Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

SUSPEK INFEKSI SALURAN KEMIH DD APPENDISITIS AKUT DD


PELVIC INFLAMMATORY DISEASE (PID) + ANEMIA RINGAN

Disusun Oleh :
dr. Kesya Kimberly

Pembimbing :
dr. Wintiana Marta Ria Silaen, M.Biomed, Sp.PD

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADEMANGAN


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE FEBRUARI – AGUSTUS 2022
JAKARTA
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SRY
Usia : 31 tahun
Tempat Tinggal : Pademangan
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pekerjaan : Pegawai kantor
Suku bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 16 Februari 2022
No. Rekam Medis : 0465xx

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUD Pademangan dengan nyeri perut kanan bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak 6 hari SMRS. Nyeri awalnya muncul
tiba-tiba, kemudian dirasakan terus-menerus dan semakin lama semakin nyeri, dengan rasa
paling nyeri sejak pagi SMRS. Nyeri dirasakan seperti tertusuk benda tajam, dirasakan sering
kali setiap waktu. Pasien bercerita bahwa nyeri perut dirasakan menjalar hingga ke pinggang
kanan. Nyeri dirasakan lebih baik apabila pasien duduk membungkuk, dan diperparah ketika
pasien buang air kecil. Skala nyeri pasien 8/10. Pasien juga mengeluh demam sejak 6 hari
SMRS, demam dirasakan muncul mendadak, bersamaan dengan rasa nyeri perut, namun tidak
diukur suhunya. Pasien sudah minum parasetamol tablet, dan suhunya dikatakan sudah turun.
Pasien juga mengeluhkan ada rasa mual, nafsu makan menurun, namun tidak muntah. Muntah
darah disangkal oleh pasien. BAK pasien lebih sering dan sulit tertahankan sejak kurang lebih 5
minggu SMRS. BAK pasien juga dirasakan panas dan anyang-anyangan. BAK darah, keluar
batu, keluar pasir disangkal oleh pasien. Keluar keputihan juga disangkal oleh pasien. Pasien
tidak sedang hamil, dan mengaku baru selesai menstruasi (HPHT: 7/2/2022). Riwayat menstruasi
pasien dikatakan normal setiap bulan selama kurang lebih 3-4 hari, dan mengganti pembalut
sebanyak 2-3x. Flek-flek darah disangkal oleh pasien. BAB pasien tidak ada keluhan, BAB
hitam maupun darah disangkal oleh pasien. Sejak sakit, pasien merasa tidak nafsu makan dan
hanya dapat makan sedikit-sedikit. Konsumsi obat-obatan rutin disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Pasien belum pernah merasakan keluhan yang serupa seperti ini. Riwayat darah tinggi,
gula darah tinggi, penyakit jantung, riwayat penyakit menular seksual, riwayat operasi, riwayat
ambeyen, penyakit liver, muntah darah, maupun penyakit kronik lainnya disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat darah tinggi, gula
darah tinggi disangkal oleh pasien. Pasien mengaku neneknya memiliki riwayat sakit jantung.
Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai pegawai kantoran, pasien mengaku jarang minum air putih dan
sering menahan BAK. Pasien juga mengaku memiliki riwayat hygine yang kurang baik karena
sering tidak membersihkan kemaluan setelah BAK. Pasien mengganti celana dalam 1x sehari.
Pasien bukan merupakan seorang vegetarian, namun pasien mengaku tidak suka dan
jarang sekali makan daging-dagingan. Pasien lebih senang mengkonsumsi tempe, tahu, dan
sayur-sayuran.
Pasien sudah menikah dan rutin berhubungan seksual 1 minggu sekali dengan
pasangannya, nyeri atau darah setelah berhubungan seksual disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengaku selalu membersihkan kemaluannya setelah berhubungan seksual. Pasien memakai KB
IUD sejak 2 tahun SMRS.
Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS, kesan ekonomi keluarga pasien cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Februari 2022
a. Keadaan umum : tampak sakit sedang
b. Kesadaran : E4M6V5 (compos mentis)
c. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : 128/83 mmHg
b. Nadi : 98x/menit
c. Laju nafas : 20x/menit
d. Suhu : 36.8oC
e. SpO2 : 98% room air
d. Kepala : normocephali, rambut berwarna hitam, konjungtiva
anemis +/+, sklera ikterik -/-
e. Thorax :
a. Paru:
i. Inspeksi : simetris kanan dan kiri
ii. Palpasi : tactile vocal fremitus simetris, normal, nyeri tekan
(-), pelebaran ICS (-)
iii. Perkusi : sonor seluruh lapang paru
iv. Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
b. Jantung
i. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
ii. Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V Mid-Clavicula sinistra
dan tidak kuat angkat (-), thrill (-)
iii. Perkusi : dalam batas normal
iv. Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen:
a. Inspeksi : cembung (+), ikterik (-), sikatrik (-), caput medusa (-)
b. Auskultasi : bising usus (+) normal
c. Perkusi : timpani (+), nyeri ketok CVA (+/-)
d. Palpasi : massa (-), defans muscular (-), hepatomegaly (-), distensi
(-), Nyeri tekan ad regio lumbal dan suprapubik dextra (+)
e. Special test : NT McBurney (+), rebound tenderness (-), Rovsing’s sign
(+), psoas sign (+), obturator sign (+)
g. Ekstremitas: hangat, CRT <2s, edema -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin + Diff Count (16 – 2 – 2022)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hemoglobin 9.3 gr/dL 12-14
Leukosit 7.360 L 5.000 – 10.000
Eritrosit 3.49 Juta/L 4-5
Trombosit 409 10^3 L 150 – 400
Hematokrit 28 % 37 – 43
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 5 % 1–3
N. Batang 0 % 1–3
N. Segmen 73 % 40 – 70
Limfosit 18 % 20 – 40
Monosit 4 % 2–8

Urinalisis Lengkap (16 – 2 – 2022)


Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1.005 1.005 – 1.030
pH 6.0 4.5 – 8.0
Protein (albumin) Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Darah/Hb Positif 2 / ++ Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 3.2 mg/dL 3.2 – 16
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit esterase Positif 2 / ++ Negatif
Sedimen Urin
Leukosit 20 – 30 LPB 0–5
Eritrosit 5 – 11 LPB 0–2
Silinder Negatif
Sel epitel Positif
Bakteria Positif Negatif
Kristal Negatif
Lain-lain
2. Pemeriksaan USG (16 – 2 – 2022)
USG Abdomen

Kesan:
- Hepar: ukuran dan echostruktur tampak normal, permukaan rata tepi tajam. Sistema bilier dan
veskular intrahepatik tak melebar. Tak tampak lesi fokal/SOL pada kedua lobus hepar.
- Vesica fellea: bentuk dan ukuran baik, dinding tak menebal, tak tampak batu maupun sludge.
- Pankreas: ukuran dan echostruktur tampak normal. Tak tampak lesi fokal/SOL maupun
kalsifikasi.
- Lien: ukuran dan echostruktur tampak normal. Permukaan rata. Tak tampak lesi fokal/SOL
maupun kalsifikasi.
- Aorta: Bentuk dan kaliber baik. Tak tampak pembesaran kelenjar limfe paraaorta.
- Ren bilateral: ukuran dan echostruktur tampal normal, batas korteks dan medulla tampak tegas,
sitema pelvio calyxes (SPC) tak melebar. Tak tampak, massa/nodule maupun batu.
- Vesica urinaria: ukuran dan bentuk tampal normal, dinding tampak licin. Tak tampak massa
maupun batu.
- Uterus: ukuran dan echostruktur tampak normal, posisi antefleksi, tampak IUD intra-uterin.
Tak tampak massa maupun kalsifikasi
- Regio McBurney: Kaliber appendix 0,54 cm, tak tampak adanya peri-appendiceal infiltrate
maupun peri-appendiceal abses.

3. Rontgen Thorax AP (16 – 2 – 2022)

Kesan:
- Kedua apex paru tampak tenang
- Corakan bronchovaskuler normal
- Sinus costofrenikus dan diafragma baik
- Cor: CTR < 0,5

4. USG Pelvis (17 – 2 – 2022)

Kesan: Uterus ukuran dan echostruktur tampak normal, posisi antefleksi, tampak IUD intra-
uterin. Tak tampak massa maupun kalsifikasi.
RESUME
Pasien Ny. SRY, 31 tahun datang ke IGD RSUD Pademangan dengan keluhan nyeri
perut pada bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan sejak 6 hari SMRS, nyeri dirasakan terus-
menerus, semakin hari semakin bertambah nyeri, dan menjalar ke pinggang bagian kanan,
terutama saat pasien buang air kecil. Nyeri dikatakan membaik saat pasien duduk membungkuk.
Skala nyeri 8/10. Nyeri mucnul bersama dengan demam (+) yang sudah minum parasetamol dan
suhunya sudah turun, mual (+), muntah (-). Muntah darah (-). Disuria (+), BAK panas (+),
anyang-anyangan (+), hematuria (-), batu (-), pasir (-), leukorhea (-). BAB normal. BAB darah
(-), BAB hitam (-). Hamil (-), flek-flek darah (-). Keluhan yang sama sebelumnya disangkal
pasien. Pasien mengaku bahwa memiliki riwayat kebersihan yang buruk, jarang minum air, dan
sering menahan BAK. Pasien juga jarang makan daging-dagingan dan lebih senang
mengkonsumsi tempe, tahu, dan sayur-sayuran. Pasien memakai KB IUD sejak 2 tahun SMRS,
riwayat menstruasi normal, hubungan seksual normal, nyeri (-). Konsumsi obat-obatan rutin (-).
Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah: 128/83 mmHg, Nadi 98x/menit, Laju nafas
20x/menit, Suhu 36.8oC, pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada bagian lumbal
dextra dan suprapubik, disertai nyeri ketok CVA pada bagian kanan. Nyeri tekan McBurney (+),
rebound tenderness (-), Rovsing’s sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada hasil pemeriksaan darah rutin, Hb pasien
bernilai 9.3. Kemudian, pada urinalisis lengkap didapatkan hasil terdapat adanya leukosit
esterase (+2), dan peningkatan leukosit pada urin pasien disertai dengan bacteriuria (+2).
Sedangkan pada pemeriksaan USG abdomen dan USG pelvis didapatkan hasil dalam batas
normal.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: Suspek Infeksi Saluran Kemih + anemia ringan
Diagnosis Banding:
- Appendisitis akut
- Pelvic Inflammatory Disease (PID)
VI. TERAPI
Non-medikamentosa
- Tirah baring
- Minum air putih yang banyak
- Menjaga higienitas alat reproduksi
- Jangan menahan buang air kecil
Medikamentosa
- IVFD RL 500 cc/8 jam
- Ciprofloxacin 2 x 200 mg IV
- Parasetamol 3 x 1 gr IV k/p demam
- Buscopan 3 x 20 mg IV
- Ondansentron 3 x 8 mg IV
- Omeprazole 2 x 4 mg IV
- SF 2 x 1 tab
VII. PLANNING
- Kultur urin
- Colony count
- Sensitivity test
- Sitoskopi
- Hapusan Darah Tepi

Follow Up

Tanggal S O A P
17/2/2022 Perut masih KU: Tampak ISK + Anemia IVFD RL 500
terasa nyeri sakit sedang cc/8 jam
namun sudah Kesadaran: Ciprofloxacin 2
membaik. VAS: E4M6V5 (CM) x 200 mg IV
4/10. Mual (+), TD: 125/82 Parasetamol 3 x
muntah (-), mmHg 1 gr IV k/p
demam (-). BAK HR: 78x/menit demam
masih terasa RR: 20x/menit Buscopan 3 x 20
nyeri dan panas, S: 36,5oC mg IV
namun sudah SpO2: 98% RA Ondansentron 3
membaik. Mata: CA +/+ x 8 mg IV
Anyang- minimal, SI -/- Omeprazole 2 x
anyangan (+). Thorax: 4 mg IV
Lemas (+). Paru: Vesikuler SF 2 x 1 tab
Nafsu makan +/+, wheezing
baik. -/-, rhonki -/-
Cor: S1S2
reguler, murmur
-, gallop –
Abdomen: BU
(+) normal, NT
+, CVA -/-
Extremitas:
hangat, CRT <2s

18/2/2022 Perut sudah KU: Baik ISK + Anemia IVFD RL 500


tidak nyeri, mual Kesadaran: (perbaikkan) cc/8 jam
(-), muntah (-), E4M6V5 (CM) Ciprofloxacin 2
demam (-). BAK TD: 123/80 x 200 mg IV
nyeri (-), panas mmHg Parasetamol 3 x
(-), anyang- HR: 80x/menit 1 gr IV k/p
anyangan RR: 20x/menit demam
membaik. Sudah S: 36,7oC Buscopan 3 x 20
merasa lebih SpO2: 98% RA mg IV k/p nyeri
bertenaga, nafsu Mata: CA -/-, SI Omeprazole 1 x
makan baik. -/- 4 mg IV
Thorax: SF 2 x 1 tab
Paru: Vesikuler
+/+, wheezing 19/2/2022 acc
-/-, rhonki -/- pulang
Cor: S1S2
reguler, murmur
-, gallop –
Abdomen: BU
(+) normal, NT
+, CVA -/-
Extremitas:
hangat, CRT <2s

Pemeriksaan
Penunjang
Hb: 11.8
Urinalisis:
Leukosit
esterase (-),
Bakteriuria (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal, yang terletak setinggi dengan vertebra T12-
L3, dimana ginjal kiri terletak lebih tinggi dibandingkan dengan ginjal kanan. Ginjal memiliki
bentuk seperti kacang dan memiliki berat sekitar 150 gram pada laki-laki dan 135 gram pada
perempuan.1
Di dalam tubuh, ginjal berbatasan dengan organ-organ lainnya. Bagian ginjal paling atas
adalah kelenjar suprarenal (adrenal), sedangkan pada bagian paling tengah-kanan adalah bagian
kedua dari duodenum. Di sisi kiri, lengkungan lambung dapat menutupi aspek superomedial
ginjal. Limpa terletak pada bagian anterior, yang dihubungkan dengan ginjal oleh ligamen
splenorenal (lienorenal). Pada bagian inferior, terdapat usus besar yang terletak di anterior kedua
sisi ginjal. Sepertiga bagian atas ginjal ditutupi oleh diafragma dan tulang rusuk ke-12 di bagian
posterior. Ginjal berbatasan dengan otot psoas pada bagian medial dan otot quadratus lumborum
pada bagian lateral. (Gambar 2.1)1

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal1


Fungsi utama dari ginjal adalah menyaring dan membuang sisa produk metabolisme dari
tubuh (urea, asam uric, kreatinine, bilirubin, dan ammonia), mengatur tekanan darah melalui
sistem renin-angiotensin-aldosterone yang membantu mengatur penyerapan ulang air dan
menjaga volume intravaskular, mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh untuk mengatur
osmolalitas cairan tubuh yang seimbang, menyerap ulang glukosa dan asam amino, mengubah
vitamin D menjadi komponen aktif, meregulasi keseimbangan elektrolit dan asam-basa pada
tubuh, dan memproduksi hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah merah.2
Terdapat 3 proses utama pada ginjal yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan
sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus adalah proses pertama formasi urin. Ginjal memiliki peran
untuk menyerap kembali material yang masih dibutuhkan oleh tubuh yang akan dihantarkan
melalui plasma kapiler peritubular serta mengeliminasi material yang tidak diperlukan tubuh
dalam urin melalui reabsorpsi dan sekresi pada tubulus. Hasil filtrasi ginjal kemudian akan
melewati duktus kolektivus pada medula ginjal, papilla renalis, dan apex piramida ginjal. Urin
akan ditampung pada kaliks mayor dan ketika dikosongkan, urin akan berjalan ke pelvis renalis
dan dilanjutkan ke ureter melalui ureteropelvic junction (UPJ). Urin kemudian akan berjalan
masuk ke kandung kemih dengan gerakan peristalsis, dan keluar dari dalam tubuh melalui uretra.
(Gambar 2.2)2

Gambar 2.2 Fisiologi Ginjal2

Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian, yaitu uretra prostatika, uretra membranosa,
dan uretra spongiosa. Uretra pada wanita memiliki panjang yang jauh lebih pendek dibandingkan
pada pria, kira-kira hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih kearah
ostium diantara labia minora, yang kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris. (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Perbandingan Uretra Wanita dan Laki-laki

2.2 Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah kondisi dimana terjadinya perkembang biakkan
mikroorganisme yang melibatkan saluran kemih, termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) ditandakan dengan adanya mikroorganisme dalam urin
dimana bakteri dalam urin dikatakan bermakna apabila ditemukan adanya pertumbuhan
5
mikroorganisme ≥10 CFU/ml pada biakan urin “clean- catch”.
Berdasarkan lokasinya, ISK dibagi menjadi 2 lokasi, yaitu ISK bagian bawah (sistitis) dan
ISK bagian atas (pielonefritis). Sistitis adalah infeksi yang mencakup kandung kemih dan uretra,
sementara pielonefritis adalah kondisi dimana patogen dari kandung kemih akan berjalan keatas
(ascending infection) sampai ke ureter, dan akhirnya akan mencapai parenkim ginjal.
Pielonefritis dapat melibatkan satu atau kedua ginjal.
Infeksi saluran kemih berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu ISK dengan
komplikasi dan tanpa komplikasi. ISK dengan komplikasi adalah infeksi yang memiliki asosiasi
dengan suatu kondisi patologis lainnya, seperti abnormalitas struktural atau fungsi saluran
genitourinary, sedangkan ISK tanpa komplikasi adalah infeksi yang terjadi pada individu sehat,
tidak sedang hamil, tanpa adanya kelainan structural, fungsi traktur genitourinaria, dan kelainan
komorbid lainnya yang berhubungan dengan fungsi ginjal normal.
2.3 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih termasuk salah satu penyakit yang paling sering ditemukan pada
praktik umum kedokteran. Kejadian ISK dipengaruhi oleh usia, gender, prevalensi, dan faktor
predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih, termasuk ginjal. Infeksi
saluran kemih cenderung lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki, hal
ini disebabkan karena saluran kemih perempuan cenderung lebih pendek dibandingkan laki-laki,
selain itu organ perkemihan perempuan juga lebih dekat dengan anus dan vagina, sehingga
mikroorganisme akan mudah masuk ke dalam saluran kemih. Infeksi berulang pada laki-laki
jarang dilaporkan, namun terdapat beberapa kasus yang disertai oleh faktor predisposisi.
Berdasarkan penelitian, kurang lebih 40% wanita usia produktif pernah mengalami ISK selama
hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimptomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1% meningkat menjadi 5% seiring
bertambahnya keaktifan seksual. Prevalensi infeksi asimptomatik meningkat hingga 30% pada
laki-laki dan perempuan jika disertai dengan faktor predisposisi.
Berdasarkan data World Health Organization (2011), terdapat sebanyak 25 juta kematian
di seluruh dunia, sepertiganya disebabkan oleh ISK. Kurang lebih tercatat sebanyak 150 juta
orang setiap tahunnya terkena ISK. Sementara data Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(2016) menyebutkan bahwa jumlah penderita ISK di Indonesia mencapai 90-100 kasus per
100.000 penduduk pertahunnya atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun.

2.4 Etiologi
Uropatogen yang menyebabkan ISK bervariasi namun biasanya berupa bakteri enterik gram
negatif berbatang yang migrasi ke traktus urinarius. Agen penyebab paling umum dari ISK tanpa
komplikasi adalah Escherichia coli (80%), diikuti oleh Staphylococcus saprophyticus (15%), dan
5% sisanya adalah Klebsiella pneumonia, Proteus mirabilis, Enterobacter, Pseudomonas,
Serratia, Enterococci, dan Staphylococcus aureus.
2.5 Faktor Resiko
Beberapa faktor-faktor risiko dari ISK adalah sebagai berikut:

a. Iatrogenik/Obat
Berupa riwayat penggunaan indwelling catheter urine, penggunaan antibiotik dan
spermisida. Indwelling catheter urine sering menimbulkan infeksi ISK nosokomial
(80%.). Sedangkan penggunaan antibiotik dapat mengganggu flora bakteri normal pada
introitus vagina dan memudahkan patogen untuk kolonisasi. Spermisida dapat
menyebabkan iritasi dan memudahkan patogen seperti E.coli untuk mengkolonisasi juga.
b. Riwayat kebiasaan
Gangguan berkemih dapat meningkatkan volume urin yang tersisa setelah berkemih,
dimana ini menyebabkan bakteri patogen memiliki waktu lebih banyak untuk
berproliferasi. Hubungan seksual yang sering dapat meningkatkan terjadinya ISK pada
wanita. Didapatkan data bahwa insidensi sistitis akut meningkat sebanyak 60 kali lipat
sekitar 48 jam setelah hubungan seksual.
c. Anatomik & Fisiologik

- Refluks vesikoureter menyebabkan retensi urin dan memberikan banyak waktu untuk
bakteri berkembang biak. Aliran yang bersifat retrograd dapat menyebabkan bakteri
untuk merambat naik sampai ke ginjal.
- Secara anatomis, uretra wanita panjangnya lebih pendek ketimbang pria, yaitu hanya
4 cm (pria 25 cm.) Ini menyebabkan bakteri lebih mudah naik sampai ke ginjal
karena jarak untuk sampai ke ginjal lebih pendek.
- Kehamilan menyebabkan relaksasi dari otot halus kantung kemih dan ureter oleh
karena meningkatnya progesteron. Selain itu, uterus yang membesar menekan ureter
sehingga ini menghasilkan retensi urin yang nantinya meningkatkan laju
perkembangbiakan bakteri.

d. Genetik

Terdapat sel uroepitel yang rentan untuk mensekresi IgA lebih sedikit dimana ini
seharusnya merupakan mekanisme pertahanan humoral mukosa terhadap ISK. Selain itu,
properti mukus vagina dapat menyebabkan patogen seperti E.coli untuk lebih mudah
menempel dan menyebabkan ISK.

2.6 Patofisiologi

Secara general, ISK terjadi karena bakteri penyebab ISK merambat naik dari uretra
sampai keatas kantung kemih. Apabila dibiarkan, bakteri akan terus naik sampai menginfeksi
bagian parenkim ginjal. Namun, timbulnya gejala bergantung pada host, patogen itu sendiri
dan juga faktor-faktor lingkungan sekitar. Bakteri juga dapat masuk ke dalam traktus
urinarius secara hematogen. Infeksi yang disebabkan oleh hematogen ini jarang ditemui
(<2%) dan biasanya disebabkan oleh organisme virulen seperti Salmonella dan S. aureus.

Traktus urinarius secara normal bersifat steril dan resisten terhadap kolonisasi bakteri
walaupun sering terpapar oleh kontaminasi bakteri dari uretra distal. Mekanisme pertahanan
terhadap ISK berupa berkemih untuk mengosongkan isi kantung kemih, keasaman dari urin
itu sendiri, katup vesikouretera yang mencegah refluks dan juga imunitas oleh mukosa.

Awal mulanya, patogen dapat masuk ke dalam uretra lewat misalnya hubungan seksual
maupun higienitas yang tidak baik. Patogen mengkolonisasi area periuretra dan merambat
naik ke kantung kemih. Di dalam kantung kemih, fimbria patogen memberikan fasilitas
untuk patogen menempel pada sel epitel yang ada di kantung kemih. Setelah itu, patogen
akan menembus masuk dan ber replikasi terus menerus lalu patogen pun akan naik ke atas
ginjal lewat ureter dengan bantuan fimbria. Toksin-toksin yang dihasilkan oleh patogen dapat
menurunkan gerakan peristalsis sehingga menyebabkan aliran urin berkurang. Sesampainya
di ginjal, patogen akan menyebabkan infeksi dan inflamasi pada bagian parenkim ginjal yang
disebut juga pielonefritis. Apabila inflamasi dibiarkan, ini akan menyebabkan obstruksi
tubular yang dapat berakhir pada nefritis interstitial dan menyebabkan acute kidney injury
(AKI).
2.7 Manifestasi Klinis

2.7.1 Tanda dan Gejala

- Disuria: disebabkan oleh inflamasi akut pada kantung kemih. Keluhan biasanya berupa rasa
tidak nyaman pada saat berkemih.

- Frekuensi dan urgensi: inflamasi menyebabkan menurunnya kapasitas dan distensi dari
kantung kemih sehingga terjadi rasa ingin berkemih lebih sering.

- Hematuria: pasien dapat juga datang dengan keluhan adanya darah pada air kemihnya. Ini
biasanya menandakan bahwa telah terjadi iritasi pada traktus urinarius.

- Nyeri tekan suprapubik: nyeri pada saat bagian suprapubik diberikan tekanan, biasanya
menandakan kantung kemih yang terinflamasi dan edem.

- Demam: dapat disertai juga dengan keringat menggigil.

- Nyeri pinggang: ditandai dengan adanya ketok CVA yang positif. Biasanya disebabkan
oleh adanya edema pada ginjal sehingga meningkatkan tekanan dan distensi pada bagian
kapsul renal.

Pasien juga dapat mengeluhkan mual dan muntah yang merupakan hasil dari peningkatan
aktivitas vagal karena serabut vagal menginervasi kapsul ginjal serta lambung. Peregangan
kapsul dirasakan sebagai distensi lambung dan memicu mual dan muntah.

Pada pria, gejala disuria (nyeri atau kesulitan buang air kecil), frekuensi (sering berkemih
dalam jumlah kecil urin), dan hematuria (keberadaan darah dalam urin) relatif diagnostik
untuk ISK.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Evaluasi pasien ISK menggunakan modalitas pemeriksaan fisik memiliki nilai terbatas.
Diagnosis lain yang perlu dipertimbangkan adalah prostatitis dan uretritis dimana prostatitis
akut ditemukan apabila ketika gejala dan tanda ISK positif disertai dengan nyeri prostat pada
pemeriksaan dubur. Nyeri pada pemeriksaan prostat membantu dalam membedakan
prostatitis dari sistitis. Palpasi perut bagian bawah dapat mereproduksi gejala pada sistitis
yang membantu mengkonfirmasi kecurigaan klinis sistitis sebagai lawan uretritis. Selain itu,
nyeri ketok costovertebra menunjukkan bahwa pielonefritis sedang terjadi.

2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan ISK adalah


urinalisis. Pada pemeriksaan urine dipstick test, penemuan nitrit atau leukosit esterase yang
positif memberikan kecenderungan adanya ISK meningkat sebanyak 50-80%. Nitrit menjadi
positif karena bakteri dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, dimana ciri ini lumayan khas
ditemukan pada uropatogen enterik gram negatif seperti Enterobacteriaceae. Leukosit
esterase positif menunjukkan adanya neutrofil pada urin oleh karena inflamasi dan migrasi
leukosit ke dalam traktus urinarius. Apabila urine dipstick negatif namun kecenderungan ISK
masih belum dapat disingkirkan maka pemeriksaan kultur urin dapat dilakukan.

Kultur dan sensitivitas urin juga dapat dipertimbangkan untuk diperoleh apabila pasien
memiliki gejala demam atau pada pasien yang memenuhi kriteria ISK komplikata. Kultur
urin merupakan gold standard untuk mendiagnosis ISK. Pada pasien dengan gejala yang
2
menunjukkan ISK, kultur urin kuantitatif sama dengan atau lebih besar dari 10 CFU/mL
sangat sensitif (95%) dan spesifik (85%). Pada pasien asimptomatik, kultur kuantitatif yang
5
sama atau lebih besar dari 10 CFU/mL dianggap sebagai diagnostik ISK.

Diagnosis ISK dibuat berdasarkan tanda-tanda dan gejala, leukosit dalam urin, dan
5
jumlah koloni bakteri sama dengan atau lebih besar dari 10 CFU/mL. Pada wanita yang
tidak hamil, leukositosis dan bakteri yang dikultur dari urin sama dengan atau lebih besar
5
dari 10 CFU/mL menegaskan diagnosis. Pada masa kehamilan, bakteriuria asimptomatik
5
yang sama dengan atau kurang dari 10 CFU/mL dianggap mewakili infeksi.

Diagnosis prostatitis kronis lebih sulit karena gejalanya mirip dengan sistitis. Karena
umumnya bakteri pada prostatitis lebih sedikit ditemukan jumlahnya ketimbang pada sistitis,
maka perlu untuk melakukan pengumpulan urin terpisah. Ini dilakukan dengan cara pasien
buang air kecil, lalu jumlah awal air kemih dibuang lalu urin midstream dikumpulkan.
Setelah itu, pasien diinstruksikan untuk berhenti berkemih dahulu sementara (jangan
mengosongkan kandung kemih) dan pijat prostatik dilakukan. Sekresi prostat dikumpulkan di
wadah terpisah untuk nantinya dikultur dan dihitung jumlah leukositnya. Tes ini dikatakan
3
positif apabila pengumpulan midstream sama dengan atau kurang dari 10 CFU/mL dan
pengumpulan sekresi prostat ditemukan adanya lebih dari 12 leukosit per medan daya tinggi.

Diagnosis uretritis dibuat dengan indeks kecurigaan yang tinggi dan sampel dari uretra.
Chlamydia trachomatis didiagnosis menggunakan tes reaksi berantai ligase yang dilakukan
dengan urin atau cairan uretra. N. gonorhoeae didiagnosis melalui kultur. Usap uretra
dilakukan. Sampel diambil beberapa milimeter di uretra menggunakan usapan kalsium
alginat. Spesimen segera dilapisi ke media kultur suhu ruangan seperti Thayer-Martin agar.

2.8 Tatalaksana

Pada ISK dengan gejala maka terapi antimikrobial dapat diberikan. Pemilihan
antimikrobial, dosis dan durasi terapi bergantung pada lokasi dan juga ada atau tidaknya
kondisi-kondisi penyulit.

ISK tanpa komplikasi dengan agen penyebab seperti E. coli dan S. saprophyticus
sebagian besar sensitif terhadap trimethoprim-sulfametoksazol (TMP-SMX). Terapi empiris
dengan TMP-SMX 160/800 mg dua kali sehari selama 3 hari dapat menghasilkan
penyembuhan klinis dan biologis dan merupakan terapi andalan. Sejak awal 1990-an,
resistensi terhadap antibiotik β-laktam, terutama ampisilin dan sefalotin lumayan tinggi,
sehingga terapi empiris lebih direkomendasikan. Baru-baru ini, resistensi TMP-SMX
meningkat dan mendekati 20% di beberapa wilayah negara dan ini berdampak pada
perubahan dalam terapi awal. Lalu, resistensi terhadap fluorokuinolon kurang dari 10% di
Amerika Utara dan Eropa namun di Indonesia sendiri ada kecenderungan peningkatan
resistensi terhadap florokuinolon. Siprofloksasin biasanya digunakan dalam kurun waktu 3
hari untuk sistitis tanpa komplikasi dan kurun waktu 7 hingga 14 hari untuk sistitis dengan
komplikasi atau pielonefritis.

Nitrofurantoin digunakan sebagai agen untuk mencegah ISK berulang dengan dosis 50
hingga 100 mg/hari. Selain itu, tingkat resistensi nitrofurantoin juga konsisten rendah.
Nitrofurantoin dapat diberikan pada sistitis tanpa komplikasi dan juga pasien yang hamil
karena belum dilaporkan bersifat teratogenik. Namun, nitrofurantoin tidak dapat mencapai
konsentrasi serum yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai pengobatan pielonefritis akut.
Nitrofurantoin juga tidak dapat digunakan untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis dan
harus dihindari pada pasien dengan sistitis dengan komplikasi.

2.9 Komplikasi

Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait dengan infeksi sekunder


candida dan infeksi bakteri gram negative lainnya dapat dijumpai pada pasien DM.
Pielonefritis emfisematosa juga dapat terjadi apabila etiologi penyebab ISK adalah bakteri
yang dapat membentuk gas seperti E. coli, Candida spp., dan klostridium yang tidak jarang
dijumpai pada pasien ISK dengan DM. pembentukan gas sangat insentif pada parenkim
ginjal dan jaringan nekrosis yang disertai dengan hematoma yang luas. Pielonefritis
emfisematosa sering diiringi dengan kejadian syok sepsis dan nefropati akut vasomotor.

Apabila terjadi pada masa kehamilan (ISK complicated), ISK dapat menyebabkan
komplikasi berupa bayi lahir premature, anemia, pre-eklampsia, retardasi mental,
pertumbuhan bayi lambat, cerebral palsy, hingga fetal death.

2.10 Prognosis

Prognosis pasien yang memiliki ISK bawah (sistitis) akut pada umumnya baik
dan dapat sembuh secara sempurna, kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang
tidak diamati selama pengawasan. Bila terdapat infeksi yang sering berulang, maka harus
dicari apakah ada faktor predisposisi yang mendasari infeksi berulang tersebut.
Sementara untuk sistitis kronik, akan memiliki prognosis yang baik asalkan diberikan
antibiotik yang intensif dan tepat.

Sementara untuk ISK atas (pielonefritis) akut, pada umumnya dapat sembuh
100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan tepat. Bila
terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit untuk diobati, maka 40%
pasien dengan pielonefritik akut dapat menjadi kronik. Pada pielonefritik kronik, apabila
didiagnosis terlambat, maka kedua ginjal pasien dapat mengalami nekrosis, sehingga
dibutuhkan transplantasi ginjal untuk mengatasinya.
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien atas nama Ny. SRY, 31 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak 6 hari SMRS, yang dirasakan terus-menerus, semakin lama semakin nyeri, seperti tertusuk
benda tajam, dan menjalar hingga ke pinggang kanan. Nyeri terutama saat pasien buang air kecil.
Demam (+) sejak 6 hari SMRS, namun tidak pernah diukur suhunya. Pasien juga mengeluhkan
dysuria (+), terasa panas, anyang-anyangan (+), hematuria (-), kencing batu (-), kencing pasir
(-), leukorrhea (-). Mual (+), muntah (-), muntah darah (-), penurunan nafsu makan (+). Hamil
(-). Pasien sudah menikah (+), rutin berhubungan seksual 1 minggu sekali (+), nyeri
berhubungan seksual (-), darah setelah berhubungan seksual (-). KB IUD (+) sejak 2 tahun
SMRS. Menstruasi normal setiap bulan selama 3-4 hari, ganti pembalut sebanyak 2-3x. Pasien
bercerita bahwa riwayat hyginenya kurang baik karena sering tidak membersihkan kemaluan
setelah BAK. Pasien juga jarang minum air putih dan sering menahan BAK karena tuntutan
pekerjaan. Pasien jarang mengkonsumsi daging-dagingan dan lebih senang mengkonsumsi
tempe, tahu, serta sayur-sayuran.

Berdasarkan keluhan klinis pasien yang dikaji dari anamnesis, nyeri perut kanan bawah
yang telah dirasakan selama 6 hari dapat disebabkan oleh beberapa diagnosa, seperti salah
satunya adalah appendisitis akut. Appendisitis adalah penyakit disebabkan karena adanya
inflamasi pada appendix, sehingga menyebabkan munculnya sensasi nyeri, terutama pada bagian
kuadran kanan bawah (McBurney point), yang disertai dengan demam, mual, dan penurunan
nafsu makan seperti yang dirasakan oleh pasien. Selain appendisitis, diagnosa lain yang dapat
dipertimbangkan adalah pelvic inflammatory disease (PID) yang biasanya dapat ditandai dengan
nyeri pada daerah pelvis yang disertai nyeri saat berkemih, nyeri saat berhubungan seksual,
darah saat berhubungan seksual, dan menstruasi yang cenderung lama dan banyak, disertai
keputihan. Namun untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemeriksaan penunjang
lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis.

Diagnosis lainnya yang dapat terjadi pada pasien Ny. SRY adalah infeksi saluran kemih.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat dari perkembang biakkan mikroorganisme yang
melibatkan saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra). Berdasarkan teorinya,
infeksi saluran kemih (ISK) sangat rentan terjadi terutama pada wanita usia produktif (>40%).
Hal ini dapat disebabkan karena uretra wanita yang lebih pendek dibandingkan pada pria, yaitu
hanya 4 cm, dimana pada pria panjang uretra dapat mencapai 25 cm. Hal ini menyebabkan lebih
rentan terjadinya ISK pada Wanita ketimbang pria. Kondisi tersebut cocok terhadap situasi
pasien yang berjenis kelamin wanita dan berusia 31 tahun, yang merupakan usia produktif.
Berdasarkan penyebabnya, kondisi pasien adalah ISK tanpa komplikasi, yakni ISK yang terjadi
pada individu sehat, tidak sedang hamil, dan tanpa penyakit penyerta lainnya. Walaupun
kelainan struktur saluran kemih belum dapat disingkirkan secara total, namun berdasarkan
anamnesis yang didapatkan yakni kejadian ini merupakan kejadian pertama yang dialami pasien
(bukan merupakan rekurensi), kelainan struktur saluran kemih yang sering menyebabkan
rekurensi dapat dieliminasi. Berdasarkan riwayat kebiasaan pasien, yakni jarang minum air putih,
hygine yang kurang baik, dan sering kali menahan BAK dapat menjadi faktor-faktor resiko yang
dapat menyebabkan ISK pada pasien. Hygine yang kurang baik dapat menyebabkan patogen
yang terdapat pada area periuretra dapat merambat naik ke saluran kemih ( ascending infection),
kemudian patogen menempel dan berkembang biak pada kantung kemih. Apabila pada kondisi
kronik, patogen dapat mencapai parenkim ginjal dan menyebabkan inflamasi (pielonefritis akut).

Tanda utama atau tanda klasik yang dapat terjadi pada wanita dengan ISK adalah
gangguan berkemih, dimana BAK akan terasa nyeri (dysuria) yang disebabkan oleh terjadinya
proses inflamasi akut pada kantung kemih, anyang-anyangan terasa panas akibat dari proses
inflamasi yang menurunkan kapasitas dan distensi kantung kemih, dan tidak jarang hingga
tampak hematuria sebagai salah satu tanda terdapatnya iritasi pada tractus urinarius. Selain itu,
nyeri tekan pada bagian suprapubic dan nyeri pinggang juga sering kali ditemukan akibat dari
adanya edema pada saluran kemih. Tanda-tanda klasik tersebut sesuai dengan kondisi klinis
pasien, oleh sebab itu diagnosis ISK dapat dipertimbangkan. Selain tanda klasik, pasien juga
terdapat sensasi demam dan mual. Demam merupakan salah satu respons alamiah tubuh yang
dapat terjadi sebagai tanda terdapatnya infeksi pada bagian tubuh manusia, dimana pada kondisi
pasien adalah saluran kemih. Sedangkan mual dapat terjadi karena berhubungan dengan serabut
saraf vagal yang menginervasi ginjal dan lambung yang dapat memicu sensasi mual.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda-tanda vital pasien dalam batas normal, namun
terdapat konjungtiva anemis +/+, dan pada abdomen pasien terdapat nyeri ketok CVA dextra +/-,
serta terdapat nyeri tekan pada regio lumbal dan suprapubic dextra (+). Nyeri tekan pada regio
McBurney (+), rebound tenderness (-), Rovsing’s sign (+), psoas sign (+), dan obturator sign (+).
Berdasarkan pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil Hb pasien 9,3 gr/dL (N: 12-14) sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien menderita anemia ringan, sedangkan nilai leukosit pasien
didapatkan 7.360 (N: 5.000-10.000) yang berarti bahwa pasien tidak memiliki leukositosis. Pada
pemeriksaan urinalisis, didapatkan hasil leukosit esterase pasien +2, darah +2, leukosit 20-30,
eritrosit 5-11, dan bakteria +. Sedangkan pada pemeriksaan USG abdomen dan pelvis pasien
didapatkan dalam batas normal, tidak ada infiltrate peri-appendiceal maupun abses.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis banding


appendisitis dapat disingkirkan. Skor Alvarado yang terdapat pada pasien adalah: migration of
pain (1), anorexia (1), nausea (1), tenderness in right lower quadrant(2), rebound pain (0),
elevated temperature (1), leucocytosis (0), shift WBC to the left (0) = 6 yang berarti pasien
mungkin mengalami appendisitis, namun hasil USG pasien yang menggambarkan hasil yang
normal membuat diagnosis appendisitis dapat disingkirkan sepenuhnya. Selain itu, hasil USG
pelvis yang normal juga dapat menyingkirkan diagnosis banding pelvic inflammatory disease
(PID), sehingga diagnosis infeksi saluran kemih dapat menjadi diagnosis yang paling sesuai,
walaupun untuk menegakkan secara penuh diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut
seperti kultur dan sensitivitas urin, yakni untuk mengetahui jenis patogen akibat infeksi; hitung
5
jumlah koloni, yakni apabila koloni bakteri didapatkan sama dengan atau lebih besar dari 10
CFU/mL pasien dapat dinyatakkan mengalami ISK.

Berdasarkan lokasinya, ISK dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu ISK atas (uretra -
kandung kemih) dan bawah (ureter – ginjal). Lokasi dari ISK dapat dibedakan berdasarkan
keluhan yang ada pada pasien. Ny. SRY mengeluhkan nyeri menjalar ke pinggang kanan dan
disertai dengan nyeri ketok CVA kanan menandakan bahwa adanya edema pada ginjal sehingga
meningkatkan tekanan dan distensi pada kapsul renal. Hal ini menandakan bahwa infeksi yang
terjadi pada pasien Ny. SRY terdapat pada saluran kemih bagian atas (pielonefritis).

Ny. SRY mendapatkan terapi utama ciprofloxacin 2x200 mg IV disertai dengan terapi
simptomatik lainnya seperti parasetamol 3x500 mg untuk mengatasi nyeri dan demam, buscopan
3x1 ampoule untuk mengatasi nyeri apabila tidak teratasi dengan parasetamol, ondansentron 3x8
mg IV untuk muntah, omeprazole 2x40 mg IV untuk mual, serta tablet penambah darah 2x1
untuk mengoreksi Hb. Ny. SRY dirawat selama 3 hari di RSUD Pademangan, saat pulang Hb
Ny. SRY 11.8 (N:12-13) sehingga dapat disimpulkan anemia beliau mengalami perbaikkan.
Keluhan nyeri perut maupun keluhan berkemih juga sudah tidak lagi dirasakan oleh Ny. SRY,
sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi yang diberikan kepada Ny. SRY tepat. Saat pulang,
Ny. SRY diberikan parasetamol tablet 3x500 mg, yang dapat di minum jika perlu apabila ada
nyeri maupun demam. Selain itu, edukasi untuk memperbaikki pola hidup seperti rajin minum
air putih dan jangan menahan BAK, serta kebersihan juga penting untuk dilakukan mengingat
rekurensi dari infeksi saluran kemih yang cukup tinggi dengan pola hidup dan kebersihan yang
buruk.

Daftar Pustaka

1. Chalouhy CE. Kidney anatomy. Medscape. 2020. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/1948775-overview. Accessed on 30
August 2020.
2. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th Ed. Boston:
Cengange Learning; 2010; p. 513-7.
3. Tan CW, Chlebicki MP. Urinary tract infections in adults. Singaporean Med J.
2016; 57(9): 485-90.
4. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary tract infections:
epidemiology, mechanisms of infection and treatment options. Nat Rev
Microbiol. 2015; 13(5): 269-84.
5. Foxman B. Urinary tract infection syndromes. Infectious Disease Clinics. 2014;
28(1): 1-13.
6. Medina M, Pino EC. An introduction to the epidemiology and burden of urinary
tract infections. Ther Adv Urol. 2019; 11: 1756287219832172.
7. Kaur R. Symptoms, risk factors, diagnosis, and treatment of urinary tract
infections. Postgraduate Medical Journal. 2021; 97: 803-12.
8. Dason S, Dason JT, Kapoor A. Guidelines for the diagnosis and management of
recurrent urinary tract infection in women. Can Urol Assoc J. 2011; 5(5): 316-22.
9. Kang CI, Kim J, Park DW, Kim BN, Ha US, Lee SJ, Yeo JK, et al. Clinical
practice guidelines for the antibiotic treatment of community-acquired urinary
tract infections. Infect Chemother. 2018; 50(1): 67-100.
10. Anger J, Lee U, Ackerman L, Chou R, Chughtai B, Clemens JQ, Hickling D, et
al. Recurrent uncomplicated urinary tract infections in women: AUA/CUA/SUFU
guideline. American Urology Association. 2019; 202: 282-9.

Anda mungkin juga menyukai