“Vertigo”
PEMBIMBING :
dr. Rina Wahyu Herdiana
dr. Yunike Tourisianna Sp.S
DISUSUN OLEH :
dr. Ilham Maulana Rosyadi
1.2. Anamnesis
● Keluhan Utama
Riwayat hipertensi, kejang, diabetes mellitus, maag dan alergi obat disangkal. Pasien pernah
seperti ini 1 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga seperti yang dialami pasien, hipertensi dan diabetes mellitus
disangkal.
● Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah olahraga. Riwayat menggunakan obat-obatan, merokok dan minum
alkohol disangkal.
● Riwayat Sosio-ekonomi
Pasien tinggal dengan istri dan satu anaknya. Lingkungan rumahnya bersih dan baik.
Hubungan dengan tetangga maupun keluarga baik. Pasien memiliki kartu kesehatan KIS.
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 92x/menit, pulsasi kuat, reguler
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,2oC
Saturasi : 98%
Status Generalis
Kepala : Rambut distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : Ukuran normosefali, pucat (-), lesi (-), deformitas (-), scar (-),
4
massa (-), edema (-), sianotik (-). Kesan : normal
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
pupil bulat, isokor, refleks pupil langsung dan tidak langsung
(+/+).
Hidung : Bentuk dan ukuran normal, deformitas (-), krepitus (-),
deviasi septum (-), hematoma septum (-), mukosa hiperemis (-),
benda asing (-), rhinorrhea (-), darah (-).
Telinga : Kedua telinga tampak simetris, serumen (-), hiperemis (-), liang
telinga lapang, deformitas (-), nyeri tekan (-), benda asing (-)
,nyeri tekan (-), nyeri tarik (-).
Mulut : Sianosis (-), deviasi lidah (-), atrofi lidah (-), lidah kotor (-),
mukosa mulut hiperemis (-), faring hiperemis (-),
letak uvula ditengah, tonsil T1/T1.
Leher : JVP 5+3 (normal), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-),
pembesaran KGB leher dan supraklavikular (-),
pembesaran kelenjar parotis (-).
Thorax
Jantung :
Inspeksi→ ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi→ ictus cordis teraba pada ICS V Linea axilaris anterior Sinistra, tidak teraba thrill.
Perkusi→ Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri : ICS V linea axilaris anterior sinistra.
Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra.
Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra.
Auskultasi→ Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
Pulmo :
Inspeksi→ Bentuk dada normal, jejas (-), luka (-), benjolan (-), memar (-),
pelebaran sela iga (-), kedua dinding dada simetris.
Palpasi→ Benjolan (-), nyeri tekan (-), perubahan suhu (-), vokal fremitus
simetris.
Perkusi→ Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi→ Suara dasar trakea, bronkhial, bronkovesikular,vesikular (+/+),
Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Inspeksi→ Bentuk abdomen cembung, Smiling Umbilicus (-),
Caput medusae (-), spider naevi (-). Kesan : normal
Auskultasi→ bising usus (+) 2x/menit.
5
Perkusi→ shifting dullness (-), undulasi (-),
ketok costovertebra (-). Kesan : normal
Palpasi→ Abdomen teraba supel, lien dan vesica velea tidak
teraba, ballottement ginjal (-), nyeri lepas (-),
undulasi (-).
JENIS NILAI
HASIL SATUAN
PEMERIKSAAN RUJUKAN
Leukosit 10,3 10g/L 4,0-11,0
Hemoglobin 14,3 g/Dl 11,5-16,5
Hematokrit 46 % 42 – 46
Trombosit 234 10g/Dl 150000 - 450000
HCT 38,9 % 35-80
Diff Count
Limfosit 9,7 % 15-50
Granulosit 87,3 % 35-80
Middle 3,0 % 2-15
Glukosa Acak 155 mg/dL <200
TINJAUAN PUSTAKA
A. VERTIGO
1. DEFINISI
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa
berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi
lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness.
Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan
ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.
Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan
oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness, disequilibrium
(perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri) (Sura & Newell,
2010).
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar
merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa
keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada
sistim keseimbangan (Labuguen, 2006).
2. KLASIFIKASI
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi (Lempert & Neuhauser,
2009) :
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII)
19
20
3. ETIOLOGI
a. Penyebab perifer Vertigo
1) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia
rata-rata 51 tahun (Mardjono & Sidharta, 2008).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan
oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga
dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan
menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otolit mengandung Kristal-kristal kecil
kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam.
Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus (M et al.,
2006).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya
idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik
telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun
gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi
bertahun-tahun setelah episode (A, 2008).
2) Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten
diikuti dengan keluhan pendengaran (Chain, 2009). Gangguan
pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada
fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga
(Swartz & P, 2005). Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15%
pada kasus vertigo otologik (A, 2008).
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi
endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin
21
3) Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia,
dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada
nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala
yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik (Chain,
2009).
2) Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan
episode rekuren dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan
pada kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa
menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki
factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan
dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah.
Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal (M et al., 2006).
22
3) Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik
vertigo dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat
sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih
sering adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis .
Tumor pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat
atau Chiari malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan
butuh MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak
akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun
biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang
vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.
4. GEJALA KLINIS
a. VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di
batang otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di
batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di
batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas
dan fungsi motorik, rasa lemah (Mardjono & Sidharta, 2008).
b. VERTIGO PERIFER
Lamanya vertigo berlangsung (M et al., 2006):
1) Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna.
Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung
beberapa detik dan kemudian mereda. Paling sering
penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga
diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan di telinga atau
oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala
menghilang secara spontan.
2) Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
23
Habituasi Ya Tidak
Riwayat pengobatan
25
5. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari
10-2- detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu
adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari
tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.
b. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus
spontan, dan pada evaluasi neurologi normal. Pemeriksaan fisik
standar untuk BPPV adalah : Dix-Hallpike
c. Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah
dengan leher dan punggung. Tujuan adalah untuk memprovokasi
serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara
melakukan sebagai berikut:
1) Jelaskan prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan
menghilang setelah beberapa detik
2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa,
sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke
belakang 30-40 deraajat, penderita tetap diminta buka mata.
3) Kepala diputar menengok ke kanan 45 derajat
4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita,
penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung
tempat periksa.
5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo,
posisi dipertahankan 10-15 detik
6) Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet dan ipsilateral
26
6. PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat
berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap
keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat
kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut
(Mardjono & Sidharta, 2008). Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal
jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus
vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak
lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
a. Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
1) Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda
paralisis nervus, tuli sensorineural, nistagmus (Lempert &
Neuhauser, 2009).
27
1) Fungsi Vestibuler
a) Dix-Hallpike manoeuvre (Sura & Newell, 2010)
Dari posisi duduk di atas tempat tidur,
penderita dibaring-kan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan
saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus,
dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo) : vertigo
dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10
detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-
ulang beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak
ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-
langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula (non-fatigue)
b) Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-
pemeriksaan yang lain hasilnya normal. Pasien
diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30
kali. Lalu diperiksa nistagmus dan tanyakan
pasien apakah prosedur ersebut menginduksi
terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo
tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai
sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi
30
b. Fungsi Pendengaran
1) Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif
2) Audiometri : Loudness Balance Test, SISI,
Bekesy Audiometry, Tone Decay.
7. DIAGNOSIS PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric,
vestibular testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika
pasien mengeluhkan gangguan pendengaran. Vestibular testing tidak
dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness . Vestibular
testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas. Pemeriksaan
laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid
dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko
untuk terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala
mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII (Chain, 2009).
8. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Sekitar 20 sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan
berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien (table . dan
durasi gejala (table )
9. DIAGNOSIS BANDING
Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:
33
Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate
Syringobulosa
34
10. TERAPI
a. Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita
seringkali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo
tersebut, seringkali menggunakan pengobatan simptomatik.
Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu.
1) ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti
vertigo. Antihistamin yang dapat meredakan vertigo
seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga
memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf
pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek
samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).
Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.
2) ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo.
Obat antagonis kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan
Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,
antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti
anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat
yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum
diketahui.
3) CINNARIZINE (STUGERONE)
35
4) FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti
emetik (anti muntah). Namun tidak semua mempunyai
sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea
yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang
berkhasiat terhadap vertigo.
5) OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo.
Salah satunya obat simpatomimetik yang dapat
digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin. Lama
aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25
mg, 4 kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila
dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek
samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan
menjadi gelisah – gugup.
i Skopolamin
b. Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk
mengkompensasi gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang
dijumpai beberapa penderita yang kemampuan adaptasinya kurang
atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan
lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual
atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak
membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan
latihan ialah :
1) Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau
disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
2) Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3) Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
37
Contoh latihan :
1) Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata
ditutup.
2) Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi,
ekstensi, gerak miring).
3) Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka,
kemudian dengan mata tertutup.
4) Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian
dengan mata tertutup.
5) Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki
yang satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
6) Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7) Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8) Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang
bergerak dan juga memfiksasi pada objek yang diam.
Keterangan Gambar:
Chain, TC, 2009. Practical Neurology Third Edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois Journal.
Mardjono , M. & Sidharta, P., 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat.
Sudoyo, A, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Sura, DJ. & Newell, S., 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care. BJMP.
52