BAB I
STATUS PENDERITA
1.1. Pendahuluan
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Dengan makin pesatnya kemajuan
lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa
angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma-
trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan
kerja, dan cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh
dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan
rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi.
Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan
lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur
neurovaskuler atau organ-organ penting lainnya.
1.2. Identitas Penderita
Nama : Tn. Ab
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta (supplier spare part sepeda motor)
Pendidikan : S1 MIPA-Biologi
Agama : Islam
Alamat : Bukit Cemara Tidar
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan: 8 September 2012
2
1.3. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Post-trauma kecelakaan kerja
Harapan : Bisa kembali beraktivitas normal
Kekhawatiran : Tidak bisa beraktivitas normal
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada saat Tn. Ab menggantikan tugas tukang untuk menggergaji kayu dengan
menggunakan serkel, Tn. Ab terkena serkel sehingga terjadi luka robek sepanjang
10-15 cm pada kaki kirinya dengan perdarahan yang banyak. Pertolongan pertama
yang dilakukan pasien dan keluarganya adalah membebat luka robek dengan kain
sarung, kemudian segera menuju ke UGD dengan diantar kerabat dan tiba di UGD
pukul 15.30. Pada saat tiba di UGD, pasien merasakan nyeri hebat pada luka robek
di kakinya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat sakit kejang : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal
- Riwayat alergi makanan : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat olah raga : sebulan sekali melakukan olahraga futsal
- Riwayat pengisian waktu luang : berbincang-bincang dengan keluarga, menjadi
takmir masjid.
3
14. Ekstremitas :
o Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Bawah kiri : bengkak (+), sakit (+), luka robek (+)
1.5. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi baik.
2. Tanda Vital
BB : 70 kg
TB : 170 cm
BMI : 24,2 normoweight
Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 76 kali/menit, reguler, isi cukup, simetris
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 37oC
3. Kulit : sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi
(-), petechie (-), spider nevi (-)
4. Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-
), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik
wajah/bells palsy (-)
5. Mata : conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/ uveitis (-/-)
6. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung
(-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-).
7. Mulut : bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-),
tepi lidah hiperemis (-), tremor (-).
8. Telinga : nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-),
cuping telinga dalam batas normal
9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher : JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).
11. Toraks : normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spidernevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-)
5
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
Batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dekstra
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea medio clavicularis
sinistra
Batas kanan bawah: SIC IV Linea parasternalis dekstra
Pinggang jantung: SIC III Linea parasternalis Sinistra (batas
jantung kesan tidak melebar)
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo:
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-),
wheezing - - , Ronchi - -
- - - -
- - - -
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang perut
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
13. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : NKCV (-)
6
P :pasien sudah boleh pulang. Pemberian obat jalan Sharox 250 mg 2x1
(golongan: sefalosporin; indikasi: untuk profilaksis infeksi post operatif
dengan kerja menghambat pembentukan dinding bakteri) dan Ponstan 250
mg 3x1 (golongan: analgesi, indikasi: untuk menurunkan nyeri post-operasi).
KIE di rumah: ganti kasa setiap 2 hari sekali atau terlihat kotor; diet tinggi
protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, pertahankan penurunan kandungan
protein sampai setelah defekasi pertama; tingkatkan jumlah diet kasar, batasi
makanan pembentukan gas; minum obat dan kontrol rutin; menjaga
kebersihan luka, badan, dan lingkungan; kaki yang dioperasi tidak boleh
digunakan untuk menopang tubuh atau berjalan dulu sampai terjadi
penyambungan tulang; latihan menggerakkan kaki tanpa beban.
1.14. Flow Sheet
Nama: Tn. Ab
Diagnosis: open fracture metatarsal I, II pedis sinistra
Tabel 1. Flow sheet
No. Tanggal Vital Sign BB/TB BMI Status Keluhan Rencana
Lokalis
1. 8-9- T: 130/90 70/170 24,2 deformitas Nyeri 1. Edukasi teknik
2012 N: 76 (+), luka pada luka distraksi dan
RR: 20 (+), nyeri robek relaksasi
S: 37 tekan (+), 2. Kolaborasi dengan
krepitasi tenaga medis untuk
(+) dan pemberian
gerakan analgetik
yang 3. Segera dilakukan
terbatas operasi (jam 22.00)
karena 4. Penyuluhan
nyeri pada tentang penyakit
luka robek pasien kepada
keluarga
2. 9-9- T: 120/80 70/170 24,2 nyeri pada nyeri Terapi
2012 N: 82 luka pada luka medikamentosa
RR: 20 operasi masih ada dilanjutkan, selain
S: 36,4 diberikan pula terapi
nonfarmakologis
(diet & latihan
rehabilitasi)
3. 10-9- T: 130/80 70/170 24,2 nyeri pada Nyeri Terapi
2012 N: 74 luka pada luka medikamentosa
RR: 20 operasi sudah dilanjutkan, selain
S: 36,2 mulai diberikan pula terapi
14
berkurang nonfarmakologis
(diet & latihan
rehabilitasi)
4. 11-9- T: 120/80 70/170 24,2 Gatal Sudah 1. Pasien boleh
2012 N: 80 pada luka tidak pulang
RR: 20 operasi nyeri 2. Obat rawat jalan:
S: 36,2 pada luka sharox 250 mg 2x1
dan ponstan 250
mg 3x1
3. KIE pasien dan
keluarga mengenai
perawatan luka
operasi di rumah
7. An. 5 Anak L 2 - -
15
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA
Jumlah 10
*skoring: hampir selalu=2; kadang-kadang=1; hampir tak pernah=0
Istri Anak-anaknya
Tn.Ab, 40 thn
Keterangan :
Hubungan baik
Tn.Ab, 40 th Ny.Dy
Keterangan
: laki-laki : penderita
: perempuan : meninggal
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR KESEHATAN
10 m
Halaman
Ruang Tamu
Kamar 1
Ruang keluarga
10 m
Kamar 2
Dapur
KM
Kamar 3
Faktor Perilaku
Kesimpulan: identifikasi faktor perilaku dan non perilaku keluarga Tn. Ab mendukung
kesehatan Tn. Ab, memahami sakit penderita, keluarga peduli terhadap penderita, anggota
keluarga mengantar penderita ke rumah sakit.
20
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. sebagai kepala
keluarga, dengan
kondisi sakit
Tn. Ab, 40 th
dengan
Open fracture metatarsal
I, II pedis sinistra
BAB V
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN LUKA
(VULNUS) DAN FRAKTUR
- Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam
konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
- Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c) Oksidansia
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari
dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
d) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci
yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama
waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam
pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini
sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl
0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak
mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g
dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl-
154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
3) Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
- Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan
mati dan benda asing.
- Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
- Berikan antiseptik
- Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
24
b. Patofisiologi
Trauma
Fraktur
Degranulasi sel
mast
Kerusakan Edema
Integritas kulit
Pelepasan Nociceptor
mediator
Port de entri Penekanan pada inflamasi
kuman jaringan vaskuler
Medulla
spinalis
Penurunan
Resiko Infeksi perfusi jaringan Korteks
serebri
Gangguan perfusi
jaringan yang
lebih distal Nyeri
Sindroma
kompartem
Nekrosis en
jaringan
26
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
e. Penatalaksanaan Fraktur
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses bernapas (breathing), dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif.
1. Terapi konservatif terdiri dari:
a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri
dengan kedudukan baik
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur
suprakondilus. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal
d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulir
(traksi Hamilton Russel, traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4
minggu dan beban <5 kg. Untuk traksi dewasa/traksi definitif harus traksi
skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi operatif, terdiri dari:
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open
reduction and internal fictation), artroplasti eksisional, eksisi fragmen, dan
29
pemasangan endoprostesis.
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan
waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk
bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan toksoid, antitetanus serum
(ATS) atau tetanus human globulin. Berikan antibiotik untuk kuman gram
positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan
resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik debridemen adalah
sebagai berikut:
- Lakukan narkosis umum atau anestesi lokal bila luka ringan dan kecil
- Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau Esmarch)
- Cuci seluruh ekstremitas selama 5-10 menit kemudian lakukan pencukuran.
Luka diirigasi dengan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih
- Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk
- Eksisi luka lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia, hingga otot.
Eksisi otot-otot yang tidak vital. Buang tualng-tulang kecil yang tidak
melekat pada periosteum. Pertahankan fragmen tulang besar yang perlu
untuk stabilitas
- Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup setelah
edema menghilang atau dapat juga hanya dijahit situasi bila luka tidak terlalu
lebar (jahit luka jarang)
f. Komplikasi Fraktur
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
30
BAB VI
PENUTUP
3. Kuratif
Terapi rawat jalan yang dilakukan adalah:
- Sharox 250 mg 2x1, sebagai antibiotik spektur luas dan profilaksis terhadap
infeksi, dengan mekanisme menghambat pembentukan dinding sel bakteri.
- Ponstan 250 mg 3x1, sebagai analgesik untuk meredakan nyeri post-operasi.
4. Rehabilitasi
Terapi latihan yang dilakukan adalah:
1) Breathing Exercise
Breathing exercise merupakan suatu tehnik latihan pernafasan dengan menarik
nafas lewat hidung atau inspirasi dan mengeluarkan nafas lewat mulut atau
ekspirasi. Tehnik latihan pernafasan yang digunakan dalam kasus ini adalah deep
breathing exercise. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi paru
pada post operasi akibat bius general. Tehnik latihan pernafasan ini menekankan
pada inspirasi maksimal dan panjang lalu dihembuskan dengan perlahan sampai
akhir expirasi dengan tujuan mempertahankan alveolus tetap mengembang,
mobilisasi thorak, untuk meningkatkan oksigenasi dan mempertahankan volume
paru.
2) Positioning
Positioning yaitu perubahan posisi anggota gerak badan yang sakit. Untuk
mengurangi oedema pada tungkai, maka tungkai dielevasikan dengan cara di
ganjal bantal setinggi 30 - 450. Selama pasien sadar, dosisnya adalah satu jam
tungkai dielevasikan dan satu jam tungkai dikembalikan ke posisi semula.
3) Static contraction
Static contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara mengontraksikan
otot tanpa disertai perubahan panjang otot maupun pergerakan sendi. Tujuan
static contraction adalah memperlancar sirkulasi darah sehingga dapat membantu
mengurangi oedem dan nyeri serta menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrofi.
4) Passive exercise
Passive exercise merupakan suatu gerakan yang dihasilkan dari kekuatan luar dan
bukan merupakan kontraksi otot yang disadari. Kekuatan luar tersebut dapat
berasal dari gravitasi, mesin, individu atau bagian tubuh lain dari individu itu
sendiri. Gerakan ini terbagi menjadi 2 gerakan:
a. Relaxed passive exercise
34
Relaxed passive exercise merupakan gerakan murni yang berasal dari terapis
tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Tujuan dari gerakan ini
untuk melatih otot secara pasif, sehingga diharapkan otot menjadi rileks dan
dapat mengurangi nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan
gerak dan elastisitas otot.
b. Force passive exercise
Force passive exercise gerakan berasal dari terapis atau luar dimana pada akhir
gerakan diberikan penekanan. Tujuan gerakan ini untuk mencegah terjadinya
kontraktur dan menambah luas gerak sendi serta untuk mencegah timbulnya
perlengketan jaringan.
5) Active exercise
Active exercise merupakan gerakan yang dilakukan karena adanya kekuatan otot
dan anggota tubuh sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi
dengan melawan gravitasi. Tujuan active exercise: (1) memelihara dan
meningkatkan kekuatan otot, (2) mengurangi bengkak disekitar fraktur, (3)
mengembalikan koordinasi dan ketrampilan motorik untuk aktivitas fungsional.
6) Latihan jalan
Latihan jalan merupakan aspek terpenting pada penderita sehingga mereka dapat
kembali melakukan aktifitasnya seperti semula. Latihan ini dilakuakan secara
bertahap. Dimulai dari aktivitas di tempat tidur seperti bergeser (bridging),
bangun, duduk dengan kaki terjuntai ke bawah (high sitting) kemudian latihan
berdiri, ambulasi berupa jalan dengan menggunakan walker kemudian
ditingkatkan dengan menggunakan kruk (tergantung kondisi umum pasien).
Latihan berjalan secara Non Weight Bearing (NWB) dengan menggunakan
metode three point gait pada hari ke-3 atau sesuai kemampuan pasien kemudian
ditingkatkan dengan cara Partial Weight Bearing (PWB) jika pada pasien tersebut
sudah terjadi pembentukan callus atau kurang lebih 3 minggu. Dosis awal latihan
30% menumpu berat badan dan kemudian ditingkatkan menjadi 80% menumpu
berat badan, lalu ditingkatkan lagi dengan latihan Full Weight Bearing. Tujuan
dari latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri walaupun
masih dengan bantuan alat.
7) Edukasi
35
Edukasi yang perlu diberikan pada pasien yaitu home program yang dapat
dilakukan di bangsal maupun di rumah, seperti: (1) melakukan aktivitas sendiri
atau dengan bantuan orang lain untuk berlatih seperti yang telah diajarkan, (2)
untuk mengurangi bengkak pasien dianjurkan mengganjal tungkai yang sakit
dengan guling saat pasien tidur terlentang, (3) kurang lebih selama 2 minggu atau
lebih setelah post operasi pasien dianjurkan untuk tidak menumpu dengan kaki
yang sakit sampai terjadi penyambungan callus.