Anda di halaman 1dari 22

TUTORIAL KLINIK

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN NON-DM


ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK

Dosen Pembimbing :
Dr. Purwoadi Sujatno, Sp.PD, FINASIM, MPH

Disusun Oleh :
Febrina Eva Susanto 42200401

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2020

I. STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Bp. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 51 Tahun
Alamat : Bantul
Tanggal lahir : 29/12/1969
No. Rekam Medis : 02-09-xx-xx
Pekerjaan : Peternak
Bangsal : C/4B
Tanggal pemeriksaan : 05/01/2021

II. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)


A. Keluhan Utama
Pingsan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS Bethesda pada tanggal 04/12/2020 dengan
keluhan penurunan kesadaran setelah jatuh posisi terduduk di kamar, tidak ada
perdarahan, pasien dibawa ke RS Nurhidayah dan langsung dirujuk ke RS
Bethesda, pasien tidak terbentur saat terjatuh, sebelumnya pasien
mengeluhkan lemes, tidak terdapat keluhan seperti pusing / nyeri dada / nyeri
perut.
Pasien mengeluhkan sesak sejak 6 hari SMRS, muncul secara tiba-tiba,
hilang timbul durasi tidak menentu, rasa seperti ampek, hanya muncul ketika
melakukan aktivitas berat, membaik dengan istirahat. Tidak disertai dengan
nyeri dada / batuk.
Pasien mengeluhkan mual dan muntah muncul ketika dirasa kenyang
(padahal makan baru 6 suap) 2-3x/hari, sejak 6 hari SMRS, konsistensinya
cair berupa sisa makanan dan tidak didapatkan darah maupun busa. Tidak ada
yang memperingan muntah. Tidak disertai diare ataupun demam.
Pasien belum BAB sejak 6 hari SMRS, sebelumnya BAB pasien
seperti biasa, tidak pernah mengeluarkan darah, pasien tidak mengeluhkan
adanya nyeri perut. BAK lancar seperti biasa, tidak ada perubahan warna atau
frekuensi.
Pasien tidak mengalami bengkak / luka / ulkus pada kaki. Pasien
pernah mengeluhkan kesemutan pada ekstremitas, muncul pada pagi hari,
durasi ±30 menit, tidak nyeri dan tidak ada kesulitan untuk berjalan, tidak ada
yang memperbaiki atau memperberat kesemutan..

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan serupa : (-)
 Anemia : (+) sudah sejak kecil, tapi tidak ada keluhan
 Trauma : (-)
 Operasi : (-)
 Ginjal : (-)
 Hipertensi : (-)
 DM : (-)
 Alergi : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa : (+) ayah pasien mengalami anemia, kritis, Hb 4
 Hipertensi : (-)
 Ginjal : (-)
 DM, Alergi : (-)

E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku hanya pernah mengkonsumsi obat penurun demam yang
dibeli di warung. Pasien tidak pernah periksa ke dokter sebelumnya.

F. Life Style
Pasien sehari-hari berkegiatan sebagai peternak (memberi makan
ternak), bekerja pagi hingga sore hari. Pasien tinggal bersama ibu, bapak dan
adik sekeluarga. Pasien tidak merokok ataupun mengkonsumsi alcohol. Pasien
jarang berolah raga karena memiliki pekerjaan sehari-hari yang sudah cukup
berat. Pasien mengalami kesulitan bicara sudah sejak lahir, tidak pernah
bersekolah.
Pasien susah makan sejak lama, sehari makan 2x namun porsi makan
sangat sedikit (4-5 sendok makan), nafsu makan memburuk sejak 6 hari
SMRS. Pasien sering konsumsi sambal / makanan pedas, sehari-hari makan
sayuran saja, sangat jarang mengkonsumsi daging ayam, tidak pernah
mengkonsumsi daging merah / hati ayam, pasien sering meminum teh tawar
dibandingkan air mineral.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pasien diperiksa di bangsal C/4B, pada hari Selasa, 5 Januari 2021
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran / GCS : Compos mentis / E4V5M6
BB : 55kg
TB : 160cm
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Saturasi : 96 %
Suhu : 36 oC
STATUS LOKALIS
a. Kepala
Ukuran Kepala : Normochepali
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-), atrofi papil (+)
b. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid(-), nyeri (-)
c. Thorax
Pulmo
Inspeksi : kelainan bentuk dada kongenital (+)
Palpasi : nyeri(-), fremitus normal
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+), wheezing(-/-), ronki (+/+)
Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi: S1 dan S2 reguler, bising(-)
d. Abdomen
Inspeksi : jejas(-), distensi(-), asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani, hepatomegaly(-), splenomegaly(-), asites(-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) permukaan hepar licin.
e. Ekstremitas : hangat(+), ikterik(-), CRT< 2detik, oedem (-), koilonikia(+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan PDL ( 04/01/2021 )
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 4 (LL) 13.2-17.3 g/dL
Leukosit 7.71 4.5-11.5 ribu/mmk
Eosinofil 0.5 (L) 2-4%
Basofil 0.1 0-1%
Segment Neutrofil 78.6 (H) 50-70%
Limfosit 11.5 (L) 18-42%
Monosit 9.3 (H) 2-8%
Limfosit total 0.9 (L) 1.5-3.7
Rasio neutrophil limfosit 6.78 (H) < 3.13
Hematokrit 16.7 (LL) 40-54 %
Eritrosit 2.93 (L) 4.50-6.20 juta/mmk
RDW 26.2 (H) 11.5-14.5 %
MCV 57 (L) 80-94 Fl
MCH 13.7 (L) 26-32 pg
MCHC 24 (L) 32-36 g/dL
Trombosit 305 150-450 ribu/mmk
MPV 9.3 7.2-11.1 fl
PDW 11.9 9-13 fl
Glukosa sesaat POCT 36 (LL) 70-140 mg/dL

Pemeriksaan Rontgen Thorax ( 04/01/2021 )


Bronkovaskuler marking kasar meningkat,
hemidiaphragma licin, sinus costophrenicus lancip
terbuka, COR CTR 0.65

KESAN :
kardiomegali, gambaran pneumonia
bilateral
Pemeriksaan EKG ( 04/01/2021 )

Irama sinus, Rate 100x/mnt (Reguler), RAD, RVH , LVH

Pemeriksaan COVID-19 ( 04/01/2021 )


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Rapid Antigen Negative Negative
COVID-19

Pemeriksaan GDS post IGD ( 04/01/2021 )


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Glukosa sesaat POCT 189 70-200 mg/dL

Pemeriksaan PDL ( 06/01/2021 )


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 7.3 (L) 13.2-17.3 g/dL
Hematokrit 25.7 (L) 40-54 %

Pemeriksaan EKG ( 07/01/2021 )


Asistole

V. DIAGNOSIS KERJA
 Hipoglikemia
 Anemia mikrositik hipokromik

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Insulinoma
 Anemia defisiensi besi
 Thalassemia
 Anemia sideroblastic
 Anemia akibat penyakit kronis

VII. PLAN
Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan ferritin serum dan
TIBC untuk memastikan penyebab anemia mikrositik hipokromik

VIII. TERAPI
 Sucralfat (syrup) 3 x 1C
 Pamol 3 x 500mg
 Lanzoprazole 1 x 30mg
 Asam traneksamat 3 x 500mg
 Inj. Pantoprazole 1 x 1 flakon
 Inj. Asam traneksamat 3 x 500mg
 Injeksi D40% 3 flakon
 Infus D10% 33 tpm
(4/1/2021)
 Transfusi 1 kolf

(5/1/2021)
 Transfusi 1 kolf

(6/1/2021)
 Transfusi 1 kolf

IX. EDUKASI
 Edukasi mengenai factor resiko
 Edukasi mengenai tanda bahaya :
o Pusing / nggliyer
o Penglihatan kabur
o Kehilangan kesadaran
 Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai obat yang diminum pasien
 Edukasi untuk melakukan pemantauan kadar glukosa darah
 Edukasi mengenai terapi awal hipoglikemia
o membawa sejenis sumber karbohidrat untuk berjaga-jaga apabila
muncul gejala hipoglikemia
 Edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memperbaiki pola makan
dengan nutrisi yang bergizi, baik dan seimbang :
o Kurangi konsumsi teh karena dapat menghambat besi
o minum / makan jeruk karena dapat meningkatkan absorbs besi
o makan daging merah / hati ayam / sayur bayam

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu kondisi kadar glukosa darah dibawah nilai normal.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan American Diabetes
Association (ADA) menggunakan patokan <70 mg/dl pada penderita diabetes melitus
dan pada individu non-diabetes gejala-gejala hipoglikemia akan timbul bila kadar
glukosa darah <55 mg/dl

B. Epidemiologi
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014
berjumlah 9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk
penderita DM yang telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum
terdiagnosis. Indonesia merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita
DM terbanyak pada tahun 2014.

C. Etiologi
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus dan disebut iatrogenic
hypoglycemia, sedangkan hipoglikemia yang terjadi pada pasien non-diabetes disebut
hipoglikemia spontan.
Hipoglikemia pada pasien nondiabetes dibagi dua kelompok utama yaitu
hipoglikemia puasa (postabsorptive) dan hipoglikemia reaktif (postprandial).
Hipoglikemia reaktif/postprandial tidak selalu harus disertai dengan adanya
penyakit yang mendasari karena dapat terjadi pada individu yang tubuhnya berespon
sangat sensitif terhadap sekresi epinefrin yang normal, sedangkan hipoglikemia
puasa/postabsorbtive biasanya merupakan akibat dari suatu penyakit.
Hipoglikemia yang terjadi pada saat puasa umumnya diinduksi oleh sel beta
pankreas yang menglami hiperplasi atau proses autoimun, hipofungsi dari kelenjar
adrenal dan hipofisis, menurunnya respon CRR, gagal ginjal tahap akhir, gangguan
fungsi hati, cadangan glikogen yang rendah dan adanya hambatan dari proses
gluconeogenesis
D. Patogenesis dan Patofisiologi
1) Hipoglikemia reaktif
Hipoglikemia reaktif (post-prandial hypoglycemia/PPH) merupakan suatu
sindroma klinik dimana terjadi manifestasi hipoglikemia dalam jangka waktu
hingga 5 jam setelah makan. PPH dapat ditemukan pada individu yang sehat.

Terdapat 2 jenis hipoglikemia reaktif (post-prandial) yaitu :


a) Early phase, hipoglikemia yang terjadi dalam jangka waktu hingga 2 jam
setelah makan. Keadaan ini biasanya dijumpai pada penyakit-penyakit yang
menyebabkan terjadinya pengosongan lambung yang sangat cepat, setelah
pembedahan gastrektomi total maupun parsial, dan juga setelah
pembedahan bypass lambung. Pada keadaan-keadaan tersebut akan terjadi
peningkatan sekresi insulin secara sekunder dan juga akan mengalami
gangguan absorbsi glukosa di saluran cerna. Early phase juga dapat terjadi
pada pasien-pasien yang mengalami peningkatan sesitivitas insulin,
penurunan respon glukagon pada keadaan hipoglikemia akut dan bila
terdapat gangguan pada glucagon receptor down regulation
b) Late phase adalah jenis hipoglikemia post prandial yang terjadi 3-5 jam
setelah makan. Ditemukan pada pasien pre-diabetes sekunder akibat adanya
peningkatan fase 2 sekresi insulin.

2) Hipoglikemia puasa
Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu, penyakit berat
(kritis), kelainan enzim yang bersifat herediter dan mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, defisiensi hormonal dan beberapa jenis tumor pada pankreas maupun
tumor-tumor non-pankreas. Penggunaan obat-obatan (insulin dan golongan
sulfonilurea, serta obatobatan non-diabetes) merupakan penyebab tersering
terjadinya hipoglikemia pada pasien non-diabetes. Hipoglikemia juga dapat
ditemukan pada pasien-pasien kritis, sepsis dan penyakit-penyakit dengan tingkat
stres fisik yang berat, post pembedahan saluran cerna, tumor-tumor pankreas, tumor
non-pankreas, hiperinsulinisme dan adanya antibodi terhadap insulin

E. Klasifikasi
Secara klasik hipoglikemia pada pasien non-diabetes dikelompokkan dalam dua
kelompok utama yaitu :

 Post-prandial (reactive) hipoglikemia  hipoglikemia yang terjadi dalam


waktu hingga 4-5 jam setelah makan

 Fasting (post-absorbtive) hipoglikemia  Menurunnya kadar glukosa darah


<70 mg/dl yang disertai dengan gejala dan keluhan hipoglikemia yang dialami
>4 jam setelah makan.

PERKENI pada tahun 2015 membuat rekomendasi klasifikasi hipoglikemia yaitu:


 Hipoglikemia berat apabila kadar GDS sangat rendah dan pasien tidak sadar
serta membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian karbohidrat,
glukagon, atau tindakan resusitasi lainnya.
 Hipoglikemia simtomatik apabila kadar GDS <70mg/dl dan disertai keluhan
serta gejala hipoglikemia. Pasien masih dapat menolong dirinya sendiri.
 Hipoglikemia asimtomatik apabila kadar GDS <70mg/dl, namun tanpa disertai
gejala dan keluhan hipoglikemia.
 Hipoglikemia relatif apabila kadar masih GDS >70 mg/dl, namun terdapat
gejala dan keluhan hipoglikemia.
 Probable hipoglikemia apabila gejala dan keluhan hipogllikemia, tanpa
disertai pemeriksaan GDS.

Klasifikasi hipoglikemia yang lain adalah berdasarkan kadar glukosa darah


sebagai berikut:
 Hipoglikemia ringan (mild) bila kadar glukosa darah <70 mg/dl
 Hipoglikemia sedang (moderate) bila kadar glukosa darah <55 mg/dl
 Hipoglikemia berat (severe) bila kadar glukosa darah <40 mg/dl

F. Manifestasi Klinis
Konsensus PERKENI tahun 2015 mengelompokkan gejala dan tanda hipoglikemik
sebagai tanda dan gejala autonomik dan neuroglikopenik
Gejala neurogenik/autonomik berupa terjadinya perubahan persepsi psikologis
oleh karena keadaan hipoglikemia akan merangsang sistim simpato-adrenal (aktivasi
sistim saraf otonom). Gejala neurogenik/autonomik akan terjadi bila konsentrasi/kadar
glukosa darah mencapai sekitar 60 mg/dl. Sedangkan gejala neuroglikopenik akan
dialami bila kadar glukosa darah mencapai sekitar 50 mg/dl atau lebih rendah dan
terjadi akibat berkurangnya suplai glukosa keotak
Gejala neurogenik sendiri dikelompokkan dalam dua kelompok:
1) Gejala adrenergik berupa palpitasi, tahikardia, gelisah, kecemasan dan tremor.
2) Gejala kolinergik berupa keringat yang berlebihan, pucat, teraba hangat,
parastesi, mual perasaan lapar yang berlebihan.

Sedangkan gejala neuroglikopenik bervariasi mulai dari perasaan lemas, pusing, sakit
kepala, perubahan perilaku, kebingungan, penurunan fungsi kognitif, kejang-kejang
sampai penurunan kesadaran dan koma.

G. Diagnosis
Hipoglikemia didiagnosis dengan mengenali trias Whipple pada pasien. Trias
Whipple terdiri dari :
 Gejala-gejala dan keluhan hipoglikemia
 Pemeriksaan kadar glukosa darah konsisten rendah (<55mg/dl)
 Gejala dan keluhan akan segera menghilang dengan pemberian terapi untuk
mengoreksi kadar glukosa darah yang rendah

1) Anamnesis
Informasi dari anamnesis yang mendukung suatu kelainan hipoglikemia
biasanya berupa riwayat kejang atau perubahan kesadaran maupun temuan kadar
glukosa darah yang rendah secara kebetulan. Riwayat penyakit penyerta akan
membantu mempersempit diagnosis banding terhadap penyebab hipoglikemia dan
mengarahkan pada metode diagnostik yang tepat. Penyakit penyerta yang dapat
menimbulkan hipoglikemia antara lain adanya penyakit kritis, defisiensi hormon,
maupun adanya suatu tumor padat non sel beta.
Pada pasien hipoglikemia yang tidak terdapat riwayat diabetes melitus, maka
harus dilakukan evaluasi untuk menetapkan etiologi pasti dari berbagai
kemungkinan penyebab hipoglikemia tersebut. Evaluasi awal dilakukan dengan
melihat penampilan pasien, apakah nampak sehat atau nampak sakit. Bila
penampilan pasien nampak sehat maka difikirkan penyebab adalah hiperinsulisme
(insulinoma), gangguan fungsi sel beta pankreas, insulin autoimmun,
hipoglikemia akibat kecelakaan (accidental), penyalahgunaan obat dan juga
hipoglikemia factitious. Sedangkan bila penampilan pasien nampak sakit, maka
difikirkan penyebab hipoglikemia adalah defisiensi hormon, tumor-tumor non-
islet, kondisi penyakit kritis atau pasien sementara dalam pengobatan suatu
penyakit.

Pendekatan diagnostik pada pasien hipoglikemia non-diabetes

2) Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik yang mendukung suatu diagnosis hipoglikemia dapat
terbagi atas temuan terkait respons otonom dan temuan neuroglikopenik. Tanda
respons otonom diperantarai oleh aktivasi sistem saraf simpatik adrenergik dan
kolinergik. Gejala adrenergik mencakup palpitasi, tremor, dan ansietas akibat
peningkatan norepinefrin dan epinefrin. Norepinefrin dan epinefrin juga dapat
berkontribusi pada munculnya takikardia dan peningkatan tekanan darah sistolik
saat istirahat pada pasien yang mengalami hipoglikemia. Namun, takikardia dan
peningkatan tekanan darah sistolik mungkin tidak terjadi apabila pasien memiliki
riwayat hipoglikemia episodik. Sementara itu, aktivasi sistem kolinergik dapat
menimbulkan peningkatan produksi keringat dan parestesia. Tanda fisik
neuroglikopenik muncul akibat efek penurunan suplai glukosa ke sistem saraf
pusat. Hal ini dapat bervariasi namun mencakup obtundasi, amnesia, pandangan
buram, diplopia, disartria, kejang, bahkan hilangnya kesadaran.

3) Pemeriksaan Penunjang
 Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah ≤ 70 mg/dL merupakan suatu nilai waspada
hipoglikemia sebagaimana direkomendasikan menurut klasifikasi
hipoglikemia oleh International Hypoglycemia Study Group (IHSG).
Periode terbaik melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah adalah
ketika gejala hipoglikemia mulai muncul pada pasien.
Jika kadar glukosa darah rendah dan gejala membaik ketika kadar
glukosa meningkat pasca pemberian tata laksana, hal tersebut
mengkonfirmasi hipoglikemia sebagai penyebab gejala yang ada.
Namun, jika penyebab hipoglikemia masih belum jelas, pemeriksaan
penunjang lainnya seperti kadar insulin plasma, peptida C, proinsulin, dan
kadar beta hidroksibutirat perlu dipertimbangkan. Ini terutama disarankan
pada individu hipoglikemik tanpa disertai penyakit penyerta dan
komorbiditas serta faktor risiko hipoglikemia sebelumnya.
Pada individu tanpa riwayat DM, simulasi kondisi puasa untuk memicu
hipoglikemia simptomatik mungkin dapat dipertimbangkan guna
menemukan penyebab dasar hipoglikemia. Puasa dapat dilakukan dalam
bentuk puasa hingga 72 jam maupun puasa setelah makan. Munculnya
gejala yang sesuai untuk hipoglikemia pada kadar glukosa darah < 55
mg/dL, kadar insulin meningkat, kadar peptida C meningkat, dan pro-
insulin meningkat menunjukkan adanya suatu hiperinsulinisme endogen
(insulinoma).

H. Diagnosis Banding
Insulinoma, Anemia defisiensi besi, Thalassemia, Anemia sideroblastic, Anemia
akibat penyakit kronis

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin


(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga
pengiriman O2 ke jaringan menurun.
JENIS KELAMIN HEMOGLOBIN (g/dl)
Laki-laki <13
Perempuan <11

KRITERIA KADAR HEMOGLOBIN (g/dl)


Anemia ringan Anemia sedang Anemia berat
Laki-laki dewasa 11-12.9 8-10.9 <8
Perempuan dewasa 11-11.9 8-10.9 <8
Perempuan hamil 10-10.9 7-9.9 <7

Anemia mikrositik hipokrom Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil
dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal.
(Indeks eritrosit : MCV < 80 fl, MCH < 26 pg, MCHC <32 %). Penyebab anemia
mikrositik hipokrom:
1. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi
2. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia
3. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik
ANEMIA MIKROSITIIK HIPOKROMIK

PX FERRITIN SERUM

TIBC ↑ TIBC ↑ FERRITIN NORMAL


Fe ↓ Fe ↓

Elektroforesis Hb
Besi Besi Ring Sideroblastik
sumsum sumsum dalam sumsum tulang

tulang tulang
positive
negative HBA2 ↑
HBF ↑
ANEMIA ANEMIA
PENYAKIT THALASEMIA ANEMIA
DEFISIENSI
KRONIK BETA SIDEROBLASTIK
BESI

I. Penatalaksanaan Hipoglikemia berat


 Jika terdapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral dengan pemberian
Dextrose 10% sebanyak 150ml dalam 15 menit, atau Dextrose 40% sebanyak
25ml
 Periksa glukosa darah setiap 15-30 menit setelah pemberian IV tersebut
dengan target ≥70ml/dl, bila target berlum tercapai maka prosedur dapat
diulang
 Jika glukosa darah sudah mencapai target, maka pemeliharaan diberikan
Dextrose 10% dengan kecepatan 100ml/jam hingga pasien mampu untuk
makan
 Pemberian glukagon 1mg intramuskular dapat diberikan sebagai alternatif
lainterapi hipoglikemia
 Lakukan evaluasi terhadap hipoglikemia

J. Komplikasi
Komplikasi kronik dari diabetes melitus sendiri dapat dibagi menjadi 2 : komplikasi
mikrovaskuler (Retinopati diabetic, Neuropati diabetik, Nefropati diabetic) dan
makrovaskuler (Penyakit pembuluh darah jantung atau otak, Penyakit pembuluh darah
tepi).

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis tersebut, gejala utama pasien adalah pingsan pada hari masuk
rumah sakit, disertai sesak nafas, mual-muntah, konstipasi sejak 6 hari SMRS. Ditambah
pasien memiliki factor resiko terjadinya anemia yaitu kekurangan vitamin dan nutrisi (rendah
zat besi serta sering menkonsumsi teh) dan terdapat riwayat penyakit yang sama di keluarga,
serta memiliki riwayat anemia sejak kecil namun tidak pernah diterapi. Serta factor resiko
terjadinya hipoglikemia non diabetic yaitu sering terlambat makan dan konsumsi makanan
yang sedikit, serta jarang sekali mengkonsumsi makanan/minuman manis.
Dari hasil anamnesis tersebut, keluhan dan gejala yang muncul tidak spesifik
mengarah pada hipoglikemia, maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan GCS 15, 120/80
mmHg, HR: 120 x/menit, RR: 22 x/menit, SaO2: 96 %, Suhu: 36 oC. Serta ditemukan adanya
atrofi papil lidah(+), kelainan bentuk dada kongenital(+), ronki pada setengah paru
bilateral(+/+), koilonikia(+).
Bila hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, hal tu tidaklah cukup untuk
menegakkan diagnosis Hipoglikemia. Maka diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk
menunjang diagnosis ini.
Pada pasien, pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb ↓↓4 g/dL, Ht ↓↓16.7 %,
Erytrocyte ↓2.93 106/µL, MCV ↓57 fl, MCH ↓13.7 pg, MCHC ↓24 g/dl, Neutrofil ↑76.8%,
↑125mmol/L, Glukosa sesaat POCT ↓↓36 mg/dl. Pada pemeriksaan rontgen ditemukan
kardiomegali dengan pneumonia. Pada EKG ditemukan sinus takikardi dengan
RAD,RVH,LVH.
Penurunan kadar Hb, Ht dan eritrosit menunjukkan adanya anemia pada pasien,
karena MCV dan MCH dalam berada dibawah normal, maka pasien mengalami anemia
mikrositik hipokromik. Sedangkan glukosa sesaat POCT mengalami penurunan <44mg/dl
merupakan tanda hipoglikemia berat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis menderita Hipoglikemia berat dan Anemia mikrositik
hipokromik, karena memenuhi syarat Hipoglikemia yaitu trias Whipple :
 Gejala-gejala dan keluhan hipoglikemia
 Pemeriksaan kadar glukosa darah konsisten rendah (<55mg/dl)
 Gejala dan keluhan akan segera menghilang dengan pemberian terapi untuk
mengoreksi kadar glukosa darah yang rendah

Serta diagnosa Anemia mikrositik hipokromik karena Hb pasien <13, MCV < 80 fl, MCH <
26 pg, MCHC <32 %. Serta anemia berat karena Hb <8 g/dl.
Terapi yang diberikan pada pasien antara lain Sucralfat (syrup) 3 x 1C, Pamol 3 x
500mg, Pantoprazole 1 x 20mg, Asam traneksamat 3 x 500mg, Injeksi D40% 3 flakon ,
Infus D10% 33 tpm. Serta pada tanggal (4/1/2021) pasien menerima Transfusi 1 kolf, pada
tanggal (5/1/2021) pasien menerima Transfusi 1 kolf, dan pada tanggal (6/1/2021) pasien
menerima Transfusi 1 kolf.
Sucralfat berupakan antiulcerant sebagai profilaksis gastritis karena stress (stress-
induced gastritis). Penggunaan Sucralfat sebagai terapi gastritis kurang tepat karena memiliki
efek samping gastrointestinal berupa konstipasi (1-10%). Konstipasi terjadi karena
kandungan aluminium di dalamnya. Sucralfat dapat diganti dengan antiemetic seperti
Domperidone yang merupakan antagonis dopamin yang menstimulasi pengosongan lambung
dan transit usus halus, dan meningkatkan kekuatan kontraksi sfingter esofagus, yang
berfungsi sebagai pereda mual dan muntah (mencegah refluks esofagus), tanpa efek samping
konstipasi / sembelit.
Pamol (Paracetamol / Acetaminophen) berfungsi sebagai analgetic (pereda nyeri) dan
antipiretik (penurun demam), Pamol diberikan pada tanggal 4-7 Januari 2021 (4 hari).
Pantoprazole adalah obat golongan Proton Pump Inibitor (PPI) yang bekerja dengan cara
menghambat sel-sel di lapisan lambung untuk menghasilkan asam lambung, sehingga
produksi asam lambung berkurang, Pantoprazole diberikan pada tanggal 4-6 Januari 2021 (3
hari). Asam traneksamat adalah obat generik golongan anti-fibrinolitik yang digunakan untuk
membantu menghentikan pendarahan. Asam Traneksamat merupakan competitive inhibitor
dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Asam Traneksamat diberikan pada
tanggal 4-6 Januari 2021 (3 hari). Injeksi D40% 3 flakon diberikan secara bertahap,
pemberian 1 flakon pertama dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah setelah 15 menit,
karena kadar gula darah belum mencapai target ≥70ml/dl, maka prosedur diulang hingga 3x.
Dilanjutkan dengan pemeliharaan diberikan Dextrose 10% dengan kecepatan 100ml/jam
(33tpm).
Transfusi PRC diberikan karena pasien memenuhi indikasi yaitu Hb <7g/dl
(normalnya laki-laki Hb 13-18g/dl). PRC diberikan pada pasien anemia yang tidak disertai
dengan penurunan volume darah / komponen darah lainnya. Jumlah PRC yang akan
diberikan dihitung dengan rumus

Jumlah PRC = (Hb yang diinginkan – Hb sebelum transfuse) x 3 x BB

Melalui rumus tersebut, Jumlah PRC yang dibutuhkan pasien dengan target Hb post transfuse
10 adalah 990cc (±3 Kantung PRC 250cc).
Pada tanggal 06/01/2021 Hb pasien mengalami peningkatan menjadi 7.3g/dL dengan
Hematokrit 25.7%, kondisi pasien masih lemas, sesak nafas berkurang. Pada tanggal
07/01/2021 pukul 00.00 pasien mengeluhkan perut kembung, demam dengan keadaan gelisah
teriak-teriak, pukul 3.50 KU pasien berubah menjadi apatis. Diberikan terapi alprazolam
0.5mg
Tanda Vital (7/4/2021 pukul 3.50 WIB)
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi : 118 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Saturasi : 84 %  terapi NRM 10 lpm
Suhu : 38.9 oC  PCT infus
EKG : Asistole  Panggil Blue Team

Selama 4 hari dirawat di RS Bethesda, pada tanggal 07/01/2021 pukul 04.00 WIB
pasien meninggal dunia karena perburukan kondisi dengan penurunan kesadaran, sesak nafas,
demam, suspect covid-19 dengan sebelumnya diusulkan pindah ke Ruang E namun penuh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Su JY,Liao JC. Hypoglycemia in emergency department. J Acute Dis 2015: 59-62.


2. Kittah EN, Vella A. Management of endocrine disease. Pathogenesis and
management of hypoglycemia. Eur J Endocrinol 2017; 177: R37– R47.
3. American Diabetes Association (ADA). Standard medical care 2017. Diab Care
2017;40 (suppl.1): S48-S56
4. Skrha J, Duskova J, Svab J et al. Insulinoma – Diagnosis and Treatment. In
Hypoglycemia, Causes and Occurrences. Rigobelo CE(ed). InTech Org; 151-172,
2011
5. Service FJ, McMahon MM, O’Brien PC, Ballard DJ. Functioning insulinoma –
incidence, recurrence, and long-term survival of patients: a 60-year study. Mayo
Clinic Proc 1991; 66: 711–719.
6. Grant CS. Insulinoma. Best Practice and Research. Clin Gastroenterol 2005; 19: 783–
798.
7. Kittah EN, Vella A. Management of endocrine disease. Pathogenesis and
management of hypoglycemia. Eur J Endocrinol 2017; 177: R37–R47.
8. Iglesias P, Dı´ez JJ. A clinical update on tumor-induced hypoglycemia. Eur J
Endocrinol 2014; 170: R147–R157.

Anda mungkin juga menyukai