Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Disusun oleh:

dr JANUAR RIZKY

Dokter Pembimbing:

dr. Triana indrijane Sp, OG

RSUD Majalaya Kab. Bandung

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

1
2019

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

- Nama : NY. CM

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Tanggal lahir/Usia : 02-05-1991

- Alamat : Sukamanah rt 04/08 Rancaekek wetan

- Pekerjaan : Ibu rumah tangga

- Status : Menikah

- Agama : Islam

- Suku : Sunda

- Medical Record : 516552

- Tanggal Masuk RS : 19 Juni 2019

- Tanggal pemeriksaan : 19 juni 2019 (Hari ke-1)

- Tanggal Keluar RS : 22 juni 2019

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama : mual

Hetero anamnesis : Ibu pasien

Pasien datang ke IGD RSUD Majalaya dengan keluhan dengan keluhan


utama mual-muntah. Mual muntah sejak 1 bulan ini. Awalnya pasien hanya
merasa mual setiap bangun tidur namun masih bisa makan minum serta

2
beraktivitas seperti biasa. Selanjutnya mual dirasakan semakin sering selama
seminggu ini dan pasien hanya bisa makan nasi lembek berkuah dengan lauk
tiga hari ini memberat sampai pasien tidak bisa makan dan minum serta
memuntahkan yang dimakan. Selama 3 hari ini pasien tidak bisa bekerja dan
merasa badannya sangat lemas sehingga hanya bisa berbaring di atas tempat
tidur.
Setiap kali muntah sebanyak ½-1 gelas aqua, 5-7 kali per hari. Sejak mual-
muntah hebat ini, pasien mengaku merasa sangat haus. Pasien bisa merasa mual dan
tidak enak badan ± enam jam dalam sehari. Kadang-kadang pasien juga merasa seperti
ingin muntah tetapi tidak ada yang keluar sebanyak ± tiga kali.
Pasien hamil dan sudah pernah cek pipis satu kali dua minggu yang lalu (+) dan
ke bidan satu kali, saat ini kehamilan pasien yang ke 2 dan kehamilan dengan usia 11-
12 minggu.
Pandangan kabur (-), riwayat minum obat beberapa jam terakhir (-), berdebar-
debar (-), tidak tahan panas (-).
 Riwayat Obstetri
- Riwayat Menstruasi
 Menarche 13 th, siklus teratur, lama haid 5 hari, keputihan (-), nyeri
saat haid (-)
 HPHT : 17-09-2016
TL : 25-06-2017
UK : 11-12 minggu
- Riwayat Menikah : 1x selama 4 tahun
- Riwayat ANC : 1x di bidan
- Riwayat KB : (-)
- Riwayat Persalinan : ♂/3150 gram/Spontan/Bidan/2 tahun/Hidup
- Riwayat Abortus, KET, Mola : (-)

Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

3
Kesan sakit : Tampak sakit sedang

b) Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88x/mnt

Pernafasan : 22x/mnt

Suhu : 36,3°C

spO2 : 96%

Kepala

Tengkorak : simetris, deformitas (-)

Wajah : simetris

Mata : edema palpebra (-)

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Kornea : jernih

Pupil : bulat isokor, reflek cahaaya direct+/+, indirect+/+

Gerak bola mata : kesan baik

Telinga : simetris, deformitas (-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), simetris, deformitas (-)

Mulut dan farings :

Bibir : lembab, edema (-)

Gigi dan gusi : hiperemis (-)

Atap mulut : intak

4
Lidah : simetris

Farings : tidak hiperemis

Tonsil & uvula : tidak hiperemis

Palatum mole : intak

c) Leher

Inspeksi

KGB : Tidak tampak membesar

Tiroid : Tidak tampak membesar

Retraksi suprasternal : (-)

JVP : JVP 5+2 cmH2O .

Palpasi

KGB : Tidak teraba membesar

Tiroid : Tidak teraba membesar

Trakea : Deviasi (-), central

d) Thorax

- Pulmo

Inspeksi : Pergerakan hemithorax kiri = kanan

Palpasi : kiri = kanan, Taktil Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Paru kanan dan kiri sonor

Auskultasi : VBS kanan = kiri , normal

Ronkhi -/-, Wheezing -/-

- Cor

5
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V

Perkusi : batas kanan sulit dinilai, batas kiri sulit dinilai, batas

atas sulit dinilai

Auskultasi : S1, S2 reguler, S3, S4, (-), murmur(-)

e) Abdomen

Inspeksi : sedikit cembung

Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (+)

Perkusi : Ruang traube kosong

Auskultasi : BU (+) normal

f) Ekstremitas

Akral hangat, sianosis (-), capillary refill<2", Oedema (-)

1.3 Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Haematologi (19-06-19)
Hemoglobin 13,5 11,7 – 15,5 g/dL
Hematokrit 39 35 – 47 %
Leukosit 9300 3800 – 10600 /µL
Trombosit 247.00 150000 – 444000 /µL
Golongan darah 0

6
AB
Urinalisis (19-06-19)
warna kuning Kuning muda-kuning
kekeruhan keruh
ph 6,0 4,5-5,9
berat jenis 1,025 1,003-1,039
protein - Negative
glukosa - Negative
urobilinogen Normal Normal (<2)
bilirubin - Negative
nitrit - Negative
keton 3+ Negative
SEDIMEN
leukosit 3-5 0-5 /lpb
eritrosit 4-6 0-2 /lpb
sel epitel 10-12 <12
siliner - Negative
kristal - Negative

1.4 Diagnosis Banding

- HEG

- Gerd

1.5 Diagnosis Kerja

GII P1 A0 UK 11-12 minggu Tunggal Hidup Intra Uterin +Hiperemesis

Gravidarum Tatalaksana IGD

- D10% + NS + ondansentron

- Ranitidin 2x1

- Rencana USG

1.6 Prognosis

Quo Ad Vitam : ad bonam

Quo Ad Functionam : ad bonam

7
Quo Ad Sanationam : ad bonam

1.7 Follow Up di Ruangan

Tanggal S O A P
Hari ke-1 Mual disertai Compos mentis - Infus D 10% +
19-07-19 dengan T: 110/70 mmHg HEG Nasal saline
muntah 8x N : 94 x/m - Ondansentron
R : 22 x/m 1x1 ampuk
S : 36,7 - Ranitidin 2x1
Thorax : wh-/- rh-/- - Usg abdomen
Abomen : BU (+) NTE (+) - 02 3lpm
Eks : akral hangat, CRT <2”

HEG

HEG

Hari Ke - Mual msih Compos mentis


2 dirasakan T: 110/70 mmHg - Infus D 10% +
20-07-19 muntah 2x N : 94 x/m Nasal saline
berkurang R : 22 x/m - Ondansentron
dari S : 36,8 1x1 ampuk
sebelumnya Thorax : wh-/- rh-/- - Ranitidin 2x1
Abomen : BU (+) NTE (+)
Eks : akral hangat, CRT <2”

Hari Ke - Sudah tidak Compos mentis - Infus D 10% +


3 muntah , T: 110/70 mmHg HEG Nasal saline
21-07-19 mual sesekali N : 92 x/m - Ondansentron
dirasakan R : 20 x/m 1x1 ampuk
S : 36,5 - Ranitidin 2x1
Thorax : wh-/- rh-/-
Abomen : BU (+) NTE (-)
Eks : akral hangat, CRT <2”

8
Compos mentis - Obat pulang
Hari ke - Muntah tidak T: 120/70 mmHg - Ondansentron
4 ada, mual N : 88 x/m 2x1
22-07-19 tidak ada R : 22 x/m - Sucralfat 3x1
Pulang S : 36,7 cth
dengan izin Thorax : wh-/- rh-/-
dokter Abomen : BU (+) NTE (-)
Eks : akral hangat, CRT <2”

9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan
hal tersebut merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis
gravidarum. Mual dan muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan
yang jarang terjadi, yaitu menolak semua makanan dan minuman yang masuk, hal
tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan dengan ketosis bahkan sampai
kematian.
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil
memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya
sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria.
Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah
muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat badan,
dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat
muntah dan hipokalemia.
Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Pada sebagian ibu hamil
gejala ini mulai tampak pada minggu ke 9-10, puncaknya terjadi pada minggu ke
11-13, dan mulai menghilang pada minggu ke 12-14. Dalam 1-10% dari
kehamilan gejala ini dapat berlanjut hingga minggu ke 20-22.

Tabel 2.1 Definisi Mual dan Muntah Dalam Kehamilan


Emesis gravidarum Hiperemesis gravidarum

Mual dan muntah yang berat pada


Mual dan muntah yang dikeluhkan tidak kehamilan. Memuntahkan apa yang
terlalu sering (sering pada pagi hari) dimakan dan minum dengan frekuensi
lebih banyak

Tidak mengganggu aktivitas sehari-hari Mengganggu aktivitas sehari-hari

Tidak menimbulkan komplikasi patologis Mual dan muntah menimbulkan

10
komplikasi (ketonuria,dehidrasi,
hipokalemia, penurunan berat badan)

3.2 Epidemiologi
Statistik pada Amerika Serikat menunjukkan bahwa 0,3-2% kehamilan
mengalami hiperemesi gravidarum (5 per 1000 kehamilan). Hiperemesis
gravidarum lebih sering muncul pada lingkungan industri di negara barat dan pada
daerah perkotaan dibanding daerah pedesaan. Tidak ada ras spesifik untuk
hiperemesis gravidarum meskipun cenderung berkurang pada suku Indian
Amerika dan suku Eskimo, sama halnya seperti beberapa populasi di Afrika dan
Asia (tidak berlaku bagi daerah industri Jepang). Risiko hiperemesis gravidarum
menurun seiring usia kehamilan yang bertambah tua. Hiperemesis gravidarum
terjadi pada 40-60% primigravida dan 60-80% multigravida.4
Pada kebanyakan wanita dengan hiperemesis gravidarum, 76% mengubah
rencana tentang kehamilan berikutnya, 15% terminasi kehamilan berikutnya
dengan hiperemesi gravidarum, 7% dilaporkan mengalami sekuel psikologis yang
berkepanjangan (long-term psychological sequelae).4
3.3 Etiologi dan Patofisiologi
Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas
mengeluarkan isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan
pada usus. Muntah termasuk refleks integratif kompleks yang terdiri dari tiga
komponen utama yakni detektor muntah, mekanisme integratif, dan efektor yang
bersifat somatik. Rangsang dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis
menuju pusat muntah. Selain itu pusat muntah juga menerima rangsangan dari
pusat muntah lain yang lebih tinggi pada serebral dari chemoreseptor trigger zone
(CTZ) pada area postrema dan dari apparatus vestibular via serebelum. Bila sinyal
tersebut berasal dari perifer maka sinyal tersebut tidak akan melalui CTZ tetapi
akan mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitaris. Pusat muntah ini
berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari
pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna
bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.4

11
Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan
mengakibatkan pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan
laring untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan
akhirnya terangkatnya palatum mole untuk menutup nares anterior. Akhirnya
timbul kontraksi kuat dari otot abdomen yang mengakibatkan timbulnya tekanan
intragastrik yang tinggi sehingga terjadi relaksasi dari sfingter esofagus yang
memungkinkan terjadinya pengeluaran isi lambung.4
Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial.
Dengan adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya
cadangan energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk
memperoleh energi yakni melalui jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi
asam lemak. Oksidasi lemak ini memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar
keton dalam urin akibat hasil dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak yakni
tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.4
Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi yang menyebabkan timbulnya
dehidrasi sehingga cairan plasma dan ekstravaskular akan berkurang. Natrium dan
klorida yang terdapat dalam darah dan urin berkurang. Dampak lainnya yakni
mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal
ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan
tertimbunnya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari
muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah
yang lebih banyak, merusak liver, sehingga memperberat kondisi pasien.5
Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada
selaput lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang dapat muncul gejala seperti
muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss Syndrome. Pada
umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.4

12
Gambar 2.1
Patofisiologi Muntah

Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara


faktor endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi,
anatomi dan psikologi. 5

a. Endokrin

1. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)


Sampai saat ini hCG dikatakan sebagai penyebab utama dari hiperemesis
gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan dari hCG pada
ibu dengan hiperemesi gravidarun. hCG disekresi oleh sinsitiotropoblast.
hCG terdiri dari alfa hCG dan beta hCG. Alfa hCG memiliki susunan asam
amino 92 subunit alfa tidak spesifik yang dimiliki juga oleh hormon tropik
lain seperti TSH, LH dan FSH.5
Penelitian lainnya mengatakan peningkatan hCG bukan merupakan satu-
satunya penyebab melainkan ada isoform spesifik dari hCG yang juga
mengakibatkan hiperemesis gravidarum. Ini ditandai dengan adanya hCG
yang lebih asam (pH <4). Kebanyakan bentuk isoform ini merupakan akibat
dari kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap lingkungan.5
2. Progesteron

13
Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi
pada trimester pertama ketika hiperemesis gravidarum sering terjadi.
Penelitian menunjukkan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum
memiliki kadar progesteron yang lebih rendah. 5
3. Estrogen
Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan
timbulnya hiperemesis gravidarum. Kadar estrogen yang tinggi dapat
mengakibatkan penurunan waktu transit dari usus dan pengosongan
lambung yang dapat mengakibatkan meningkatnya akumulasi cairan akibat
peningkatan hormon steroid. Perubahan pH pada GIT dapat meningkatkan
risiko infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat mengakibatkan
munculnya gejala GIT. 5
4. Hormon Tiroid
Sekresi kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkat pada saat
kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah yang
dikenal dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT).
Bersamaan dengan hCG, tiroid memiliki peranan penting dalam timbulnya
hiperemesis gravidarum. Mekanisme masih belum jelas, namun
kemungkinan karena memiliki struktur yang mirip dengan hCG.5
5. Leptin
Leptin merupakan hormonn yang memiliki peranan dalam mengatur
berat badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin.
Hubungan antara hiperemesis gravidarum dan leptin didapatkan berdasarkan
fakta bahwa leptin sering ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi
utamanya adalah mengurangi rasa lapar dan meningkatkan konsumsi energi
dengan cara berinteraksi dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin
sering ditemukan pada ibu hamil salah satunya dengan hiperemesis
gravidarum namun mekanismenya masih belum jelas.5
6. Korteks Adrenal
Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan gejala
pada ibu dengan hiperemesis gravidarum ketika menggunakan terapi

14
kortikosteroid. Kemungkinan rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan
timbulnya hiperemesis gravidarum, namun mekanisme masih belum jelas.5
7. Growth Hormone dan Prolactine
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin
ditemukan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum. Kemungkinan ini
diakibatkan karena kadar hGH dan prolaktin mempengaruhi produksi dari
hormon plasenta dan endometrial pada ibu hamil. 5
8. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari
plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal
kehamilan. Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah
pada kehamilan.5
b. Imunologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated,
kemungkinan untuk melindungi janin dari sistem imun ibu. HG dikatakan timbul
akibat dari overaktivasi dari sistem imun yang berhubungan dengan sintesis
hormon kehamilan.5
c. Gastro Intestinal

1. Infeksi Helicobacter Pylori


Peningkatan insiden H.pylori pada pasien hiperemesis gravidarum
merupakan salah satu etiologi yang cukup jelas. Secara signifikan
ditemukan H.pylori pada bagian antrum dan corpus dari lambung pasien
dengan hiperemesis gravidarum. Jumlah bakteri H.pylori juga kemungkinan
berhubungan dengan derajat keparahan dari hiperemesis gravidarum.5,9
Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena adanya
perubahan keasaman lambung yang berhubungan denga perubahan sistem
imun pada ibu hamil. Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun
selular meningkatkan risiko ibu terinfeksi H.pylori.5
2. Motilitas lambung dan usus
Selama hamil, sex steroid mengakibatkan aktivitas abnormal dari lambung
dan usus halus mengakibatkan lambatnya waktu transit dan menghambat
waktu pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan mual. Namun

15
ternyata dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh dalam patogenesis
hiperemesis gravidarum. 18
3. Tekanan sfingter bawah esophagus
Kebanyakan wanita memiliki gejala refluks gastrointestinal selama hamil.
Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari sfngter
bawah esofagus karena meningkatnya estrogen dan progesteron. 5
4. Sekresi cairan di GIT
Hiperemesis gravidarum kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT
bagian atas karena peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen
lambung. Peningkatan sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis pada ibu
hamil, karena berhubungan dengan sekresi cairan amnion.5
d. Enzim Metabolik

1. Liver enzim
Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien hiperemesis gravidarum dengan
peningkatan kadar SGOT maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan
ditemukan pada pasien hiperemesis gravidarum tipe late onset, lebih parah
sampai ketonuria dan hipertiroidisme, namun mekanisme secara detail
belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi hati kemungkinan disebabkan
karena efek kombinasi dari hipovolemia, malnutrisi, dan timbulnya asam
laktat pada pasien.5,12,13
2. Amilase
Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan HG.
Namun peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena peningkatan
enzim amylase dari pancreas, menunjukkan kalau peningkatan tersebut
bukan diakibatkan gangguan dari pankreas melainkan sekresi yang
berlebihan dari kelenjar ludah.5,12,13
e. Defisiensi nutrisi

1. Defisiensi vitamin
Terdapat penurunan jumlah vitamin B6 pada pasien dengan hiperemesis
gravidarum, namun hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan
secara detail. Selain itu juga terdapat defisiensi vitamin lain yakni thiamin

16
(vitamin B1) dan vitamin K yang juga diperkirakan berhubungan dengan
peningkatan insiden hiperemesis gravidarum.5
2. Defisiensi Unsur Mikro
Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan patogenesis hiperemesis
gravidarum yakni zinc dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat
sedangkan besi menurun pada pasien. Zinc merupakan bahan yang penting
dalam katalisis enzim yang berhubungan dengan metabolisme, sedangkan
kadar besi yang rendah kemungkinan mengganggu fungsi biokimia,
metabolik, dan endokrin dari beberapa organ.5
f. Anatomi
Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi anatomi,
kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada ovarium kanan
dan kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada vena porta. 5
g. Psikologi
Faktor psikologi memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental
yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. 5
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada
wanita hamil dengan dan tanpa hiperemesis gravidarum selama kehamilan.
Subyek dengan hiperemesis gravidarum memiliki gejala psikologis yang lebih
tinggi dibanding dengan kecemasan dari para wanita hamil yang tidak memiliki
hiperemesis gravidarum. Gejala tersebut antara lain: gejala depresi, histeria,
psychasthenia, skizofrenia, somatisasi, dan perilaku obsesif kompulsif. 5
Faktor psikologi yang dikaitkan dengan hiperemesis gravidarum sejauh ini
merupakan faktor yang tertua. Beberapa peneliti menemukan bahwa faktor
psikologi bertanggung jawab terhadapa terjadinya hipermesis gravidarum. Pada
satu studi menemukan bahwa wanita dengan hiperemesis gravidarum cenderung
hysteria, kepribadian dependen pada ibu mereka dan bertikngkah kekanan-
kanakan. Teori psikoanalisis medeskripsikan hiperemesis gravidarum sebagai

17
reaksi konversi atau gangguan somatisasi atau ketidakmampuan seorang ibu untuk
menghadapi realita stress yang berlebihan.18
h. Genetik
Pada studi yang memeriksa tentang hubungan genetik dengan hiperemesis
gravidarum, menunjukkan bahwa aspek genetik memiliki peranan dalam
terjadinya hiperemesis gravidarum. Studi dilakukan pada 544.087 kehamilan yang
didaftarkan di Norwegia sejak tahun 1967-2005. Studi ini menunjukkan bahwa
anak perempuan yang lahir dari ibu dengan hiperemesis gravidarum memiliki
kecenderungan untuk mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 3% ketika
hamil. Anak perempuan dengan ibu tanpa hiperemesis gravidarum memiliki risiko
sebanyak 1,1% mengalami hiperemesis gravidarum ketika hamil. Pada studi lebih
lanjut yang meneliti ibu dengan hiperemesis gravidarum ternyata didapatkan
tingkat hiperemesis gravidarum yang tinggi pada keluarganya termasuk saudara
perempuan. Data ini menunjukkan bahwa predisposisi genetik memiliki peranan
dalam perkembangan hiperemesis gravidarum.4

Gambar 2.2
Interaksi Faktor Pencetus Hiperemesis Gravida 4

18
3.4 Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum antara lain adalah
usia ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda,
kehamilan mola, kondisi psikologis ibu, dan adanya infeksi H.pylori. Usia ibu
merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis
gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko
hiperemesis gravidarum, berhubungan dengan kadar hormon hCG, estrogen, dan
progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon hCG merupakan salah satu etiologi
yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum. Kadar hormon hCG dalam
darah mencapai puncaknya pada trimester pertama, tepatnya sekitar minggu ke
14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester
pertama. Peningkatan kadar hCG mengakibatkan perubahan atau gangguan
dismotilitas) sistem pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang diduga
sebagai pencetus infeksi H.pyloriselama kehamilan. 4
Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan
mengalami stress yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan
dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu
beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan
ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.
Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit hiperemesis
gravidarum.Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga
mempengaruhi pola makan, aktifitas, dan stres pada ibu hamil. 18

3.5 Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum


Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu1,4:

19
1. Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
penderita merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan
merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit,
tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering
dan mata cekung.1,4
2. Tingkat II
Pasien tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang
naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung,
tensi turun, hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi. Aseton dapat
tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan
dapat pula ditemukan dalam kencing.1,4
3. Tingkat III
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan
perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan,
termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya
gangguan hati.1,4
Tabel 2.2 Gejala Hiperemesis Gravidarum

PARAMETER TINGKAT I TINGKAT II TINGKAT III

1.Kondisi Umum Lemah Lemah >>, apatis Lebih buruk


2.Kesadaran Compos mentis Apatis Somnolen-koma
3.Nyeri Epigastrium + ++ +++
4.Muntah >> >>> Berhenti
5.TD ↓ ↓ ↓
Sampai 100-140x/menit ↑
6.Nadi 100x/menit
7.Turgor Kulit ↓ ↓ ↓

20
8.Mata Cekung Cekung, ±ikterus Cekung, ±ikterus
9.BAK Normal Oliguria Oliguria-anuria
10.Keton Urin + ≥+2 ≥+2

Mual dan muntah selama kehamilan merupakan kondisi yang tidak nyaman
yang berkelanjutan yang dapat mengenai segala aspek dalam kehidupan dan dapat
menimbulkan morbiditas yang signifikan. Klinisi dan peneliti dari Motherisk
Nausea and Vomiting Pregnancy Helpline dari Kanada membantu membuat
sistem yang lebih ringkas dengan modifikasi dari Rhodes Index yang biasa
digunakan sebagai scoring tingkat keparahan mual dan muntah pasien kemoterapi.
Sistem scoring ini dikenal dengan The Pregnancy-Unique Quantification of
Emesis/Nausea (PUQE) Index untuk menentukan apakah hiperemesis gravidarum
pasien tersebut ringan, sedang, berat sehingga dapat dijadikan landasan untuk
penatalaksanaan yang tepat dan adekuat. PUQE index meliputi gejala pasien pada
24 jam terakhir yang berhubungan dengan status hidrasi.14

Gambar 2.3
Tabel PUQE Index 14

Hasil dari PUQE Index adalah hiperemesis gravidarum ringan bila skor ≤6,
hiperemesis gravidarum sedang bila skor 7-12, dan hiperemesis gravidarum berat
bila skor 13-15.

21
3.6 Diagnosis Hiperemesis Gravidarum
3.6.1 Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah. Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan
tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis
juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan
nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati,
diabetes mellitus, dan tumor serebri). 1,3
3.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan
pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding. 1,3
3.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah
lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, analisis gas darah, tes fungsi hati dan
ginjal, USG (pemeriksaan penunjang dasar), pemeriksaan lain. 4,9
a. Darah Lengkap
Hematokrit juga dapat mengalami kenaikan karena adanya konstriksi
volume.
b. Urinalisis
Tanda-tanda starvasi, keton sangatlah berbahaya bagi perkembangan fetus.
Bisa juga disertai dengan deplesi volum
c. Serum Elektrolit
Penilaian kadar elektrolit untuk evaluasi rendahnya kadar sodium atau
potassium, identifikasi alkalosis atau asidosis hiperkloremik, serta evaluasi
fungsi renal dan status volume.

d. Enzim Liver dan Bilirubin


Peningkatan enzim hati dapat terjadi pada >50% pasien dengan
hiperemesis gravidarum. Transaminitis ringan dapat membaik segera
setelah mual-muntah teratasi. Secara signifikan, kenaikan kadar enzim hati

22
dapat dijadikan tanda adanya penyakit hati yang mendasari seperti
hepatitis (virus, iskemik, autoimun) atau etiologi lain dari trauma hepar.

e. Amilase/Lipase
Amilase/Lipase yang meningkat pada kurang lebih 10% pasien dengan
hiperemesis gravidarum. Peningkatan kadar lipase dan amilase dapat
dijadikan acuan untuk curiga adanya pankreatitis sebagai etiologi.

f. TSH dan Free Thyroxine


Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada
kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi
penurunan kadar TSH.
g. Kultur Urin
Kultur urin dapat diperiksa karena infeksi saluran kencing merupakan hal
yang sering terjadi pada pasien hamil dan dapat dihubungkan dengan
kejadian hiperemesis gravidarum.

h. Serum Kalsium
Pertimbangan untuk mengukur kadar kalsium. Beberapa kasus
hiperkalsemia yang jarang telah dilaporkan yang berhubungan dengan
hiperemesis gravidarum akibat hiperparatiroidisme.
i. USG
Pemeriksaan USG biasa dilakukan pada pasien dengan hiperemesis
gravidarum untuk evaluasi kehamilan ganda atau penyakit trofoblastik.
Pemeriksaan pencitraan yang lain pada umumnya tidak dibutuhkan
kecuali muncuk gejala atipikal (mual dan atau muntah yang dimulai pada
usia kehamilan setelah 9-10 minggu, mual dan atau muntah yang menetap
setelah usia kehamilan 20-22 minggu, eksaserbasi akut yang parah) atau
penyakit lain berdasar pada riwayat penyakit sebelumnya atau
pemeriksaan fisik.
Bila terdapat indikasi klinis, dilakukan USG abdomen untuk evaluasi
pankreas dan atau duktus bilier.
j. Pemeriksaan Lain

23
Bila dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan
antibodi Helicobacter pylori. Pada pasien dengan nyeri abdomen atau
perdarahan saluran cerna bagian atas, dapat dilakukan pemeriksaan
endoskopi namun tetap dilakukan monitoring yang ketat. Pada beberapa
kasus yang jarang dapaat dilakukan CT scan abdomen bahkan MRI
apabila dicurigai terdapat appendisitis sebagai penyebab mual muntah
selama kehamilan.
3.7Diagnosis Banding Hiperemesis Gravidarum
3.7.1 Appendisitis Akut
Pada pasien hamil dengan appendisitis akut keluhan nyeri tekan pada perut
sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendisitis akut
keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan
rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita
hamil dengan appendiksitis akut dan tanpa appendiksitis akut.3,7,8
3.7.2 Ketoasidosis Diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes bila sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8
3.7.3 Gastritis dan Ulkus Peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-
obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu
dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum
karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai
keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari
karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan
gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya
diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena
hormon jarang disertai diare. 3,7,8
3.7.4 Hepatitis.

24
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan
SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien
hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang
sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya
memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu
menegakkan diagnosis. 3,7,8
3.7.5 Tumor Serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat
juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap
hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan
CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi
janin.4,7
3.8 Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum
Tatalaksana hiperemesis gravidarum yang berat dianjurkan untuk
dirawat di rumah sakit, hal utama yang harus diperhatikan adalah
tatalaksana dehidrasi untuk meningkatkan volume intravaskuler,
memperbaiki gangguan elektrolit dan mencegah terjadinya kompensasi
vasokonstriksi sehingga mengganggu perfusi jaringan.7
Beberapa pasien membaik dengan mengurangi aktivitas dan
memperbanyak istirahat. Pasien yang lain ada yang membutuhkan udara
luar lebih banyak. Hiperemesis gravidarum perlu perawatan lebih lanjut
di rumah sakit bila terapi di rumah tidak berhasil atau bila terjadi
ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang parah. Pada
beberapa kasus refrakter yang parah dari hiperemesis gravidarum, bila
hidup ibu terancam, atau bila hiperemesis gravidarum memberikan beban
fisik dan psikologis, perlu dipikirkan teminasi kehamilan.16
3.8.1 Prinsip Manajemen Hiperemesis Gravidarum 16
a) Atasi dehidrasi dan ketosis
b) Berikan infus D5 10% dan B kompleks
c) Atasi defisit asam amino, elektrolit
d) Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai ketosis dan deficit elektrolit

25
e) Berikan obat antimuntah : dopamin antagonis (metoklopramid,
domperidon), fenotiazin (klorpromazin, proklorperazin), antikolinergik
(disiklomin), antagonis resptor H1 (prometazin, siklizin). Namun bila
masih tetap tidak merespon dapat diberikan kombinasi steroid dengan
reseptor 5-Hidrokstiptamin atau serotonin (5-HT3) antagonis yaitu
ondansetron, sisaprid.
f) Berikan support psikologis
g) Atasi bila dijumpai keadaan patologis
h) Jika kehamilannya patologis (misal : Mola hidatidosa), lakukan evakuasi
i) Nutrisi peroral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa
yang dikehendaki pasien (prinsip utama adalah pasien masih dapat makan)
dengan porsi seringan mungkin dan baru ditingkatkan bila pasien lebih
segar/enak
j) Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan
dengan porsi wajar (lebih baik lagi bila telah dibultikan dengan hasil
laboratorium yang telah normal) dan obat peroral telah diberikan beberapa
saat sebelum infus dilepas
3.8.2 Penatalaksanaan Farmakologis

26
Gambar 2.4
Algoritma Penatalaksanaan Mual-Muntah Dalam Kehamilan 15

Kebanyakan pasien dengan PUQE Index ≤6 (ringan) biasanya tidak terlalu


sering mual-muntah sehingga pada umumnya hanya memerlukan perubahan gaya
hidup dan penatalaksanaa non farmakologis. Jahe dapat dipertimbangkan sebagai
monoterapi atau sebagai terapi tambahan bersamaan dengan terapi lain.
akupunktur juga dapat memberikan manfaat bagi beberapa pasien. 4,16
PUQE Index ≥7 atau ketika pasien membutuhkan obat untuk mengurangi
keluhan mual-muntah, mulailah dengan pemberian piridoksin (vitamin B6) 25 mg
3x/hari dan setengah tablet doxylamin 3x/hari. Safety untuk kedua obat ini
sangatlah aman. Bila pasien ingin mengurangi keluhan mual dengan atau tanpa
muntah, pheothiazin dapat diberikan pada awal secara oral atau per rektal tetapi

27
memberikan efek sedasi sehingga beberapa pasien menolak menggunakan obat
ini. Oleh karena itu, metoklopramid dianjurkan untuk pengobatan sehari-hari. 4, 16

Gambar 2.5
Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum Berdasar PUQE Index 4

3.8.2.1 Pyridoxin (Vitamin B6)


Pyridoxin merupakan koenzim untuk metabolisme asam amino dan terdapat
pada gandum, daging, dan sayuran hijau. Kebutuhan vitamin ini pada keadaan
normal tidak diketahui dengan pasti namun ada yang menyatakan berkisar
antara 1-2 mg/hari. Vitamin B6 mempunyai peran penting dalam metabolisme
tryptophan menjadi niacin dan metabolisme asam lemak esensial lain. Pada
wanita hamil ditemukan asam xanthurenic dalam jumlah banyak setelah
pemberian tryptophan dan kelainan ini dikoreksi dengan pemberian piridoksin.
Defisiensi vitamin B6 selain menyebabkan gangguan epitelisasi juga dapat
mengganggu persarafan seperti lemas, nyeri ekstremitas, sakit kepala, depresi,

28
dan nausea. Pemberian vitamin B6 pada wanita hamil dengan nausea dan
vomitus adalah 10-25 mg setiap 8 jam.4, 15
Vitamin B6 dipilih sebagai terapi alternatif yang natural untuk mengobati
nausea dan vomitus pada kehamilan. Bahkan wanita yang mengkonsumsi
vitamin B6 pada 6 minggu pertama kehamilan,lebih sedikit mengalami mual-
muntah selama kehamilan. 4, 15
3.8.2.2 Antagonis Dopamin
Distonik atau reaksi ekstrapiramidal adalah efek samping dari semua
golongan antagonis dopamin. Ketika obat golongan ini memasuki reseptor
dopamin di sistem saraf pusat, impuls normal di basal ganglia dan sistem
ekstrapiramidal yang mengontrol gerak involunter, keseimbangan, postur, dan
koordinasi akan terganggu. Hal ini mengakibatkan terjadinya gejala mirip
parkinson seperti distonik, akathisia, akinesia, dan atau tardive dyskinesia.
Metoklopramid dapat melintasi blood brain barrier lebih banyak dari obat yang
lain. Reaksi distonik umumnya terjadi satu sampai tiga hari setelah onset terapi
atau setelah peningkatan dosis. Penanganan untuk keadaan ini mudah dan efektif
yaitu 50 mg diphenhydramine secara intravena yang akan menyeimbangkan
asetilkolin dan dopamin sehingga gejala ektrapiramidal akan hilang 15-30 menit
setelah obat dimasukkan. 14
a. Phenothiazines
Phenothiazines efektif dalam mencegah muntah dibanding anti histamin
lain. Efek primer obat ini adalah sedasi.
b. Promethazines dan Phrochlorperazine
Obat ini bekerja pada CTZ dan memiliki efek yang cukup dalam menekan
mual-muntah. Obat ini aman digunakan pada kehamilan dan tidak ada
bukti menyebabkan efek teratogenik serta masuk dalam obat-obat FDA
(Food and Drug Administration) kategori C. Dosis promethazines 12,5 mg
per oral atau per rektal setiap 4 jam.
Namun promethazine hendaknya tidak digunakan pada wanita yang akan
melahirkan dalam waktu dekat karena dapat menimbulkan gangguan
pernapasan RDS (Respiratory Distress Syndrome) serta mengganggu
agregasi trombosit ibu dan bayi.

29
c. Metoklopramid
Obat ini bekerja pada mekanisme perifer dan sentral. Obat ini merupakan
antagonis dari dopamin dan juga 5-HT3(serotonin) serta meningkatkan
pengosongan lambung. Metoklopramid tidak memiliki bukti klinis yang
berkaitan dengan defek kongenital dan merupakan obat FDA kategori B.
Metoklopramid secara luas digunakan sebagai pilihan kedua untuk
mengobati mual-muntah dalam kehamilan bila phenothiazine atau
antihistamin infektif. Obat ini tidak menyebabkan sedasi sehingga menjadi
lini pertama pasien hiperemesis gravidarum dan terbukti menurunkan
angka perawatan di rumah sakit dan hidrasi intravena.
Obat ini dianjurkan hanya untuk penggunaan jangka pendek dengan dosis
maksimal 30 mg dalam 24 jam atau 0,5 mg/kgBB dalam 24 jam selama
maksimal 5 hari. Penggunaan intravena sebaiknya dengan injeksi bolus
pelan atau paling tidak selama 3 menit untuk meminimalisasi risiko terjadi
reaksi ekstrapiramidal.
d. Droperidol
Droperidol merupakan obat terbaru dari golongan antagonis dopamin
untuk penanganan mual-muntah dalam kehamilan. Obat ini merupakan
golongan butirophenon dan lebih poten dari phenothiazines sertabiasa
digunakan oleh anestesiologis untuk mengontrol mual paska operasi.
Namun obat ini memiliki risiko prolonged QTdan torsade de pointes pada
ibu yang berpotensi menyebabkan aritmia yang fatal sehingga jarang
digunakan. The American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) merekomendasikan penggunaan obat ini dengan monitoring ketat
termasuk pemeriksaan elektrokardiografi sebelum, selama, dan tiga jam
setelah pemberian.

3.8.2.3 Antihistamin
Antihistamin bekerja dengan blok reseptor histaminpada sistem vestibular
(reseptor H1) dan CTZ (reseptor H2). Obat ini secara luas digunakan sebagai terapi
medikasi lini pertama wanita dengan mual-muntah dalam kehamilan.
Diphenhydramin dan doxylamin dapat dibeli tanpa resep. Ada lebih dari 20
controlled trials dari berbagai macam antihistamin dan hasilnya menyebutkan

30
bahwa wanita hamil yang mendapat antihistamin pada trimester pertama memiliki
risiko rendah malformasi mayor dan minor. Meskipun penggunaan
antihistaminsangat aman dan efikasi tinggi namun penggunaanya dibatasi dengan
efek sampingnya yaitu sedasi, pusing, dan fatigue. 14, 16
Kombinasi piridoksin-doxylamin (Diclegics) merupakan satu-satunya obat
yang disetujui oleh FDA dengan dosis terbaru tahun 2013, diminum sebelum tidur
dan konsentrasi serum mencapai puncak pada pagi hari saat keluhan mual-muntah
paling berat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. . 14, 16
3.8.2.4 Antagonis 5-HT3(Serotonin Antagonist)
Ondansetron adalah reseptor antagonis serotonin selektif yang digunakan
sebagain antiemesis pada kasus paska operasi, kemoterapi, dan radiasi. Obat ini
merupakan antiemetik poten dan terbaru. Belum ada laporan tentang terjadinya
malformasi kongenital pada trimester pertama penggunaan ondansetron dan
merupakan obat FDA kategori B. Dosis ondansetron 4-8mg per oral atau
intravena per 8 jam. Ondansetron biasa digunakan bila muntah refrakter, tiddak
membaik, prawat inap rekuren. Pada small-random studies didapatkan bahwa
ondansetron lebih superior dalam menurunkan mual daripada kombinasi
doxylamin-piridoksin serta lebih efektif menurunkan muntah yang parah daripada
metoklopramid. 14
Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki efektivitas yang sama dengan
prometazin tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil.4, 14
3.8.2.5 Kortikosteroid
Methylprednisolon 16 mg per oral atau intravena setiap 4-6 jam dapat
ditambahkan bila dengan pengobatan di atas gagal dan tappering down pada dosis
minimal yang efektif. Pertimbangkan kosteroid bila terapi dengan obat
konvensional dan cairan intravena gagal. Ada beberapa penelitian terkait safety
dan efektivitas kortikosteroid untuk pengobatan hiperemesis gravidarum.
Kortikosteroid berhubungan dengan peningkatan risiko oral cleft dan saat ini
ACOG merekomendasikan penggunaan steroid bila usia kehamilan lebih dari 10
minggu. Hidrokortison intravena 100 mg 2x/hari dan ketika sudah terjadi
perbaikan klinis maka diganti dengan prednisolon oral 40-50 mg/hari dengan
tappering down sampai dosis paling rendah yang dapat mengontrol keluhan. Pada

31
sebagian bsesar kasus, prednisolon berlanjut hingga usia kehamilan di mana
hiperemesis gravidarum menghilang dengan sendirinya, dan pada kasus yang
ekstrim dapat berakhir hingga melahirkan.4, 14
3.8.2.6 Cairan Intravena
Pasien yang menolak pengobatan per oral, segera pikirkan untuk pemberian
hidrasi intravena. Hidrasi intravena yang dilakukan pada pasien dengan volume
deplesi yang parah untuk mencegah Wernicke’s encephalopathy, hindari
menggunakan glukosa intravena sebelum pemberian thiamin (Vitamin B1) atau
multivitamin lain. Kebutuhan thiamin meningkat saat kehamilan sehingga
pemberian thiamin sangat dibutuhkan. Defisiensi thiamin dapat terjadi bila
muntah berkepanjangan dan merupakan etiologi dasar Wernicke’s
encephalopathy. Penelitian yang dilakukan oleh Goodwin dkk menyatakan
pemberian cairan intravena ini telah teruji efektif dalam penanganan hiperemesis
gravidarum pada 83% pasien (603 dari 1193). 14, 15,16
Bila dehidrasi menetap, kehilangan cairan terus-menerus, dengan atau tanpa
kehilangan berat badan yang signifikan dengan terapi di atas merupakan indikasi
pemberian suplemen nutrisi baik parenteral atupun enteral. Metode standar adalah
dengan TPN (Total Parenteral Nutrition). namun dilaporkan kejadian bakteremia,
sepsis, dan trombosis dengan PICC line (Peripherally Inserted Central
Cathether) yang digunakan untuk pemberian TPN. Pemasangan NGT lebih
direkomendasikan dan menunjukkan komplikasi yang minimal dengan efikasi dan
outcome yang baik untuk neonatus, sehingga dipilih sebagai metode alternatif
yang valid. 4, 15, 16

32
Gambar2.6
Rekomendasi Dosis Terapi Antiemetik 15

3.8.3 Penatalaksanaan Non Farmakologis


3.8.3.1 Diet dan Perubahan Gaya Hidup
Diet dan perubahan gaya hidup merupakan pendekatan lini pertama pada
pasien dengan hiperemesis gravidarum ringan. Tujuan diet hiperemesis
gravidarum adalah mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis
serta secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup
sesuai keadaaan dan kebutuhan pasien. Makanan bagi hiperemesis gravidarum
dianjurkan memiliki karbohidrat tinggi (75-80% dari kebutuhan energi total),
lemak rendah (≤ 10% dari kebutuhan energi total), dan protein sedang (10-15%
dari kebutuhan energi total) 19
Diet awal yang dianjurkan pada pasien hiperemesis gravidarum meliputi: 19
a. Makan ketika lapar meskipun di luar jam makan rutin. Bila makan pagi dan
siang sulit diterima, optimalkan makan malam dan selingan malam
b. Makan sedikit tapi sering, jangan sampai lambung kosong
c. Minum banyak air di antara waktu makan tetapi tidak saat makan. Tunggu
minimal 30 menit setelah makan sebelum minum
d. Hindari makan pedas dan berlemak termasuk aroma yang menimbulkan
rasa mual-muntah. Tingkatkan konsumsi makanan kering
e. Konsumsi snack yang mengandung protein sebelum tidur.

33
f. Konsumsi crackers pagi hari saat bangun tidur.
g. Makanan dan minuman herbal seperti peppermint, jahe, frozen dessert
h. Vitamin prenatal pada pra konsepsi menurunkan mual-muntah saat
kehamilan
Ada tiga macam diet hiperemesis, yaitu: 3, 19
i. Diet Hiperemesis I
Diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti
kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-
buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam
sesudahnya. Makanan ini kurang dalam zat-zat gizi kecuali vitamin C
karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
ii. Diet Hiperemesis II
Diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur
mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman
tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua
zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D. Penilihan bahan makanan yang
tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi, kecuali kebutuhan
energi.
iii. Diet Hiperemesis III
Diberikan kepada pasien dengan hiperemesis ringan. Menurut
kesanggupan pasien minuman boleh diberikan bersama makanan.
Makanan ini cukup energi dan semua zat gizi.

34
Gambar 2.7
Nilai Gizi Diet Hiperemesis Gravidarum 19

3.8.3.2 Herbal dan Akupunktur


Review dari 300 sumber non medis tentang terapi herbal dalam kehamilan
(buku, majalah, website) mengatakan bahwa jahe, chamomile, peppermint, daun
teh raspberi merah dapat mengurangi gejala mual-muntah dalam kehamilan.
Hanya efikasi dari jahe yang telah dipelajari secara klinis. Akar jahe (Zingiber
officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang
cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh
galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang sering
menyebabkan infeksi. Efek jahe juga berhubungan dengan fungsinya
meningkatkan tonus dan peristaltik traktus gastrointestinal yang disebabkan aksi
antiserotonin dan antikolinergik. Jahe bekerja langsung pada sistem pencernaan
dan tidak berhubungan dengan SSP seperti obat antiemetik pada umumnya. 4, 14, 18
Empat randomized trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe lebih efektif
daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6 dan dimenhidrinate
dalam menurunkan gejala mual-muntah dalam kehamilan. Grup lain meneliti efek
biskuit jahe dan menemukan manfaatnya dalam mengurangi mual-muntah
dibanding placebo. Efek samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada
beberapa penelitian, tetapi tidak ditemukan efek samping signifikan terhadap

35
neonatus seperti abortus spontan, berat badan bayi lahir rendah, atau berat badan
kurang masa kehamilan, serta malformasi kongenital. Dosisnya adalah 250 mg
kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari. 4, 14, 18
Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih menjadi
kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di
pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya
masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang
besar didapatkan tidak terdapat efek yang menguntungkan dari penggunaan
acupressure, namun The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan
stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini
dapat mengurangi risiko mual. Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek
volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan muntah serta
merangsang kenaikan berat badan. 4,14

36
Gambar 2.8
Titik acupressure P6 Nei-Kuan

3.8.3.3 Edukasi
Edukasi awal bagi pasien tentang tanda dan gejala sangat penting. Satu studi menemukan
adanya hubungan yang erata antara mual-muntah saat kehamilan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kehamilan, stres, dan keraguan tentang kehamilan itu sendiri serta
kurangnya komunikasi antara dokter dan pasangan tersebut. Intervensi awal dapat meliputi
konseling diet termasuk menganjurkan pasien makan dalam porsi kecil, menghindari
makanan berlemak atau pedas, mengikuti tanda dari tubuh saat lapar, meningkatkan intake
karbohidrat kering. Pasien dianjurkan untuk memiliki catatan atau setidaknya mengingat
makanan atau minuman apa saja yang merangsang mual-muntah selama kehamilan. 17
Perubahan fisiologis saat kehamilan erat kaitannya dengan perubahan psikologis dan nilai
budaya. Respon psikologis dapat menjadi pemicu munculnya mual-muntah saat kehamilan.
Pada beberapa kasus yang jarang, hiperemesis gravidarum merupakan wujud dari gangguan
psikiatri seperti reaksi konversi atau gangguan somatisasi atau depresi mayor.17
Hiperemesis gravidarum dapat menurunkan kualitas hidup dan efisiensi kerja sehingga
sangat penting menginformasikan kepada pasien dan keluarga tentang perubahan fisiologis
saat kehamilan dan cara mengatasinya serta meyakinkan bahwa kehamilan adalah satu proses
yang membahagiakan dari Tuhan. Sebanyak 50% wanita mengatakan bahwa mual-muntah
saat kehamilan mempengaruhi kemampuan mereka dalam bekerja,sebanyak 35%
memerlukan waktu istirahat dari pekerjaannya (rata-rata sebanyak 62 jam), 50% mengatakan
keluhan tersebut mempengaruhi hubungan dengan pasangan dan keluarga, serta 55%
dialaporkan mengalami depresi. Pada studi lebih lanjut didapatkan 80% wanita dengan
hiperemesis gravidarum mengatakan bahwa hal ini memiliki efek psikososial berupa
kekhawatiran tentang ekonomi dan pekerjaan, depresi, ansietas, dan ketakutan akan
kehamilan berikutnya. 17

3.9 Komplikasi Hiperemesis Gravidarum


Diawali dengan mual munta berlebihan sehingga dapat menimbulkan dehidrasi, tekanan
darah turun, dan diuresis menurun. Hal ini menimbulkan perfusi ke jaringan menurun. Oleh
karena itu, terjadi perubahan metabolisme ke arah anaerob yang menghasilkan benda keton
dan asam laktat. Muntah yang berlebihan menimbulkan perubahan elektrolit sehingga pH

37
darah menjadi tinggi. Dampak dari masalah tersebut menimbulkan gangguan pada beberapa
fungsi organ, di antaranya:
a) Hepar
Gangguan perfusi O2 pada hepar menyebabkan gangguan fungsi sel hepar,
peningkatan kadar transaminase, dan infiltrasi lemak pada hati (fatty acid oxidative).
Perlemakan pada hati ini dapat menyebabkan kematian dengan angka kematian
maternal dan janin masing-masing 75% dan 85%. Dengan gambaran histopatologi
berupa infiltrasi lemak intraseluler (mikrovesikel) yang distribusinya sentrilobuler,
kecuali hepatosit di daerah periportal yang biasanya masih tampak normal, juga
tidak didapatkan adanya tanda-tanda nekrosis maupun reaksi inflamasi yang luas. 11,

12, 13

Gejala klinis yang timbul dapat berupa malaise, anoreksia, nausea, vomit, nyeri
epigastrik, ikterus, hematemesis, dan perdarahan lainnya, ensefalopati hepatik dan
gagal ginjal. Penyakit ini sering disertai dengan pankreatitis akut dan kadang-kadang
disertai juga dengan toksemia dan koagulasi intra vaskuler (DIC). Biasanya terjadi
partus prematur dan bayinya lahir mati, kematian ibu biasanya terjadi pada hari ke
tiga sampai empat minggu sejak onset karena hipoglikemi, ensefalopati, perdarahan,
infeksi dan gagal ginjal.11,12
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikan kadar bilirubin serum
(biasanya di bawah 10 mg%), SGOT (biasanya kurang dan 500 IU), fosfatase alkali,
asam urat, amonia, dan ureum. Sedangkan kadar gula darah, albumin, kolesterol dan
protrombin akan menurun. Pada pemeriksaan darah tepi akan didapatkan
leukositosis dan trombositopenia.13
b) Ginjal
Komplikasi pada ginjal berupa penurunan diuresis akibat dehidrasi, sehingga
metabolisme seperti asam laktat dan benda keton tertimbun serta terjadi degenerasi
lemak pada tubula kontorti. Gambaran histopatologi pada ginjal berupa penyempitan
tubulus proksimal, nekrosis sel epitel tubulus proksimal, dan adanya hialin cast di
tubulus distal. Tampak juga degenerasi tubulus proksimal yang mengandung debris,
tetapi membrana basalis utuh. 5
Gejala klinis berupa oliguria yang dilanjutkan diuresis. Adanya kerusakan tubulus
menyebabkan retensi cairan, sehingga terjadi uremia, hiperkalemia, edem,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis, peningkatan blood urea nitrogen (BUN)
sekitar 25-30mg/dl per-hari, dan kreatinin kira-kira 2,5mg/dl per-hari. Setelah

38
penyembuhan, epitel tubulus diganti dengan sel yang belum memiliki kemampuan
selektif, sehingga urin mudah lewat tanpa absorpsi yang mengakibatkan dehidrasi
dan hilangnya elektrolit tertentu.5
c) Sistem Saraf Pusat
Komplikasi pada sistem saraf pusat adalah ensefalopati wernicke. Gejala yang
timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata
(oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Komplikasi
terjadi sebesar 48% pada hiperemesis gravidarum. 4
Tiamin diserap di duodenum dan akan disimpan di dalam tubuh sekitar 18 hari.
Tiamin dikonversi ke dalam bentuk aktif yaitu tiamin pirofosfat di saraf dan sel glia.
Tiamin pirofosfat berfungsi sebagai kofaktor beberapa jenis enzim, seperti
tranketolase, piruvat dehidrogenase, dan alfa ketoglutarat, yang berfungsi dalam
metabolisme karbohidrat. Fungsi utama enzim ini di dalam otak adalah dalam
metabolisme lemak dan karbohidrat, produksi asam amino, dan produksi
neurotransmitter devirat glukosa. Penurunan fungsi enzim ini menyebabkan
kerusakan dalam metabolisme glukosa di otak yang mengakibatkan gangguan
metabolisme energi sel. 4
Bila dalam 2-3 minggu asupan tiamin kurang maka otak merupakan tempat yang
akan menunjukan kerusakan sel paling tinggi. Konsekuensi nya adalah hilangnya
gradien osmotik sel yang melintasi membran. Perubahan biokimia yang paling awal
adalah penurunan α-ketoglutarat dehidrogenase di astrosit. Astrosit laktat meningkat
dan terjadi edema, peningkatan konsentrasi glutamat ekstraselular, peningkatan
nitrat oksida, fragmentasi DNA di neuron, produksi radikal bebas, dan peningkatan
sitokinin serta kerusakan pembuluh otak. 4
d) Komplikasi Lain
Ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan
neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin
terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.2,4
3.10 Prognosis Hiperemesis Gravidarum
Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah komplikasi
seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5%
berat badan. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan laboratoris. Secara
klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi

39
dan intensitas mual, serta perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi. Parameter laboratorium
yang perlu dinilai adalah perbaikan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. 4, 14

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.


Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum umukmnya baik, namun dapat
menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat
dan cepat. 4. 14

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.


Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirinya pada usia kehamilan 20-22
minggu. Namun demikian pada tingkatan yang berat penyakit ini dapat membahayakan
nyawa ibu dan janin. Wanita dengan hiperemesis gravidarum yang memiliki penurunan berat
badan (< 7 kg) berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil masa
kehamilan, preterm, Apgar skor lima menit pertama < 7. Kriteria keberhasilan pengobatan
dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Rehidrasi berhasil dan turgor kulit kembali normal

2. Diuresis bertambah

3. Kesadaran komposmentis

4. Hasil pemeriksaan laboratorium (ketonuria negatif).


Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik, manifetsasi
komplikasi organis adalah delirium , takikardi , ikterus ,anuria dan perdarahan dalam keadaan
demikian perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan. 4

40
DAFTAR PUSTAKA

1.Mochtar, Rustam, 2001, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC.


2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi
ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.
4. Ogunyemi DA, 2017. Hyperemesis Gravidarum, accessed at
<http://www.emedicine.com/article/254751-overview > (10/01/2017, 23:50 WIB).
5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis Gravidarum, A
Literature Review. Human Reproduction Update.vol 11. No.5. pp. 527-539.
6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis Gravidarum And Helicobacter Pylori
Infection: A Systematic Review. Obstet Gynecol 2007, 110:695-703.
7. Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum Assessment And Management. Aust Fam Physician
2007,36:698-701.
8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring For Women With Nausea And Vomiting
In Pregnancy : New Approaches. British Journal of Midwifery, May 2008, Vol 16, No.
5.
9. Asih, Kampono, dan Prihartono. Hubungan Pajanan Infeksi Helicobacter Pylori Dengan
Kejadian Hiperemesis Gravidarum. Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia. Vol 33, no
3 Juli 2009.
10. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment Of Nausea And Vomiting In
Pregnancy: An Updated Algorithm. Can Fam Physician 2007, 53 (12):2109-2111.
11. Sherlock S. Diseases Of The Liver And Biliary System. 6th ed. Oxford: Blackwell
Scientific Publications, 1981; 400–5.
12. Dotivas SG, Meeks GR, Phillips O, Momson JC, Walker LA. Liver disease in pregnancy.
Obstetrical and Gynecological Survey 1983; 38: 831–6.
13. Wright R. Liver Disease In Pregnancy. Medicine International 1986; 2: 1210-1.

14. King, L.T., et al, Evidence-Based Approaches to Managing Nausea and Vomiting in
Pregnancy, 2009, accessed at <http://emedicine.medscape.com/viewarticle/712662>
(17/12/2016, 10:56 pm)

15. Shehmar M, et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and
Hyperemesis Gravidarum. Royal College of Obstetrician and Gynaecologists, 2016.
Accessed at <http://rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/green-top-guidelines/
gtg69-hyperemesis.pdf> (25/12/2016, 11:50 pm)

41
16. King Edward Memorial Hospital Perth Western Australia, Abnormalities of Early
Pregnancy : Management of Hyperemesis Gravidarum, 2015, accessed at
<http://www.wnhs.health.wa.gov.au/development/manuals/O&G_guidelines/sectionc/9/
c9.6.pdf > (30/12/2016, 09:45 am)
17. MacGibbon, K, Hyperemesis Gravidarum : An Educational Guide, 2012, Accessed at
<http://www.helpher.org/downloads/what-is-HG> (26/12/2016, 09.50 pm)
18. Sivalingam N., Loh K.Y., Understanding Hyperemesis Gravidarum, International
Medical University Malaysia, 2015, Accessed at
<http://www.e-mjm.org/2005/v60n3/Hyperemesis_Gravidarum.pdf > (15/01/2017, 05.30
am)
19. Almatsier, S., Penuntun Diet, 2009, Jakarta : Instalasi Gizi Perjan RS Dr.
Ciptomangunkusumo dan Asosiasi DietisienIndonesia

42

Anda mungkin juga menyukai