Disusun Oleh:
dr. Rico Alfredo Hutabarat
Pembimbing:
dr. Resti Kurniawati
I. ANAMNESIS
A. Identitas pasien
Nama : An. AD
Umur : 7 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nomor RM : 02-26-xx
Alamat : Banyuputih
Agama : Islam
Berat Badan : 21 kg
Panjang Badan : 125 cm
Tanggal MRS : 17 Desember 2018 (16.00)
B. Keluhan Utama
Demam
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 5 hari SMRS pasien mulai mengalami demam.
Demam tinggi terus menerus, turun setelah diberi obat penurun panas
tetapi kemudian demam lagi. Batuk (-), pilek (-), perdarahan (-), makan
dan minum masih seperti biasa, buang air besar dan air kecil masih
seperti biasa. Pada saat itu pasien tidak berobat, hanya minum
parasetamol saja.
Hari pasien masuk rumah sakit pasien masih demam, pilek (-),
batuk (-), keluar cairan dari telinga (-), perdarahan (-), nafsu makan mulai
menurun, minum (+) banyak, muntah (+) 2x.
Saat di IGD pasien sudah tidak demam, pilek (-), batuk (-),
perdarahan (-), sesak napas (-), keluar cairan dari telinga (-), makan (+)
sedikit-sedikit, minum (+) banyak, nyeri perut (-), buang air besar masih
seperti biasa, buang air kecil (+) warna kuning jernih, terakhir buang air
kecil 2 jam SMRS, nyeri-nyeri pada sendi (-)
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
F. Riwayat Kelahiran
2
Pasien lahir pada tanggal 15 April 2010, lahir dengan persalinan
normal dengan umur kehamilan 38 minggu. Bayi menangis kuat (+),
nafas spontan (+), ketuban tidak keruh, tidak berbau, berat badan lahir
2900 gram.
B. General Survey
1. Kulit : warna kuning cerah, kering (-), hiperpigmentasi (-)
2. Kepala : mesocephal, old man face (-)
3. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+), edema palpebra (-/-)
4. Telinga : sekret (-/-)
5. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung(-), sekret (-/-), darah
(-/-)
6. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
7. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)
8. Thorak : normochest, retraksi (-)
9. Cor
3
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
10. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).
11. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, perut distended (-)
Auskultasi : bising usus (+) 10x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), massa (-), defans muscular (-),
undulasi (-), hepar dan lien sulit dievaluasi,
12. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+/+)
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -
13. Genitourinaria : penis (+) normal, scrotum (+) normal, sekret (-),
lubang anus (+).
III. ASSESSMENT
Observasi febris H5 dd Dengue fever dd dengue hemoragic fever
IV. PLAN
Rawat inap bangsal anak
Cek lab darah rutin.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (RSUD Limpung, 17 Desember 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 11.7 g/dl 10.5-12.9
Hematokrit 36 % 40-52
Leukosit 4,0 ribu/µl 3.8-10.6
Trombosit 83 ribu/µl 150-400
Eritrosit 4.55 juta/µl 4.4-5.9
4
VI. TERAPI
Infus RL 5cc/kgbb/jam -->147cc/jam
Paracetamol 250mg /4jam
Konsultasi dr. Rini, Sp.A:
- Infus dijadikan 5ml/kgBB/jam selama 4 jam, dilanjutkan 3ml/kgBB/jam
--> 105ml/jam --> 63ml/jam
- cek DR ulang, cek IgM dan IgG anti-dengue
VII. FOLLOW UP
18 Desember 2018
- Subjektif
Demam (-)
- Objektif
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign :
TD : 110/70 mmHg N : 104 x/menit, regular
RR : 28 x/menit T : 36.8oC
SiO2 : 99%
Hematokrit 36 % 40-52
Leukosit 4,0 ribu/µl 3.8-10.6
Trombosit 107 ribu/µl 150-400
Eritrosit 4.55 juta/µl 4.4-5.9
SEROLOGI
IgM anti Positif Negatif
dengue
5
- Assessment
Dengue fever
- Planning
1. Evaluasi suhu berulang
2. Terapi:
- Infus RL 5ml/kgBB/jam selama 4 jam, dilanjutkan
3ml/kgBB/jam --> 105ml/jam --> 63ml/jam
- Paracetamol 250mg /4jam
- Cek DR ulang besok pagi
19 Desember 2018
- Subjektif
Demam (-)
- Objektif
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign :
TD : 110/70 mmHg N : 98 x/menit, regular
RR : 22 x/menit T : 36.5oC
SiO2 : 99%
Laboratorium Darah (RSUD Limpung, 19 Desember 2018)
Hematokrit 36 % 40-52
Leukosit 6,6 ribu/µl 3.8-10.6
Trombosit 146 ribu/µl 150-400
Eritrosit 4.52 juta/µl 4.4-5.9
- Assessment
Dengue fever
- Planning
- BLPL
- Obat pulang :
Paracetamol 250mg /8jam jika panas
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Epidemiologi
Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 diantaranya meninggal dunia.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun
2013 dengan jumlah penderita sebanyak 100.347 orang dan jumlah kasus
meninggal sebanyak 907 penderita (Depkes, 2015).
7
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
virus dengue yaitu: 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan,
suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
c. Etiologi
Etiologi penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe.
Terdapat empat serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dang.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak.
d. Patofisiologi
Perbedaan klinis antara demam dengue dan demam berdarah dengue
disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan
pada Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma
(plasma leakage) yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak
didapati pada Demam Dengue. Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh
akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag
(Antigen Presenting Cell).
8
Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga
setelah lima hari terjadinya demam. Antigen yang menempel pada
makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan menarik makrofag lainnya
untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan
mengaktifasi sel T- Sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali
tiga jenis antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya
mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti
demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi
aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia ringan.
9
hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric
IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi
komplemen.Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% “Complex
Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di
dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita
dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM
merupakan hal yang spesifik.
e. Klasifikasi
Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand
karena pada beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kriteria WHO 2009, SEARO juga memperbaharui dalam
mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut berupa demam
yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi perdarahan,
demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demamberdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-
tanda syok, demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan
perluasan dari sindroma dengue.
10
Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO
dibandingkan dengan WHO 2009
11
Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase
Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember
2012: 6-7
f. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar
2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara asimtomatik, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever atau dengue shock syndrom.
(Hadinegoro dkk., 2014)
12
Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase:
1) Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut
biasanya sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada
kulit, pegal pada seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital,
fotofobia, ruam makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian
menghilang tanpa bekas, serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat
nyeritenggorokan, faringitis, injeksi konjungtiva. Diikuti dengan anoreksia
mual serta muntah yang umumnya selalu diderita pasien. Pada fase ini bila
didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.
2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya
hari ke 3-7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
bersamaan dengan peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda
awal dari fase kritis, periode kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-
48 jam yang ditandai dengan peningkatan hematokrit, diikuti dengan
leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok terjadi ketika
terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis
metabolik, DIC.
3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan
terjadi perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.
13
Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue
WHO, 2012
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan
manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.
2. Derajat II (Sedang)
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena
ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain
yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena
(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang
teraba dingin dan lembab.
14
Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi
gelisah.
4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat
diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk
mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit. Pemeriksaan jumlah
trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai
pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun.Pada pasien
DHF didapatkan jumlah trombosit < 100.000 /µl. Peningkatan nilai hematokrit
menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.
(Gandasubrata, 1999).
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan
karena limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal
antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga
respon imunnya bersifat spesifik. Limfosit yang berstimulasi dengan antigen
akan mengalami perubahan struktural dan biokimia. Istilah yang biasa untuk
menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain limfosit plasma
biru, limfosit reaktif atau limfosit atipik (Gandasubrata, 1999).
Uji serologi ini merupakan konfirmatif adanya infeksi virus dengue.
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar
15
demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik
kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan
antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi
IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer
hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah demam hari
kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Groen, dkk. 2000).
16
ini dapat mengetahui kemungkinan seseorang pernah terinfeksi dengue
sebelumnya.
2. Jenis metode diagnostik dalam kaitannya dengan manifestasi klinis
Klinis pada saat fase demam menunjukan sedang terjadinya
viremia, beberapa komponen virus terdapat dalam darah sehingga
pilihan yang tepat adalah RT-PCR, NS-1 Ag. Saat fase kritis dan
penyembuhan dapat kita lihat IgM spesifik bisa dengan menggunakan
rapid Test, ELISA maupun haemagglutination inhibition assay (HIA).
3. Karakteristik sampel klinis
Virus dengue yang labil mudah dinonaktifkan pada suhu di atas
30°C, sehingga harus berhati-hati selama transportasi dan penyimpanan
sampel. Sampel serum yang dikumpulkan selama 4 hari pertama demam
berguna untuk virus, genom dan deteksi antigen dengue. Sampel harus
cepat diangkut pada suhu 4°C ke laboratorium dan diproses secepat
mungkin.Serum steril tanpa antikoagulan berguna. Jika spesimen
pengiriman tidak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama, pembekuan
pada -70°C dianjurkan.
D. Diagnosis Banding
Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala mirip
demam dengue maupun severe dengue.
a. Influenza
b. Cikungunya
d. SARS
e. Malaria
f. Demam tiroid
g. Hepatitis
17
h. Leptospirosis
E. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan.Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari
ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang
masif perlu selalu diwaspadai (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah
atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.Apabila hematokrit
meningkat lebih dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya
18
kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di
pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.Penderita DBD yang gelisah
dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut dan produksi air
kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan
tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah
sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti (Hadinegoro dkk., 2014).
Jenis Cairan
1. Kristaloid
a. Ringer Laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi
(faali)
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloidal
a. Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
b. Plasma
Kebutuhan Cairan
19
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung
dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.
10 100 per kg BB
20
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan
yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk
digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan
selama kurun waktu 24-48 jam.Pemasangan cetral venous pressure dan
kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat
berat dan sukar diatasi. Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan
kebocoran plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan
kristaloid yang cukup banyak. Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi
kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan. Reabsorbsi
plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2
hari sesudahnya.Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi
hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru.Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan
sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi
kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang
baik (Hadinegoro dkk., 2014).
21
maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi
apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum
dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous
pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya
(Hadinegoro dkk., 2014).
1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang
adekuat dan BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda
dari warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasien yang datang pada
demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan untuk
diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari
warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan
pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x,
kompres air hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan
aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal
22
ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada
perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntah-
muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam,
maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat
inap pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan
rehidrasi oral yang adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien
dengan co-morbid.
2. Kriteria B
Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih
lanjut.Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi,
pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri,
serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi
yang diberikan
3. Kriteria C
23
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus
mendapat pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa
Tersangka DBD
24
DBD Derajad I
(Bagan 2)
25
Pasien Masih dapat minum Pasien tidak dapat minum
Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. Pasien muntah terus menerus
mkn tiap 5 menit.
Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan (Bagan 3)
DBD Derajat II
26
Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam
Tidak gelisah
Gelisah
Nadi kuat
Distres pernafasan
Tek Darah stabil
Fre.nadi naik
Diuresis cukup
Ht tetap tinggi/naik
(1 ml/kgBB/jam)
Tek. Nadi < 20 mmHg
Ht Turun
Diuresis kurang/tidak ada
(2x pemeriksaan)
Tanda Vital memburuk
Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan
Ht meningkat
10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam
Evaluasi 12-24 jam
Perbaikan
Tanda vital tidak stabil
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht Ht turun
Naik
3 ml/kgBB/jam
27
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV
(Bagan 4)
28 ml/kgBB
Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Gambar 6.Algoritma Penatalaksanaan Syok pada
Infus Stop tidak melebihi infeksi Dengue.
48 jam
29
Observasi tanda-tanda berhentinya kebocoran plasma yang dilihat dari :
• TD, nadi dan perfusi perifer stabil
• hematokrit menurun dengan denyut nadi yang baik
• apyrexia (tanpa menggunakan antipiretik) selama lebih dari 24-48 jam;
• gejala usus / gejala yang berhubungan dengan abdomen teratasi
• peningkatan produksi urine.
Melanjutkan terapi cairan intravena melewati 48 jam dari fase kritis akan
menyebabkan pasien berisiko edema paru dan komplikasi lain seperti
tromboflebitis.
G. Komplikasi
Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :
1. Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama
2. Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital
3. Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar
4. Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam
keadaan syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi
5. Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat
6. Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus
7. Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien
Komplikasi dari infeksi dengue berupa :
1. Asidosis metabolik
30
2. Imbalance elektrolit
3. Efusi pleura dan asites
4. Edema pulmonal
5. ARDS
6. Ko-infeksi dan infeksi nasokomial
7. Sindrom hemofagositik
H. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi penderita.
Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.DBD derajat III dan IV bila
dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.Angka kematian pada
syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50%. Tanda- tanda prognosis yang baik
pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup serta kembalinya nafsu
makan.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance
data, 314.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
31
Groen, dkk.2000.Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue
Virus-Specific Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Departemen Kesehatan. 2015. Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia, Dirjen P2 & PL, Depkes RI, Jakarta.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2011.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam:
Nelson Textbook of Pediatrics.19th ed. Kliegman, et al Philadelphia:
Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. IDAI: Jakarta
Soedarmo, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and
expanded edition. WHO 1-45
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. WHO: India
32