Syndrome Nefrotik
Pembimbing:
dr. Yeni Larasati, Sp.PD
Dokter Pendamping:
dr. Meliana Muliawaty
dr. Sofiana
Disusun Oleh:
Zulfikri Nurdia Perdana
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. EK
Umur : 36 tahun
No.RM : 2627xx
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tinggal : Kp. Pulo turi 1/6 Sukatani
Tanggal Masuk : 20 Desember 2021
II. Anamnesis
- Keluhan utama: Sesak nafas 2 hari
- Pasien datang ke IGD RSKMI dengan keluhan sesak nafas 2 minggu lalu dan
memberat 2 hari lalu. Badan lemas, demam (-), batuk (+) kurang lebih 2 hari,
mual dan kadang muntah, BAB kurang lancar BAK normal. Os juga mengeluh
nyeri dada sebelah kiri, Os juga mengatakan kedua kaki nya bengkak, dan
riwayat mata bengkak kurang lebih 3 minggu lalu
- Riwayat Penyakit Dahulu:
Os kurang lebih 3 minggu lalu dirawat di RSKMI dengan dr Yeni Sp.PD
dengan diagnosa syndrome nefrotik, Dibetes Melitus tipe II dan CHF. Sudah
kontrol post rawat dan diberi obat KSR, Furosemid, Channa, Insulin. Riwayat
Vaksin covid (-), Riwayat suspek atau terkonfirmasi covid 19 (-).
- Resume anamnesis:
Pasien datang ke IGD RSKMI dengan keluhan sesak nafas 2 minggu lalu
dan memberat 2 hari lalu. Badan lemas, demam (-), batuk (+) kurang lebih 2
hari, mual dan kadang muntah, BAB kurang lancar BAK normal. Os juga
mengeluh nyeri dada sebelah kiri, Os juga mengatakan kedua kaki nya bengkak
dan riwayat mata bengkak kurang lebih 3 minggu lalu, Os kurang lebih 3 minggu
lalu dirawat di RSKMI dengan dr Yeni Sp.PD dengan diagnosa syndrome
nefrotik, Dibetes Melitus tipe II dan CHF. Sudah kontrol post rawat dan diberi
obat KSR, Furosemid, Channa, Insulin. Riwayat Vaksin covid (-), Riwayat
suspek atau terkonfirmasi covid 19 (-).
1
III. Tanda Vital
- Keadaan Umum : sedang
- Kesadaran : GCS E4V5M6
- TD : 133/98 mmHg
- RR : 35 x/min
- Nadi : 143 x/min
- T : 36,2˚C
- SpO2 : 95%
- Skor nyeri :4
EKG
4
- Kedua diafragma tampak licin
- Tak tampak penebalan kedua pleural space
- Cor, CTR = 0.65
- Sistema tulang yang tervisualisasi tampak intak
Kesan:
- Bronkopneumonia
- Cardiomegali
VIII. Diagnosis
- Obs dyspneu ec CHF
- Syndroma Nefrotik
- Hiponatremia
- AKI
- Trombositopeni
IX. Tatalaksana
- O2 NK 2 lpm
- Inj Vomizole 40 mg IV
- Inj Furosemid 20 mg IV
- NS 3%/24jam
5
- Inj. Metoclopramid 3x10mg
- Inj. Pantoprazole 1x40mg
- Inj. Cefotaxime 3x1gr
- SC ryzodex 0-6 unit
- Lactulac syr 3x2cth
- Ramipril 1x2.5mg
- Extra dulcolac supp II
- Cek GDP/2PP
6
PEMBAHASAN
SYNDROME NEFROTIK
I. Definisi
Syndrome nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai
dengan edema, proteinuria massif >3,5 gram/hari, hypoalbuminemia <3,5
gram/hari, hiperkolesteromia dan liduria. Syndrome nefrotik memiliki
berbagai efek metabolik yang berdampak pada individu, beberapa episode
syndrome nefrotik adalah self-limited dan sebagian diantaranya respon
dengan terapi spesifik, sementara sebagian lainnya merupakan kondisi
kronis.
Pasien dengan syndrome nefrotik dapat memiliki laju filtrasi glomerulus
(glomerular filtrasi rate/ GFR) normal, atau jarang kali dapat ditemukan
sedikit lebih tinggi. Kondisi ginjal, khususnya glomerulus, yang terus
mengalami hiperfiltrasi dan kerusakan nefron yang berkelanjutan. Jika tidak
ditangani dengan baik, proses ini biasanya berlangsung beberapa bulan
hingga tahun hingga GFR akan makin menurun dan menyebabkan gagal
ginjal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi proteinuria
24 jam, semakin cepat proses penurunan GFR.
II. Etiologi
Syndrome nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonephritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin
dan akibat penyakit sistemik. Penyebab syndrome nefrotik pada dewasa
dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes melitus, amyloidosis
atau lupus eritematous sistemik (SLE).
7
III. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis utama pada pasien syndrome nefrotik adalah sebagai
berikut:
Gejala
IV. Patofisiologi
Proteinuria
8
kapiler glomerulus dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Kedua mekanisme tersebut mengalami gangguan pada sindrom
nefrotik. Konfigirasi protein juga menentukan lolos atau tidaknya protein
melewati membran basal glomerulus.
Hipoalbuminemia
Kadar albumin di dalam plasma dipengaruhi oleh asupan protein,
produksi albumin di hati, dan protein yang hilang melalui urin. Proteinuria
masif pada sindrom nefrotik menyebabkan hipoalbuminemia yang
mengakibatkan penurunan onkotik plasma. Hepar akan tetap mencoba
mempertahankan tekanan onkotik plasma dengan meningkatkan produksi
albumin. Akan tetapi, produksi albumin tidak dapat mencegah
hipoalbuminemia akibat kehilangan albumin secara masif. Secara normal,
hati meningkatkan albumin total sebesar 25 gram per hari, namun masih
belum diketahui mengapa sintesis albumin tidak menormalkan kadar albumin
plasma pasien proteinuria. Hipoalbuminemia juga dapat terjadi karena
peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin di tubulus proksimal.
Dislipidemia
Sebagian besar pasien sindrom nefrotik mengalami peningkatan kadar
kolesterol, trigliserida, very low-density lipoprotein (VLDL), low-density
lipoproten (LDL), Lp(a) lipoprotein, dan apoprotein, namun high-density
lipoprotein (HDL) menjadi rendah dalam plasma darah. Defek tersebut
nampaknya dikarenakan karena adanya kombinasi dari peningkatan sintesis
9
lipoprotein di hepar, gangguan transpor partikel lipid yang bersirkulasi, dan
penurunan katabolisme lipid. Apabila keadaan semakin parah akan terjadi
hiperlipidemia yang mengakibatkan lipiduria, karena lipoprotein juga bocor
melewati dinding glomerulus. Lipiduria dapat dalam bentuk lemak bebas
atau “oval fat bodies”. Oval fat bodies merepresentasikan bahwa lipoprotein
diserap oleh sel-sel epitel tubular dan kemudian luruh bersama dengan sel-sel
tubular yang terluka yang terlepas dari membran basal.
Edema
Edema pada sindrom nefrotik dapat terjadi dengan penjelasan teori
underfill dan overfill. Teori underfill menerangkan bahwa albuminuria
adalah pemegang peranan utama dalam edema yang terjadi. Keadaan
hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma intravaskular.
Hal ini memicu pergeseran cairan dari pembuluh darah menuju jaringan
interstitium sesuai dengan Hukum Starling. Keadaan ini terus menerus
berlanjut hingga menyebabkan edema. Selain itu, pergeseran cairan yang
terus menerus terjadi mengakibatkan hipovolemia. Keadaan ini merangsang
ginjal melakukan kompensasi dengan sistem renin-angiotensin sehingga
terjadi retensi natrium dan air di tubulus distal. Mekanisme kompensasi ini
dapat memperbaiki volume intravaskular, namun di lain sisi akan
menyebabkan eksaserbasi hipoalbuminemia sehingga edema terus berlanjut.
10
.
V. Klasifikasi
Berikut adalah tabel klasifikasi syndrome nefrotik berdasarkan klasifikasi
dan penyebabnya:
11
VI. Diagnosis
12
ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari penyebab
sindrom nefritik.
Pemeriksaan radiologi: dapat dilakukan USG ginjal untuk
mengidentifikasi thrombosis vena renalis jika terdapat curiga adanya
keluhan nyeri pinggang (flank pain), hematuria atau gagal ginjal akut.
Pemeriksaan histopatologi: Pada pemeriksaan ini dapat dilakukan
biopsy ginjal, pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien
syndrome nefrotik untuk mengkonfirmasi subtype penyakitnya atau
untuk konfirmasi diagnosis.
1. Proteinuria: ≥3.5 g/hari dan kontinu (dapat dibandingkan dikomparasikan dengan ≥ 3.5
g/gCr pada spot urin)
2. Hipoalbuminemia: Serum albumin B 3.0 g/dL Serum total protein B 6.0 g/dL is helpful
3. Edema
4. Dislipidemia (Hiper LDL kolesterolemia)
IX. Tatalaksana
Manajemen dari syndrome nefrotik yaitu mengatasi penyebabnya,
memberikan terapi berdasarkan gejalanya serta pada beberapa kasus
diberikan agen immunosuppressant jika terdapat masalah pada ginjal
13
Manajemen Non-Farmakologis:
Karena adanya mekanisme retensi natrium pada syndrome nefrotik, maka
beberapa literatur merekomendasikan diet natrium yang dibatasi agar kurang
dari 3gram/hari dan diet cairan <1500 ml/hari. Diet rendah garam diberikan
untuk menurunkan derajat edema dan sebaiknya kurang dari 35% kalori
berasal dari lemak untuk mencegah obesitas selama terapi steroid dan
mengurangi hiperkolesterolemia. Pasien disarankan untuk istirahat, retriksi
asupan protein dengan diet protein 0,8gram/kgBB/hari serta eksresi protein
urin /24 jam dan jika fungsi ginjal menurun maka diet disesuaikan hingga
0,6gram/kgBB/hari disertai eksresi protein dalam urin/24 jam kemudian diet
rendah kolesterol <600mg/hari dan berhenti merokok.
Manajemen Farmakologi
1. Diuretik
Furosemid (Lasix) oral dapat diberikan sebagai diuretik, apabila
resisten dapat dikombinasikan dengan tiazid. Furosemid 40mg per
oral dua kali setiap hari merupakan dosis awal yang masuk akal,
dengan perkiraan menggandakan dosis setiap satu atau tiga hari jika
ada peningkatan yang tidak memadai pada edema atau bukti lain
adanya kelebihan cairan. Jika masih ada kekurangan respon klinik,
pasien dapat dirawat dengan mengubah ke diuretic loop intravena,
menambahkan diuretic tiazid oral, atau memberikan bolus intravena
20% albumin manusia sebelum bolus diuretic intravena.
2. ACE-Inhibitor
Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor menunjukkan dapat
menurunkan proteinuria dengan menurunkan tekanan darah,
mengurangi tekanan intraglomerular dan aksi langsung di podosit,
dan mengurangi resiko progresifitas dari gangguan ginjal pada pasien
syndrome nefrotik sekunder.
14
3. Terapi Kortikosteroid
Yang digunakan sebagai immunosupressan pada sindrom nefrotik
adalah golongan glukokortikoid yaitu prednison, prednisolon dan
metilprednisolon.
• 4 minggu pertama diberikan prednisone 60mg/hari
(2mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis sehari. Dosis ini
diteruskan selama 4 minggu tanpa memperhatikan adanya
remisi atau tidak.
• 4 minggu kedua diberikan prednisone diteruskan dengan dosis
40mg/hari, diberikan dengan cara intermitten, yaitu 3 hari
berturut turut dalam 1 minggu dengan dosis tunggal setelah
makan pagi atau alternate (selang 1 hari dengan dosis tunggal
setelah makan pagi)
• Tappering off prednisone pelan-pelan diturunkan setiap
minggu nya menjadi 30mg, 20mg, 10mg/hari diberikan secara
intermitten atau alternate.
• Jika terjadi relaps maka pengobatan diulangi dengan cara
yang sama.
4. Terapi Hiperlipidemia
Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat peningkatan risiko
atherogenesis atau miokard infark pada pasien dengan syndrome
nefrotik yang berkaitan dengan peningkatan level lipid. Sehingga
disarankan untuk pemberian hipolipid agent pada pasien syndrome
nefrotik.
5. Terapi Antibiotik
Terapi ini digunakan jika pasien syndrome nefrotik mengalami
infeksi, infeksi tersebut harus di atasi dengan adekuat untuk
mengurangi morbiditas. Jenis antibiotic yang banyak dipakai yaitu
golongan penisilin dan sefalosporin.
15
6. Antikoagulan
Tidak ada rekomendasi dari studi terbaru mengenai antikoagulan
sebagai profilaktik untuk mencegah adanya trombo emboli pada
pasien syndrome nefrotik yang tanpa riwayat tromboemboli
sebelumnya. Sedangkan terapi antikoagulan dapat diberikan pada
pasien syndrome nefrotik dengan riwayat tromboemboli sebelumnya
sebagai profilaksis.
X. Komplikasi
1. Gagal Ginjal Akut
Pasien SN memiliki potensi mengalami gangguan ginjal akut. Penurunan
volume plasma dan/atau sepsis sering menyebabkan timbulnya gangguan
ginjal akut prarenal atau nekrosis tubular akut. Edema intrarenal dapat
menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal yang akan menyebabkan
gangguan ginjal akut.
2. Gagal Ginjal Kronis
Sindrom nefrotik yang tidak ditatalaksan dapat berprogresi menjadi
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA), dengan perkecualian pada GN lesi
minimal. Proteinuria merupakan faktor risiko penentu progresivitas
sindrom nefrotik. Proteinuria lebih dari 5 g/hari meningkatkan risiko
progresivitas yang bermakna pada sindrom nefrotik.
3. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN. Hal ini terjadi
akibat peningkatan koagulasi vaskular. Kadar berbagai protein yang
berfungsi dalam kaskade koagulasi mengalalmi gangguan pada sindrom
nefrotik, yang disertai dengan agregasi platelet. Peningkatan fibrinogen
dan penurunan fibrinolisis juga terjadi pada SN. Gangguan koagulasi
yang terjadi disebabkan oleh peningkatan sintesis protein oleh hati dan
kehilangan protein melalui urine. Hiperkoagulasi diperantarai dengan
adanya imobilisasi, koinsidensi infeksi, dan hemokonsentrasi.
16
XI. Prognosis
Prognosis pada syndrome nefrotik sangat bergantung pada penyebab dasar
nya, pemeriksaan histologi dan faktor risiko dari pasien. Meskipun Sebagian
besar pasien membaik dengan terapi suportif dan tidak memerlukan terapi
spesifik, akan tetapi ada beberapa yang memburuk secara agresif sehingga
memerlukan terapi spesifik.
17
REFLEKSI KASUS
KASUS TEORI
Anamnesis Anamnesis
- Pasien datang ke IGD RSKMI dengan - Proteinuria >3,5g/hari pada
keluhan sesak nafas 2 minggu lalu dewasa atau 0,05 g/kgBB/hari
pada anak-anak
dan memberat 2 hari lalu. Badan
- Hipoalbuminemia <3,0g/l
lemas, demam (-), batuk (+) kurang - Edema orbital
lebih 2 hari, lemas, mual dan kadang - Edema pada tungkai
- Acites
muntah, nafsu makan kurang, BAB
- Edema genitalia
kurang lancar BAK normal. Os juga - Efusi pleura
mengeluh nyeri dada sebelah kiri, Os - Anorexia
juga mengeluh kaki bengkak, dan - Fatique
- Nyeri abdomen
riwayat mata bengkak. - Berat badan meningkat
Os kurang lebih 3 minggu - Hiperlipidemia, umumnya
lalu dirawat di RSKMI dengan dr ditemukan hiperkolesterolemia
- Air kemih berbusa
Yeni Sp.PD dengan diagnosa
- Hiperkoagulabilitas, yang akan
syndrome nefrotik, Dibetes Melitus meningkatkan resiko thrombosis
tipe II dan CHF. Sudah kontrol post vena dan arteri
rawat dan diberi obat KSR,
Furosemid, Channa, Insulin. Riwayat
Vaksin covid (-), Riwayat suspek atau
terkonfirmasi covid 19 (-).
-
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
TTV: pemeriksaan fisik akan ditemukan edema
- Keadaan Umum : sedang pretibial, edema periorbital, edema
- Kesadaran : GCS E4V5M6 skrotum, edema anasarka, acites. Dapat
- TD : 133/98 mmHg juga dijumpai xanthelasma akibat
- RR : 35 x/min hiperlipidemia
- Nadi : 143 x/min
- T : 36,3˚C
- SpO2 : 95%
- Skor nyeri :4
18
Kepala : CP (+/+), SI (-/-)
Leher : tidak ada kelainan, JVP
tidak meningkat
Thorax :
Pulmo : ves (+/+), rh (+/+), wh
(-/-)Cor : S1, S2 reguler,
bising (-)
Abdomen : supel, BU (+),
Spinal : tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral teraba hangat,
pitting edema (+/+)
Diagnosis Klasifikasi
Syndrome nefrotik Primer
- Obs dyspneu ec CHF
- Syndroma Nefrotik
- Hiponatremia
- AKI
- Trombositopeni
19
Tatalaksana
Tatalaksana IGD Diet rendah garam atau diet ginjal
- O2 NK 2 lpm - Diuretik
- Inj Vomizole 40 mg IV - Ace-Inhibitor
- Steroid
- Inj Furosemid 20 mg IV
- Hiperlipidemia
- NS 3%/24jam - Antibiotik
Advice dr Yeni Sp.PD - Antikoagulasi
20
FOLLOW UP
20/12/2021 S: Sesak +2 hari ini memberat, mual (+), muntah setiap kali makan,
DPJP riwayat kaki bengkak dan mata
O: KU sedang
TD : 100/70mmhg
HR: 115x/menit
RR: 22x/menit
T : 37,3 C
Sat: 98% O2 nasal 2LPM
21
Leukosit 12.92 sebelumnya 12.84
Trombosit 116.000 sebelumnya 120.000
GDP 146
GD2PP 151
Advice
- IVFD Nacl 0,9% 500cc/24jam
- Ryzodex tunda sampai intake cukup
22
21/12/2021 S: Lapor dr Yeni Sp.PD hasil koreksi elektrolit Via wa (+) Advice (+)
dr Jaga O: Na 132,82 Sebelumnya 126,80
K 3,58 sebelumnya 4,43
Cl 90,77 sebelumnya 88,11
P: Terapi Lanjut
SC Ryzodex 1x6unit malam
Cek DR ulang, GDS, SGOT/SGPT ulang
O: Leukosit 11.11
Trombosit 62.000
SGOT 120
SGPT 119
GDS 254
P: SC Ryzodex 1x8unit
Infus Levofloxacin 1x750mg
Terpia lain lanjut
Termasuk Cefotaxime
23/12/2021 S: Sesak, cenderung tidur tampak lemas, batuk, tangan dan kaki
dr Jaga terasa dingin
17.35
O: KU Berat , CM- Apatis
TD 80/60mmhg
23
HR 101x/menit kecil
RR 35x/menit
T 36,5 C
Sat 99% O2 NRM 10LPM
GDS 254
Thorak: Pulmo Ves (+/+), ronki (-/+)
A: Syok Condition
CHF ec CAD
Syndrome nefrotik
DM tipe II
24
Thoraks: Pulmo Ves (+/+), ronkhi (-/-)
A: Syok Condition
Septic syok dt CAP
Syndrome nefrotik dt DM tipe II
Trombositopeni
25
Leukosit 18.0 sebelumnya 19.5
Trombosit 111.000 sebelumnya 85.000
GDS 247
Thorak Ves (+/+), r(-/-)
P: Lapor dr Yeni Sp.PD hasil DR dan GDS via wa (+) advice (+)
Stop CPG dan Miniaspi
Ryzodex naik 1x8unit
Inj. Kalnex 1amp (extra)
A: Pneumonia CAP
Syndrom Nefrotik
DM tipe II
26/12/2021 S: Lapor dr Yeni Sp.PD hasil DR dan GDS via wa (+) advice (+)
dr Jaga
Leukosit 15.29 sebelumnya 18.0
Trombosit 139.000 sebelumnya 111.000
GDS 191
A: Pneumonia CAP
Syndrome nefrotik
DM tipe II
P: Terapi lanjut
Ryzodex 1x8unit
Cek DR, GDS
26
HR 116x/menit
RR 16x/menit
T 36 C
Sat 100 O2 NRM 6Lpm
Leukosit 17.59 sebelumnya 15.29
Trombosit 175.000 sebelumnya 111.000
A: Pneumonia CAP
Syndrome nefrotik
DM tipe II
HF g I FC III
P: Lapor dr Yeni Sp.PD hasil DR, GDS via wa (+) advice (+)
Terapi lanjut
Tapp off NE
O2 NK 4Lpm
27/12/2021 S: Batuk (+) kadang-kadang, serak
DPJP O : KU Sedang, CM
TD 122/93mmhg
HR 113x/menit
RR 24x/menit
T 36 C
Sat 99% O2 NK 4Lpm
A: Pneumonia CAP
Syndrome nefrotik
DM tipe II
HF g I FC III
P: O2 NK 3Lpm
NGT AFF
IVFD NS 500cc/24jam
27
Lain lain lanjut
CPG 1x75mg
Pindah rungan biasa
Cek DR,GDS,Cr
29/12/2021 S: Lapor dr Yeni Sp.PD hasil DR,GDS, Cr via wa (+) advice (+)
dr Jaga Leukosit 12.39 sebelumnya 17.59
Trombosit 227 sebelumnya 175.000
GDS 103
Creatinin 0,70mg/dl
P: Terapi lanjut
29/12/2021 S: demam (-), batuk (+)
DPJP O: KU sedang, CM
TD 110/80mmhg
HR 111x/menit
RR 22x/menit
T 36,4 C
Thorak Ves (+/+) R(-/-)
A: Dyspneu perbaikan
CAP
HF gI FC III dt CAD
DM tipe II
30/12/2021 S: Lapor evaluasi pasien ke dr Yeni Sp.PD via wa (+) advice (+)
dr Jaga
P: Cek albumin
30/12/2021 S: lemas, bengkak
DPJP KU sedang, CM
28
TD 110/80mmhg
HR 84x/menit
RR 21x/menit
Sat 99%
Albumin = 2,52 gr/dl
A: CAP
Hf g I FC III dt CAD
DM tipe II
Syndrome Nefrotik
P: NS 100/24jam
Transfusi albumin 20% 100cc
Inf Levocin stop
Channa 3x2
Cek GDS
31/12/2021 S: Lapor dr Yeni Sp.PD hasil transfusi albumin via wa (+) advice (+)
dr Jaga Albumin 3,04 sebelumnya 2,52
GDS 95
P: Terapi lanjut
01/01/2022 S: lemas, os rencana pulang
DPJP O: KU Sedang, CM
TD 120/80mmhg
HR 118x/menit
Thorak DBN
A: Syndrome nefrotik
Pneumonia CAP
HF g I FC III
P: Boleh pulang
Channa 3x2
CPG 1x75mg
HP pro 2x1
Furosemid 1x20mg
Simvastatin 1x20mg
SC Ryzodex 1x8unit
Sucralfat syr 3xcth1
REFERENSI
1. Alpers CE, Chang A. The Kidney. In: Kumar V, Abbas AK, Aster JC, editors. Robbins
and Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015.
29
2. Braunwald E, Loscalzo J. Edema. In: Jameson JL, Kasper DL, Longo DD, Fauci AS,
Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison Princiles of Internal Medicine. 20th ed. New
York: Mc Graw Hill; 2018. p. 237–40.
3. Effendi I, Pasaribu R. Edema Patofisiologi dan Penanganan. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, Simadibrata M, Setiohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam (Jilid
II). 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 2059–64.
4. Kodner C. Diagnosis and Management of Nephrotic Syndrome in Adults. Am Fam
Physician [Internet]. 2016 Mar 15 [cited 2019 Aug 15];93(6):479–85. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16417074
5. Lydia A, Marbum MB. Sindrom Nefrotik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam (Jilid II). 6th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2014. p. 2080–7.
6. Nishi S, Ubara Y, Utsunomiya Y, Okada K, Obata Y, Kai H, et al. Evidence-based
clinical practice guidelines for nephrotic syndrome 2014. Vol. 20, Clinical and
Experimental Nephrology. Springer Tokyo; 2016. p. 342–70.
7. Sam R, Ives HE, Pearce D. Diuretic Agents. In: Katzung BG, editor. Basic & Clinical
Pharmacology. 14th ed. New York: Mc Graw Hill; 2017. p. 254–75.
8. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam (Jilid II). 6th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2014. p. 2159–65.
9. Trayes KP, Studdiford JS, Pickle S, Tully AS. Edema: diagnosis and management. Am
Fam Physician [Internet]. 2013 Jul 15 [cited 2019 Aug 16];88(2):102–10. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23939641
12. Tortora G, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John
Wiley & Sons Incp; 2012. 1110–15 p.
30
31