Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO KASUS MEDIK

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Disusun oleh :
dr. Made Edgard Surya Erlangga Rurus

Pembimbing:
dr. Asna, Sp.PD

Pendamping :
dr. Ani Ruliana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSU AISYIYAH PONOROGO
2021
Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : dr. Made Edgard Surya Erlangga Rurus
No. ID dan Nama Wahana : RSU Aisyiyah Ponorogo
Topik : Kasus medik : Dengue Hemorrhagic Fever
Tanggal (kasus):
Nama Pasien: Nn. QWA/ 19 th No RM: 501618
Tanggal Presentasi: 14 Febuari 2021 Pendamping: dr. Ani Ruliana
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Bayi Anak Lansia Bumil
Neonatus Remaja Dewasa
Deskripsi: Pasien datang ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan
demam
Tujuan: Mengoptimalkan penatalaksanaan kasus dengue hemorragic fever
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan Pustaka
Cara Diskusi Presentasi & E-mail Pos
membahas diskusi

Data pasien Nama: No RM: 501618


Nn. QWA/ 19 th
Nama Klinik: RSU Telp: (-) Terdaftar 23 Januari 2020
Aisyiyah Ponorogo
Data utama untuk bahan diskusi

2
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis/Laboratoris

ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, tinggi terutama sore dan
malam hari. Selain itu pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas,
kedinginan dan mual-mual. Pasien menyangkal adanya batuk, pilek, nyeri
perut, muntah, mimisan, gusi berdarah, dan ruam-ruam kemerahan dikulit.
BAK pasien lancar dan BAB dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah
berobat sendiri namun keluhan masih tetap. Disekitar rumah pasien ada yang
dirawat di rumah sakit karena demam berdarah.

Dua hari yang lalu pasien cek laboratorium secara mandiri dengan hasil
trombosit 141.000 dan Anti S. Paratyphi BC 1/320. Sebelum ke IGD pasien
juga cek lab mandiri dengan hasil trombosit 58.000.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan yang sama : (-)
Riwayat Diabetes Melitus : (-)
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi Sanmol dan Vit C atas inisiatif sendiri.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pelajar. Beberapa orang disekitar rumah
pasien ada yang dirawat di RS karena demam berdarah.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : GCS 456
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 83 x/ menit

3
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 37,9oC
SpO2 : 99%

Status Generalis
Kepala & leher : Tidak didapatkan anemis, ikterus, sianosis maupun
dyspnea.
Thorax :
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Simetris, bentuk normal, retraksi (-)
Palpasi : Dada mengembang simetris, fremitus raba dalam batas
normal
Perkusi : Sonor semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-
+/+ -/- -/-
+/+ -/- -/-

Abdomen : Flat, supel, BU (+) normal, hepar/lien tidak teraba.


Extremitas : Akral hangat kering merah, CRT <2 detik, tidak
didapatkan edema.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Lengkap 21/01/2021 (2 hari SMRS)
Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 11,7 g/dL 12,5 – 16
Leukosit 1.900 /mikroL 4.500 – 11.000
Trombosit 141.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 38 % 35 – 47
Eritrosit 4,8 juta/mikroL 4,2 – 5,4
Widal
Anti 1/320 Negatif
S.Paratyphi
BC

4
Rapid Antigen 23/01/2021 : NEGATIF
Darah Lengkap 23/01/2021 (Pagi SMRS)
Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 13,4 g/dL 12,5 – 16
Leukosit 2.300 /mikroL 4.500 – 11.000
Trombosit 58.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 41 % 35 – 47
Eritrosit 5.1 juta/mikroL 4,2 – 5,4

Darah Lengkap 24/01/2021 (MRS H-1)


Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 12.2 g/dL 12,5 – 16
Leukosit 4.400 /mikroL 4.500 – 11.000
Trombosit 61.000(duplo) /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 39 % 35 – 47
Eritrosit 4.7 juta/mikroL 4,2 – 5,4
Eosinofil 5 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
Neutrofil 48 % 50-70
Limfosit 27 % 20-40
Monosit 19 % 2-8

Imunoserologi 24/01/2021 (MRS H-1)


Anti Dengue IgG & IgM
Dengue IgG Positif Negatif
Dengue IgM Positif Negatif

Darah Lengkap 25/01/2021 (MRS H-2)


Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 12.2 g/dL 12,5 – 16
Leukosit 4.000 /mikroL 4.500 – 11.000
Trombosit 68.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 38 % 35 – 47
Eritrosit 4.6 juta/mikroL 4,2 – 5,4
Eosinofil 4 % 1-3
Basofil 2 % 0-1

5
Neutrofil 33 % 50-70
Limfosit 39 % 20-40
Monosit 22 % 2-8

Darah Lengkap 26/01/2021 (MRS H-3)


Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 12.3 g/dL 12,5 – 16
Leukosit 4.400 /mikroL 4.500 – 11.000
Trombosit 115.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 38 % 35 – 47
Eritrosit 4.5 juta/mikroL 4,2 – 5,4
Eosinofil 3 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
Neutrofil 41 % 50-70
Limfosit 41 % 20-40
Monosit 14 % 2-8
2. Problem list
- Demam
- Badan lemas dan kedinginan
- Kesulitan menelan
- Trombosit 58.000 mikro/L
- Leukosit 2.300 mikro/L
- Serologi Anti Dengue IgG & IgM : Positif
3. Assesment
Dengue Hemorrhagic Fever
4. Planning
Diagnosis: Lab darah serial
Terapi:
- Loading PZ 500cc maintenance 20 tpm
- Inj. Ranitidin 2 x 1
- Inj. Ondancentron 3 x 1
- Inj. Santagesic 3 x 1
- Inj. Vit K 3 x 1
- Curcuma 3 x 1 tab
Monitoring:
Kesadaran, keluhan, tanda vital, laboratorium (trombosit)

6
Edukasi:
- Menjelaskan diagnosis penyakit kepada pasien
- Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan sebagai penegakan diagnosis
- Menjelaskan terapi yang diberikan pada pasien
- Menjelaskan kepada pasien mengenai prognosis dan komplikasi yang
dapat terjadi
- Menjelaskan efek samping pemberian obat























7
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Demam berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan


penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari
empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis
hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh (WHO, 2010).

Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Dengue Fever (DF), Dengue


Haemorrhagic Fever (DHF), dan Dengue Shock Syndrome (DSS). Infeksi dengue
dijumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah dengue
merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini
masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mordalitas dan
mortalitas (Depkes, 2010).

2.2 Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus darifamili Flaviviride, dan mempunyai 4
jenis serotipe yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang
yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami
infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Hal ini disebabkan infeksi dari salah
satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap virus yang bersangkutan, sedangkan
antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan terhadap serotipe lain (Kristina dkk, 2004).

Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama
justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat
terinfeksi untuk kedua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis
virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat

8
menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk (Kristina dkk,
2004).

Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor


pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes
albopicus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan
penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang
yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk
selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue
tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan
virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur atau transovarial
(Vorvick, 2010)

2.3 Patogenesis

Patogenesis demam berdarah dengue ( DBD ) dibedakan menjadi dua teori


yaitu teori rantai virulensi dari virus dengue (DEN-1, -2, -3, and -4) dan teori yang
berhubungan dengan respon imunitas host. Teori rantai virulensi dari virus dengue
dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor transmisi utama penyakit
dengue. Aedes aegypti berkembang biak di tempat penyimpanan air pada sanitasi
yang buruk. Musim hujan merupakan musim yang ideal untuk larva dan lingkungan
yang tepat untuk nyamuk bertelur. Siklus hidup dimulai ketika nyamuk betina Aedes
aegypti menghisap darah dari manusia yang telah terinfeksi virus dengue. Di dalam
sistem pencernaan nyamuk Aedes aegypti, virus bereplikasi selama 8 sampai 12 hari.
Proses ini merupakan periode inkubasi ekstrinsik. Ketika nyamuk yang telah
terinfeksi menghisap kembali, dia akan mentransmisikan virus kepada manusia lain
melalui injeksi cairan ludahnya. Ketika virus telah masuk ke dalam tubuh manusia,
virus akan bereplikasi pada organ target dan akan beredar dalam darah. Proses ini
merupakan periode inkubasi intrinsik. Gejala muncul pada 3 sampai 14 hari setelah
inokulasi dan mungkin bertahan sampai 7 hari atau lebih (Candra, 2010).

Teori lain menyebutkan demam berdarah dengue (DBD) dimediasi oleh


respon imun host termasuk antibodi. Antibodi yang terbentuk saat infeksi dengue
adalah IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit.
Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu antibodi neutralizing yang tidak dapat
memacu replikasi virus dan antibodi non-neutralizing virus dengue yang

9
meningkatkan replikasi virus. Antibodi non-neutralizing kurang menetralisir aktivitas
yang diinduksi pada infeksi primer dan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue
yang berbeda dan membentuk kompleks antibodi virus yang berikatan dengan
reseptor pada sel target yaitu sel fagosit seperti makrofag, monosit dan sel kupfer dan
mengakibatkan peningkatan infeksi virus dengue. Peningkatan infeksi virus dengue
oleh antibodi non-neutralizing disebabkan antibodi non-neutralizing terbentuk pada
infeksi primer dan membentuk kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Antibodi non- neutralizing yang bebas dalam sirkulasi
maupun melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatkan virus
dengue pada permukaan sel fagosit. Mekanisme ini merupakan mekanisme aferen.
Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,
hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. (Candra,
2010).

Terdapat penurunan kadar serum komplemen dikarenakan adanya aktivasi


sistem komplemen dan bukan karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi
komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang dapat
menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamine dan sebagai mediator kuat untuk
peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume plasma dan syok hipovolemik.
Komplemen bereaksi dengan epitop virus di sel endotel, permukaan trombosit dan
limfosit T sehingga mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran
plasma, syok dan perdarahan. Komplemen berinteraksi dengan monosit mengeluarkan
substansi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon gamma
dan interleukin (IL-2 dan IL-1) yang meningkatkan permeabilitas kapiler. Mekanisme
ini disebut mekanisme efektor. (Kristina, 2004).

Nilai trombosit saat fase demam pada DBD mengalami penurunan dan
mencapai nilai terendah pada fase syok. Trombositopenia dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan masa hidup trombosit
yang pendek mengakibatkan dektruksi trombosit meningkat. Faktor yang
menyebabkan peningkatan dekstruksi trombosit adalah virus dengue, komponen aktif
sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit menjadi penyebab utama perdarahan
pada penyakit DBD (Candra, 2010).

10
2.4 Perjalanan Penyakit

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, yaitu:

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi

2. Fase kritis/perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma


dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites

3. Fase recovery/convalescence: perembesan plasma mendadak berhenti disertai


reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma (Suhendro, 2009)

Gambar 1 Perjalanan penyakit infeksi dengue (Suhendro, 2009)

2.5 Diagnosis

Demam dengue ditandai oleh gejala-gejala klinik berupa demam, tanda-tanda


perdarahan, hepatomegali, dan syok. Gejala-gejala tersebut yaitu demam tinggi yang
mendadak, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, dan demam naik turun
(demam bifasik). Pada beberapa kasus terjadi peningkatan suhu tubuh yang sangat
tinggi hingga 40oC dan dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan
fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun
dan pasien seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat menjadi pertanda awal
kejadian syok, biasanya pada hari ketiga demam (Hadinegoro, 2005).

11
Gambar 2 Derajat DHF berdasarkan klasifikasi WHO 2011

Gejala klinik dari masing-masing dengue fever (DF), dengue haemorrhagic


fever (DHF), dan dengue shock syndrome (DSS) dapat dibedakan seperti dijelaskan di
bawah ini:

1) Dengue Fever

Gejala klinis dari Demam Dengue dapat berbeda tergantung usia dari pasien.
Pada bayi dan anak usia muda mungkin menunjukkan demam yang tidak spesifik,
sedangkan pada anak - anak yang lebih tua mungkin menunjukkan demam yang lebih
ringan atau gejala klasik. Gejala klasik dari demam dengue antara lain demam tinggi
mendadak, kadang kadang pola bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri
belakang bola mata, nyeri otot, tulang, sendi, mual, muntah dan timbul ruam (WHO,
2005). Ruam ini dapat berbentuk makulopapular yang biasa timbul pada awal
timbulnya gejala (1 - 2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya
timbul ruam merah halus (hari ke 6 atau 7) terutama di daerah kaki, telapak kaki dan
tangan. Selain itu dapat juga ditemukan petekia. Dari pemeriksaan darah dapat
dijumpai leukopeni dan kadang trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai
rasa lesu berkepanjangan, terutama pada usia dewasa (Depkes RI, 2007). Pada
keadaan wabah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan

12
seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri dan menoragi.
Keadaan demam dengue dengan perdarahan ini harus dibedakan dengan demam
berdarah dengue, karena pada demam dengue tidak dijumpai adanya kebocoran
plasma yang dapat dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan
asites. (Hadinegoro, 2005).

2) Dengue Hemorrhagic Fever

Gejala klasik dari demam berdarah dengue ditandai dengan 4 manifestasi


klinis utama yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit dan seringkali
disertai pembesaran hati (hepatomegali) dan kegagalan peredaran darah. Keluhan lain
seperti anoreksia, nyeri kepala, otot, tulang dan sendi, serta mual dan muntah sering
ditemukan. Biasanya juga ditemukan nyeri perut di epigastrium dan dibawah tulang
iga. Pada beberapa penderita kadang mengeluh nyeri telan dengan faring hiperemis
saat dilakukan pemeriksaan, namun jarang didapatkan batuk – pilek (Depkes RI,
2007). Bentuk perdarahan yang paling sering ditemukan adalah pada uji tourniquet,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau bekas
pengambilan darah. Umumnya ditemukan petekie halus yang tersebar didaerah
ekstremitas, aksila, wajah dan palatum mole pada fase awal demam. Epistaksis,
perdarahan pada gusi,dan perdarahan pada saluran cerna kadang ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan perabaan mulai dari hanya teraba sampai 2 -
4 cm di bawah arcus costae kanan. Fenomena patofisiologi utama yang membedakan
DBD dari DD adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, hipotensi, trombositopenia, peningkatan hematokrit
(hemokonsentrasi), dan hipoproteinemia. Masa krisis terjadi pada akhir fase demam,
dimana terjadi penurunan suhu tiba - tiba yang seringkali disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi beratnya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
terjadi perubahan minimal dan hanya sementara, sedangkan pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok. (Hadinegoro, 2005).

3) Dengue Shock Syndrome

Syok biasanya terjadi saat atau segera setelah demam turun, yaitu antara hari
ke 3 - 7. Penderita awalnya nampak letargi atau gelisah, kemudian jatuh dalam
keadaan syok yang ditandai dengan kulit dingin, lembab, sianosis sekitar mulut, nadi
cepat lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih sadar

13
walaupun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian
cairan yang adekuat biasanya syok dapat teratasi, namun bila terlambat dapat
menimbulkan penyulit lainnya yang dapat memperburuk prognosis. Penyulit lainnya
antara lain: asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, infeksi (pneumonia,
sepsis, phlebitis), over hidrasi, gagal hati (Hadinegoro, 2005).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis DHF adalah (Widoyono, 2011):

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,


hematokrit dan trombosit. Antigan NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1
setelah demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi seteah hari
sakit ke 5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis
awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan
penyakit DF/DHF.

b. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue

i. Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari ke-5 sakit dan
mencapai puncaknya pada hari ke 10- 14, selanjutnya akan
menurun/menghilang pada akhir minggu keempat sakit.

ii. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari
sakit ke-14 dan menghilang setelah 6 bulan dampai 4 tahun. Sedangkan
pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.

iii. Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dan infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG > 1,2 menunjukkan infeksi primer,
namun apabila IgM:IgG rasio < 1,2 menunjukkan infeksi sekunder.
(Widoyono, 2011)

14
Gambar 3. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue
(WHO,2011)

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi:

a. Distres pernafasan/sesak

b. Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa kelainan


radiologis terjadi bila perembesan plasma telah mencapai 20-40%

c. Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai


edema paru karena overload pemberian cairan

d. Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru


terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak
dibandingkan yang kiri, dan efusi pleura. (Widoyono, 2011)

2.7 Diagnosis Banding

Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DHF dari demam dengue
dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan
dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid,
perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan sesuai indikasi. Sedangkan penyakit darah seperti ITP,
leukemia, dan anemia aplastik dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah
tepi lengkap disertai pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan. Selain
itu, penyakit infeksi lain seperti sepsis dan meningitis juga perlu dipikirkan apabila
penderita mengalami demam disertai syok (Suhendro, 2009).

15
2.8 Tata Laksana

Gambar 4. Jalur triase kasus curiga infeksi dengue (karyati, 2014)

1. Fase demam

a. Medikamentosa

Terapi medikamentosa yang dapat diberikan seperti antipiretik dan


antibiotik. Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati jika tidak ada
perdarahan saluran cerna. Diusahakan untuk tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan (seperti antasida maupun antiemetik) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati.

b. Supportif

Dapat diberikan cairan peroral dan cairan intravena rumatan per hari +
5% defisit yang diberikan untuk 48 jam atau lebih. Kecepatan cairan IV
sendiri disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan
klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit.

c. Tanda kegawatan (Warning signs)

Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase perjalanan penyakit


infeksi dengue, seperti berikut:

16
- Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa
transisi ke fase bebas demam sejalan dengan proses penyakit

- Muntah yang menetap, tidak mau minum

- Nyeri perut hebat

- Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak

- Perdarahan: epistaksis, BAB hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,


warna urin gelap (hemoglobinuria)/ hematuria.

- Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)

- Pucat, akral dingin dan lembab

- Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

d. Prinsip umum terapi cairan pada DBD

Sebelumnya perlu diketahui indikasi pemberian cairan intravena yaitu pasien


tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah, hematokrit
meningkat 10-20% meskipun dengan rehidrasi oral, dan didapatkan ancaman syok
atau dalam keadaan syok. Adapun prinsip umum terapi cairan pada pasien DBD
sebagai berikut:

- Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis

- Cairan koloid diguakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat dan
tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan

- Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga


volume dan cairan intravaskular yang adekuat

- Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis

- Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat
tidak ada perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup,
maka perhatikan ABCS yang terdiri dari A – Acidosis: gas darah, B –
Bleeding: hematokrit, C – Calcium: elektrolit, Ca++ dan S – Sugar: gula
darah. (Karyanti, 2014).

17
2. Fase kritis

Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
defisit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.

Gambar 5. Tata laksana DBD dengan syok (DSS)

Pada DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV) penanganan yang
dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah
sudah didapat, cairan selanjutnya sesuai dengan algoritma pada derajat III

b. Bila syok belum teratasi: setelah 10 ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30 ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan
koreksi hasil laboratorium yang tidak normal

c. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya


(setelah review hematokrit sebelum resusitasi)

d. Monitor ketat (pemasangan kateterisasi urin, kateterisasi pembuuh darah


vena pusat/jalur arteri)

e. Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, dapat diberikan cairan elektrolit
per oral bila pasien sadar atau lewat jalur intraoseus. Jalur intraosesus dilakukan

18
dalam keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer
atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan
secara cepat dalam 2-5 menit.

3. Fase penyembuhan

Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta
monitor tiap 12-24 jam. Pasien dapat dipulangkan dengan indikasi sebagai berikut:

a. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik

b. Nafsu makan telah kembali

c. Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur

d. Diuresis baik

e. Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok

f. Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites

g. Trombosit > 50.000/mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada


umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari
(Karyanti, 2014).

2.9 Pencegahan

Terjadinya DBD di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko,


yaitu: 1) Lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat perindukan
nyamuk Aedes; 2) Pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai pentingnya
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus; 3) Perluasan daerah endemik akibat
perubahan dan manipulasi lingkungan yang etrjadi karena urbanisasi dan
pembangunan tempat pemukiman baru; serta 4) Meningkatnya mobilitas penduduk.
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus ini
sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan. Program PSN, yaitu:
1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum,
penampung air lemari es dan lain-lain; 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-

19
tempat penampungan air seperti drum, kendi, dan lain sebagainya; dan 3)
Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah. Adapun
yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti 1)
Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2)
Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur;
4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir
nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; dan 7) Menghindari
kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat
nyamuk. PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba,
karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan (Kemenkes RI, 2016).

20
PEMBAHASAN
Nn QWA, 19 tahun, datang ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan
demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, tinggi terutama sore
dan malam hari. Selain itu pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas,
kedinginan dan mual-mual. Pasien menyangkal adanya batuk, pilek, nyeri perut,
muntah, mimisan, gusi berdarah, dan ruam-ruam kemerahan dikulit. BAK pasien
lancar dan BAB dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah berobat sendiri
namun keluhan masih tetap. Disekitar rumah pasien ada yang dirawat di rumah
sakit karena demam berdarah.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis, suhu tubuh


37,9C.

Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap, didapatkan penurunan pada


trombosit (58,000 /mikroL), leukosit (2,300 /mikroL) dan Anti Dengue IgM dan
IgG positif.

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat


disimpulkan bahwa pasien mengalami Dengue Hemorrhagic Fever.

Selama dirawat di ruangan, pasien mendapatkan terapi berupa infus PZ 20


tpm, inj. Ranitidin 2 x 1, inj. Ondancentron 3 x 1, inj. Santagesic 3 x 1, inj. Vit K
3 x 1 dan Curcuma 3 x 1 tablet. Selama 3 hari pasien dirawat setiap hari
dilakukan pemeriksaan darah lengkap sampai kadar trombosit pasien meningkat
disertai keadaan umum pasien membaik.

21
DAFTAR PUSTAKA
Candra, A. 2010. Demam berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 hal 110-119.

Depkes RI. 2010. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue.


Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Hadinegoro SR, Satari HI. 2005. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis 
Penyakit Dalam dalam Tata laksana
Kasus DBD. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Karyanti, MR. 2014. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. Diakses di
https://humasidikabbekasi.files.wordpress.com/2014/05/pit1_diagnosis-dan-
tatalaksana-dbd-terkini.pdftanggal 12 Desember 2019.

Kemenkes RI. 2016. Kendalikan DBD dengan PSN 3M Plus. Diakses di


http://www.depkes.go.id/article/view/16020900002/kendalikan-dbd-dengan-
psn-3m-plus.html tanggal 13 Desember 2019.

Kristina, Isminah, Leny Wulandari. 2004. Demam Berdarah Dengue. Diakses dari
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm tanggal
15 Desember 2019.

Suhendro, dkk. 2009. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Perhimpunan Dokter


Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.

Vorvick, L. 2010. Dengue Haemorrhagic Fever. Diakses di


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88892/ tanggal 15 Desember
2019

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis tentang Epidemiologi, Penularan, Pencegahan


&Pemberantasannya. Edisi II. Jakarta: Erlangga.

World Health Organization. 2010. Handbook for Clinical Management of Dengue.


Diakses dari http://www.who.int/rpc/guidelines/9789241547871/en/ tanggal 14
Desember 2019.

22

Anda mungkin juga menyukai