EFUSI PLEURA
Disusun oleh:
dr. FADHILA KHAIRUNNISA
Dokter Pendamping :
dr. SHEILLA F. MATHEOS, Sp.P
dr. ADOLF ANTONIUS RUMAMBI
BORANG PORTOFOLIO
Tujuan :
Menegakkan diagnosis kerja, mengenali etiologi dan komplikasi dari penyakit,
melakukan penanganan awal, konsultasi dengan spesialis paru untuk penanganan lebih
lanjut terkait kasus, memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan
Cara Diskusi Presentasi E-mail Pos
Membahas dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : Tn. MJA No. Registrasi : 234235
Nama Klinik : Telp : - Terdaftar sejak : 27 Januari 2023
IGD RUMKIT TK. II
R.W Monginsidi
Data utama untuk bahan diskusi :
SUBJECTIVE
A. Keluhan Utama :
Nyeri dada kiri sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
B. Keluhan Penyerta :
Batuk, sesak napas
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menembus ke belakang sejak
kurang lebih 3 bulan dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada
terasa seperti tertusuk. Batuk lama (+) keringat di malam hari (+) penurunan berat
badan (+). Sesak (+) terasa meningkat jika nyeri dada.
Pasien sempat dirawat inap pada awal Januari 2023 dengan keluhan nyeri dada
sebelah kiri seperti ditusuk di satu sisi dengan diagnosis Pleuritis TB dan
mendapatkan terapi OAT kategori 1.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat gula darah (-)
Riwayat asam urat (-)
Riwayat sakit jantung (+) sejak November 2022 pasien berobat ke poli Jantung
dengan CAD OMI Anteroseptal
Riwayat trauma (-)
Riwayat stroke (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat asma (-)
Riwayat gula darah (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat asam urat (-)
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat keluhan yang sama (+)
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang buruh, tinggal bersama istri dan anaknya. Pasien tidak
merokok. Memiliki 2 anak yang sudah menikah. Biaya pengobatan menggunakan
BPJS kelas 3.
OBJECTIVE
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan 27 Januari 2023 pukul 09.45 WIB di IGD RUMKIT
TK. II R.W Monginsidi
Keadaan umum : tampak sedang
Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 160 kg
IMT : 17.57 kg/m2 (Sangat kurus)
Tanda Vital
TD : 145/89mmHg
HR : 83x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 24 x/menit
Sp O2 : 98%
t : 36,7 oC
Kepala
Mata : Refleks cahaya +/+, pupil isokor 2mm/2mm, konjungtiva palpebra pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga : Discharge (-), napas cuping hidung (-)
Hidung : Discharge (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), oral ulcer (-), gusi berdarah (-)
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran nnll (-/-), tiroid tidak teraba pembesaran, kaku
kuduk (-), JVP Normal
Thorax : Simetris, bentuk normal sela iga menyempit (-), retraksi intercostal (-)
Paru
Inspeksi : Hemithorax kiri ruang sela iga melebar, dan tertinggal saat respirasi.
Palpasi : Vokal fremitus kanan > kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru kanan, redup di lapangan paru kiri
Auskultasi : SD vesikuler (+/menurun)
Suara tambahan: wheezing (-/-), ronki kasar (-/-), pleural friction rub (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V linea mid clavicula sinistra, melebar (-)
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, ketok CVA (-/-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, ballottement
ginjal (-), massa abdomen (-)
B. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium hematologi dan kimia darah (27/1/2023)
HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.5 gr/dl 11,7 – 15,5
Hematokrit 39.7 % 33-45
Eritrosit 4,69 jt/Ul 3,80 – 5,20
MCH 28,7 Pg 28-33
MCV 84,7 fL 80-96
MCHC 34,0 g/dL 32 – 36
Leukosit 9,9 ribu / uL 3,60-11,00
Trombosit 398 ribu / uL 150-440
KIMIA KLINIK
Ureum 12 mg/dl 13 – 43
Creatinin 0,81 mg/dl 0,60 – 1,10
SGOT 17 U/L <31
SGPT 15 U/L <32
Gula Darah Sewaktu 81 mg/dl <140
ELEKTROLIT
Natrium 131 mmol/L 136-145
Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,5
Clorida 99 mmol/L 95-105
RAPID SWAB ANTIGEN
Non Reaktif Non Reaktif
2. Radiologi
Foto Thoraks, PA view, posisi erect, relatif simetris, inspirasi dan kondisi cukup.
Hasil:
- Cor: batas kanan baik, batas kiri tertutup perselubungan homogen
- Pulmo: Corakan vaskuler paru yang tervisualisasi meningkat. Tampak konsolidasi
dengan air bronchogram pada lapang atas paru kiri. Sinus costophrenicus kanan
lancip, kiri tertutup perselubungan homogen.
KESAN :
- Cor sulit dievaluasi
- Sugestif gambaran pneumonia underlying TB paru
- Efusi pleura kiri
3. EKG
KESAN :
- Cor sulit dievaluasi
- Sugestif gambaran
bronkhitis
- Efusi pleura kiri
PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Efusi pleura merupakan suatu akumulasi cairan yang abnormal didalam
kavum pleura yang disebabkan karena adanya gangguan homeostatik berupa
adanya produksi cairan yang berlebihan atau karena adanya penurunan absorpsi
cairan.1
Efusi pleura biasanya merupakan efek sekunder dari suatu penyakit primer.
Insidensinya tergantung dari penyakit yang mendasari efusi pleura. Pada pasien
dengan penyakit gagal jantung insiden terjadinya efusi pleura cukup tinggi yaitu
sekitar 55-88%, efusi juga dapat terjadi pada 67% pasien dengan penyakit
pericardial. Sirosis hepar dan ascites juga dihubungkan dengan efusi pleura (6%)
serta beberapa pneumonia bacterial (11%) dapat penyebabkan terjadinya efusi
pleura.1
B. Epidemiologi
Insiden terjadinya efusi pleura sulit untuk ditentukan karena banyaknya
etiologi penyakit yang menyebabkan kelainan tersebut. Namun insiden efusi
pleura di Amerika diperkirakan sekitar 1, 5 juta kasus/tahun dan umumnya sering
disebabkan karena gagal jantung, pneumonia karena bakteri serta keganasan.
Sedangkan insiden efusi pleura secara internasional sekitar 320 kasus / 100.000
penduduk. Di Indonesia sendiri penyebab terbanyak efusi pleura dalah karena
penyakit tuberkulosis paru.2
Pada efusi pleura tidak ditemukan adanya perbedaan jenis kelamin yang
signifikan antara pria dan wanita. Sedangkan untuk usia, efusi pleura ini relatif
lebih banyak ditemukan pada usia dewasa muda dan orang tua. Namun efusi
pleura ini sering ditemukan pada anak terutama anak dengan pneumonia.2
C. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya efusi pleura dapat diakibatkan oleh lingkungan yang
tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi
social ekonomi yang rendah, sarana dan prasarana Kesehatan yang kurang, serta
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai Kesehatan.3
D. Patofisiologi Efusi Pleura
Pada orang dewasa normal yang sehat, rongga pleura memiliki cairan yang
minimal, yang berfungsi sebagai pelumas untuk kedua permukaan pleura. Jumlah
cairan pleura sekitar 0,1 ml/kg hingga 0,3 ml/kg dan terus-menerus terjadi
pertukaran. Cairan pleura berasal dari pembuluh darah pleura parietal dan diserap
kembali oleh saluran limfatik di diafragma dan mediastinum dari pleura parietal.
Tekanan hidrostatik dari pembuluh darah sistemik yang mensuplai pleura
parietalis diduga mendorong cairan interstitial ke dalam rongga pleura dan
karenanya memiliki kandungan protein yang lebih rendah daripada serum.
Akumulasi kelebihan cairan dapat terjadi jika produksi berlebihan atau penurunan
penyerapan, atau keduanya melebihi mekanisme homeostatis normal. Jika efusi
pleura terutama disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik, biasanya
bersifat transudat. Peningkatan permeabilitas mesotel dan kapiler atau gangguan
drainase limfatik biasanya menyebabkan eksudat.5,6
Cairan yang terakumulasi di dalam kavum pleura umumnya timbul apabila
cairan yang diproduksi lebih banyak dibandingkan yang diresorbsi. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya peningkatan tekanan mikrovaskuler paru (contohnya
pada kasus gagal jantung), berkurangnya tekanan onkotik (pada kasus
hipoproteinemia), peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, berkurangnya
drainage limfatik (pada kasus limfangitis), atau adanya defek pada diafragma
sehingga cairan peritoneal dapat masuk kedalam kavum pleura.3
Cairan yang terakumulasi didalam kavum pleura bisa berupa transudat,
eksudat, pus, darah ataupun chyle. Secara radiologi efusi pleura umumnya akan
memberikan gambaran radiologi yang hampir sama sehingga sulit untuk
dibedakan.3
Cairan pleura sebenarnya adalah cairan interseluler pleura parietal. Oleh
karena pleura parietal disuplai oleh sirkulasi sistemik sedangkan tekanan didalam
rongga pleura lebihrendah dibanding atmosfir, gradien tekanan bergerak dari
interselular pleura ke arah rongga pleura.3
Ada 6 mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penumpukan cairan
dalam rongga pleura, yaitu:
1. Peningkatan tekanan hidrostatik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini
dijumpai pada gagal jantung kongestif.
2. Turunnya tekanan onkotik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini terjadi
akibat hipoalbuminemia seperti pada sindroma nefrotik.
3. Turunnya tekanan intra pleura, yang dapat disebabkan oleh atelektasis
atau reseksi paru.
4. Meningkatnya permeabilitas kapiler pleura. Keadaan ini diakibatkan
oleh peradangan pleura, misalnya pada efusi pleura akibat tuberculosis atau
penyakit keganasan.
5. Terhambatnya aliran getah bening akibat tumor atau fibrosis paru.
6. Masuknya cairan dari rongga peritoneum akibat asites.
Pemeriksaan penunjang:
a. Radiografi Thoraks
Merupakan studi pencitraan pertama yang dilakukan ketika
mengevaluasi efusi pleura. Foto posteroanterior umumnya akan
menunjukkan adanya efusi pleura ketika ada sekitar 200 ml
cairan pleura, dan foto lateral akan terinterpretasi abnormal
ketika terdapat sekitar 50 ml cairan pleura yaitu terbentuknya
Meniscus Sign.
b. Ultrasonografi thoraks
Juga memiliki peran yang semakin penting dalam evaluasi efusi
pleura karena sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam mendeteksi
cairan pleura daripada pemeriksaan klinis atau radiografi toraks.
Karakteristik yang juga dapat dilihat pada USG dapat membantu
menentukan apakah terjadi efusi sederhana atau kompleks. Efusi
sederhana dapat diidentifikasi sebagai cairan dalam rongga pleura
dengan echotexture homogen seperti yang terlihat pada sebagian
besar efusi transudatif, sedangkan efusi yang kompleks bersifat
echogenic, sering terlihat septasi di dalam cairan, dan selalu
eksudat. Bedside Ultrasound dianjurkan saat melakukan
thoracentesis untuk meningkatkan akurasi dan keamanan
procedural.
c. Biopsy pleura
Dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus
pleuritistuberkolosis dan tumor pleura. Biopsi ini berguna untuk
mengambil spesimen jaringan 10 pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks,
hemothoraks, penyebaran infeksi dan tumor dinding dada.
d. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan:
i. Warna cairan
- Haemorragic pleural efusion, biasanya pada pasien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama
disebabkan oleh tuberkolosis.
- Yellow exudates pleural efusion, terutama terjadi pada
keadaan gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik,
hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.
- Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada pasien
dengan keganasan ekstrapulmoner.
ii. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
iii. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau
dominasi sel tertentu untuk melihat adanya keganasan.
iv. Bakteriologi Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-
kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila
cairannya purulen. Efusi yang purulen dapat mengandung
kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman
yang sering ditemukan adalah Pneumococcus, E.coli,
clebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
e. CT Scan thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi
trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura
dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan
bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding efusi pleura:7
Tabel 3 . Diagnosis banding efusi pleura4
I. Tatalaksana Efusi Pleura
a. Thorakosentesis
b. Pemeriksaan laboratorium
c. Kimia darah
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll (Pranita, 2020)
Prognosis pasien dengan efusi pleura tergantung pada penyebab, tingkat keparahan,
dan komorbiditas pasien. Secara umum, pasien yang tidak mendapat terapi adekuat
memiliki hasil yang buruk dibandingkan dengan mereka yang diberikan tatalaksana
langsung. Secara keseluruhan, pasien dengan efusi pleura malignancy cenderung
memiliki prognosis yang buruk. Sebagian besar pasien meninggal dalam waktu 12
sampai 24 bulan, terlepas dari penyebab efusi pleura malignancy. Ketika efusi pleura
tidak diobati secara adekuat, dapat menyebabkan empiema, sepsis, dan bahkan
trapped lung.9,10
DAFTAR PUSTAKA