Dosen Pembimbing :
Dr. Purwoadi Sujatno, Sp.PD, FINASIM, MPH
Disusun Oleh :
Febrina Eva Susanto 42200401
I. STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Bp. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 47 Tahun
Alamat : Gunung Kidul
Tanggal lahir : 26/09/1973
No. Rekam Medis : 02-09-xx-xx
Pekerjaan : Pensiunan
Bangsal : C/1E
Tanggal pemeriksaan : 26/12/2020
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Muntah
E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat rutin untuk mengatasi hipertensi berupa
Candesartan 1x8mg, pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat lain
diluar obat yang dianjurkan dokter.
F. Life Style
Pasien sehari-hari kegiatan hanya dirumah saja, pension sudah sejak 10
tahun yanglalu. Pasien tinggal bersama istri dan 3 orang anak, lingkungan
tempat tinggal dirasa cukup bersih dan cukup ventilasi. Pasien tidak merokok
ataupun mengkonsumsi alcohol. Pasien jarang berolah raga.
Pasien sangat suka dan sering mengkonsumsi pisang (1 sisir
dihabiskan sendiri), ikan sarden dan makanan kaleng lainnya, daging kambing
dan seafood. Konsumsi air mineral 2-3L/hari, sangat jarang mengkonsumsi
kopi / the / minuman kemasan.
V. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Emergency
Gagal Ginjal Kronis
Anemia normositik normokromik
Rawat Inap
Calcium Carbonat 500mg 3x1
Amlodipin 5mg 1x1
Anemolat 1mg 3x1
Diazepam 2mg 1x1
Pantoprazole 20mg 1x1
Ceftum 1gr 2x1
O2 3lpm
Infus NaCl 0.9%
(23/12/2020)
Transfusi PRC 1kolf pre HD
Premid furosemide 1amp
Pasang HD cath
HD via akses femoral 3 jam dengan free heparin
Transfusi PRC 2kolf durante HD
(25/12/2020)
HD 3 jam dengan free heparin tanpa transfusi
IX. EDUKASI
Pencegahan PGK dengan perilaku “ CERDIK ” yaitu :
o C : Cek kesehatan secara berkala
o E : Enyahkan asap rokok
o R : Rajin aktifitas fisik
o D : Diet sehat dengan kalori seimbang
o I : Istirahat yang cukup
o K : Kelola stress
Edukasi mengenai factor resiko
Edukasi mengenai tanda bahaya :
o Gangguan berkemih (lebih sedikit dari biasanya dengan konsumsi
air yang tidak berubah)
o Pembengkakan tubuh
o Penurunan aktivitas karena mudah lelah
o Gangguan diabetes: polidipsia, polifagia, poliuria dan/atau
peningkatan gula darah
o Mual muntah tanpa penyebab lain
Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai obat yang diminum pasien
Edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memperbaiki pola makan
dengan nutrisi yang bergizi, baik dan seimbang.
o membatasi asupan protein (< 0.8 gr/kg/hari)
o membatasi asupan garam (maksimal 2 gram natrium atau setara 5
gram garam dapur per hari)
o membatasi cairan per hari
o membatasi asupan fosfat dan kalium
Beberapa contoh makanan tinggi fosfat: minuman kaleng,
keju, kerang, ikan sarden, telur ikan, jeroan, hati ayam dan
sapi, makanan siap saji
Beberapa contoh makanan tinggi kalium: alpukat, pisang,
buah kering, mangga, pepaya, brokoli, kacang-kacangan,
kentang, biji-bijian
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Chronic Kidney Disease merupakan suatu keadaan patologis yang ditandai dengan
kelainan struktural maupun fungsional yang berlangsung lebih dari tiga bulan serta
terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular Filtrate Rate
(GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 . Pada PGK didapatkan kelainan komposisi
darah, urin maupun kelainan tes pencitraan (imaging).
Penyakit ginjal dikategorikan sebagai PGK bila memenuhi kriteria berikut :
1) Kerusakan ginjal berlangsung lebih dari tiga bulan
2) GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 . GFR merupakan indeks pengukuran fungsi
ginjal dimana nilai normal pada dewasa sekitar 125 mL/min per 1,73 m²
3) Kelainan struktural atau fungsional dengan manifestasi berupa: kelainan
patologis, albuminuria, abnormalitas sedimen urin, riwayat transplantasi
ginjal, dan kelainan imaging.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.
C. Etiologi
Penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi dua, yaitu:
1) kelainan parenkim ginjal
a. penyakit ginjal primer
glomerulonephritis
pielonefritis
ginjal polikistik
TBC ginjal
b. penyakit ginjal sekunder
nefritis lupus
nefropati analgesic
amyloidosis ginjal
2) penyakit ginjal obstruktif
pembesaran prostat
batu saluran kencing
Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain. Diagram 1
menunjukkan penyebab gagal ginjal dari pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia
pada tahun 2011
E. Klasifikasi
Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012, CKD
diklasifikasikan menjadi lima stadium atau kategori berdasarkan penurunan GFR :
F. Manifestasi Klinis
Penurunan GFR pada pasien PGK sesuai dengan penyakit yang mendasari
seperti hipertensi, hiperurisemi, diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, Lupus eritomatosus sistemik. Bila menimbulkan sindrom uremia maka
gejala yang timbul berupa lemah, anoreksia, mual,muntah, nokturia, letargi, kelebihan
volume cairan (volume overload), uremic frost, perikarditis, neuropati perifer,
pruritus, kejang-kejang sampai koma. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi,
anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, dan gangguan
keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
Kerusakan ginjal akan menurunkan produksi eritropoetin sehingga tidak
terbentuknya eritrosit yang menimbulkan anemia dengan gejala pucat, kelelahan dan
aktivitas fisik bekurang. Proteinuria merupakan tanda terjadinya kerusakan ginjal.
Penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan permeabilitas glomerulus meningkat
sehingga molekul protein seperti albumin akan bebas melewati membran filtrasi.
Selain itu, fungsi filtrasi yang terganggu akan menyebabkan akumulasi urea dalam
darah (uremia).
Hipertensi timbul akibat kerusakan fungsional ginjal yang mengaktifkan
pelepasan renin yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I dan oleh
converting enzyme diubah menjadi angiotensin II. Kemudian timbul efek
vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.
Hiperfosfatemia terjadi karena penurunan GFR menyebabkan ekskresi fosfat
meningkat dan fosfat akan berikatan dengan Ca2+ yang membentuk kalsium fosfat.
Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap dan menyebabkan nyeri sendi dan
pruritus. Pada PGK dapat terjadi asidosis metabolik yang menyebabkan rasa mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Asidosis metabolik meningkatkan konsentrasi ion H +
dalam sel ginjal sehingga meningkatkan sekresi hidrogen sedangkan sekresi kalium
berkurang. Hal ini menyebabkan hiperkalemia yang menyebabkan kelemahan otot.
G. Diagnosis
1) Anamnesis
Penyakit ginjal kronis kategori G1 sampai G3b sering kali asimtomatik. Gejala
baru mulai timbul pada penyakit ginjal kronis kategori G4 dan G5. Pasien dengan
penyakit penyerta lain seperti contohnya gangguan tubulointerstisial, penyakit
kistik dan nefrotik sindrom dapat menunjukkan gejala lebih awal.
Gejala yang timbul dapat dibedakan menjadi manifestasi uremik, asidosis
metabolik, gangguan transpor air dan garam, anemia, dan manifestasi pada urin :
1) Manifestasi Uremik
Kadar ureum yang tinggi pada pasien dapat menimbulkan manifestasi pada
berbagai sistem organ.
Gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan diare
Kulit : xerosis kutis, pruritus, ekimosis
Kardiologi : perikarditis
Neurologi : ensefalopati, neuropati perifer, restless leg syndrome
Hematologi : gangguan platelet
Reproduksi : disfungsi ereksi, penurunan libido, amenorrhea
Manifestasi umum: kelelahan, malnutrisi, gangguan pertumbuhan
2) Manifestasi Asidosis
Metabolik Asidosis metabolik akibat penyakit ginjal kronis dapat
menimbulkan manifestasi berupa: Malnutrisi energi protein Penurunan
massa otot Kelemahan otot
3) Gangguan Transpor Air dan Garam
Gangguan transpor air dan garam ini akan bermanifestasi sebagai: Edema
perifer Edema paru Hipertensi
4) Anemia
Pada penyakit ginjal kronis, gejala anemia harus diwaspadai, berupa lemas
dan mudah lelah
5) Manifestasi pada Urin
Penyakit ginjal kronis juga dapat menyebabkan kencing berbusa atau
berwarna seperti teh.
2) Pemeriksaan Fisik
Periksa tekanan darah pasien untuk melihat adanya hipertensi atau tidak
Pada mata, dapat ditemukan edema periorbita, dan pada funduskopi dapat
ditemukan tanda retinopati diabetik atau hipertensi
Pada auskultasi paru, bisa terdapat ronki yang mengarah ke edema paru.
Pada abdomen, mungkin asites. Pada ekstremitas, mungkin oedem.
Pada kulit juga dapat ditemukan adanya xerosis kutis atau ruam.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
o sesuai dengan penyakit yang mendasari (diabetes mellitus, hipertensi, dll)
o penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus kockcroft-
gault.
o penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia
atau hipokalemia, hiponatremia, hiperkloremia atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
o Analisa Gas Darah untuk mengetahui apakah terjadi komplikasi berupa
hiperkalemia dan asidosis metabolik. Pada analisa gas darah, perhatikan
kadar HCO3 dan pH untuk melihat ada tidaknya metabolik asidosis.
Urinalisis
Pada urinalisis, dapat ditemukan hematuria dan/atau proteinuria. Dapat juga
ditemukan mikroalbuminuria (30 – 300 mg/24 jam) Pencitraan juga bermanfaat
untuk diagnosis penyakit ginjal kronis, terutama untuk menentukan penyebab
penyakit ginjal kronis.
Ultrasonografi Ginjal
Pada pemeriksaan USG, memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
Indikasi USG (NICE 2008):
o Progresif GGK (LFG ≥5 ml/min/1,73 m2 dalam 5 tahun)
o Adanya hematuria
o Ada gejala obstruksi saluran kencing
o Ada riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik dan berusia lebih
dari 20 tahun
o GGK stadium 4 dan 5
o Memerlukan bipsi ginjal
X-ray dengan Kontras
Foto polos intravenous pyelography dapat bermanfaat pada penyakit ginjal
kronik yang dicurigai terjadi akibat batu ginjal. Namun, harus dipertimbangkan
potensi toksisitas ginjal akibat penggunaan kontras intravena tersebut. Kontras
dikontraindikasikan pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus <60
mL/min/1.73 m2.
CT Scan dan MRI Abdomen
CT-scan abdomen dapat melihat batu saluran kemih, massa atau kista ginjal.
MRI dapat melihat massa ginjal dengan lebih jelas, misalnya pada karsinoma sel
renal.
Biopsi Renal
Biopsi renal umumnya diindikasikan jika diagnosis etiologi penyakit ginjal
kronis tidak jelas. Biopsi juga bermanfaat untuk memandu tata laksana penyakit
ginjal kronis yang diakibatkan oleh etiologi tertentu, misalnya lupus.
H. Diagnosis Banding
Sindrom Alport (penyakit ginjal, gangguan pendengaran, dan kelainan mata),
Glomerulonefritis, Nefropati diabetik, Batu ginjal, Nefrosklerosis
I. Penatalaksanaan
Tatalaksana PGK tergantung pada derajat atau stadium dari penyakit tersebut.
Deraja GFR (ml/mnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana
t
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
perburukan (progression) fungsi ginjal, dan
meminimalisir risiko kardiovaskular
2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi.
4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal.
5 <15 Terapi pengganti ginjal (Hemodialisis)
KDOQI clinical practice guidelines for chronic kidney disease
1) Hipertensi
Menurut kidney disease: improving global outcomes (KDIGO), aturan kontrol
tekanan darah untuk penyakit ginjal kronis adalah:
Bila ekskresi albumin urin < 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan
darah > 140/90 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤
140 mmHg pada sistolik dan ≤ 90 mmHg pada diastolik
Bila ekskresi albumin urin ≥ 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah
> 130/80 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 130
mmHg pada sistolik dan ≤ 80 mmHg pada diastolik
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) direkomendasikan digunakan untuk pasien penyakit ginjal
kronis dengan diabetes dan ekskresi albumin urin 30 – 300 mg/24 jam (atau
ekuivalen)
ARB atau ACEI direkomendasikan pada pasien penyakit ginjal kronis dengan
atau tanpa diabetes dengan ekskresi albumin urin > 300 mg/24 jam (atau
ekuivalen)
2) Anemia
Pada pasien dengan LFG <30 mL/min/1.73 m2, pemeriksaan dilakukan minimal 2
kali/tahun.
Terapi Besi
Pada pasien CKD dengan HD, diberikan terapi besi parenteral dengan dosis terapi
fase koreksi: 100 mg 2x per minggu, saat HD, dengan perkiraan keperluan dosis
total 1000 mg (10x pemberian)
Terapi :
Iron sucrose atau iron dextran: 100 mg diencerkan dengan 100 ml NaCl
0.9%, drip IV 15-30 menit. Cara lain dapat disuntikkan IV atau melalui
venous blood line tanpa diencerkan secara pelan-pelan, paling cepat dalam
waktu 15 menit.
Erythropoiesis Stimulating Agent
Indikasi :
Hb <10g/dl dan penyebab lain anemia telah disingkirkan
Syarat pemberian :
o Tidak ada anemia defisiensi besi absolut, yaitu :
ST <20%
FS <200ng/ml (CKD-HD)
o Tidak ada infeksi yang berat
Terapi :
Epoetin α dan β dimulai 2000-5000 IU 2x seminggu atau 80-120
unit/kgBB/minggu secara SubCutan
3) Kelebihan Cairan
Kelebihan cairan pada pasien yang terlihat dari adanya edema atau asites dapat
ditatalaksana dengan loop diuretik atau ultrafiltrasi.
4) Asidosis Metabolik
Untuk penanganan asidosis metabolik, berikan suplemen bikarbonat per oral pada
konsentrasi bikarbonat serum < 22 mmol/L hingga mencapai nilai normal, kecuali
dikontraindikasikan.
5) Manifestasi Uremik
Pada manifestasi uremik yang berat, misalnya perikarditis, pertimbangkan untuk
terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis.
6) Hemodialisis
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron
sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal. Pada umumnya
hemodialisis dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu dengan waktu 4-5 jam setiap
hemodialisis.
Hemodialisis berfungsi untuk mengeluarkan sisa garam dan cairan berlebih
untuk mencegah penumpukan molekul kimia didarah serta menjaga tekanan darah.
Hemodialisis merupakan suatu proses difusi dan filtrasi zat terlarut melewati suatu
membran semipermeabel yang akan mengeluarkan molekul urea, kreatinin,
elektrolit dan mempertahankan bikarbonat serta dapat mengadsorbsi protein seperti
sitokin, interleukin yang bermanfaat pada keadaan inflamasi atau sindrom uremia.
Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDQOI) 2006, indikasi
dilaksanakan terapi HD yaitu :
a) Kelebihan cairan yang sulit dikendalikan dan hipertensi.
b) Asidosis metabolik refrakter.
c) Hiperkalemia refrakter terhadap terapi diit dan farmakologi.
d) Hiperfosfatemia refrakter terhadap terapi diit dan farmakologi.
e) Penurunan kualitas hidup dan kapasitas fungsional tanpa sebab yang
jelas.
f) Anemia refrakter.
g) Terdapatnya malnutrisi dan penurunan berat badan.
h) Indikasi segera berupa gangguan neurologis, leuritis, perikarditis dan
pemanjangan waktu perdarahan.
K. Prognosis
Prognosis penyakit ginjal kronis dapat ditentukan berdasarkan laju filtrasi glomerulus
dan albuminuria menurut kriteria kidney disease: improving global outcomes
(KDIGO). Komplikasi yang dapat terjadi di antaranya adalah malnutrisi protein dan
penyakit kardiovaskular.
Hijau (resiko rendah), Kuning (resiko sedang), Orange (resiko tinggi), Merah (Resiko sangat tinggi)
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien seorang laki – laki berusia 47 tahun datang dengan keluhan utama muntah.
Pasien datang ke RS Bethesda pada tanggal 23/12/2020 dengan keluhan mual dan muntah
muncul secara tiba-tiba setiap kali ingin makan 2-3x/hari, sejak 1 minggu SMRS, namun
sudah dirasakan sejak januari hilang timbul, konsistensinya cair berupa sisa makanan dan
tidak didapatkan darah maupun busa. Tidak ada yang memperingan muntah. Keluhan disertai
nyeri perut seluruh regio ketika muntah, tidak disertai diare ataupun demam.
Pasien juga mengeluhkan pusing seluruh kepala, sejak 1 minggu SMRS, terasa
nggliyer seperti ingin pingsan, pusing muncul jika pasien melakukan aktivitas ringan (jalan
ke kamar mandi, duduk di kloset,dll), dan memberat ketika melakukan aktivitas berat. Pasien
mengira pusing yang dialami akibat 3 minggu SMRS pasien mengalami radang tenggorokan
dan mengalami penurunan nafsu makan akibat nyeri saat menelan. Radang tenggorokan
sudah konsumsi antibiotik selama 1 minggu.
Keluhan tersebut disertai deg-degan dan ngos-ngosan / sesak sejak 1 minggu SMRS,
muncul secara tiba-tiba, hilang timbul durasi tidak menentu, rasa seperti ampek, hanya
muncul ketika melakukan aktivitas berat, membaik dengan istirahat. Tidak disertai dengan
nyeri dada / batuk.
Pada hari masuk rumah sakit, pasien mengaku mengigau dan penurunan kesadaran
dirumah. Pasien mengatakan BAK 3-4x/hari, warna kuning kadang seperti teh, tidak ada rasa
kurang tuntas ataupun peningkatan frekuensi. Ekstremitas tidak mengalami bengkak,
ekstremitas dirasa sering mengalami kesemutan, hilang timbul, tidak nyeri, tidak ada
kesulitan berjalan. Pasien menyangkal adanya bengkak pada kedua kaki, gatal-gatal pada
kulit, nyeri sendi ataupun nyeri otot.
Berdasarkan anamnesis tersebut, gejala utama pasien adalah muntah sejak 1 minggu
SMRS disertai pusing dan ngos-ngosan, ditambah pasien memiliki factor resiko terjadinya
CKD yaitu riwayat hipertensi, selain itu pasien memiliki pola makan yang kurang tepat yaitu
makanan tinggi fosfat (kerang, ikan sarden) dan makanan tinggi kalium (pisang).
Dari hasil anamnesis tersebut, keluhan dan gejala yang muncul tidak spesifik
mengarah pada CKD, maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan GCS 15, TD
130/90 mmHg; HR 80 x/menit; RR 22 x/menit; Suhu 36.5 oC. Serta ditemukan adanya
konjungtiva anemis (+/+), ronki pada auskultasi paru (+/+).
Bila hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, hal tu tidaklah cukup untuk
menegakkan diagnosis CKD. Maka diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang
diagnosis ini. Pada CKD dapat ditemukan peningkatan kadar ureum dan kreatinin, penurunan
kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia dan asidosis metabolik. Pada
pasien, pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb ↓6 g/dL, Ht ↓18.2 %, erytrocyte ↓2.14
106/µL, Trombosit ↓124 103/µL, Ureum ↑330.7 mg/dL, Creatinine ↑19.71 mg/dL, Neutrofil
↑71.9%, Limfosit ↓15.8% , Klorida ↑125mmol/L. Pada pemeriksaan rontgen ditemukan
kardiomegali dengan tanda oedema pulmo(DC), terpasang HD cath posisi baik. Pada USG
ditemukan gambaran non obstructive chronic kidney disease bilateral.
Penurunan kadar Hb, Ht dan eritrosit menunjukkan adanya anemia pada pasien,
karena MCV dan MCH dalam rentang normal, maka pasien mengalami anemia normositik
normokromik. Sedangkan ureum dan kreatinin yang meningkat manunjukkan adanya
gangguan GFR pada ginjal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis menderita CKD, karena memenuhi syarat kerusakan ginjal >3 bulan
disertai GFR 6.4 ml/menit/1,73 m2 (CKD stage 5).
Terapi yang diberikan pada pasien antara lain Furosemide 2amp/IV, Calcium
Carbonat 500mg 3x1, Amlodipin 5mg 1x1, Anemolat 1mg 3x1, Diazepam 2mg
1x1, Pantoprazole 20mg 1x1, Ceftum 1gr 2x1, O2 3lpm, Infus NaCl 0.9%, serta dilakukan
Hemodialisa dan Transfusi PRC pada tanggal 23/12/2020 dan 25/12/2020.
Furosemide obat golongan loop diuretik yang bekerja dengan mengurangi reabsorpsi
natrium oleh ginjal, Furosemide diberikan pada pre transfuse tanggal 23/12/2020 (1 hari).
Calcium Carbonat adalah obat golongan antasida yang bekerja dengan menyeimbangkan
asam basa di lambung, menghambat kerja pepsin dengan meningkatkan pH. Selain itu,
kalsium karbonat juga dapat digunakan sebagai pengikat fosfat pada pasien hemodialisis,
CaCO3 diberikan pada tanggal 23-26/12/2020 (4 hari). Amlodipin adalah obat anti-hipertensi
golongan CCB (Calcium Canal Blocker) yang bekerja dengan cara menghambat ion kalsium
masuk ke dalam vakularisasi otot polos dan otot jantung sehingga mampu menurunkan
tekanan darah, Amlodipin diberikan pada tanggal 23-26/12/2020 (4 hari). Anemolat adalah
Vitamin B9 / asam folat yang berperan dalam memproduksi sel darah merah, Anemolat
diberikan pada tanggal 23-26/12/2020 (4 hari). Diazepam merupakan sebuah obat
Antiansietas dari golongan Benzodiazepine, Diazepam diberikan pada tanggal 23-26/12/2020
(4 hari). Pantoprazole adalah obat golongan Proton Pump Inibitor (PPI) yang bekerja dengan
cara menghambat sel-sel di lapisan lambung untuk menghasilkan asam lambung, sehingga
produksi asam lambung berkurang, Pantoprazole diberikan pada tanggal 24-25/12/2020 (2
hari). Ceftum merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang bekerja dengan menghambat
enzym yang bertanggung jawab terhadap pembentukan dinding sel bakteri, Ceftum diberikan
pada tanggal 24-25/12/2020 (2 hari). Transfusi PRC diberikan karena pasien memenuhi
indikasi yaitu Hb <7g/dl dengan gejala anemia. Dilakukan HD pada pasien karena memenuhi
kriteria berikut :
Secara ideal semua pasien dengan LFG < 15 mL/menit dapat mulai menjalani dialisis.
Namun dalam pelaksanaan klinis pedoman yang dapat dipakai adalah sbb :
1. LFG < 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi.
2. TKK/LFG < 5 mL/menit walaupun tanpa gejala.
3. Indikasi khusus :
a. Terdapat komplikasi akut (edema paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang)
b. Pada pasien nefropati diabetik dapat dilakukan lebih awal.
Pemberian NaCl sebagai resusitasi cairan kurang sesuai, akan lebih baik apabila
menggunakan RL. Pengobatan suportif ringer laktat dengan observasi ketat untuk mendeteksi
dan mengatasi keadaan dehidrasi dan hipotensi dan O2 diberikan sejak awal pasien masuk
rumah sakit hingga pasien pulang. Pemilihan RL sebagai terapi resusitasi dibanding NS
bukan tanpa alasan, jumlah klorida yang tinggi yang terdapat pada NS dapat mengaktivasi
sistem feedback tubuloglomeruler sehingga terjadi vasokonstriksi arteriol. Dengan demikian
venous congestion dan konstriksi arteriol tersebut dapat menyebabkan peraliran darah pada
ginjal yang tidak lancar sehingga berpotensi untuk terjadi penurunan glomerular filtration rate
dan terjadi perburukan fungsi ginjal, selain itu terdapat banyak data dan penelitian yang
menyatakan bahwa pemberian NaCl 0.9% pada pasien dengan CKD berhubungan dengan
komplikasi asidosis metabolic, karena NaCl menyebabkan penurunan serum bikarbonat yang
menurunkan strong ion defference sehingga terjadi efek dilusi dan asidosis.
Selama 4 hari dirawat di RS Bethesda, keadaan pasien berangsur –angsur membaik.
Tanda vital pasien mulai normal. Keluhan muntah, pusing, sesak sudah tidak ada.
Prognosis pada pasien ini secara ad vitam adalah bonam karena keadaan yang
mengancam nyawa telah dapat teratasi dengan baik, kondisinya stabil. Untuk ad functionam
adalah bonam karena dapat beraktivitas normal dan tidak terjadi kompliksai serius. Untuk ad
sanationam ialah bonam karena penyakit tidak menimbulkan kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA