Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

“Dengue Fever”

PEMBIMBING :

dr. Rina Wahyu Herdiana

dr. Mamluatul Karimah Sp.PD

DISUSUN OLEH :

dr. Ilham Maulana Rosyadi

INTERNSIP RSUD KERTOSONO

PERIODE 21 Mei-21 November 2023


BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny F
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Patianrowo
Tanggal Masuk RS : 26/09/23
B. ANAMNESIS.
1. Keluhan Utama
Demam lima hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam hari ke lima, keluhan dirasakan bersama mual, muntah, pusing,
dan batuk. Demam sempat menurun pada hari ke tiga. Terdapat bintik-
bintik merah di kedua lapang ektremitas atas dan ektremitas bawah.
Bintik-bintik muncul sejak 2 hari yang lalu. Perut perih dan sebah. Keluar
darah dari hidung disangkal. Riwayat pengobatan obat warung disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah mengalami hal yang serupa. Riwayat
hipertensi dan diabetes melitus disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien, tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat
keluarga dengan hipertensi dan DM disangkal.
5. Riwayat Personal Sosial
Pasien seorang ibu rumah tangga yang tiap hari bekerja dirumah. Hidup
dengan suaminya dan anaknya. Beberapa tetangganya baru-baru ini
pernah mengalami keluhan serupa seperti pasien hingga dirawat di rumah
sakit.

1
C. PEMERIKSAAN FISIK
 Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x / menit
Pernapasan : 20x /menit
Suhu : Febris (38◦C )
 Kepala : Mesosefal
 Mata : Conjungtiva palpebra pucat (-/-),
Hematopalpebra (-/-) ikterik (-/-)
 Hidung : nafas cuping (-) sekret (-)
septum deviasi(-)
 Telinga : discharge (-/-), hematom aurikula (-)
 Mulut : bibir sianosis (-)
 Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
 Leher : simetris, pembesaran limfonodi(-)
 Thorax : Dinding dada mencembung kanan-kiri
retraksi dinding dada (-)
 Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke
medial linea midclavicularis sinistra.
Batas jantung
kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan
kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri
kanan bawah : SIC IV linea parasternalis kanan
kiri bawah : SIC VI 2 cm lateral mid klavikula kiri

Perkusi : konfigurasi jantung sulit dinilai


Auskultasi : BJ I-II erista, bising (-), gallop (-)
 Pulmo

2
Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan
simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : vocal fremitus sulit dinilai
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+)
 Abdomen
Inspeksi : tinggi perut setinggi dada, tidak ada bekas operasi
Auskultasi : eristaltic (+) normal, Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak beralih (-), pekak sisi (-), timpani di semua
kuadran abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan abdomen (-), hepar dan lien
tidak teraba
 Ekstermitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), petekie ektremitas atas
(+/+) petekie ekstremitas bawah (-/-)
D. DIAGNOSA BANDING
Tifoid, Malaria, Campak, Influenza, Leptospirosis, Chikungunya.
E. DIAGNOSA KERJA
Dengue Hemorragic Fever (Demam Dengue Berdarah) grade I
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Hasil Nilai
rujukan
Hemoglobin 13.6 11.7-15.5
Leukosit 4 3.6 – 11.0
Eosinofil 0.09 2.00 - 4.00
Basofil 0.96 0-1.00
Netrofil 67.20 50.00-70.00
Limfosit 26.00 25.00- 40.00
Monosit 9.40 2.00-8.00
Hematokrit 38 35-47

3
MCV 84 80-100
Trombosit 114 150-400

IgG dengue Positif


IgM dengue Negatif
Samonella Negatif
IgG
Samonella Negatif
IgM

G. PENATALAKSANAAN
-Infus RL 20 tpm
-Inj. Ranitidin 2x1
-Inf Paracetamol 3 x 1 gr
Cek trombosit tiap hari

4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam dengue (DB) atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue
(DBD) atau Dengue Hemmoragic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinik demam, nyeri otot ,
dan/atau nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia,
dan diastesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematrokit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/shock.
B. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flavivirus terdiri dari 4 serotype, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah. DEN=3
merupakan serotype terbanyak di Indonesia.
C. Epidemiologi
Indonesia merupakan daerah endemis demam berdarah dengue. Demam
berdarah tersering disebabkan oleh serotype DEN-3 di Indonesia. Penularan
demam berdarah dengue disebabkan oleh gigitan vektor nyamuk genus aedes
(A. Aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus settiap tahunnya
berhungan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan
bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih.
D. Patogenesis
Teori umum demam dengue / demam berdarah dengue paling sering
adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection).
Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah
dengue dan sindrom renjatan dengue. Terdapat 3 sistem organ yang
diperkirakan berperan penting dalam patogenesis demam dengue / demam
berdarah dengue, yaitu sistem imun, hati, dan sel endotel pembuluh darah.

6
Selain itu, respon imun penjamu yang diturunkan (genetik) juga berperan
dalam manifestasi klinik yang ditimbulkan. (Gambar 1).

Gambar 1. Skema Teori Secondary Heterologous Infection

Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk Aedes ke aliran darah. Virus ini
secara tidak langsung juga mengenai sel epidermis dan dermis sehingga
menyebabkan sel lagerhans dan keratinosit terinfeksi. Sel-sel yang terinfeksi
ini berpindah ke nodus limfe dimana magkrofag dan monosit direkrut dan
menjadi target infeksi berikutnya. Setelah itu, terjadi amplifikasi infeksi dan
dan virus tersebar melalui darah (viremia primer). Viremia primer ini
menginfeksi makrofag jaringan beberapa organ seperti limfa, sel hati, sel
stromal, sel endotel, dan sumsum tulang. Infeksi makrofag, hepatosit, dan sel
endotel mempengaruhi hemostatis dan respon imun pejamu terhadap virus
dengue.
Sel sel yang terinfeksi kebanyakan mati melalui apoptosis dan hanya
sedikit yang yang melalui nekrosis. Nekrosis mengakibatkan pelepasan
produk toksik yang mengaktivasi sistem fibrinolitik dan koagulasi.
Bergantung pada luasnya infeksi sumsum tulang dan kadar IL-6, IL-8, IL-10,
dan IL-18, hemopoiesis ditekan sehingga menyebabkan penurunan
trombogenitas darah. Produk toksik juga mengakibatkan peningkatan

7
koagulasi dan konsumsi trombosit sehingga terjadi trombositopenia.
Trombositopenia juga terjadi akibat supresi sumsum tulang, destruksi, dan
pemendekan masa hidup trombosit akibat peningkatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi dan sekuestrasi diperifer.
Trombosit memiliki imteraksi dekat dengan sel endotel. Sejumlah
trombosit fungsional diperlukan untuk mempertahankan stabilitas vaskular.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin, dan PF4 (trombosit factor 4).
Koagulopati terjadi karena interaksi virus dengan endotel yang memicu
disfungsi endotel (jalur ekstrinsik) dan aktivasi faktor Xia (jalur interinsik).
Namun, sel endotel memiliki tropisme tersendiri terhadap virus dengue.
Disaat tingginya kadar virus dalam darah, trombositopenia serta disfungsi
trombosit, keempat faktor ini menyebabkan peningkatan kerapuhan kapiler
yang bermanifestasi sebagai petekie, memar, dan pendarahan mukosa saluran
cerna.
Disaat yang bersamaan, infeksi menstimulasi berkembangnya antibodi
spesifik dan respon imun seluler terhadap virus dengue. Antibodi spesifik
(IgM) ini bereaksi silang dengan endoteliost, plasmin, dan trombosit,
memperkuat peningkatan permeabilitas vaskular dan koagugulopati.
Sedangkan antibodi IgG berperan dalam peningkatan jumlah titer virus pada
infeksi sekunder.
Respon imun seluler yang timbul berupa stimulasi sel T yang dapat
bereaksi silang dan sel T regulator. Sel T yang beraksi silang akan
memperlambat bersihan virus dan meperoduksi sitokin pro-inflamasi. Dan
mediator lainnya. Tingginya jumlah mediator ini menginduksi perubahan
pada sel endotel sehingga menyebabkan koagulopati dan kebocoran plasma.
Infeksi sekunder oleh serotipe yang berbeda memicu peningkatan aktivitas
antibodi spesifik terhadap infeksi pertama. Antibodi ini memediasi serotipe
virus dengue lain untuk berikatan reseptor Fc-gamma pada makrofag
sehingga saat virus berada dalam makrofag tidak dapat dicerna dengan baik.
Akibatnya, virus semakin beraplikasi dan infeksi berlanjut. Infeksi makrofag

8
dalam ini mengaktivasi sel Th dan Tc untuk memproduksi limfokin dan
interferon gamma. Inteferon gamma kemudian mengativasi monosit sehingga
mediator inflamasi tersekresi seperti TNF- α, PAF, IL-6 dan histamin.
Akibatnya terjadi disfungsi sel endotel dan kebocoran plasma yang diperberat
dengan peningkatan C3a dan C5a oleh aktivasi kompleks virus.
E. Manifestasi klinik dan perjalanan penyakit

Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau


dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah
dengue atau sindrom syok dengue. Pada umumnya pasien mengalami fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada
waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi
2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh,
mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri
tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada
fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan
mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal.

Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan
suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran
plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma
sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit.
Pada fase ini dapat terjadi syok.

Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian


cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam
setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

9
Gambar 2. Perjalanan penyakit demam berdarah dengue

F. Klasifikasi

WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat


berdasarkan tingkat keparahan, yaitu

• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah uji torniquet.

• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan


perdarahan lain.

• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,


tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

10
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBD Derajat ⃰ Gejala Laboraturium


DD Demam disertai 2 atau  Leukopenia
lebih tanda : sakit  Serologi dengue
kepala, nyeri retri- positif
orbital, mialgia, atralgia  Trombositopenia,
tidak ditemukan
bukti kebocoran
plasma
DBD 1 Gejala diatas ditambah  Trombositopenia(<100.000/?
uji bendung positif l), bukti ada kebocoran
plasma
DBD 2 Gejala diatas ditambah  Trombositopenia(<100.000/? l),
pendarahan spontan bukti ada kebocoran plasma
DBD 3 Gejala diatas ditambah  Trombositopenia(<100.000/? l),
kegagalan sirkulasi (kulit bukti ada kebocoran plasma
dingin dan lembab serta
gelisah)
DBD 4 Syok berat disertai  Trombositopenia(<100.000/?
dengan tekanan darah l), bukti ada kebocoran plasma
dan nadi tak terukur

11
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menepis pasien
suspek demam dengue adalah melalui pemeriksaan hemoglobin,
hematrokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengan teknik RT-PCR
(Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction) namun karena rumit
dilakukan tes antibodi spesifik berupa antibodi total, IgM dan IgG.
 Leukosit dapat normal atau menurun. Hari ke 3 ditemui limfosit relatif
(>45% dari total leukosit) disertai limfosit plasma biru
 Trombosit : umumnya trombositopenia pada hari ke 3-8
 Hematrokrit : kebocoran plasma dilihat dari kenaikan hematokrit >
20% dari hematokrit awal
 Hemostasis : pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP
jika dicurigai ada kelaianan pembekuan darah
 Protein / Albumin : Hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
 SGOT/SGPT : dapat meningkat

Ureum / kreatinin : jika terdapat gangguan fungsi ginjal

 Elektrolit : parameter pemberian cairan


 Golongan darah dan cross match bila diperlukan transfusi darah atau
komponen darah
 Imunologi serologi :
1. IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke -
3, menghilang 60-90 hari
2. IgG : Primer, terdeteksi pada hari ke - 14 pada sekunder, tedeteksi
pada hari ke - 2
b. Radiologi

12
 Pada foto thoraks didapatkan Efusi pleura pada hemithoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat terdat pada kedua
hemithoraks. Asistes dan efusi pleura dapat dideteksi dengan
USG.

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian


klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan
leptospirosis. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup
infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak,
influenza, demam chikungunya, leptospirosis. Adanya trombositopenia yang
jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan
penyakit lain.

Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya


(DC). Pada demam chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat
terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan
DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet
positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak
ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa


penyakit infeksi misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak
semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda –
tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel
polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis), pemeriksaan laju
endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Pada menigitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

13
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit.
Pada hari – hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD,
tetapi pada ITP demam cepat menghilang atau bisa tidak diserta demam.
Tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai
pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada ITP.

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan sangat anemis.
Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis
leukimia. Pada anemia aplastik biasanya sangat anemia, demam timbul karena
infeksi sekunder. pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit,
hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien perdarahan hebat,
pemeriksaan foto toraks dan kadar protein dapat membantu menegakkan
diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai
perembesan plasma.

I. Diagnosis

Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO

tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.

1. KRITERIA KLINIS

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-

menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

 Uji torniquet positif

 Petekie, ekimosis, purpura.

 Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

14
 Hematemesis dan atau melena

c. Pembesaran hati

d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien gelisah.

2. KRITERIA LABORATORIS

a.Trobositopenia (100.000/ul atau kurang)

b.Hemokonsentrasi (hematokrit> 20% dari normal)

J. Penatalaksanaan

Pada DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DF bersifat


simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah, atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada
DBD. Pasien juga sebaiknya diberikan makan-makanan lunak dengan tinggi
kalori dan tinggi protein.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena.

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada


fase penurunan suhu, maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,

15
sedangkan untuk kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda
vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian volume cairan
harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Dan
diuresis pasien harus diawasi.

Jenis cairan yang direkomendasikan oleh WHO yaitu :

KRISTALOID

 Larutan Ringer Laktat (RL)


 Larutan Ringer Asetat (RA)
 Larutan Garam faali (GF)
 Dekstrosa 5 % dalam RL (D5/RL)
 Dekstrosa 5 % dalam RA (D5/RA)
 Dekstrosa 5 % dalam ½ larutan garam faali (D5/½ GF)
Catatan : untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak
boleh larutan yang mengandung dekstran.

KOLOID

 Dekstran 40
 Plasma
 Albumin

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/DSS,


maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD
berat. Apabila tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID (Koagulasi
intravascular diseminata), sehingga tatalaksana pasien akan menjadi semakin
kompleks. Pemberian darah segar dapat diberikan, dimaksudkan untuk
mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan
faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna
untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada

16
syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan
kematian. Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun
protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :
Penatalaksaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi, praktis dalam pelaksanaannya, mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi menjadi 5 kategori :

a. Protokol 1
Penangan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok

b. Protokol 2
Pemberian cairan tersangka DBD dewasa diruang gawat

17
c. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

18
d. Protokol 4
Penatalaksanaan Pendarahan Spontan pada DBD dewasa
e. Protokol 5

19
Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

K. Komplikasi
1. Enselopati dengue : intoksikasi cairan isotonik berlebih pada pasien
dhf atau dds

20
2. Komplikasi introgenik : sepsis, pneumoni, luka infeksi dan overhidrasi
3. Kelainan hati : oleh infeksi atau host langsung terhadap infeksi
4. Gagal ginjal
5. Edema paru akibat pemberian cairan yang berlebihan
L. Prognosis
Mortalitas demam dengue relatif rendah. Namun, pada DBD/ DSS
mortalitas cukup tinggi. Pada usia dewasa, prognosis dan perjalanan penyakit
umumnya lebih ringan dibanding anak-anak.

21
DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara. Jakarta. 1999

Aru W Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Edisi IV Jilid III.
2006.

Suhendro, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Edisi VI Jilid 1.
Jakarta Pusat : Interna Publishing. Hal : 539 - 543

Wibisono Elita, Susilo Adityo, Nanggolan Leonard, 2014. Kapita Selekta


Kedokteran Edisi IV Jilid II FKUI. Jakarta Pusat : Media Aesculapius. Hal : 717-
718.

Suroso. T. Hadinegoro SR, Wuryadi S, Sumanjuntak G, Umar AI, Pitoyo PD,


et.al. Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah Dengue . WHO
dan Depkes. RI, Jakarta 2000.

Djunaedi, D. 2006. Demam Berdarah Dengue (DBD). Malang : Penerbit


Universitas Muhammadiyah Malang.

WHO, 1999. Demam Berdarah Dengue: diagnosis, treatment, prevention, and


control. 2 end edition. Geneva. http://
www.who.int diakses Maret 2011

WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment, prevention and control.


Geneva, 1997.

WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in


small hospitals. New Delhi, 1999.

Innis B.L Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever In : Porterfield J.S. ed Kass
Handbook Of Infectious Diseases Exotic Viral Infections 1st ed Chapman & Hall
Medical London 1995; 103-46.

22

Anda mungkin juga menyukai