Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 7 TAHUN 3 BULAN


DENGAN DENGUE FEVER

Disusun Oleh:
dr. Rico Alfredo Hutabarat

Pembimbing:
dr. Resti Kurniawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LIMPUNG
BATANG
2019
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas pasien
Nama : An. AD
Umur : 7 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nomor RM : 02-26-xx
Alamat : Banyuputih
Agama : Islam
Berat Badan : 21 kg
Panjang Badan : 125 cm
Tanggal MRS : 17 Desember 2018 (16.00)
B. Keluhan Utama
Demam
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 5 hari SMRS pasien mulai mengalami demam.
Demam tinggi terus menerus, turun setelah diberi obat penurun panas
tetapi kemudian demam lagi. Batuk (-), pilek (-), perdarahan (-), makan
dan minum masih seperti biasa, buang air besar dan air kecil masih
seperti biasa. Pada saat itu pasien tidak berobat, hanya minum
parasetamol saja.
Hari pasien masuk rumah sakit pasien masih demam, pilek (-),
batuk (-), keluar cairan dari telinga (-), perdarahan (-), nafsu makan mulai
menurun, minum (+) banyak, muntah (+) 2x.
Saat di IGD pasien sudah tidak demam, pilek (-), batuk (-),
perdarahan (-), sesak napas (-), keluar cairan dari telinga (-), makan (+)
sedikit-sedikit, minum (+) banyak, nyeri perut (-), buang air besar masih
seperti biasa, buang air kecil (+) warna kuning jernih, terakhir buang air
kecil 2 jam SMRS, nyeri-nyeri pada sendi (-)
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat mondok : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

F. Riwayat Kelahiran

2
Pasien lahir pada tanggal 15 April 2010, lahir dengan persalinan
normal dengan umur kehamilan 38 minggu. Bayi menangis kuat (+),
nafas spontan (+), ketuban tidak keruh, tidak berbau, berat badan lahir
2900 gram.

G. Riwayat Kehamilan dan ANC


Riwayat sakit saat hamil : disangkal
Riwayat perdarahan : disangkal
Riwayat konsumsi jamu : disangkal
Riwayat alkohol : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat ANC : pasien rutin kontrol kehamilan di bidan

H. Riwayat Sosial Ekonomi


Obat-obatan : tidak dalam pengobatan
Kebiasaan makan : makan tiga kali sehari dengan porsi cukup
dan jenis lauk pauk yang bervariasi
Biaya pengobatan : BPJS non PBI

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, BB: 21 kg, PB: 125 cm
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign :
TD : 100/70 mmHg
N : 100 x/menit, regular
RR : 20 x/menit
T : 38,1oC
SiO2 : 99%

B. General Survey
1. Kulit : warna kuning cerah, kering (-), hiperpigmentasi (-)
2. Kepala : mesocephal, old man face (-)
3. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+), edema palpebra (-/-)
4. Telinga : sekret (-/-)
5. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung(-), sekret (-/-), darah
(-/-)
6. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
7. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)
8. Thorak : normochest, retraksi (-)
9. Cor

3
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
10. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).

11. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, perut distended (-)
Auskultasi : bising usus (+) 10x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), massa (-), defans muscular (-),
undulasi (-), hepar dan lien sulit dievaluasi,
12. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+/+)
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -

13. Genitourinaria : penis (+) normal, scrotum (+) normal, sekret (-),
lubang anus (+).

III. ASSESSMENT
Observasi febris H5 dd Dengue fever dd dengue hemoragic fever
IV. PLAN
 Rawat inap bangsal anak
 Cek lab darah rutin.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (RSUD Limpung, 17 Desember 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 11.7 g/dl 10.5-12.9
Hematokrit 36 % 40-52
Leukosit 4,0 ribu/µl 3.8-10.6
Trombosit 83 ribu/µl 150-400
Eritrosit 4.55 juta/µl 4.4-5.9

4
VI. TERAPI
 Infus RL 5cc/kgbb/jam -->147cc/jam
 Paracetamol 250mg /4jam
Konsultasi dr. Rini, Sp.A:
- Infus dijadikan 5ml/kgBB/jam selama 4 jam, dilanjutkan 3ml/kgBB/jam
--> 105ml/jam --> 63ml/jam
- cek DR ulang, cek IgM dan IgG anti-dengue

VII. FOLLOW UP
18 Desember 2018
- Subjektif
Demam (-)
- Objektif
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign :
TD : 110/70 mmHg N : 104 x/menit, regular
RR : 28 x/menit T : 36.8oC
SiO2 : 99%

Laboratorium Darah (RSUD Limpung, 18 Desember 2018)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Hemoglobin 11.7 g/dl 10.5-12.9

Hematokrit 36 % 40-52
Leukosit 4,0 ribu/µl 3.8-10.6
Trombosit 107 ribu/µl 150-400
Eritrosit 4.55 juta/µl 4.4-5.9
SEROLOGI
IgM anti Positif Negatif
dengue

IgG anti Negatif Negatif


dengue

5
- Assessment
Dengue fever
- Planning
1. Evaluasi suhu berulang
2. Terapi:
- Infus RL 5ml/kgBB/jam selama 4 jam, dilanjutkan
3ml/kgBB/jam --> 105ml/jam --> 63ml/jam
- Paracetamol 250mg /4jam
- Cek DR ulang besok pagi
19 Desember 2018
- Subjektif
Demam (-)
- Objektif
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign :
TD : 110/70 mmHg N : 98 x/menit, regular
RR : 22 x/menit T : 36.5oC
SiO2 : 99%
Laboratorium Darah (RSUD Limpung, 19 Desember 2018)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Hemoglobin 11.5 g/dl 10.5-12.9

Hematokrit 36 % 40-52
Leukosit 6,6 ribu/µl 3.8-10.6
Trombosit 146 ribu/µl 150-400
Eritrosit 4.52 juta/µl 4.4-5.9

- Assessment
Dengue fever
- Planning
- BLPL
- Obat pulang :
Paracetamol 250mg /8jam jika panas

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)


a. Definisi
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Gejala-gejala
yang timbul merupakan akibat perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh
renjatan/syok (WHO, 2011a).

b. Epidemiologi
Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 diantaranya meninggal dunia.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun
2013 dengan jumlah penderita sebanyak 100.347 orang dan jumlah kasus
meninggal sebanyak 907 penderita (Depkes, 2015).

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk


genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus
setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

7
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
virus dengue yaitu: 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan,
suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

c. Etiologi
Etiologi penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe.
Terdapat empat serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dang.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak.

Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil


terhadap suhu dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek.
Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung
dua protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M. (Halstead ,
2011).

d. Patofisiologi
Perbedaan klinis antara demam dengue dan demam berdarah dengue
disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan
pada Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma
(plasma leakage) yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak
didapati pada Demam Dengue. Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh
akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag
(Antigen Presenting Cell).

8
Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga
setelah lima hari terjadinya demam. Antigen yang menempel pada
makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan menarik makrofag lainnya
untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan
mengaktifasi sel T- Sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali
tiga jenis antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya
mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti
demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi
aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia ringan.

Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang


utama pada penderita infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis
terhadap mediator yang muncul. Sel penjamu yang muncul dan beredar
dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang
dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-α,
IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokon yang meredam panas adalah TGF-β,
dan IL-10.

Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus


yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di
dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun
yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus
Dengue sukar dibersihkan. Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus
dengue merupakan non netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi
menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk dan preparat virus
yang asli.

Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua


komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu
antibodi IgM dan platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel,
bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul mutimerix. Molekul

9
hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric
IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi
komplemen.Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% “Complex
Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di
dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita
dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM
merupakan hal yang spesifik.

e. Klasifikasi
Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand
karena pada beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kriteria WHO 2009, SEARO juga memperbaharui dalam
mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut berupa demam
yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi perdarahan,
demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demamberdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-
tanda syok, demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan
perluasan dari sindroma dengue.

10
Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO
dibandingkan dengan WHO 2009

11
Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase
Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember
2012: 6-7

f. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar
2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara asimtomatik, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever atau dengue shock syndrom.
(Hadinegoro dkk., 2014)

12
Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase:

1) Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut
biasanya sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada
kulit, pegal pada seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital,
fotofobia, ruam makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian
menghilang tanpa bekas, serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat
nyeritenggorokan, faringitis, injeksi konjungtiva. Diikuti dengan anoreksia
mual serta muntah yang umumnya selalu diderita pasien. Pada fase ini bila
didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.

2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya
hari ke 3-7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
bersamaan dengan peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda
awal dari fase kritis, periode kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-
48 jam yang ditandai dengan peningkatan hematokrit, diikuti dengan
leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok terjadi ketika
terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis
metabolik, DIC.

3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan
terjadi perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.

13
Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva:

WHO, 2012

B. Derajat Beratnya Penyakit DHF


Sesuai dengan patokan dari WHO (2011b) bahwa penderita DHF dalam
perjalanan penyakit terdapat pembagian sebagai berikut

1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan
manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.

2. Derajat II (Sedang)
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena
ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain
yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena
(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang
teraba dingin dan lembab.

3. Derajat III (Berat)

14
Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi
gelisah.

4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat
diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.

5. Expanded Dengue Syndrome


Pasien menderita keterlibatan organ dan manifestasi klinis yang tidak
lazim dialami pasien infeksi Dengue lain.

C. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk
mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit. Pemeriksaan jumlah
trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai
pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun.Pada pasien
DHF didapatkan jumlah trombosit < 100.000 /µl. Peningkatan nilai hematokrit
menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.
(Gandasubrata, 1999).
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan
karena limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal
antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga
respon imunnya bersifat spesifik. Limfosit yang berstimulasi dengan antigen
akan mengalami perubahan struktural dan biokimia. Istilah yang biasa untuk
menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain limfosit plasma
biru, limfosit reaktif atau limfosit atipik (Gandasubrata, 1999).
Uji serologi ini merupakan konfirmatif adanya infeksi virus dengue.
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar

15
demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik
kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan
antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi
IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer
hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah demam hari
kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Groen, dkk. 2000).

Gambar 2. Perubahan Titer IgG dan IgM pada Infeksi Dengue

Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue


secara adekuat :

1. Virologi dan serologi yang berhubungan dengan waktu infeksi dengue


Masa inkubasi adalah 4-10 hari setelah digit oleh nyamuk, pada
infeksi primer viremia terjadi 1-2 hari sebelum mulainya demam sampai
hari ke 4-5. Antibodi spesifik Anti-dengue IgM dapat ditemukan saat
hari ke 3-6, kemudian akan menetap dengan kadar yang rendah sampai 3
bulan setelah demam. IgG akan meningkat pada hari ke 9-10 yang
kemudian akan bertahan dengan kadar rendah sampai 1 dekade dan hal

16
ini dapat mengetahui kemungkinan seseorang pernah terinfeksi dengue
sebelumnya.
2. Jenis metode diagnostik dalam kaitannya dengan manifestasi klinis
Klinis pada saat fase demam menunjukan sedang terjadinya
viremia, beberapa komponen virus terdapat dalam darah sehingga
pilihan yang tepat adalah RT-PCR, NS-1 Ag. Saat fase kritis dan
penyembuhan dapat kita lihat IgM spesifik bisa dengan menggunakan
rapid Test, ELISA maupun haemagglutination inhibition assay (HIA).
3. Karakteristik sampel klinis
Virus dengue yang labil mudah dinonaktifkan pada suhu di atas
30°C, sehingga harus berhati-hati selama transportasi dan penyimpanan
sampel. Sampel serum yang dikumpulkan selama 4 hari pertama demam
berguna untuk virus, genom dan deteksi antigen dengue. Sampel harus
cepat diangkut pada suhu 4°C ke laboratorium dan diproses secepat
mungkin.Serum steril tanpa antikoagulan berguna. Jika spesimen
pengiriman tidak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama, pembekuan
pada -70°C dianjurkan.

D. Diagnosis Banding
Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala mirip
demam dengue maupun severe dengue.

a. Influenza

b. Cikungunya

c. Infeksi primer HIV

d. SARS

e. Malaria

f. Demam tiroid

g. Hepatitis

17
h. Leptospirosis

E. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan.Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari
ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang
masif perlu selalu diwaspadai (Hadinegoro dkk., 2014).

Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan


minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak
diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10 – 15 mg/kg BB
setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C.
Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya.Apabila penderita DBD ini menunjukkan
manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan
di rawat inap. Pada kasus DBD derajat I & II pada hari ke 3, 4, dan 5 panas
dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya
syok (Hadinegoro dkk., 2014).

Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah
atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.Apabila hematokrit
meningkat lebih dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya

18
kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di
pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.Penderita DBD yang gelisah
dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut dan produksi air
kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan
tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah
sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti (Hadinegoro dkk., 2014).

Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan


seperti yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10%
kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan
sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya
tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma
terjadi.Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan
mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur
agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian
transfusi berulang. Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal
cairan pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif
selama periode kebocoran (24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan
akan menyebabkan kegagalan faal pernafasan (efusi pleura dan asites),
menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema
(Hadinegoro dkk., 2014).

Jenis Cairan

1. Kristaloid
a. Ringer Laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi
(faali)
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloidal
a. Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
b. Plasma
Kebutuhan Cairan

19
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung
dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10 – 20 1000 + (50 x kg (diatas 10 kg))

>20 1500 + (20 x kg (diatas 20 kg))

“Dengue Shock Syndrome” (sindrome renjatan dengue) termasuk


kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu
memperoleh cairan pengganti secara cepat.Biasanya dijumpai kelaian
asam basa dan elektrolit (hiponatremi).Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah
mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi (Hadinegoro dkk.,
2014).

Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan


garam isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer
Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan
normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus
yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau
2x). Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan
koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal
garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam
(Hadinegoro dkk., 2014).

20
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan
yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk
digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan
selama kurun waktu 24-48 jam.Pemasangan cetral venous pressure dan
kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat
berat dan sukar diatasi. Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan
kebocoran plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan
kristaloid yang cukup banyak. Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi
kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan. Reabsorbsi
plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2
hari sesudahnya.Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi
hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru.Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan
sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi
kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang
baik (Hadinegoro dkk., 2014).

Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik


sering dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah
sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan
yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat biasanya
rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup
banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia (Hadinegoro dkk., 2014).

Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan


oksigen.Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti
hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi
darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel
darah merah agar menjadi normal. Dalam keadaan syok, harus yakin
benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar
terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2
ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan,

21
maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi
apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum
dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous
pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya
(Hadinegoro dkk., 2014).

Menurut IDAI (2010) tanda vital dan kadar hematokrit harus


dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:

a. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat


setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan
klinis pasien stabil
c. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
d. Jumlah dan frekuensi diuresis.

Penatalaksanaan Dengue menurut WHO 2012, membagi pasien menjadi 3


kriteria :

1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang
adekuat dan BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda
dari warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasien yang datang pada
demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan untuk
diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari
warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan
pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x,
kompres air hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan
aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal

22
ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada
perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntah-
muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam,
maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat
inap pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan
rehidrasi oral yang adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien
dengan co-morbid.

2. Kriteria B
Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih
lanjut.Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi,
pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri,
serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi
yang diberikan

Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan infus yang


digunakan hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, Ringer laktat
atau cairan Hartmann’s. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam
pertama, kemudian kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam
selanjutnya, kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kgbb/jam atau
maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang didapat. Periksa kembali
hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit,
ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital
menurun dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan
cairan 5-10ml/kgbb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan
urine output baik (0,5ml/kg/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48
jam. Monitor vital sign, balance cairan, hematrokit sebelum dan sesudah
pemberian cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS, profil
ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi.

3. Kriteria C

23
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus
mendapat pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa

• Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan


syok dengan adanya ARDS
• Perdarahan hebat
• Multi organ failure
Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang
memiliki fasilitas transfusi darah.Segera ganti cairan isotonik dengan
cairan kristaloid, pada keadaan hipotensi syok boleh diberikan cairan
koloid.Transfusi darah hanya diberikan apabila adanya perdarahan hebat.

PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA

DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)

Tersangka DBD

 Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, <


7 hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu

24
DBD Derajad I

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok muntah terus menerus,


Periksa uji tourniquet
kesadaran menurun

Kejang, muntah darah, berak darah, berak


Uji Tourniquet (+) Uji tourniquet (-)
(Rumplee Leede) (Rumplee Leede)

Jumlah trombosit Jumlah trombosit - Rawat jalan


- Parasetamol
< 100.000/ul > 100.000/ul
- Kontrol tiap hari
sampai demam
hilang

Nilai tanda klinis & jumlah


Rawat Inap trombosit, Ht bila masih
demam hari sakit ke 3
Rawat Jalan
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.
Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul
tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin,
sakit perut, berat hitam, kencing berkurang

Lab :Hb/Ht naik dan trombosit turun

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT I

(Bagan 2)

 Gejala klinis : demam 2-7 hari


 Uji tourniquet positif
 Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

25
Pasien Masih dapat minum Pasien tidak dapat minum

Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. Pasien muntah terus menerus
mkn tiap 5 menit.

Jenis minuman; air putih teh manis, sirup,


jus buah, susu, oralit
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri 5% (1:3) tetesan rumatan sesuai
parasetamol berat badan Periksa Hb, Ht,
trombosit tiap 6-12 jam
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris Infus ganti ringer asetat

(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan (Bagan 3)

DBD Derajat II

DB Derajad I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & Trombositopeni Cairan
awal RA/NaCl 0,9% atau RAD5%/NaCl 0,9 +
D 5% 6 – 7 ml/kgBB/jam

26
Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada Perbaikan

Tidak gelisah
Gelisah
Nadi kuat
Distres pernafasan
Tek Darah stabil
Fre.nadi naik
Diuresis cukup
Ht tetap tinggi/naik
(1 ml/kgBB/jam)
Tek. Nadi < 20 mmHg
Ht Turun
Diuresis kurang/tidak ada
(2x pemeriksaan)
Tanda Vital memburuk
Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan
Ht meningkat
10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam
Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan
Tanda vital tidak stabil

Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht Ht turun
Naik

3 ml/kgBB/jam

Koloid Transfusi darah segar


\ stop setelah 24-48 jam apabila 10 ml/kgBB
IVFD 20-30 ml/kgBB
tanda vital/Ht stabil dan diuresis
cukup
Perbaikan
Keterangan : 1 CC = 15 Tetes

27
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV

(Bagan 4)

DBD Derajat III & IV

DBD Derajat II + Kegagalan sirkulasi

Oksigenasi (berikan O2 2-4lpm/menit) Penggantian


volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya
(bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian
cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun


Nadi teraba kuat Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis Distres pernafasan / sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan & tetesan disesuaikan


Lanjutkan cairan
10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma
Evaluasi ketat Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBB
Koreksi Asidosis
Tanda vital
evaluasi 1 jam
Tanda perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, Trombosit Syok teratasi Syok belum teratasi

Stabil dalam 24 jam


Ht turun Ht tetap
Transfusi darah segar 10 tinggi/naik

28 ml/kgBB
Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Gambar 6.Algoritma Penatalaksanaan Syok pada
Infus Stop tidak melebihi infeksi Dengue.
48 jam

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue.


Geneva: WHO, 2012

Tujuan dari resusitasi cairan meliputi:


• Meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer, yaitu penurunan takikardi,
meningkatkan TD dan denyut nadi, ekstremitas hangat dan merah muda,
waktu pengisian kapiler <2 detik
• Meningkatkan perfusi end-organ yaitu mencapai tingkat kesadaran stabil
dan output urine ≥ 0,5 ml / kg / jam atau penurunan asidosis metabolik.
Kapan harus menghentikan infus

29
Observasi tanda-tanda berhentinya kebocoran plasma yang dilihat dari :
• TD, nadi dan perfusi perifer stabil
• hematokrit menurun dengan denyut nadi yang baik
• apyrexia (tanpa menggunakan antipiretik) selama lebih dari 24-48 jam;
• gejala usus / gejala yang berhubungan dengan abdomen teratasi
• peningkatan produksi urine.
Melanjutkan terapi cairan intravena melewati 48 jam dari fase kritis akan
menyebabkan pasien berisiko edema paru dan komplikasi lain seperti
tromboflebitis.

F. Kriteria Memulangkan Pasien


Menurut IDAI (2010) pasien dapat dipulangkan, apabila:
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit > 50.000/μl
7. Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)

G. Komplikasi
Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :
1. Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama
2. Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital
3. Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar
4. Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam
keadaan syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi
5. Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat
6. Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus
7. Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien
Komplikasi dari infeksi dengue berupa :
1. Asidosis metabolik

30
2. Imbalance elektrolit
3. Efusi pleura dan asites
4. Edema pulmonal
5. ARDS
6. Ko-infeksi dan infeksi nasokomial
7. Sindrom hemofagositik

H. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi penderita.
Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.DBD derajat III dan IV bila
dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.Angka kematian pada
syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50%. Tanda- tanda prognosis yang baik
pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup serta kembalinya nafsu
makan.

DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance
data, 314.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.

31
Groen, dkk.2000.Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue
Virus-Specific Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Departemen Kesehatan. 2015. Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia, Dirjen P2 & PL, Depkes RI, Jakarta.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2011.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam:
Nelson Textbook of Pediatrics.19th ed. Kliegman, et al Philadelphia:
Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. IDAI: Jakarta
Soedarmo, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and
expanded edition. WHO 1-45
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. WHO: India

32

Anda mungkin juga menyukai