawah normal, maka pasien mengalami anemia
mikrositik hipokromik. Sedangkan glukosa sesaat POCT mengalami penurunan <44mg/dl
merupakan tanda hipoglikemia berat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis menderita Hipoglikemia berat dan Anemia mikrositik
hipokromik, karena memenuhi syarat Hipoglikemia yaitu trias Whipple :
Gejala-gejala dan keluhan hipoglikemia
Pemeriksaan kadar glukosa darah konsisten rendah (<55mg/dl)
Gejala dan keluhan akan segera menghilang dengan pemberian terapi untuk
mengoreksi kadar glukosa darah yang rendah
Serta diagnosa Anemia mikrositik hipokromik karena Hb pasien <13, MCV < 80 fl, MCH <
26 pg, MCHC <32 %. Serta anemia berat karena Hb <8 g/dl.
Terapi yang diberikan pada pasien antara lain Sucralfat (syrup) 3 x 1C, Pamol 3 x
500mg, Pantoprazole 1 x 20mg, Asam traneksamat 3 x 500mg, Injeksi D40% 3 flakon ,
Infus D10% 33 tpm. Serta pada tanggal (4/1/2021) pasien menerima Transfusi 1 kolf, pada
tanggal (5/1/2021) pasien menerima Transfusi 1 kolf, dan pada tanggal (6/1/2021) pasien
menerima Transfusi 1 kolf.
Sucralfat berupakan antiulcerant sebagai profilaksis gastritis karena stress (stress-
induced gastritis). Penggunaan Sucralfat sebagai terapi gastritis kurang tepat karena memiliki
efek samping gastrointestinal berupa konstipasi (1-10%). Konstipasi terjadi karena
kandungan aluminium di dalamnya. Sucralfat dapat diganti dengan antiemetic seperti
Domperidone yang merupakan antagonis dopamin yang menstimulasi pengosongan lambung
dan transit usus halus, dan meningkatkan kekuatan kontraksi sfingter esofagus, yang
berfungsi sebagai pereda mual dan muntah (mencegah refluks esofagus), tanpa efek samping
konstipasi / sembelit.
Pamol (Paracetamol / Acetaminophen) berfungsi sebagai analgetic (pereda nyeri) dan
antipiretik (penurun demam), Pamol diberikan pada tanggal 4-7 Januari 2021 (4 hari).
Pantoprazole adalah obat golongan Proton Pump Inibitor (PPI) yang bekerja dengan cara
menghambat sel-sel di lapisan lambung untuk menghasilkan asam lambung, sehingga
produksi asam lambung berkurang, Pantoprazole diberikan pada tanggal 4-6 Januari 2021 (3
hari). Asam traneksamat adalah obat generik golongan anti-fibrinolitik yang digunakan untuk
membantu menghentikan pendarahan. Asam Traneksamat merupakan competitive inhibitor
dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Asam Traneksamat diberikan pada
tanggal 4-6 Januari 2021 (3 hari). Injeksi D40% 3 flakon diberikan secara bertahap,
pemberian 1 flakon pertama dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah setelah 15 menit,
karena kadar gula darah belum mencapai target ≥70ml/dl, maka prosedur diulang hingga 3x.
Dilanjutkan dengan pemeliharaan diberikan Dextrose 10% dengan kecepatan 100ml/jam
(33tpm).
Transfusi PRC diberikan karena pasien memenuhi indikasi yaitu Hb <7g/dl
(normalnya laki-laki Hb 13-18g/dl). PRC diberikan pada pasien anemia yang tidak disertai
dengan penurunan volume darah / komponen darah lainnya. Jumlah PRC yang akan
diberikan dihitung dengan rumus
Melalui rumus tersebut, Jumlah PRC yang dibutuhkan pasien dengan target Hb post transfuse
10 adalah 990cc (±3 Kantung PRC 250cc).
Pada tanggal 06/01/2021 Hb pasien mengalami peningkatan menjadi 7.3g/dL dengan
Hematokrit 25.7%, kondisi pasien masih lemas, sesak nafas berkurang. Pada tanggal
07/01/2021 pukul 00.00 pasien mengeluhkan perut kembung, demam dengan keadaan gelisah
teriak-teriak, pukul 3.50 KU pasien berubah menjadi apatis. Diberikan terapi alprazolam
0.5mg
Tanda Vital (7/4/2021 pukul 3.50 WIB)
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi : 118 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Saturasi : 84 % terapi NRM 10 lpm
Suhu : 38.9 oC PCT infus
EKG : Asistole Panggil Blue Team
Selama 4 hari dirawat di RS Bethesda, pada tanggal 07/01/2021 pukul 04.00 WIB
pasien meninggal dunia karena perburukan kondisi dengan penurunan kesadaran, sesak nafas,
demam, suspect covid-19 dengan sebelumnya diusulkan pindah ke Ruang E namun penuh.
DAFTAR PUSTAKA