Disusun oleh :
dr. Made Edgard Surya Erlangga Rurus
Pembimbing:
dr. Asna, Sp.PD
Pendamping :
dr. Ani Ruliana
2
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis/Laboratoris
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, tinggi terutama sore dan
malam hari. Selain itu pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas,
kedinginan dan mual-mual. Pasien menyangkal adanya batuk, pilek, nyeri
perut, muntah, mimisan, gusi berdarah, dan ruam-ruam kemerahan dikulit.
BAK pasien lancar dan BAB dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah
berobat sendiri namun keluhan masih tetap. Disekitar rumah pasien ada yang
dirawat di rumah sakit karena demam berdarah.
Dua hari yang lalu pasien cek laboratorium secara mandiri dengan hasil
trombosit 141.000 dan Anti S. Paratyphi BC 1/320. Sebelum ke IGD pasien
juga cek lab mandiri dengan hasil trombosit 58.000.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan yang sama : (-)
Riwayat Diabetes Melitus : (-)
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi Sanmol dan Vit C atas inisiatif sendiri.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pelajar. Beberapa orang disekitar rumah
pasien ada yang dirawat di RS karena demam berdarah.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : GCS 456
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 83 x/ menit
3
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 37,9oC
SpO2 : 99%
Status Generalis
Kepala & leher : Tidak didapatkan anemis, ikterus, sianosis maupun
dyspnea.
Thorax :
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, bentuk normal, retraksi (-)
Palpasi : Dada mengembang simetris, fremitus raba dalam batas
normal
Perkusi : Sonor semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-
+/+ -/- -/-
+/+ -/- -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Lengkap 21/01/2021 (2 hari SMRS)
Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 11,7 g/dL 12,5 – 16
Leukosit 1.900 /mikroL 4.500 – 11.000
Trombosit 141.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 38 % 35 – 47
Eritrosit 4,8 juta/mikroL 4,2 – 5,4
Widal
Anti 1/320 Negatif
S.Paratyphi
BC
4
Rapid Antigen 23/01/2021 : NEGATIF
Darah Lengkap 23/01/2021 (Pagi SMRS)
Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 13,4 g/dL 12,5 – 16
Leukosit 2.300 /mikroL 4.500 – 11.000
Trombosit 58.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 41 % 35 – 47
Eritrosit 5.1 juta/mikroL 4,2 – 5,4
5
Neutrofil 33 % 50-70
Limfosit 39 % 20-40
Monosit 22 % 2-8
6
Edukasi:
- Menjelaskan diagnosis penyakit kepada pasien
- Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan sebagai penegakan diagnosis
- Menjelaskan terapi yang diberikan pada pasien
- Menjelaskan kepada pasien mengenai prognosis dan komplikasi yang
dapat terjadi
- Menjelaskan efek samping pemberian obat
7
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus darifamili Flaviviride, dan mempunyai 4
jenis serotipe yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang
yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami
infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Hal ini disebabkan infeksi dari salah
satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap virus yang bersangkutan, sedangkan
antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan terhadap serotipe lain (Kristina dkk, 2004).
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama
justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat
terinfeksi untuk kedua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis
virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat
8
menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk (Kristina dkk,
2004).
2.3 Patogenesis
9
meningkatkan replikasi virus. Antibodi non-neutralizing kurang menetralisir aktivitas
yang diinduksi pada infeksi primer dan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue
yang berbeda dan membentuk kompleks antibodi virus yang berikatan dengan
reseptor pada sel target yaitu sel fagosit seperti makrofag, monosit dan sel kupfer dan
mengakibatkan peningkatan infeksi virus dengue. Peningkatan infeksi virus dengue
oleh antibodi non-neutralizing disebabkan antibodi non-neutralizing terbentuk pada
infeksi primer dan membentuk kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Antibodi non- neutralizing yang bebas dalam sirkulasi
maupun melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatkan virus
dengue pada permukaan sel fagosit. Mekanisme ini merupakan mekanisme aferen.
Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,
hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. (Candra,
2010).
Nilai trombosit saat fase demam pada DBD mengalami penurunan dan
mencapai nilai terendah pada fase syok. Trombositopenia dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan masa hidup trombosit
yang pendek mengakibatkan dektruksi trombosit meningkat. Faktor yang
menyebabkan peningkatan dekstruksi trombosit adalah virus dengue, komponen aktif
sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit menjadi penyebab utama perdarahan
pada penyakit DBD (Candra, 2010).
10
2.4 Perjalanan Penyakit
2.5 Diagnosis
11
Gambar 2 Derajat DHF berdasarkan klasifikasi WHO 2011
1) Dengue Fever
Gejala klinis dari Demam Dengue dapat berbeda tergantung usia dari pasien.
Pada bayi dan anak usia muda mungkin menunjukkan demam yang tidak spesifik,
sedangkan pada anak - anak yang lebih tua mungkin menunjukkan demam yang lebih
ringan atau gejala klasik. Gejala klasik dari demam dengue antara lain demam tinggi
mendadak, kadang kadang pola bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri
belakang bola mata, nyeri otot, tulang, sendi, mual, muntah dan timbul ruam (WHO,
2005). Ruam ini dapat berbentuk makulopapular yang biasa timbul pada awal
timbulnya gejala (1 - 2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya
timbul ruam merah halus (hari ke 6 atau 7) terutama di daerah kaki, telapak kaki dan
tangan. Selain itu dapat juga ditemukan petekia. Dari pemeriksaan darah dapat
dijumpai leukopeni dan kadang trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai
rasa lesu berkepanjangan, terutama pada usia dewasa (Depkes RI, 2007). Pada
keadaan wabah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
12
seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri dan menoragi.
Keadaan demam dengue dengan perdarahan ini harus dibedakan dengan demam
berdarah dengue, karena pada demam dengue tidak dijumpai adanya kebocoran
plasma yang dapat dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan
asites. (Hadinegoro, 2005).
Syok biasanya terjadi saat atau segera setelah demam turun, yaitu antara hari
ke 3 - 7. Penderita awalnya nampak letargi atau gelisah, kemudian jatuh dalam
keadaan syok yang ditandai dengan kulit dingin, lembab, sianosis sekitar mulut, nadi
cepat lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih sadar
13
walaupun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian
cairan yang adekuat biasanya syok dapat teratasi, namun bila terlambat dapat
menimbulkan penyulit lainnya yang dapat memperburuk prognosis. Penyulit lainnya
antara lain: asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, infeksi (pneumonia,
sepsis, phlebitis), over hidrasi, gagal hati (Hadinegoro, 2005).
1. Laboratorium
i. Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari ke-5 sakit dan
mencapai puncaknya pada hari ke 10- 14, selanjutnya akan
menurun/menghilang pada akhir minggu keempat sakit.
ii. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari
sakit ke-14 dan menghilang setelah 6 bulan dampai 4 tahun. Sedangkan
pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
iii. Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dan infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG > 1,2 menunjukkan infeksi primer,
namun apabila IgM:IgG rasio < 1,2 menunjukkan infeksi sekunder.
(Widoyono, 2011)
14
Gambar 3. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue
(WHO,2011)
2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi:
a. Distres pernafasan/sesak
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DHF dari demam dengue
dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan
dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid,
perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan sesuai indikasi. Sedangkan penyakit darah seperti ITP,
leukemia, dan anemia aplastik dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah
tepi lengkap disertai pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan. Selain
itu, penyakit infeksi lain seperti sepsis dan meningitis juga perlu dipikirkan apabila
penderita mengalami demam disertai syok (Suhendro, 2009).
15
2.8 Tata Laksana
1. Fase demam
a. Medikamentosa
b. Supportif
Dapat diberikan cairan peroral dan cairan intravena rumatan per hari +
5% defisit yang diberikan untuk 48 jam atau lebih. Kecepatan cairan IV
sendiri disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan
klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit.
16
- Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa
transisi ke fase bebas demam sejalan dengan proses penyakit
- Cairan koloid diguakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat dan
tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan
- Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat
tidak ada perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup,
maka perhatikan ABCS yang terdiri dari A – Acidosis: gas darah, B –
Bleeding: hematokrit, C – Calcium: elektrolit, Ca++ dan S – Sugar: gula
darah. (Karyanti, 2014).
17
2. Fase kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
defisit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
Pada DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV) penanganan yang
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah
sudah didapat, cairan selanjutnya sesuai dengan algoritma pada derajat III
b. Bila syok belum teratasi: setelah 10 ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30 ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan
koreksi hasil laboratorium yang tidak normal
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, dapat diberikan cairan elektrolit
per oral bila pasien sadar atau lewat jalur intraoseus. Jalur intraosesus dilakukan
18
dalam keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer
atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan
secara cepat dalam 2-5 menit.
3. Fase penyembuhan
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta
monitor tiap 12-24 jam. Pasien dapat dipulangkan dengan indikasi sebagai berikut:
c. Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
d. Diuresis baik
f. Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
2.9 Pencegahan
19
tempat penampungan air seperti drum, kendi, dan lain sebagainya; dan 3)
Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah. Adapun
yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti 1)
Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2)
Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur;
4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir
nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; dan 7) Menghindari
kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat
nyamuk. PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba,
karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan (Kemenkes RI, 2016).
20
PEMBAHASAN
Nn QWA, 19 tahun, datang ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan
demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, tinggi terutama sore
dan malam hari. Selain itu pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas,
kedinginan dan mual-mual. Pasien menyangkal adanya batuk, pilek, nyeri perut,
muntah, mimisan, gusi berdarah, dan ruam-ruam kemerahan dikulit. BAK pasien
lancar dan BAB dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah berobat sendiri
namun keluhan masih tetap. Disekitar rumah pasien ada yang dirawat di rumah
sakit karena demam berdarah.
21
DAFTAR PUSTAKA
Candra, A. 2010. Demam berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 hal 110-119.
Hadinegoro SR, Satari HI. 2005. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dalam Tata laksana
Kasus DBD. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Karyanti, MR. 2014. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. Diakses di
https://humasidikabbekasi.files.wordpress.com/2014/05/pit1_diagnosis-dan-
tatalaksana-dbd-terkini.pdftanggal 12 Desember 2019.
Kristina, Isminah, Leny Wulandari. 2004. Demam Berdarah Dengue. Diakses dari
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm tanggal
15 Desember 2019.
22