Anda di halaman 1dari 26

TUTORIAL KLINIK

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Dosen Pembimbing :
Dr. Purwoadi Sujatno, Sp.PD, FINASIM, MPH

Disusun Oleh :
Febrina Eva Susanto 42200401

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2020

I. STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Bp. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 47 Tahun
Alamat : Gunung Kidul
Tanggal lahir : 26/09/1973
No. Rekam Medis : 02-09-xx-xx
Pekerjaan : Pensiunan
Bangsal : C/1E
Tanggal pemeriksaan : 26/12/2020

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Muntah

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS Bethesda pada tanggal 23/12/2020 dengan
keluhan mual dan muntah muncul secara tiba-tiba setiap kali ingin makan 2-
3x/hari, sejak 1 minggu SMRS, namun sudah dirasakan sejak januari hilang
timbul, konsistensinya cair berupa sisa makanan dan tidak didapatkan darah
maupun busa. Tidak ada yang memperingan muntah. Keluhan disertai nyeri
perut seluruh regio ketika muntah, tidak disertai diare ataupun demam.
Pasien juga mengeluhkan pusing seluruh kepala, sejak 1 minggu
SMRS, terasa nggliyer seperti ingin pingsan, pusing muncul jika pasien
melakukan aktivitas ringan (jalan ke kamar mandi, duduk di kloset,dll), dan
memberat ketika melakukan aktivitas berat. Pasien mengira pusing yang
dialami akibat 3 minggu SMRS pasien mengalami radang tenggorokan dan
mengalami penurunan nafsu makan akibat nyeri saat menelan. Radang
tenggorokan sudah konsumsi antibiotik selama 1 minggu.
Keluhan tersebut disertai deg-degan dan ngos-ngosan / sesak sejak 1
minggu SMRS, muncul secara tiba-tiba, hilang timbul durasi tidak menentu,
rasa seperti ampek, hanya muncul ketika melakukan aktivitas berat, membaik
dengan istirahat. Tidak disertai dengan nyeri dada / batuk.
Pada hari masuk rumah sakit, pasien mengaku mengigau dan
penurunan kesadaran dirumah. Pasien mengatakan BAK 3-4x/hari, warna
kuning kadang seperti teh, tidak ada rasa kurang tuntas ataupun peningkatan
frekuensi. Ekstremitas tidak mengalami bengkak, ekstremitas dirasa sering
mengalami kesemutan, hilang timbul, tidak nyeri, tidak ada kesulitan berjalan.
Pasien menyangkal adanya bengkak pada kedua kaki, gatal-gatal pada
kulit, nyeri sendi ataupun nyeri otot.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan serupa : (+) Bulan Januari
 Trauma : (-)
 Operasi : (+) Operasi hernia inguinal
 Ginjal : (+) HD emergency agustus 1x dan oktober 1x
Mengalami Uremic Syndrome hingga kejang
 Hipertensi : (+) konsumsi Candesartan 8mg sejak Agustus
 DM : (-)
 Alergi : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa : (-)
 Hipertensi : (-)
 Ginjal : (-)
 DM : (-)
 Alergi : (-)

E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat rutin untuk mengatasi hipertensi berupa
Candesartan 1x8mg, pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat lain
diluar obat yang dianjurkan dokter.

F. Life Style
Pasien sehari-hari kegiatan hanya dirumah saja, pension sudah sejak 10
tahun yanglalu. Pasien tinggal bersama istri dan 3 orang anak, lingkungan
tempat tinggal dirasa cukup bersih dan cukup ventilasi. Pasien tidak merokok
ataupun mengkonsumsi alcohol. Pasien jarang berolah raga.
Pasien sangat suka dan sering mengkonsumsi pisang (1 sisir
dihabiskan sendiri), ikan sarden dan makanan kaleng lainnya, daging kambing
dan seafood. Konsumsi air mineral 2-3L/hari, sangat jarang mengkonsumsi
kopi / the / minuman kemasan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. IGD Assesment (23/12/2020)
 Keadaan Umum : Sedang, tampak lemas
 Kesadaran/ GCS : Delirium / E4V5M0
 Tensi : 201/122 mmHg
 Nadi : 81x/menit
 Napas : 22x/menit
 Suhu : 36 °C
 Sp02 : 99 %

2. In Patient Assesment (26/12/2020)


Pasien diperiksa di bangsal C/1E, pada hari Sabtu, 26 Desember 2020
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Saturasi : 92 %
Suhu : 36.5 oC
STATUS LOKALIS
a. Kepala
Ukuran Kepala : Normochepali
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-), sianosis (-)
b. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid(-), nyeri (-)
c. Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris, jejas(-), ketertinggalan gerak (-)
Palpasi : nyeri(-), fremitus normal
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+), wheezing(-/-), ronki (+/+)
Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC VI linea midclavicularis sinistra
Perkusi : kardiomegali
Auskultasi: S1 dan S2 reguler, bising(-)
d. Abdomen
Inspeksi : jejas(-), distensi(-), asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani, hepatomegaly(-), splenomegaly(-), asites(-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) permukaan hepar licin.
e. Ekstremitas : hangat(+), ikterik(-), CRT< 2detik, oedem (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22/11/2020
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 5.1 4.5-11.5 ribu/mmk
Neutrofil 71.9 (H) 47-71%
Limfosit 15.8 (L) 25-40%
Monosit 8.8 (H) 2-8%
Eosinofil 3.4 2-4%
Basofil 0.1 0-1%
Eritrosit 2.14 (L) 4.4-5.9 juta/mmk
Hemoglobin 6 (L) 13.5-16.5 g/dL
Hematokrit 18.2 (L) 42-52 %
Trombosit 124 (L) 150-450 ribu/mmk
MCV 85 80-100 Fl
MCH 28 26-34 pg
MCHC 33 32-36 g/dL
Ureum 330.7 (H) 15-43 mg/dL
Creatinin 19.71 (H) 0.7 – 1.3 mg/dL
Glukosa acak 140 (H) 80-106 mg/dL
Kalium 4.15 Anak : 3.1-6.1 mmol/L
Dewasa : 3.5-5.1 mmol/L
Natrium 140.7 Anak : 128-147 mmol/L
Dewasa:136-1487 mmol/L
Klorida 125.0 (H) Anak : 93-116 mmol/L
Dewasa : 97-111 mmol/L
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 23/12/2020
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Golongan Darah A
HBsAg 0.21 (non reaktif) Non reaktif : 0.00-0.99
Reaktif : ≥1
Anti HCV Total 0.05 (negative) Negative < 1
Positif ≥ 1
Anti HIV * Negative

Ureum 154 (H) 19-44 mg/dL


Creatinin 11.9 (HH) 0.73 – 1.18 mg/dL

Pemeriksaan Radiologi pada tanggal 23/12/2020


Terpasang HD Cath aspek dextra
dengan ujung catheter setinggi
proyeksi para vertebra Th 9
dextra.
Bronkovaskuler marking kasar
meningkat, Air bronchogram (+),
Hillar haze (+), laser line (-),
hemidiaphragma licin, sinus
costophrenicus lancip terbuka,
COR CTR 0.6

KESAN : kardiomegali dengan tanda oedema pulmo(DC), terpasang HD cath


posisi baik.

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 24/12/2020


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 8 (L) 13.2 – 17.3 g/dL

Pemeriksaan Radiologi pada tanggal 24/12/2020


Ren dextra et sinistra : 8.65x3.83 cm dan 8.9x4cm dengan echoctructure
meningkat. Batas kortex dan medulla kabur. SPC tak melebar. Tak tampak
massa / batu.
KESAN :
 Gambaran non obstructive chronic kidney disease bilateral
 Tak tampak kelainan pada hepar, vesica fellea, lien, pancreas, anthrum
gaster, vesica urinaria maupun prostat

V. DIAGNOSIS KERJA
 Hipertensi Emergency
 Gagal Ginjal Kronis
 Anemia normositik normokromik

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Sindrom Alport (penyakit ginjal, gangguan pendengaran, dan kelainan
mata)
 Glomerulonefritis
 Nefropati diabetic
 Batu ginjal
VII. PLAN
Raber Spesialis saraf curiga Ensefalopati Uremicum. Perlu dilakukan Analisa Gas
Darah untuk mengetahui apakah terjadi komplikasi berupa asidosis metabolic
serta Urinalisa untuk mengetahui apakah terjadi albuminuria, abnormalitas
sedimen urin. Dilakukan HD rutin 2x seminggu
VIII. TERAPI
IGD
 Infus NaCl 0.9% 12 tpm
 O2 2lpm
 CaCo3 3x500mg
 Asam folat 3x1mg
 Furosemide 2amp/IV

Rawat Inap
 Calcium Carbonat 500mg 3x1
 Amlodipin 5mg 1x1
 Anemolat 1mg 3x1
 Diazepam 2mg 1x1
 Pantoprazole 20mg 1x1
 Ceftum 1gr 2x1
 O2 3lpm
 Infus NaCl 0.9%
(23/12/2020)
 Transfusi PRC 1kolf pre HD
 Premid furosemide 1amp
 Pasang HD cath
 HD via akses femoral 3 jam dengan free heparin
 Transfusi PRC 2kolf durante HD
(25/12/2020)
 HD 3 jam dengan free heparin tanpa transfusi

IX. EDUKASI
 Pencegahan PGK dengan perilaku “ CERDIK ” yaitu :
o C : Cek kesehatan secara berkala
o E : Enyahkan asap rokok
o R : Rajin aktifitas fisik
o D : Diet sehat dengan kalori seimbang
o I : Istirahat yang cukup
o K : Kelola stress
 Edukasi mengenai factor resiko
 Edukasi mengenai tanda bahaya :
o Gangguan berkemih (lebih sedikit dari biasanya dengan konsumsi
air yang tidak berubah)
o Pembengkakan tubuh
o Penurunan aktivitas karena mudah lelah
o Gangguan diabetes: polidipsia, polifagia, poliuria dan/atau
peningkatan gula darah
o Mual muntah tanpa penyebab lain
 Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai obat yang diminum pasien
 Edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memperbaiki pola makan
dengan nutrisi yang bergizi, baik dan seimbang.
o membatasi asupan protein (< 0.8 gr/kg/hari)
o membatasi asupan garam (maksimal 2 gram natrium atau setara 5
gram garam dapur per hari)
o membatasi cairan per hari
o membatasi asupan fosfat dan kalium
 Beberapa contoh makanan tinggi fosfat: minuman kaleng,
keju, kerang, ikan sarden, telur ikan, jeroan, hati ayam dan
sapi, makanan siap saji
 Beberapa contoh makanan tinggi kalium: alpukat, pisang,
buah kering, mangga, pepaya, brokoli, kacang-kacangan,
kentang, biji-bijian

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Chronic Kidney Disease merupakan suatu keadaan patologis yang ditandai dengan
kelainan struktural maupun fungsional yang berlangsung lebih dari tiga bulan serta
terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular Filtrate Rate
(GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 . Pada PGK didapatkan kelainan komposisi
darah, urin maupun kelainan tes pencitraan (imaging).
Penyakit ginjal dikategorikan sebagai PGK bila memenuhi kriteria berikut :
1) Kerusakan ginjal berlangsung lebih dari tiga bulan
2) GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 . GFR merupakan indeks pengukuran fungsi
ginjal dimana nilai normal pada dewasa sekitar 125 mL/min per 1,73 m²
3) Kelainan struktural atau fungsional dengan manifestasi berupa: kelainan
patologis, albuminuria, abnormalitas sedimen urin, riwayat transplantasi
ginjal, dan kelainan imaging.

B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.

C. Etiologi
Penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi dua, yaitu:
1) kelainan parenkim ginjal
a. penyakit ginjal primer
 glomerulonephritis
 pielonefritis
 ginjal polikistik
 TBC ginjal
b. penyakit ginjal sekunder
 nefritis lupus
 nefropati analgesic
 amyloidosis ginjal
2) penyakit ginjal obstruktif
 pembesaran prostat
 batu saluran kencing

Kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya CKD


  Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di keluarga
  Bayi dengan berat badan lahir rendah
  Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal
  Hipoplasia atau displasia ginjal
  Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
  Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih berulang
  Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
  Riwayat menderita sindrom uremik hemolitik
  Riwayat menderita purpura Henoch-Schőnlein
  Diabetes Melitus
  Lupus Eritermatosus Sistemik
  Riwayat menderita hipertensi
  Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid

Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain. Diagram 1
menunjukkan penyebab gagal ginjal dari pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia
pada tahun 2011

D. Patogenesis dan Patofisiologi


Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ,
ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor 𝛽 (TGF-
𝛽). Pada stadium paling dini CKD, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan mana basal GFR masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berab badan. Sampai pada GFR dibawah 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperi infeksi saluran kemih
infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia, gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hypervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada GFR di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

E. Klasifikasi
Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012, CKD
diklasifikasikan menjadi lima stadium atau kategori berdasarkan penurunan GFR :

Klasifikasi CKD berdasarkan Derajat Penyakit

Stadiu GFR (ml/mnt/1,73 DESKRIPSI


m m2)
1 ≥90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penuruna GFR ringan
3a 45-59
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang
3b 30-44
4 15-29 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat
5 <15 Gagal ginjal

Berdasarkan peningkatan albumin dalam urin, KDIGO 2012 mengklasifikasikan PGK


menjadi tiga kategori :
Kategori AER ACR DESKRIPSI
(mg/mmol) (mg/g)
(mg/24jam)
A1 <30 <3 <30 Normal / peningkatan ringan
A2 30-300 3-30 30-300 Sedang
A3 >300 >30 >300 Berat

LFG dihitung berdasarkan rumus Kockkroft-Gault:


( 140−umur ) x berat badan
2
LFG ml/min/1,73 m : mg
72 x kreatinin plasma ( )
dl
Ket: wanita x 0,742
( 140−umur ) x BB
Creatinine Clearance Test (ml/mnt) = mg
72 x kreatinin plasma ( )
dL
Ket: wanita x 0,85
Kriteria Penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2


Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun,
infeksi sistemik, obat)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointersisial (pielonefritis
kronik, batuk, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (Ginjal Polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat (sikloporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

F. Manifestasi Klinis
Penurunan GFR pada pasien PGK sesuai dengan penyakit yang mendasari
seperti hipertensi, hiperurisemi, diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, Lupus eritomatosus sistemik. Bila menimbulkan sindrom uremia maka
gejala yang timbul berupa lemah, anoreksia, mual,muntah, nokturia, letargi, kelebihan
volume cairan (volume overload), uremic frost, perikarditis, neuropati perifer,
pruritus, kejang-kejang sampai koma. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi,
anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, dan gangguan
keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
Kerusakan ginjal akan menurunkan produksi eritropoetin sehingga tidak
terbentuknya eritrosit yang menimbulkan anemia dengan gejala pucat, kelelahan dan
aktivitas fisik bekurang. Proteinuria merupakan tanda terjadinya kerusakan ginjal.
Penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan permeabilitas glomerulus meningkat
sehingga molekul protein seperti albumin akan bebas melewati membran filtrasi.
Selain itu, fungsi filtrasi yang terganggu akan menyebabkan akumulasi urea dalam
darah (uremia).
Hipertensi timbul akibat kerusakan fungsional ginjal yang mengaktifkan
pelepasan renin yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I dan oleh
converting enzyme diubah menjadi angiotensin II. Kemudian timbul efek
vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.
Hiperfosfatemia terjadi karena penurunan GFR menyebabkan ekskresi fosfat
meningkat dan fosfat akan berikatan dengan Ca2+ yang membentuk kalsium fosfat.
Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap dan menyebabkan nyeri sendi dan
pruritus. Pada PGK dapat terjadi asidosis metabolik yang menyebabkan rasa mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Asidosis metabolik meningkatkan konsentrasi ion H +
dalam sel ginjal sehingga meningkatkan sekresi hidrogen sedangkan sekresi kalium
berkurang. Hal ini menyebabkan hiperkalemia yang menyebabkan kelemahan otot.
G. Diagnosis
1) Anamnesis
Penyakit ginjal kronis kategori G1 sampai G3b sering kali asimtomatik. Gejala
baru mulai timbul pada penyakit ginjal kronis kategori G4 dan G5. Pasien dengan
penyakit penyerta lain seperti contohnya gangguan tubulointerstisial, penyakit
kistik dan nefrotik sindrom dapat menunjukkan gejala lebih awal.
Gejala yang timbul dapat dibedakan menjadi manifestasi uremik, asidosis
metabolik, gangguan transpor air dan garam, anemia, dan manifestasi pada urin :
1) Manifestasi Uremik
Kadar ureum yang tinggi pada pasien dapat menimbulkan manifestasi pada
berbagai sistem organ.
Gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan diare
Kulit : xerosis kutis, pruritus, ekimosis
Kardiologi : perikarditis
Neurologi : ensefalopati, neuropati perifer, restless leg syndrome
Hematologi : gangguan platelet
Reproduksi : disfungsi ereksi, penurunan libido, amenorrhea
Manifestasi umum: kelelahan, malnutrisi, gangguan pertumbuhan
2) Manifestasi Asidosis
Metabolik Asidosis metabolik akibat penyakit ginjal kronis dapat
menimbulkan manifestasi berupa: Malnutrisi energi protein Penurunan
massa otot Kelemahan otot
3) Gangguan Transpor Air dan Garam
Gangguan transpor air dan garam ini akan bermanifestasi sebagai: Edema
perifer Edema paru Hipertensi
4) Anemia
Pada penyakit ginjal kronis, gejala anemia harus diwaspadai, berupa lemas
dan mudah lelah
5) Manifestasi pada Urin
Penyakit ginjal kronis juga dapat menyebabkan kencing berbusa atau
berwarna seperti teh.

2) Pemeriksaan Fisik
 Periksa tekanan darah pasien untuk melihat adanya hipertensi atau tidak
 Pada mata, dapat ditemukan edema periorbita, dan pada funduskopi dapat
ditemukan tanda retinopati diabetik atau hipertensi
 Pada auskultasi paru, bisa terdapat ronki yang mengarah ke edema paru.
 Pada abdomen, mungkin asites. Pada ekstremitas, mungkin oedem.
 Pada kulit juga dapat ditemukan adanya xerosis kutis atau ruam.

3) Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
o sesuai dengan penyakit yang mendasari (diabetes mellitus, hipertensi, dll)
o penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus kockcroft-
gault.
o penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia
atau hipokalemia, hiponatremia, hiperkloremia atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
o Analisa Gas Darah untuk mengetahui apakah terjadi komplikasi berupa
hiperkalemia dan asidosis metabolik. Pada analisa gas darah, perhatikan
kadar HCO3 dan pH untuk melihat ada tidaknya metabolik asidosis.
 Urinalisis
Pada urinalisis, dapat ditemukan hematuria dan/atau proteinuria. Dapat juga
ditemukan mikroalbuminuria (30 – 300 mg/24 jam) Pencitraan juga bermanfaat
untuk diagnosis penyakit ginjal kronis, terutama untuk menentukan penyebab
penyakit ginjal kronis.
 Ultrasonografi Ginjal
Pada pemeriksaan USG, memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
Indikasi USG (NICE 2008):
o Progresif GGK (LFG ≥5 ml/min/1,73 m2 dalam 5 tahun)
o Adanya hematuria
o Ada gejala obstruksi saluran kencing
o Ada riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik dan berusia lebih
dari 20 tahun
o GGK stadium 4 dan 5
o Memerlukan bipsi ginjal
 X-ray dengan Kontras
Foto polos intravenous pyelography dapat bermanfaat pada penyakit ginjal
kronik yang dicurigai terjadi akibat batu ginjal. Namun, harus dipertimbangkan
potensi toksisitas ginjal akibat penggunaan kontras intravena tersebut. Kontras
dikontraindikasikan pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus <60
mL/min/1.73 m2.
 CT Scan dan MRI Abdomen
CT-scan abdomen dapat melihat batu saluran kemih, massa atau kista ginjal.
MRI dapat melihat massa ginjal dengan lebih jelas, misalnya pada karsinoma sel
renal.
 Biopsi Renal
Biopsi renal umumnya diindikasikan jika diagnosis etiologi penyakit ginjal
kronis tidak jelas. Biopsi juga bermanfaat untuk memandu tata laksana penyakit
ginjal kronis yang diakibatkan oleh etiologi tertentu, misalnya lupus.

H. Diagnosis Banding
Sindrom Alport (penyakit ginjal, gangguan pendengaran, dan kelainan mata),
Glomerulonefritis, Nefropati diabetik, Batu ginjal, Nefrosklerosis

I. Penatalaksanaan
Tatalaksana PGK tergantung pada derajat atau stadium dari penyakit tersebut.
Deraja GFR (ml/mnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana
t
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
perburukan (progression) fungsi ginjal, dan
meminimalisir risiko kardiovaskular
2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi.
4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal.
5 <15 Terapi pengganti ginjal (Hemodialisis)
KDOQI clinical practice guidelines for chronic kidney disease

1) Hipertensi
Menurut kidney disease: improving global outcomes (KDIGO), aturan kontrol
tekanan darah untuk penyakit ginjal kronis adalah:
 Bila ekskresi albumin urin < 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan
darah > 140/90 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤
140 mmHg pada sistolik dan ≤ 90 mmHg pada diastolik
 Bila ekskresi albumin urin ≥ 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah
> 130/80 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 130
mmHg pada sistolik dan ≤ 80 mmHg pada diastolik
 Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) direkomendasikan digunakan untuk pasien penyakit ginjal
kronis dengan diabetes dan ekskresi albumin urin 30 – 300 mg/24 jam (atau
ekuivalen)
 ARB atau ACEI direkomendasikan pada pasien penyakit ginjal kronis dengan
atau tanpa diabetes dengan ekskresi albumin urin > 300 mg/24 jam (atau
ekuivalen)

2) Anemia
Pada pasien dengan LFG <30 mL/min/1.73 m2, pemeriksaan dilakukan minimal 2
kali/tahun.
Terapi Besi
Pada pasien CKD dengan HD, diberikan terapi besi parenteral dengan dosis terapi
fase koreksi: 100 mg 2x per minggu, saat HD, dengan perkiraan keperluan dosis
total 1000 mg (10x pemberian)
Terapi :
 Iron sucrose atau iron dextran: 100 mg diencerkan dengan 100 ml NaCl
0.9%, drip IV 15-30 menit. Cara lain dapat disuntikkan IV atau melalui
venous blood line tanpa diencerkan secara pelan-pelan, paling cepat dalam
waktu 15 menit.
Erythropoiesis Stimulating Agent
Indikasi :
 Hb <10g/dl dan penyebab lain anemia telah disingkirkan
 Syarat pemberian :
o Tidak ada anemia defisiensi besi absolut, yaitu :
 ST <20%
 FS <200ng/ml (CKD-HD)
o Tidak ada infeksi yang berat

Terapi :
Epoetin α dan β dimulai 2000-5000 IU 2x seminggu atau 80-120
unit/kgBB/minggu secara SubCutan

3) Kelebihan Cairan
Kelebihan cairan pada pasien yang terlihat dari adanya edema atau asites dapat
ditatalaksana dengan loop diuretik atau ultrafiltrasi.

4) Asidosis Metabolik
Untuk penanganan asidosis metabolik, berikan suplemen bikarbonat per oral pada
konsentrasi bikarbonat serum < 22 mmol/L hingga mencapai nilai normal, kecuali
dikontraindikasikan.

5) Manifestasi Uremik
Pada manifestasi uremik yang berat, misalnya perikarditis, pertimbangkan untuk
terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis.

6) Hemodialisis
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron
sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal. Pada umumnya
hemodialisis dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu dengan waktu 4-5 jam setiap
hemodialisis.
Hemodialisis berfungsi untuk mengeluarkan sisa garam dan cairan berlebih
untuk mencegah penumpukan molekul kimia didarah serta menjaga tekanan darah.
Hemodialisis merupakan suatu proses difusi dan filtrasi zat terlarut melewati suatu
membran semipermeabel yang akan mengeluarkan molekul urea, kreatinin,
elektrolit dan mempertahankan bikarbonat serta dapat mengadsorbsi protein seperti
sitokin, interleukin yang bermanfaat pada keadaan inflamasi atau sindrom uremia.
Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDQOI) 2006, indikasi
dilaksanakan terapi HD yaitu :
a) Kelebihan cairan yang sulit dikendalikan dan hipertensi.
b) Asidosis metabolik refrakter.
c) Hiperkalemia refrakter terhadap terapi diit dan farmakologi.
d) Hiperfosfatemia refrakter terhadap terapi diit dan farmakologi.
e) Penurunan kualitas hidup dan kapasitas fungsional tanpa sebab yang
jelas.
f) Anemia refrakter.
g) Terdapatnya malnutrisi dan penurunan berat badan.
h) Indikasi segera berupa gangguan neurologis, leuritis, perikarditis dan
pemanjangan waktu perdarahan.

Kontraindikasi absolut dilakukan HD ialah tidak terdapatnya akses vaskular


dan kontra relatif seperti kesulitan menemukan akses vaskular, fobia jarum gagal
jantung dan koagulopati.
Akses vaskular dialisis dapat berupa fistula (arteri-vena), graft, dan kateter
intra vena. Akses fistula dibuat dengan melakukan anastomosis arteri vena dan
merupakan pilihan pertama karna dapat mengalirkan darah hingga 300 ml/menit.
Graft dilakukan bila diameter vena kecil atau vena telah mengalami kerusakan.
Sedangkan kateter dimasukkan ke vena dekat leher atau dada dan digunakan pada
dialisis periode singkat.
Dializer memiliki dua bagian yaitu bagian yang berhubungan dengan aliran
dan bagian yang dinamakan dialisat.

Terapi HD biasanya dilakukan 3 kali seminggu dan tiap terapi membutuhkan


waktu sekitar 4 jam atau lebih tergantung dengan kebutuhan. Jumlah terapi HD
tergantung pada kerja ginjal, seberapa banyak pertambahan cairan setiap kali
terapi, berat badan, molekul sisa didarah dan tergantung tipe pengganti ginjal yang
digunakan.
J. Komplikasi
 Gangguan elektrolit, seperti penumpukan fosfor dan hiperkalemia atau
kenaikan kadar kalium yang tinggi dalam darah.
 Penyakit jantung dan pembuluh darah.
 Penumpukan kelebihan cairan di rongga tubuh, misalnya edema paru atau
asites.
 Anemia atau kekurangan sel darah merah.
 Kerusakan sistem saraf pusat dan menimbulkan kejang.

K. Prognosis
Prognosis penyakit ginjal kronis dapat ditentukan berdasarkan laju filtrasi glomerulus
dan albuminuria menurut kriteria kidney disease: improving global outcomes
(KDIGO). Komplikasi yang dapat terjadi di antaranya adalah malnutrisi protein dan
penyakit kardiovaskular.

Hijau (resiko rendah), Kuning (resiko sedang), Orange (resiko tinggi), Merah (Resiko sangat tinggi)
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien seorang laki – laki berusia 47 tahun datang dengan keluhan utama muntah.
Pasien datang ke RS Bethesda pada tanggal 23/12/2020 dengan keluhan mual dan muntah
muncul secara tiba-tiba setiap kali ingin makan 2-3x/hari, sejak 1 minggu SMRS, namun
sudah dirasakan sejak januari hilang timbul, konsistensinya cair berupa sisa makanan dan
tidak didapatkan darah maupun busa. Tidak ada yang memperingan muntah. Keluhan disertai
nyeri perut seluruh regio ketika muntah, tidak disertai diare ataupun demam.
Pasien juga mengeluhkan pusing seluruh kepala, sejak 1 minggu SMRS, terasa
nggliyer seperti ingin pingsan, pusing muncul jika pasien melakukan aktivitas ringan (jalan
ke kamar mandi, duduk di kloset,dll), dan memberat ketika melakukan aktivitas berat. Pasien
mengira pusing yang dialami akibat 3 minggu SMRS pasien mengalami radang tenggorokan
dan mengalami penurunan nafsu makan akibat nyeri saat menelan. Radang tenggorokan
sudah konsumsi antibiotik selama 1 minggu.
Keluhan tersebut disertai deg-degan dan ngos-ngosan / sesak sejak 1 minggu SMRS,
muncul secara tiba-tiba, hilang timbul durasi tidak menentu, rasa seperti ampek, hanya
muncul ketika melakukan aktivitas berat, membaik dengan istirahat. Tidak disertai dengan
nyeri dada / batuk.
Pada hari masuk rumah sakit, pasien mengaku mengigau dan penurunan kesadaran
dirumah. Pasien mengatakan BAK 3-4x/hari, warna kuning kadang seperti teh, tidak ada rasa
kurang tuntas ataupun peningkatan frekuensi. Ekstremitas tidak mengalami bengkak,
ekstremitas dirasa sering mengalami kesemutan, hilang timbul, tidak nyeri, tidak ada
kesulitan berjalan. Pasien menyangkal adanya bengkak pada kedua kaki, gatal-gatal pada
kulit, nyeri sendi ataupun nyeri otot.
Berdasarkan anamnesis tersebut, gejala utama pasien adalah muntah sejak 1 minggu
SMRS disertai pusing dan ngos-ngosan, ditambah pasien memiliki factor resiko terjadinya
CKD yaitu riwayat hipertensi, selain itu pasien memiliki pola makan yang kurang tepat yaitu
makanan tinggi fosfat (kerang, ikan sarden) dan makanan tinggi kalium (pisang).
Dari hasil anamnesis tersebut, keluhan dan gejala yang muncul tidak spesifik
mengarah pada CKD, maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan GCS 15, TD
130/90 mmHg; HR 80 x/menit; RR 22 x/menit; Suhu 36.5 oC. Serta ditemukan adanya
konjungtiva anemis (+/+), ronki pada auskultasi paru (+/+).
Bila hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, hal tu tidaklah cukup untuk
menegakkan diagnosis CKD. Maka diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang
diagnosis ini. Pada CKD dapat ditemukan peningkatan kadar ureum dan kreatinin, penurunan
kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia dan asidosis metabolik. Pada
pasien, pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb ↓6 g/dL, Ht ↓18.2 %, erytrocyte ↓2.14
106/µL, Trombosit ↓124 103/µL, Ureum ↑330.7 mg/dL, Creatinine ↑19.71 mg/dL, Neutrofil
↑71.9%, Limfosit ↓15.8% , Klorida ↑125mmol/L. Pada pemeriksaan rontgen ditemukan
kardiomegali dengan tanda oedema pulmo(DC), terpasang HD cath posisi baik. Pada USG
ditemukan gambaran non obstructive chronic kidney disease bilateral.
Penurunan kadar Hb, Ht dan eritrosit menunjukkan adanya anemia pada pasien,
karena MCV dan MCH dalam rentang normal, maka pasien mengalami anemia normositik
normokromik. Sedangkan ureum dan kreatinin yang meningkat manunjukkan adanya
gangguan GFR pada ginjal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis menderita CKD, karena memenuhi syarat kerusakan ginjal >3 bulan
disertai GFR 6.4 ml/menit/1,73 m2 (CKD stage 5).
Terapi yang diberikan pada pasien antara lain Furosemide 2amp/IV, Calcium
Carbonat 500mg 3x1, Amlodipin 5mg 1x1, Anemolat 1mg 3x1, Diazepam 2mg
1x1, Pantoprazole 20mg 1x1, Ceftum 1gr 2x1, O2 3lpm, Infus NaCl 0.9%, serta dilakukan
Hemodialisa dan Transfusi PRC pada tanggal 23/12/2020 dan 25/12/2020.
Furosemide obat golongan loop diuretik yang bekerja dengan mengurangi reabsorpsi
natrium oleh ginjal, Furosemide diberikan pada pre transfuse tanggal 23/12/2020 (1 hari).
Calcium Carbonat adalah obat golongan antasida yang bekerja dengan menyeimbangkan
asam basa di lambung, menghambat kerja pepsin dengan meningkatkan pH. Selain itu,
kalsium karbonat juga dapat digunakan sebagai pengikat fosfat pada pasien hemodialisis,
CaCO3 diberikan pada tanggal 23-26/12/2020 (4 hari). Amlodipin adalah obat anti-hipertensi
golongan CCB (Calcium Canal Blocker) yang bekerja dengan cara menghambat ion kalsium
masuk ke dalam vakularisasi otot polos dan otot jantung sehingga mampu menurunkan
tekanan darah, Amlodipin diberikan pada tanggal 23-26/12/2020 (4 hari). Anemolat adalah
Vitamin B9 / asam folat yang berperan dalam memproduksi sel darah merah, Anemolat
diberikan pada tanggal 23-26/12/2020 (4 hari). Diazepam merupakan sebuah obat
Antiansietas dari golongan Benzodiazepine, Diazepam diberikan pada tanggal 23-26/12/2020
(4 hari). Pantoprazole adalah obat golongan Proton Pump Inibitor (PPI) yang bekerja dengan
cara menghambat sel-sel di lapisan lambung untuk menghasilkan asam lambung, sehingga
produksi asam lambung berkurang, Pantoprazole diberikan pada tanggal 24-25/12/2020 (2
hari). Ceftum merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang bekerja dengan menghambat
enzym yang bertanggung jawab terhadap pembentukan dinding sel bakteri, Ceftum diberikan
pada tanggal 24-25/12/2020 (2 hari). Transfusi PRC diberikan karena pasien memenuhi
indikasi yaitu Hb <7g/dl dengan gejala anemia. Dilakukan HD pada pasien karena memenuhi
kriteria berikut :
Secara ideal semua pasien dengan LFG < 15 mL/menit dapat mulai menjalani dialisis.
Namun dalam pelaksanaan klinis pedoman yang dapat dipakai adalah sbb :
1. LFG < 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi.
2. TKK/LFG < 5 mL/menit walaupun tanpa gejala.
3. Indikasi khusus :
a. Terdapat komplikasi akut (edema paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang)
b. Pada pasien nefropati diabetik dapat dilakukan lebih awal.

Pemberian NaCl sebagai resusitasi cairan kurang sesuai, akan lebih baik apabila
menggunakan RL. Pengobatan suportif ringer laktat dengan observasi ketat untuk mendeteksi
dan mengatasi keadaan dehidrasi dan hipotensi dan O2 diberikan sejak awal pasien masuk
rumah sakit hingga pasien pulang. Pemilihan RL sebagai terapi resusitasi dibanding NS
bukan tanpa alasan, jumlah klorida yang tinggi yang terdapat pada NS dapat mengaktivasi
sistem feedback tubuloglomeruler sehingga terjadi vasokonstriksi arteriol. Dengan demikian
venous congestion dan konstriksi arteriol tersebut dapat menyebabkan peraliran darah pada
ginjal yang tidak lancar sehingga berpotensi untuk terjadi penurunan glomerular filtration rate
dan terjadi perburukan fungsi ginjal, selain itu terdapat banyak data dan penelitian yang
menyatakan bahwa pemberian NaCl 0.9% pada pasien dengan CKD berhubungan dengan
komplikasi asidosis metabolic, karena NaCl menyebabkan penurunan serum bikarbonat yang
menurunkan strong ion defference sehingga terjadi efek dilusi dan asidosis.
Selama 4 hari dirawat di RS Bethesda, keadaan pasien berangsur –angsur membaik.
Tanda vital pasien mulai normal. Keluhan muntah, pusing, sesak sudah tidak ada.
Prognosis pada pasien ini secara ad vitam adalah bonam karena keadaan yang
mengancam nyawa telah dapat teratasi dengan baik, kondisinya stabil. Untuk ad functionam
adalah bonam karena dapat beraktivitas normal dan tidak terjadi kompliksai serius. Untuk ad
sanationam ialah bonam karena penyakit tidak menimbulkan kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. BMJ. Chronic kidney disease. Available from: http://bestpractice.bmj.com/best-


practice/monograph/84/diagnosis/step-by-step.html
2. Ding X, Cheng Z, Qian Q. Intravenous Fluids and Acute Kidney Injury. Blood
Purification [Internet]. 2017;43(1-3):163–72. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28114128
3. Emedicine. Chronic Kidney Disease. Updated: . Cited: 02-January 2021. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
4. KDIGO. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management of Chronic Kidney Disease. Kidney International Supplements, 2013;
3(1)
5. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Initiative. Chronic kidney
disease: evaluation, classification and stratifiction. Available at:
http://www2.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/toc.htm
6. National Kidney Foundation. Cockroft-Gault Formula. Available from:
https://www.kidney.org/professionals/KDOQI/gfr_calculatorCoc
7. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Initiative. KDOQI Clinical
Practice Guidelines for Bone Metabolism and Disease in Chronic Kidney Disease.
Available at:
http://www2.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_bone/guide7.htm
8. Semler MW, Self WH, Wanderer JP, Ehrenfeld JM, Wang L, Byrne DW, et al.
Balanced Crystalloids versus Saline in Critically Ill Adults. New England Journal of
Medicine [Internet]. 2018Mar1;378(9):829–39. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29485925
9. WebMD. Chronic Kidney Disease – Topic Overview. Updated: -. Cited: 02-January
2021. Available from: http://www.webmd.com/a-to-z-guides/tc/chronic-kidney-
disease-topic-overview

Anda mungkin juga menyukai