Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF (DANGUE HAEMORHAGIC FEVER)

OLEH
NAMA : PUSPITA WULANDARI M. GERE
NIM : 185702721

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

KUPANG

2023

MENGETAHUI

PEMBIMBING AKADEMIK KEPALA RUANGAN

( ) ( )
A. Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)
(Resti, 2014)
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar
secara efidemik. (PADILA, 2012).

B. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan kriteria menurut WHO yaitu:
1.      Derajat I (ringan)
Demam mendadak dan sampai 7 hari di sertai dengan adanya gejala yang tidak
khas dan uji turniquet (+).
2.      Derajat II (sedang)
Lebih berat dari derajat I oleh karena di temukan pendarahan spontan pada kulit
misal di temukan adanya petekie, ekimosis, pendarahan,
3.      Derajat III (berat)
Adanya gagal sirkulasi di tandai dengan laju cepat lembut kulit dngin gelisah
tensi menurun manifestasi pendarahan lebih berat (epistaksis, melena)
4.      Derajat IV (DIC)
Gagal sirkulasi yang berat pasien mengalami syok berat tensi nadi tak teraba.
(Smeltzer & Suzanne, 2001)

C. Patofisiologi
Virus dongue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali member gejala DHF. Pasien akan
mengalami gejala viremia, sakit kepala, mual, nyei otot, pegal seluruh badan,
hyperemia ditenggorokkan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pasa
RES seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limfa. Reaksi yang berbeda
Nampak bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang
berlainan. Berdasarkan hal itu timbullah the secondary heterologous infection atau
sequential infection of hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi
anamnetik antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody
(kompleks virus antibody) yang tinggi.
Terdapatnya kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah mengakibatkan
hal sebagai berikut:
1. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen, yang berakibat
dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui
endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan terjadinya renjatan.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis akan
dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat
dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan vasokoaktif
(histamine dan serotonin) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan
melepaskan trombosit factor III yang merangsang koagulasi intravascular.
3. Terjadinya aktivasi factor hegamen (factor XII) dengan akibat kahir terjadinya
pembentukan plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation product. Disamping itu
aktivasi akan merangsang system kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dindin pembuluh darah. (PADILA, 2012).

D. Manifestasi Klinis
Diagnose penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan criteria diagnosa klinis dan
laboratories. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD dengan diagnose klinis dan
laboratories:
1. Diagnose klinis
 Demam tinggi 2 sampai 7 hari (38-40̊ C)
 Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji tourniquet positif, petekie (bintik
merah pada kulit), purpura (perdarahan kecil di dalam kulit), ekimosis,
perdarahan konjungtiva (perdarahan pada mata), epitaksis (perdarahan
hidung), perdarahan gusi, hematemesis (muntah darah), melena (BAB darah)
dan hematusi (adanya darah dalam urin).
 Perdarahan pada hidung
  Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit
akibat pecahnya pembuluh darah
 Pembesaran hati (hepatomegali)
 Rejan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang, tekanan
sistolik sampai 80mmHg atau lebih rendah
 Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya nafsu
makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.
2. Diagnose laboratories
 Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan trombosit
hingga 100.000/mmHg
 Hemokonsentrasi, meningkatnya hemotokrit sebanyak 20% atau lebih (Resti,
2014).

E. Pemeriksaan Diagnostic
a. Darah lengkap
 Leukpenia pada hari ke 2-3
 Trombositopenia dan hemokonsentrasi
 Masa pembekuan normal
 Masa pedarahan memanjang
 Penurunan factor II, V, VII, IX, dan XII
b. Kimia darah
 Hipoproteinemia, hiponatriam, hipodorumia
 SGOT/SGPT meningkat
 Umum meningkat
 pH darah meningkat
c. Urinalis
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
d. Uji sum-sum tulang
Pada awal sakit biasanya hipaseluler kemudian menjadi hiperseluler (Doenges,
2000).

F. Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Pemberian makanan lunak
3. Pemberian cairan melalui infus
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan
cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130
mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca =
3 mEq/liter.
1. Pemberian obat-obatan: antibiotic, antipiretik,
2. Anti konvulsi jika terjadi kejang
3. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
4. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
5. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
6. Periksa HB, HT, dan Trombosit setiap hari
G. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya:
a. Perdarahan luas
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji tocniquet yang positif mudah terjadi perdarahan pada
tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas
hingga menyebabkan haematemesis. Perdarahan gastrointestinal biasanya di
dahului dengan nyeri perut yang hebat.
b. Shock atau renjatan
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran
(Resti, 2014).

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi indicator terjadinya DHF
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Panas
 Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise, muntah, mual, sakit
kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri pada efigastrik, penurunan
nafsu makan,perdarahan spontan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Pernah menderita yang sama atau tidak
 Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama
dan adanya penyakit herediter (keturunan).
c. Aktivitas
 Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, malaise Gangguan pola tidur
 Sirkulasi
Tanda: perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat Tekanan darah
normal/sedikit di bawah jangkauan normal. Denyut perifer kuat, cepat
(perifer hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardia ekstrem
(syok), nadi lemah Suara jantung: disritmia dan perkembangan S3
mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidak seimbangan
elektrolit. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung,
jari dan kaki
 Integritas ego
Tanda: gelisah
 Eliminasi
Gejala: diare
 Makanan/cairan
Gejala: anoreksia, haus, sakit saat menelan Mual,muntah Perubahan
berat badan akhir-akhir (meningkat/turun)
Tanda: penurunan berat badan, penurunan massa otot (malnutrisi)
Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk Membran mukosa pucat,
luka, inflamasi rongga mulut
 Hygiene
Tanda: ketidakmapuan mempertahankan perawatan diri Bau badan
Lidah kotor
 Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala Nyeri tekan epigastrik Nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi
 Perdarahan
Tanda: perdarahan di bawah kulit (petekie), perdarahan gusi, epistaksis
sampai perdarahan yang hebat berpa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, hematuria
d. Pemeriksaan fisik
 System pernapasan
Sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan dinding dada, perkusi,
auskultasi
 System cardiovascular
o Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni.
o Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat
(tachycardia), penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis
sekitar mulut, hidung dan jari-jari.
o Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
 System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III
pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat
terjadi DSS
 System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah
 System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).
 System integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada
grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
2. Diagnose Keperawatan
Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung actual maupun potensial. Diagnose keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnose keperawatan yang sering
muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017):

a) Pola napas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan upaya


napas
b) Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
c) Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri
d) Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan faktor psikologis
(keengganan untuk makan).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala streatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SDKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPPP PPNI 2019).
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan: Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif Kriteria Hasil
(SLKI):
1) Kapasitas vital meningkat (5)
2) Dispneu menurun (5)
3) Frekuensi napas membaik (5)
Intervensi
Observasi
a) Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)
b) Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi basah)
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
o Posisikan semi fowler atau fowler
o Berikan minum hangat
o Berikan oksigen jika perlu
Edukasi

Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi


Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan: Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
Kriteria Hasil:
a) Menggigil menurun (5)
b) Kulit merah menurun (5)
c) Suhu tubuh membaik (5)
d) Tekanan darah membaik (5)
Intervensi:
Observasi
3. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan incubator)
4. Monitor suhu tubuh
5. Monitor kadar elektrolit
6. Monitor haluaran urine
Terapeutik
o Sediakan lingkungan yang dingin
o Longgarkan atau lepaskan pakaian
o Basahi dan kipasi permukaan tubuh
o Berikan cairan oral
o Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
o Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
o Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirai baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan: Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria Hasil:
1) Keluhan nyeri menurun (5)
2) Meringis menurun (5)
3) Gelisah menurun (5)
4) Pola napas membaik (5)
Intervensi:
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
o Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
o Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
o Jelaskan strategi meredakan nyeri
o Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
o Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
Tujuan: Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5)
2) Frekuensi makan membaik (5)
3) Nafsu makan membaik (5)
Intervensi:
Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Monitor asupan makan
e) Monitor berat badan
f) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
o Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
o Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
o Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
o Anjurkan posisi duduk, jika mampu
o Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik), jika perlu
o Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yangtelah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan
dalam rangka membantu klien untukmencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan olehmasalah
keperawatan dan kesehatan (Ali 2016)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakir dalam asuhan keperawatan, evaluasi
dilakuakandengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa,
planning). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan
rencana tindakan keperawatanyang harus dimodifikasi. Evaluasi
dilakukan dengan cara membandingkan kriteriahasil yang telah
ditetapkan dengan output yang muncul setelah tindakan
keperawatan.Keberhasilan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dapat
dilihat dari evaluasi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Dengue Hemorrhagic Fever
(Dhf) Yang Di Rawat Di Rumah Sakit
Nettina, Sandra M, 2014. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih Bahasa Setiawan dkk,
Ed. 1. Jakarta: EGC
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017., Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI)., Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017., Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017., Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Reeves, Charlene j et al. 2013. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.
Ed. 1. Jakarta: Salemba Medika
Syaifuddin Drs. B.Ac, 2013, Anatomi Fisilogi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai