Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

“Vertigo”

PEMBIMBING :
dr. Rina Wahyu Herdiana
dr. Yunike Tourisianna Sp.S

DISUSUN OLEH :
dr. Ilham Maulana Rosyadi

INTERNSIP RSUD KERTOSONO


PERIODE 21 Mei-21 November 2022
2
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Usia : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sambiroto, Baron,
Nganjuk
Agama : Islam

1.2. Anamnesis

● Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan pusing berputar.

● Riwayat Penyakit Sekarang

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh pusing,


pusing dirasakan seperti berputar. Pusing dirasakan ketika beraktivitas dan
terasa lebih baik jika pasien beristirahat tiduran. Pasien merasa pusing berputar
seperti mau jatuh, keluhan timbul secara mendadak, hilang timbul dan keluhan
bertambah jika pasien berubah posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau
jika pasien menggerakan kepala secara cepat. Karena keluhannya tersebut
pasien memeriksakan diri ke dokter namun belum ada perbaikan. Kemudian
pasien beraktivitas seperti seperti biasa. 1 hari sebelum masuk rumah sakit
pasien bekerja sampai larut malam, keluhan pusing berputar dirasakan
semakin memberat sehingga pasien sehingga pasien memutuskan untuk datang
ke rumah sakit.
4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan pusing berputar,
mual, muntah lebih dari 5x, berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh
serta tidak kuat untuk berdiri berdiri terlalu terlalu lama. dalam perjalanan
perjalanan ke rumah sakit dengan mobil pasien mengalami muntah sebanyak
2x.
saat diperiksa, pasien mengeluh pusing dirasakan berputar, lemas, berkeringat
dingin, pasien menyangkal adanya pandangan kabur, penglihatan ganda,
kelemahan anggota gerak, penurunan pendengaran, demam, kejang, ataupun
3
sakit kepala. Pasien juga menyangkal adanya rasa baal, kesemutan, tidak ada
penurunan berat badan, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak nafas. Buang air
kecil dan buang air dan buang air besar tidak terdapat keluhan.

● Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, kejang, diabetes mellitus, maag dan alergi obat disangkal. Pasien pernah
seperti ini 1 tahun yang lalu.

● Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit keluarga seperti yang dialami pasien, hipertensi dan diabetes mellitus
disangkal.

● Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak pernah olahraga. Riwayat menggunakan obat-obatan, merokok dan minum
alkohol disangkal.

● Riwayat Sosio-ekonomi

Pasien tinggal dengan istri dan satu anaknya. Lingkungan rumahnya bersih dan baik.
Hubungan dengan tetangga maupun keluarga baik. Pasien memiliki kartu kesehatan KIS.

1.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 92x/menit, pulsasi kuat, reguler
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,2oC
Saturasi : 98%

Status Generalis
Kepala : Rambut distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : Ukuran normosefali, pucat (-), lesi (-), deformitas (-), scar (-),
4
massa (-), edema (-), sianotik (-). Kesan : normal
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
pupil bulat, isokor, refleks pupil langsung dan tidak langsung
(+/+).
Hidung : Bentuk dan ukuran normal, deformitas (-), krepitus (-),
deviasi septum (-), hematoma septum (-), mukosa hiperemis (-),
benda asing (-), rhinorrhea (-), darah (-).
Telinga : Kedua telinga tampak simetris, serumen (-), hiperemis (-), liang
telinga lapang, deformitas (-), nyeri tekan (-), benda asing (-)
,nyeri tekan (-), nyeri tarik (-).
Mulut : Sianosis (-), deviasi lidah (-), atrofi lidah (-), lidah kotor (-),
mukosa mulut hiperemis (-), faring hiperemis (-),
letak uvula ditengah, tonsil T1/T1.
Leher : JVP 5+3 (normal), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-),
pembesaran KGB leher dan supraklavikular (-),
pembesaran kelenjar parotis (-).

Thorax
Jantung :
Inspeksi→ ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi→ ictus cordis teraba pada ICS V Linea axilaris anterior Sinistra, tidak teraba thrill.
Perkusi→ Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri : ICS V linea axilaris anterior sinistra.
Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra.
Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra.
Auskultasi→ Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

Pulmo :
Inspeksi→ Bentuk dada normal, jejas (-), luka (-), benjolan (-), memar (-),
pelebaran sela iga (-), kedua dinding dada simetris.
Palpasi→ Benjolan (-), nyeri tekan (-), perubahan suhu (-), vokal fremitus
simetris.
Perkusi→ Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi→ Suara dasar trakea, bronkhial, bronkovesikular,vesikular (+/+),
Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Inspeksi→ Bentuk abdomen cembung, Smiling Umbilicus (-),
Caput medusae (-), spider naevi (-). Kesan : normal
Auskultasi→ bising usus (+) 2x/menit.
5
Perkusi→ shifting dullness (-), undulasi (-),
ketok costovertebra (-). Kesan : normal
Palpasi→ Abdomen teraba supel, lien dan vesica velea tidak
teraba, ballottement ginjal (-), nyeri lepas (-),
undulasi (-).

Ekstermitas : Look→ pendarahan aktif (-).


Feel→ Krepitus (-), Akral hangat di empat ekstremitas,
sianosis (-), CRT normal (<2 detik), turgor kulit baik,
pulsasi distal arteri radialis dan dorsalis pedis baik.
Move→ tidak dilakukan aktif maupun pasif.

1.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium

JENIS NILAI
HASIL SATUAN
PEMERIKSAAN RUJUKAN
Leukosit 10,3 10g/L 4,0-11,0
Hemoglobin 14,3 g/Dl 11,5-16,5
Hematokrit 46 % 42 – 46
Trombosit 234 10g/Dl 150000 - 450000
HCT 38,9 % 35-80
Diff Count
Limfosit 9,7 % 15-50
Granulosit 87,3 % 35-80
Middle 3,0 % 2-15
Glukosa Acak 155 mg/dL <200

1.5. Diagnosis Kerja


Diagnosis Klinis : pusing berputar onset akut berulang, paroksismal, mual, muntah (sindroma
vertigo periver)
Diagnosis Topik : Organ vestibularis
Diagnosis etiologic : Vertigo Perifer dd Central
1.6. Tatalaksana
- Inf PZ 20 TPM
- Injeksi Santagesik 3x1 amp
- Injeksi Ranitidin 2x1 amp
- Injeksi Ondansetron 3x1 amp
6
- Flunarizin 3x1
- Betahistine 3x1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. VERTIGO
1. DEFINISI
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa
berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi
lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness.
Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan
ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.
Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan
oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness, disequilibrium
(perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri) (Sura & Newell,
2010).
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar
merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa
keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada
sistim keseimbangan (Labuguen, 2006).

2. KLASIFIKASI
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi (Lempert & Neuhauser,
2009) :
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII)

19
20

3. ETIOLOGI
a. Penyebab perifer Vertigo
1) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia
rata-rata 51 tahun (Mardjono & Sidharta, 2008).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan
oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga
dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan
menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otolit mengandung Kristal-kristal kecil
kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam.
Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus (M et al.,
2006).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya
idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik
telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun
gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi
bertahun-tahun setelah episode (A, 2008).

2) Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten
diikuti dengan keluhan pendengaran (Chain, 2009). Gangguan
pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada
fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga
(Swartz & P, 2005). Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15%
pada kasus vertigo otologik (A, 2008).
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi
endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin
21

bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan


peningkatan volume endolimfe.

3) Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia,
dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada
nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala
yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik (Chain,
2009).

b. Penyebab Sentral Vertigo


1) Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi
gejala yang sering dilaporkan pada 27-33% pasien dengan
migraine.. Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari aura
(selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar
migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah.
Verigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan
seringkali membaik dengan terapi yang digunakan untuk
migraine (Swartz & P, 2005).

2) Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan
episode rekuren dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan
pada kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa
menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki
factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan
dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah.
Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal (M et al., 2006).
22

3) Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik
vertigo dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat
sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih
sering adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis .
Tumor pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat
atau Chiari malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan
butuh MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak
akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun
biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang
vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.

4. GEJALA KLINIS
a. VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di
batang otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di
batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di
batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas
dan fungsi motorik, rasa lemah (Mardjono & Sidharta, 2008).
b. VERTIGO PERIFER
Lamanya vertigo berlangsung (M et al., 2006):
1) Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna.
Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung
beberapa detik dan kemudian mereda. Paling sering
penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga
diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan di telinga atau
oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala
menghilang secara spontan.
2) Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
23

berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu


ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
3) Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Neuronitis vestibular merupakan kelainan
yang sering datang ke unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya
vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah
mendadak, dan gejala ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu
pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dijumpai nistagmus.
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral

Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, Sistem vertebrobasiler dan


saraf perifer) gangguan vaskular (otak,
batang otak, serebelum)

Penyebab Vertigo posisional paroksismal iskemik batang otak,


jinak (BPPV), penyakit maniere, vertebrobasiler insufisiensi,
neuronitis vestibuler, labirintis, neoplasma, migren basiler
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia,
SSP parestesi, gangguan sensibilitas
dan fungsi motorik, disartria,
gangguan serebelar

Masa laten 3-40 detik Tidak ada

Habituasi Ya Tidak

Jadi lelah Ya Tidak

Intensitas vertigo Berat Ringan


24

Telinga Kadang-kadang Tidak ada


berdenging dan
atau tuli
Nistagmus + -
Spontan
 Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis
banding pada vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya
ketika perubahan posisi, penyebab yang paling mungkin adalah
BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran pernapasan atas
kemungkinan berhubungan dnegan acute vestibular neutritis atau
acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan migraine dapat
menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan dengan
migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik
Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung
ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang
mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo
pada pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena
Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising
pada frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer.
Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan
tentang stress psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang
pada anamsesis tidak cocok dengan penyebab fisik vertigo
manapun (Labuguen, 2006).
 Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, menire
disease, atau yuli pada usia muda perlu ditanyakan.

 Riwayat pengobatan
25

Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti


obat-obatab yang ototoksik, obat anti epilepsy, antihipertensi, dan
sedative.

5. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari
10-2- detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu
adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari
tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.
b. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus
spontan, dan pada evaluasi neurologi normal. Pemeriksaan fisik
standar untuk BPPV adalah : Dix-Hallpike
c. Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah
dengan leher dan punggung. Tujuan adalah untuk memprovokasi
serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara
melakukan sebagai berikut:
1) Jelaskan prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan
menghilang setelah beberapa detik
2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa,
sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke
belakang 30-40 deraajat, penderita tetap diminta buka mata.
3) Kepala diputar menengok ke kanan 45 derajat
4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita,
penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung
tempat periksa.
5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo,
posisi dipertahankan 10-15 detik
6) Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet dan ipsilateral
26

7) Kembalikan ke posisi duduk nistagmus bisa terlihat dalam


arah yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar
berputar kearah berlawanan
8) Diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 derajat dst.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan


provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak
tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi
ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian
nistagmus hilang kurang dari satu menit.

6. PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat
berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap
keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat
kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut
(Mardjono & Sidharta, 2008). Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal
jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus
vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak
lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
a. Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
1) Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda
paralisis nervus, tuli sensorineural, nistagmus (Lempert &
Neuhauser, 2009).
27

Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus


vestibular atau vermis cerebellar. Nistagmus horizontal
yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator
konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
2) Gait test
a) Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki
gangguan keseimbangan namun masih dapat
berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memilki instabilitas yang parah dan seringkali
tidak dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign
konsisten dengan masalah vestibular atau
propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam
mendiagnosis vertigo.
Penderita berdiri dengan kedua kaki
dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan
penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
b) Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki
kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki
kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
28

perjalanannya akan menyimpang dan pada


kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c) Unterberger's stepping test (Pasien disuruh untuk
berjalan spot dengan mata tertutup – jika pasien
berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki
lesi labirin pada sisi tersebut) (Lempert &
Neuhauser, 2009).
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal
ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat
lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus
dengan fase lambat ke arah lesi.

d) Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat
lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
29

Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral


atau perifer.

1) Fungsi Vestibuler
a) Dix-Hallpike manoeuvre (Sura & Newell, 2010)
Dari posisi duduk di atas tempat tidur,
penderita dibaring-kan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan
saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus,
dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo) : vertigo
dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10
detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-
ulang beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak
ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-
langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula (non-fatigue)
b) Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-
pemeriksaan yang lain hasilnya normal. Pasien
diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30
kali. Lalu diperiksa nistagmus dan tanyakan
pasien apakah prosedur ersebut menginduksi
terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo
tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai
sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi
30

setelah hiperventilais menandakan adanya tumor


pada nervus VIII (Mardjono & Sidharta, 2008)
c) Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang
sederhana. Kepala penderita diangkat ke
belakang (menengadah) sebanyak 60º.
(Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin
berada dalam posisi vertikal, dengan demikian
dapat dipengaruhi secara maksimal oleh aliran
konveksi akibat endolimf). Tabung suntik
berukuran 20 mL dengan ujung jarum yang
dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan
air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di bawah suhu
badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan
kecepatan 1 mL/detik, dengan demikian gendang
telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap
adanya nistagmus. Arah gerak nistagmus ialah ke
sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang
dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin
dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian
juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan
lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya
nistagmus berlangsung berbeda pada tiap
penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah
istirahat 5 menit, telinga ke-2 dites.
d) Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah
sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan
mata pada nistagmus, dengan demikian
31

nistagmus tersebut dapat dianalisis secara


kuantitatif.
e) Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan
terdapat 3 unsur yang mempunyai peranan
penting : sistem visual, vestibular, dan
somatosensorik. Tes ini dilakukan dengan 6 tahap
:
i Pada tahap ini tempat berdiri penderita
terfiksasi dan pandangan pun dalam keadaan
biasa (normal)
ii pandangan dihalangi (mata ditutup) dan
tempat berdiri terfiksasi (serupa dengan tes
romberg)
iii pandangan melihat pemandangan yang
bergoyang, dan ia berdiri pada tempat yang
terfiksasi. Dengan bergeraknya yang
dipandang, maka input visus tidak dapat
digunakan sebagai patokan untuk orientasi
ruangan.
iv pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan
untuk berdiri digoyang. Dengan bergoyangnya
tempat berpijak, maka input somatosensorik
dari badan bagian bawah dapat diganggu.
v mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
vi pandangan melihat pemandangan yang
bergoyang dan tumpuan berpijak digoyang.
Dengan menggoyang maka informasi sensorik
menjadi rancu (kacau;tidak akurat) sehingga
penderita harus menggunakan sistem sensorik
lainnya untuk input (informasi)
32

b. Fungsi Pendengaran
1) Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif
2) Audiometri : Loudness Balance Test, SISI,
Bekesy Audiometry, Tone Decay.

7. DIAGNOSIS PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric,
vestibular testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika
pasien mengeluhkan gangguan pendengaran. Vestibular testing tidak
dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness . Vestibular
testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas. Pemeriksaan
laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid
dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko
untuk terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala
mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII (Chain, 2009).

8. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Sekitar 20 sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan
berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien (table . dan
durasi gejala (table )

9. DIAGNOSIS BANDING
Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:
33

Table 1 Penyebab vertigo

Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda


intracranial

Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine


angle

Labyrinthitis Benign positional Vertebrobasilar


vertigo insufficiency dan
thromboembolism

Labyrinthine Acute vestiblar Tumor otak. Misalnya,


trauma dysfunction epyndimoma atau
metastasis pada ventrikel
keempat

Acoustic neuroma Medication induced Migraine


vertigo e.g
aminoglycosides

Acute cochleo Cervical spondylosis Multiple sclerosis


vestibular
dysfunction

Syphilis (rare) Following flexion- Aura epileptic attack-


extension injury terutama temporal lobe
epilepsy

Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate

Syringobulosa
34

10. TERAPI
a. Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita
seringkali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo
tersebut, seringkali menggunakan pengobatan simptomatik.
Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu.
1) ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti
vertigo. Antihistamin yang dapat meredakan vertigo
seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga
memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf
pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek
samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).
Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.

2) ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo.
Obat antagonis kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan
Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,
antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti
anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat
yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum
diketahui.

3) CINNARIZINE (STUGERONE)
35

Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular.


Dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular
dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari
atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa
mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi,
mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

4) FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti
emetik (anti muntah). Namun tidak semua mempunyai
sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea
yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang
berkhasiat terhadap vertigo.

5) OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo.
Salah satunya obat simpatomimetik yang dapat
digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin. Lama
aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25
mg, 4 kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila
dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek
samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan
menjadi gelisah – gugup.

6) OBAT PENENANG MINOR


Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk
mengurangi kecemasan yang diderita yang sering
menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut
kering dan penglihatan menjadi kabur.
36

a) Lorazepam. Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1


mg
b) Diazepam. Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

7) OBAT ANTI KHOLINERGIK


Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat
menekan aktivitas sistem vestibular dan dapat
mengurangi gejala vertigo.

i Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan


fenotiazine atau efedrin dan mempunyai khasiat
sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6
mg, 3 – 4 kali sehari.

b. Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk
mengkompensasi gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang
dijumpai beberapa penderita yang kemampuan adaptasinya kurang
atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan
lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual
atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak
membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan
latihan ialah :
1) Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau
disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
2) Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3) Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
37

Contoh latihan :
1) Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata
ditutup.
2) Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi,
ekstensi, gerak miring).
3) Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka,
kemudian dengan mata tertutup.
4) Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian
dengan mata tertutup.
5) Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki
yang satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
6) Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7) Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8) Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang
bergerak dan juga memfiksasi pada objek yang diam.

c. Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah
latihan Brand-Darrof.

Keterangan Gambar:

1) Ambil posisi duduk.


2) Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi
kanan, kemudian balik posisi duduk.
3) Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke
sisi kiri. Masing-masing gerakan lamanya sekitar
satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
4) Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin
lama makin bertambah.
.
DAFTAR PUSTAKA

A, Mark, 2008. Symposium on Clinical Emergency: Vertigo Clinical Assesment


and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine.

Chain, TC, 2009. Practical Neurology Third Edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois Journal.

Labuguen, R., 2006. Initial Evaluation of Vertigo. Journal American


Family Physician.

Lempert, T. & Neuhauser, H., 2009. Epidemiology of Vertigo, migrain, and


Vestibular Migrain. Journal Neurology, pp.333-38.

Mardjono , M. & Sidharta, P., 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat.

M, Kovar, T, Jepson & S , Jones, 2006. Diagnosing and Treating Benign


Paroxysmal Positional Vertigo. J Gerontol Nurs.

Sudoyo, A, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Sura, DJ. & Newell, S., 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care. BJMP.

Swartz, R. & P, Longwell, 2005. Treatment of Vertigo. Journal of


American Famil Physician.

52

Anda mungkin juga menyukai