Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
STATUS PENDERITA

1.1. Pendahuluan
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Dengan makin pesatnya kemajuan
lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa
angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma-
trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan
kerja, dan cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh
dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan
rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi.
Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan
lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur
neurovaskuler atau organ-organ penting lainnya.
1.2. Identitas Penderita
Nama : Tn. Ab
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta (supplier spare part sepeda motor)
Pendidikan : S1 MIPA-Biologi
Agama : Islam
Alamat : Bukit Cemara Tidar
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan: 8 September 2012
2

1.3. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Post-trauma kecelakaan kerja
Harapan : Bisa kembali beraktivitas normal
Kekhawatiran : Tidak bisa beraktivitas normal
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada saat Tn. Ab menggantikan tugas tukang untuk menggergaji kayu dengan
menggunakan serkel, Tn. Ab terkena serkel sehingga terjadi luka robek sepanjang
10-15 cm pada kaki kirinya dengan perdarahan yang banyak. Pertolongan pertama
yang dilakukan pasien dan keluarganya adalah membebat luka robek dengan kain
sarung, kemudian segera menuju ke UGD dengan diantar kerabat dan tiba di UGD
pukul 15.30. Pada saat tiba di UGD, pasien merasakan nyeri hebat pada luka robek
di kakinya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat sakit kejang : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal
- Riwayat alergi makanan : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat olah raga : sebulan sekali melakukan olahraga futsal
- Riwayat pengisian waktu luang : berbincang-bincang dengan keluarga, menjadi
takmir masjid.
3

6. Riwayat Sosial Ekonomi:


Penderita adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun, suami dengan lima orang anak.
Penderita adalah wiraswasta, dengan penghasilan satu bulannya Rp 10.000.000,00
hingga Rp 12.000.000,00. Sejak mengalami kecelakaan tersebut pasien mempunyai
rencana untuk mencari sopir dan karyawan baru agar pekerjaan sehari-harinya tetap
berjalan normal. Sebelum sakit, pasien aktif sebagai takmir masjid dan panitia
pengajian, akan tetapi saat ini pasien harus istirahat dari kegiatan warga hingga
kondisi kaki pasca operasi membaik kembali. Penderita tinggal dalam nuclear
family dengan istri dan lima orang anaknya. Kebutuhan sehari-hari keluarga tersebut
ditanggung oleh pasien (Tn. Ab). Hubungan Tn. Ab dan keluarga terjalin sangat
baik, terlihat pada saat opname di rumah sakit, keluarga yang mengurusi
kebutuhannya di rumah sakit.
7. Riwayat Gizi:
Penderita makan sehari-hari biasanya 3 kali dengan nasi, sayur, lauk-pauk berupa
telur, ayam, lele, daging, sering makan buah-buahan, dan pasien suka minum air,
karena menurut pasien air putih lebih menyehatkan. Kesan status gizi baik.
1.4. Anamnesis Sistem
1. Kulit : pucat (-), kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok, luka (-)
3. Mata : mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-)
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-)
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (+), nyeri dada (-), ampeg (-)
10. Gastrointestinal : Mual/muntah (-), diare (-), nafsu makan meningkat (-), nyeri
perut (-), BAB setiap hari
11. Genitourinaria :
BAK lancar, 3 kali/hari, warna dan jumlah dalam batas normal
12. Neurologik :
kejang (-), lumpuh (-), kesemutan (-), rasa tebal pada kedua kaki (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan (-), nyeri kaki (-/+), nyeri otot (-)
4

14. Ekstremitas :
o Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Bawah kiri : bengkak (+), sakit (+), luka robek (+)
1.5. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi baik.
2. Tanda Vital
BB : 70 kg
TB : 170 cm
BMI : 24,2 normoweight
Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 76 kali/menit, reguler, isi cukup, simetris
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 37oC
3. Kulit : sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi
(-), petechie (-), spider nevi (-)
4. Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-
), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik
wajah/bells palsy (-)
5. Mata : conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/ uveitis (-/-)
6. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung
(-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-).
7. Mulut : bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-),
tepi lidah hiperemis (-), tremor (-).
8. Telinga : nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-),
cuping telinga dalam batas normal
9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher : JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).
11. Toraks : normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spidernevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-)
5

Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
Batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dekstra
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea medio clavicularis
sinistra
Batas kanan bawah: SIC IV Linea parasternalis dekstra
Pinggang jantung: SIC III Linea parasternalis Sinistra (batas
jantung kesan tidak melebar)
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo:
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-),
wheezing - - , Ronchi - -
- - - -
- - - -
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang perut
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
13. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : NKCV (-)
6

14. Ektremitas : palmar eritema (-/-)


Akral dingin oedem
- - - -
- - - +

Status lokalis : regio metatarsal I, II pedis sinistra


L: deformitas (+), luka (+)
F: nyeri tekan (+), krepitasi (+)
M: terbatas karena luka robek
15. Sistem genetalia : dalam batas normal
16. Pemeriksaan Neurologik :
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Fungsi vegetatif : dalam batas normal
Fungsi sensorik : N N
N N

Fungsi motorik : Kekuatan Tonus RF RP


5 5 N N 2 2 - -
5 2 N 2 2 - -

17. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan : perawatan diri baik
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses berpikir: bentuk: realistik; isi: waham (-), halusinasi (-), ilusi (-); arus:
koheren
Insight : baik

1.6. Pemeriksaan Laboratorium (Penunjang)


Faal hemostasis:
Waktu perdarahan : 2 menit (N: 1-3 menit)
7

Waktu pembekuan : 13 menit (N: 9-15 menit)


Darah lengkap:
Hitung jenis neutrofil stab :-
Hitung jenis neutrofil segmen : 80 (N: 50-70)
Hitung jenis lymphosit : 12 (N: 20-40)
Hitung jenis monosit :5 (N: 2-8)
Hemoglobin : 15,4 (N: 12-15)
Leukosit : 8.000 (N: 4.000-10.000)
LED :-
Trombosit : 195.000 (N: 150.000-400.000)
PCV/HCT : 51,6 (N: 37-48)
Eritrosit : 5,50 juta (N: 4,2 juta-5,5 juta)
Kimia darah:
Ureum/urea : 44 (N: 16-36)
Kreatinin : 1,05 (N: <1,3)
SGOT : 28 (N<40)
SGPT : 21 (N<41)
X-ray pedis sinistra: open fraktur metatarsal I, II pedis sinistra
1.7. Working Diagnosa
Open fraktur metatarsal I, II pedis sinistra
1.8. Resume
Pada saat Tn. Ab menggantikan tugas tukang untuk menggergaji kayu dengan
menggunakan serkel, Tn. Ab terkena serkel sehingga terjadi luka robek sepanjang 10-
15 cm pada bagian kaki kiri dengan perdarahan yang banyak. Pertolongan pertama
yang dilakukan pasien dan keluarganya adalah membebat luka robek dengan kain
sarung, kemudian segera menuju ke UGD dengan diantar kerabat dan tiba di UGD
pukul 15.30. pada saat tiba di UGD, pasien merasakan nyeri hebat pada luka robek di
kakinya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis
dengan GCS 456 dan BMI dalam batas normal. Pada tanda-tanda vital didapatkan tensi
yang sedikit meningkat yaitu 130/90, hal ini bisa disebabkan karena trauma yang baru
dialami. Status lokalis pada regio pedis sinistra didapatkan deformitas (+), luka (+),
nyeri tekan (+), krepitasi (+) dan gerakan yang terbatas karena luka robek. Setelah
dilakukan foto x-ray pada pedis sinistra, didapatkan adanya open fracture pada regio
8

metatarsal I, II pedis sinistra, sehingga dilakukan bedah ortopedi secepatnya untuk


melakukan reposisi tulang dan jaringan.
1.9. Diagnosis holistik
Tn. Ab dengan usia 40 tahun adalah penderita open fracture pada regio metatarsal I, II
pedis sinistra yang tinggal dalam nuclear family. Hubungan Tn. Ab dengan anggota
keluarganya sangat harmonis, dan dalam kehidupan sosial, Tn. Ab adalah anggota
masyarakat biasa dalam kehidupan bermasyarakat.
1. Diagnosis dari segi biologis: open fracture pada regio metatarsal I, II pedis sinistra
2. Diagnosis dari segi psikologis: hubungan Tn. Ab dengan istri dan anak-anaknya
harmonis, saling mendukung, saling memperhatikan, dan saling pengertian.
3. Diagnosis dari segi sosial: penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa dengan
beberapa kegiatan di lingkungannya
1.10. Penatalaksanaan sebelum operasi
Non medikamentosa
- Stabilisasi: Airway (saluran napas), breathing (pernapasan), circulation (sirkulasi),
disability (evaluasi neurologis), exposure (kontrol lingkungan)
- Setelah stabil, observasi keluhan nyeri dan kaji tingkat nyeri pasien
- Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian diet yang sesuai sebelum
dilakukan operasi
Medikamentosa
- Infus RL 20 tpm, 2 flash (untuk resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok,
suplai ion bikarbonat untuk mencegah asidosis metabolik. Keunggulan terpenting
dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang
sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler.)
- Injeksi picyn 750 mg, sebelumnya dilakukan skin test terlebih dahulu (golongan:
penisilin; komp: sultamicillin-ampicillin 500 mg & sulbactam 250 mg-; Dosis:
Dws 1,5-12 gr/hr dlm dosis terbagi, diberikan 6-8 jam; Indikasi: septikemia
bakterial, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi; Kontra
Indikasi: hipersensitif terhadap penisilin)
9

- Injeksi primperan 1 ampul (Golongan: Regulator GIT, antiflatulen &


antiinflamasi; Komponen: Metoclopramide HCL; Dosis: Dewasa 1 ampul 3
kali/hari; Indikasi: Gangguan GI; Kontra Indikasi: Jika stimulasi motilitas GI
dapat membahayakan seperti obstruksi intestinal, epilepsi, feokromositoma; Efek
Samping: Pusing, kegelisahan, lesu, gejala ekstapiramidal, sakit kepala,
mengantuk, depresi, cepat lelah, gangguan Gl, hipertensi.
- Tetagam 1 vial (Golongan: Imunosupresan; Komposisi: Ig tetanus manusia;
Indikasi: Profilaksis pada individu dengan cedera yang baru saja terjadi dan
individu dengan riwayat vaksinasi tidak komplit atau tidak diketahui. Terapi untuk
tetanus yang sudah bermanifestasi secara klinis; Dosis: IM : Profilaksis : 250 iu
Tetagam P dan 0.5 mL vaksin tetanus di kontralateral; Kontra Indikasi:
Diketahui mengalami respon sistemik berat atau anafilaktoid terhadap
imunosodium globulin dan atau dengan defisiensi lg A dengan adanya antibodi
terhadap lg A; Efek Samping: Nyeri atau bengkak pada tempat suntikan, reaksi
kulit, peningkatan suhu tubuh)
- Injeksi Ranitidin 1 ampul (Golongan: obat anti refluks & antiulserasi;
Komposisi: Ranitidine HCl; Indikasi: antagonis histamin pada reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi
sekresi asam lambung.; Dosis: IV bolus intermiten : 50 mg (2mL) tiap 6-8 jam.
Diencerkan dalam larutan NaCl 0.9% atau larutan injeksi IV lain yang cocok
sampai memperoleh kadar 2,5 mg/mL; Efek Samping: Sakit kepala, malaise,
pusing, mual, muntah, nyeri perut, ruam kulit, diare, insomnia, takikardi,
bradikardi, artralgia, mialgia, vertigo, mengantuk, konstipasi, hipersensitivitas,
leukopenia, trombositopenia, anemia aplastik,)
1.11. Penatalaksanaan Saat Operasi
(berangkat operasi jam 22.00 dan datang dari OK jam 02.00)
Non-medikamentosa
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi pada pasien
- Observasi TTV
- Meminta bantuan doa kepada keluarga pasien
Medikamentosa
- Kolaborasi dokter spesialis bedah ortopedi dan spesialis anestesi
10

- Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu


draping area operasi. Debridement dilakukan pertama kali pada daerah kulit.
Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan koagulasi. Buka fascia
untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C, Color,
Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi
canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan
dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan dengan
normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10 liter untuk fraktur terbuka
grade II dan III. Pada kasus Tn. Ab, tulang dipertahankan dengan reposisi
menggunakan pinning (k-wire) pada metatarsal I, II pedis sinistra.
1.12. Penatalaksanaan pasca operasi
Non-medikamentosa
- Observasi TTV
- ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
- kolaborasi dengan tim gizi mengenai diet yang sesuai untuk pasien
Medikamentosa (pasca operasi) :
- infus RL:D5=2:1 20 tpm
- injeksi pycin 3 x 750 mg (golongan: penisilin; komp: sultamicillin-ampicillin
500 mg & sulbactam 250 mg-; Dosis: Dws 1,5-12 gr/hr dlm dosis terbagi,
diberikan 6-8 jam; Indikasi: septikemia bakterial, infeksi kulit dan jaringan
lunak, infeksi tulang dan sendi; Kontra Indikasi: hipersensitif terhadap
penisilin)
- Cernevit 1 x 1 drip (Golongan: vitamin; Komp: Vit A 3.500 iu, vit D 3 iu, vit E
11,2 iu, vit 200 C 125 mg, vit B 1 mg, vit 3,51 B 2 4.14 mg, vit B 3 mg, vit B
46 5 17,25 mg, vit B 6 4,53 mg , vit B 12 6 ug, folat 414 mcg asam, biotin 69
mcg, asam 17,25 mg pantotenat, nicotinamide 46 mcg, glisin 250 mg, glycocol
ic 140 mg asam, lesitin kedelai 112,5 mg; Indikasi: Harian multivit suplemen
untuk pasien tentang nutrisi parenteral, situasi lain dimana administrasi melalui
rute IV diperlukan; Dosis: Dewasa & anak > 11 tahun 1 vial setiap hari;
Kontraindikasi: Hypervitaminosis; Efek samping: ruam kulit, eritema, gatal,
sakit kepala, pusing, kaku otot, cemas, diplopia, urtikaria, udem periorbital &
digital, kemerahan, gatal atau rasa terbakar di kulit)
11

- Ketorolac 30 mg (Golongan: NSAID; Komp: Ketorolac tromethamine;


Indikasi: Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi
penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu
penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai anti
inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai pengganti
morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang; Dosis: Ketorolac
tromethamine tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi. Pemberian injeksi lebih
dianjurkan. Pemberian Ketorolac tromethamine hanya diberikan apabila ada
indikasi sebagai kelanjutan dari terapi Ketorolac tromethamine dengan injeksi.
Terapi Ketorolac tromethamine baik secara injeksi ketorolac ataupun tablet
hanya diberikan selama 5 hari untuk mencegah ulcerasi peptic dan nyeri
abdomen. Efek analgesic Ketorolac tromethamine selama 4-6 jam setelah
injeksi; Kontra Indikasi: ketorolac tromethamine dikontra indikasikan untuk
pasien dengan riwayat gagal ginjal, riwayat atau sedang menderita ulcerasi
peptic, angka trombosit yang rendah. Untuk menghindari terjadinya perdarahan
lambung, maka pemberian ketorolac tromethamine hanya selama 5 hari saja)
- Tramadol 100 mg (Golongan: analgesik; Komposisi: Tiap ampul injeksi berisi:
Tramadol HCl 100mg; Indikasi: Nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri
setelah operasi; Kontraindikasi: Intoksikasi akut karena hipnotik, withdrawal
psikoterapi dan narkotik; Dosis: Intravena, 12 ampul/hari diinjeksikan secara
lambat atau dilarutkan ke dalam larutan infus dan diinfuskan Intramuskular, 12
ampul/hari Subkutan, 12 ampul/hari; Efek Samping: Mual, muntah, dispepsia,
konstipasi, lelah, sedasi, pusing, pruritus, keringat berlebih, kulit kemerahan,
mulut kering, sakit kepala.
- Metoclopramid 10 mg (Golongan: regulator GIT, antiflatulen & antiinflamasi;
Komposisi: Metoklopramida HCl 10 mg; Indikasi: Untuk menanggulangi
mual, muntah metabolik karena obat sesudah operasi.; Kontraindikasi:
Penderita gastrointestinal hemorrhage, obstruksi mekanik atau perforasi.
Penderita epilepsi atau pasien yang menerima obat-obat yang dapat
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal; Dosis: Dewasa : 3 kali sehari 10 mg; Efek
samping: Efek SSP: kegelisahan, kantuk, kelelahan dan kelemahan. Reaksi
ekstrapiramidal: reaksi distonik akut. Gangguan endokrin: galaktore, amenore,
ginekomastia, impoten sekunder, hiperprolaktinemia. Efek pada kardiovaskular:
12

hipotensi, hipertensi supraventrikular, takikardia dan bradikardia. Efek pada


gastrointestinal: mual dan gangguan perut terutama diare. Reaksi alergi: gatal-
gatal, urtikaria dan bronkospasme khususnya penderita asma)
1.13. Follow up
Tanggal 8 September 2012
S :pasien menyatakan nyeri pada luka robek
O :KU:cukup baik, GCS=456, Injeksi (+), fraktur (+)
Tensi: 130/90, Nadi: 76, Respirasi: 20, suhu: 37. Status lokalis pada regio
pedis sinistra didapatkan deformitas (+), luka (+), nyeri tekan (+), krepitasi
(+) dan gerakan yang terbatas karena nyeri pada luka robek. Setelah
dilakukan foto x-ray pada pedis sinistra, didapatkan adanya open fracture
pada regio metatarsal I, II pedis sinistra.
A :open fraktur metatarsal I, II pedis sinistra
P :lanjutkan intervensi
Tanggal 9 September 2012
S :pasien menyatakan masih nyeri
O :KU:cukup, injeksi (+), makan/minum (+/+)
Tensi: 120/80, nadi: 82, respirasi: 20, suhu: 36,4. Kondisi perban pada luka
bersih
A :post operasi e.c. open fraktur metatarsal I, II pedis sinistra hari pertama
P :lanjutkan intervensi
Tanggal 10 September 2012
S :pasien menyatakan masih nyeri
O :KU:cukup, injeksi (+)
Tensi: 130/80, nadi: 74, respirasi: 20, suhu: 36,2. Ganti kasa pada luka.
A : post operasi e.c. open fraktur metatarsal I, II pedis sinistra hari ke-2
P :lanjutkan intervensi
Tanggal 11 September 2012
S :pasien menyatakan sudah tidak ada keluhan
O: KU: cukup, injeksi (+), makan/minum (+/+)
Tensi: 120/80, nadi: 80, respirasi: 20, suhu: 36,2
A: post operasi e.c. open fraktur metatarsal I, II pedis sinistra hari ke-3
13

P :pasien sudah boleh pulang. Pemberian obat jalan Sharox 250 mg 2x1
(golongan: sefalosporin; indikasi: untuk profilaksis infeksi post operatif
dengan kerja menghambat pembentukan dinding bakteri) dan Ponstan 250
mg 3x1 (golongan: analgesi, indikasi: untuk menurunkan nyeri post-operasi).
KIE di rumah: ganti kasa setiap 2 hari sekali atau terlihat kotor; diet tinggi
protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, pertahankan penurunan kandungan
protein sampai setelah defekasi pertama; tingkatkan jumlah diet kasar, batasi
makanan pembentukan gas; minum obat dan kontrol rutin; menjaga
kebersihan luka, badan, dan lingkungan; kaki yang dioperasi tidak boleh
digunakan untuk menopang tubuh atau berjalan dulu sampai terjadi
penyambungan tulang; latihan menggerakkan kaki tanpa beban.
1.14. Flow Sheet
Nama: Tn. Ab
Diagnosis: open fracture metatarsal I, II pedis sinistra
Tabel 1. Flow sheet
No. Tanggal Vital Sign BB/TB BMI Status Keluhan Rencana
Lokalis
1. 8-9- T: 130/90 70/170 24,2 deformitas Nyeri 1. Edukasi teknik
2012 N: 76 (+), luka pada luka distraksi dan
RR: 20 (+), nyeri robek relaksasi
S: 37 tekan (+), 2. Kolaborasi dengan
krepitasi tenaga medis untuk
(+) dan pemberian
gerakan analgetik
yang 3. Segera dilakukan
terbatas operasi (jam 22.00)
karena 4. Penyuluhan
nyeri pada tentang penyakit
luka robek pasien kepada
keluarga
2. 9-9- T: 120/80 70/170 24,2 nyeri pada nyeri Terapi
2012 N: 82 luka pada luka medikamentosa
RR: 20 operasi masih ada dilanjutkan, selain
S: 36,4 diberikan pula terapi
nonfarmakologis
(diet & latihan
rehabilitasi)
3. 10-9- T: 130/80 70/170 24,2 nyeri pada Nyeri Terapi
2012 N: 74 luka pada luka medikamentosa
RR: 20 operasi sudah dilanjutkan, selain
S: 36,2 mulai diberikan pula terapi
14

berkurang nonfarmakologis
(diet & latihan
rehabilitasi)
4. 11-9- T: 120/80 70/170 24,2 Gatal Sudah 1. Pasien boleh
2012 N: 80 pada luka tidak pulang
RR: 20 operasi nyeri 2. Obat rawat jalan:
S: 36,2 pada luka sharox 250 mg 2x1
dan ponstan 250
mg 3x1
3. KIE pasien dan
keluarga mengenai
perawatan luka
operasi di rumah

1.15. Karakteristik Demografi Keluarga


1. Bentuk Keluarga : nuclear family
2. Status di lingkungan keluarga: sebagai kepala keluarga
3. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah
Tabel 2. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1. Tn. Ab KK L 40 S1 Wiraswasta

2. Ny. Dy Istri P 39 S1 IRT

3. An. 1 Anak L 13 SMP Pelajar

4. An. 2 Anak P 9 SD Pelajar

5. An. 3 Anak L 7 SD Pelajar

6. An. 4 Anak P 4 PAUD -

7. An. 5 Anak L 2 - -
15

BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA

2.1. Fungsi Holistik


1. Diagnosis dari segi biologis : Keluarga terdiri atas penderita (Tn. Ab, 40 tahun),
istri, dan kelima anaknya. Tn. Ab adalah penderita open fraktur metatarsal I, II
pedis sinistra.
2. Diagnosis dari segi Psikologis : Hubungan di antara mereka terjalin baik, terbukti
dengan adanya komunikasi antar anggota keluarga, dan perhatian terhadap
penderita tidak kurang selama di rumah sakit dan di rumah. Sewaktu penderita
mondok, penderita ditunggui istri, dan beberapa kerabat lainnya.
3. Diagnosis dari segi sosial : keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial
tertentu di masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Penderita sering
berkumpul dengan tetangga, seperti takmir masjid dan panitia pengajian di
daerahnya. Akan tetapi ketika sakit, kegiatan aktivitas penderita dalam kegiatan
warga cenderung berkurang.
Kesimpulan: Fungsi biologis pada Tn. Ab terganggu, sedangkan fungsi psikologis dan
fungsional dalam keluarga Tn. Ab tidak terganggu
2.2. Fungsi Fisiologis
APGAR Tn. Ab Nilai*
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya 2
bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan 2
membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan 2
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 2
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya 2
membagi waktu bersama-sama
16

Jumlah 10
*skoring: hampir selalu=2; kadang-kadang=1; hampir tak pernah=0

2.3. Fungsi Patologis


Sumber Patologis Keterangan
Social Tn. Ab tidak aktif mengikuti kegiatan di masyarakat sejak +
sakit
Culture Dalam kesehariannya Tn. Ab dan keluarga menggunakan -
bahasa jawa
Religious Tn. Ab dan keluarga rajin beribadah -
Economic Tn. Ab adalah wiraswasta, dan membiayai kehidupan +
keluarganya
Educational Tn. Ab lulusan S1 dan paham terhadap penyakitnya -
Medical Tn. Ab patuh berobat dan menjalankan anjuran tenaga medis -

2.4. Informasi Pola Interaksi Keluarga

Istri Anak-anaknya

Tn.Ab, 40 thn

Keterangan :
Hubungan baik

Hubungan tidak baik

Kesimpulan: hubungan Tn. Ab dengan istri dan anaknya harmonis


17

2.5. Genogram Keluarga

Tn.Ab, 40 th Ny.Dy

Keterangan
: laki-laki : penderita

: perempuan : meninggal

: tinggal dalam 1 rumah


18

BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR KESEHATAN

3.1. Faktor Perilaku Keluarga


Menurut pendapat semua anggota keluarga, yang dimaksud kondisi sehat adalah
suatu kondisi dimana seseorang tidak menderita penyakit sehingga bisa melakukan
aktivitasnya dengan baik. Mereka membantu perawatan luka Tn. Ab di rumah dan
membantu Tn. Ab untuk melakukan aktivitas di rumah.

3.2. Faktor Non Perilaku


Rumah yang dihuni keluarga ini sudah memenuhi standar kesehatan, luas
bangunan cukup dengan luas bangunan 100 m2, pencahayaan dan ventilasi rumah yang
cukup. Untuk kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari PDAM

10 m

Halaman
Ruang Tamu

Kamar 1
Ruang keluarga
10 m

Kamar 2

Dapur
KM

Kamar 3

Kesimpulan: Lingkungan rumah memenuhi syarat kesehatan


19

Faktor Perilaku dan Non-Perilaku

Pemahaman: Lingkungan : rumah


keluarga cukup sudah memenuhi syarat
memahami penyakit kesehatan
penderita
Keturunan : ayah dan
Sikap: keluarga peduli
ibu Tn. Ab meninggal
terhadap penyakit KeluargaTn.
Keluarga Ny.Ab
T
karena sakit paru-paru
penderita

Tindakan: keluarga Pelayanan Kesehatan :


mengantarkan Tn. Jika sakit Tn. Ab ke
Ab untuk berobat dokter praktek

Faktor Perilaku

Faktor Non Perilaku

Kesimpulan: identifikasi faktor perilaku dan non perilaku keluarga Tn. Ab mendukung
kesehatan Tn. Ab, memahami sakit penderita, keluarga peduli terhadap penderita, anggota
keluarga mengantar penderita ke rumah sakit.
20

BAB IV
DAFTAR MASALAH

4.1. Masalah Medis


Open fracture metatarsal I, II pedis sinistra
4.2. Masalah Non Medis
- Pasien sebagai kepala keluarga, masih harus tetap bekerja untuk membiayai
kebutuhan keluarga
- Pasien tidak bisa aktif di kegiatan warga selama masih sakit
4.3. Diagram Permasalahan Pasien

1. sebagai kepala
keluarga, dengan
kondisi sakit

Tn. Ab, 40 th
dengan
Open fracture metatarsal
I, II pedis sinistra

2. tidak bisa aktif


mengikuti kegiatan
warga selama
masih sakit
21

BAB V
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN LUKA
(VULNUS) DAN FRAKTUR

5.1. Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Luka (Vulnus)


a. Pengertian
Vulnus atau luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan yang
mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya
kerusakan pada kuntinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai
dengan kehilangan substansi jaringan.
b. Klasifikasi Vulnus
Vulnus dibedakan berdasarkan :
1) Berdasarkan penyebab
a) Ekskoriasi atau luka lecet
b) Vulnus scisum atau luka sayat
c) Vulnus laseratum atau luka robek
d) Vulnus punctum atau luka tusuk
e) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang
f) Vulnus combotio atau luka bakar
2) Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan
a) Ekskoriasi
b) Skin avulsion
c) Skin loss
3) Berdasarkan derajat kontaminasi
a) Luka bersih
b) Luka sayat elektif
c) Steril, potensial terinfeksi
d) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus elimentarius,
traktus genitourinarius.
4) Luka bersih tercemar
a) Luka sayat elektif
b) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal
22

c) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan genitourinarius


d) Proses penyembuhan lebih lama
5) Luka tercemar
a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung empedu, traktus
genito urinarius, urine
b) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.
6) Luka kotor
a) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi
b) Perforasi visera, abses, trauma lama.
c. Tipe Penyembuhan Vulnus
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang
terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak
mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka
yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan
terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan
terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini
bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan
luka yang terakhir.
d. Perawatan Vulnus
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1) Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2) Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
a) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
b) Halogen dan senyawanya
23

- Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam
konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
- Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c) Oksidansia
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari
dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
d) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci
yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama
waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam
pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini
sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl
0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak
mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g
dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl-
154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
3) Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
- Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan
mati dan benda asing.
- Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
- Berikan antiseptik
- Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
24

- Bila perlu lakukan penutupan luka


4) Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
5) Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom.
6) Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
7) Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi

5.2. Hubungan Pengatahuan Keluarga dengan Fraktur


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa.
a. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
25

pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,


dan penarikan.

b. Patofisiologi

Trauma

Fraktur

Luka terbuka Reaksi peradangan Cedera sel

Degranulasi sel
mast
Kerusakan Edema
Integritas kulit

Pelepasan Nociceptor
mediator
Port de entri Penekanan pada inflamasi
kuman jaringan vaskuler
Medulla
spinalis
Penurunan
Resiko Infeksi perfusi jaringan Korteks
serebri

Gangguan perfusi
jaringan yang
lebih distal Nyeri

Sindroma
kompartem
Nekrosis en
jaringan
26

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur


1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
d. Klasifikasi Fraktur
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
- Hair Line Fraktur
- Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
- Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
27

disebabkan trauma rotasi.


4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
28

subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
e. Penatalaksanaan Fraktur
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses bernapas (breathing), dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif.
1. Terapi konservatif terdiri dari:
a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri
dengan kedudukan baik
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur
suprakondilus. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal
d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulir
(traksi Hamilton Russel, traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4
minggu dan beban <5 kg. Untuk traksi dewasa/traksi definitif harus traksi
skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi operatif, terdiri dari:
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open
reduction and internal fictation), artroplasti eksisional, eksisi fragmen, dan
29

pemasangan endoprostesis.
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan
waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk
bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan toksoid, antitetanus serum
(ATS) atau tetanus human globulin. Berikan antibiotik untuk kuman gram
positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan
resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik debridemen adalah
sebagai berikut:
- Lakukan narkosis umum atau anestesi lokal bila luka ringan dan kecil
- Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau Esmarch)
- Cuci seluruh ekstremitas selama 5-10 menit kemudian lakukan pencukuran.
Luka diirigasi dengan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih
- Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk
- Eksisi luka lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia, hingga otot.
Eksisi otot-otot yang tidak vital. Buang tualng-tulang kecil yang tidak
melekat pada periosteum. Pertahankan fragmen tulang besar yang perlu
untuk stabilitas
- Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup setelah
edema menghilang atau dapat juga hanya dijahit situasi bila luka tidak terlalu
lebar (jahit luka jarang)
f. Komplikasi Fraktur
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
30

c. Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran
darah yang kurang.
c. Malunion
31

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya


tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
32

BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan Holistik


Diagnosa Tn. Ab (40 tahun) adalah penderita open fracture metatarsal I, II pedis
sinistra, dalam nuclear family, dengan kondisi yang harmonis, status ekonomi
menengah ke atas, pendidikan tinggi, lingkungan rumah yang sehat, dan merupakan
anggota masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan yang mengikuti beberapa
kegiatan di lingkungannya.
1. Segi biologis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan
bahwa Tn. Ab (40 tahun) dengan diagnosa open fracture metatarsal I, II pedis
sinistra, tinggal dalam lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan.
2. Segi psikologis
Tn. Ab memiliki APGAR score 10 menunjukkan fungsi keluarga yang baik,
harmonis, dan perhatian yang baik dari keluarga Tn. Ab.
3. Segi sosial
Keluarga ini memiliki status ekonomi yang baik, pendidikan yang tinggi dengan
status sebagai anggota masyarakat biasa dalam kemasyarakatan yang aktif mengikuti
beberapa kegiatan di lingkungannya sebelum mengalami kecelakaan.

6.2. Saran Komprehensif


Tn. Ab dan keluarga perlu diberi edukasi perlu diberikan edukasi mengenai
perawatan luka post-operasi dan komplikasi yang mungkin bisa timbul, membatasi
aktivitas dan berlebihan.
1. Promotif
Edukasi penderita dan keluarga mengenai perawatan luka yang baik dan dikontrol
dengan pengobatan dan ketelatenan penderita untuk kontrol ke petugas kesehatan
atau dokter yang menangani
2. Preventif
Penderita membatasi aktivitas yang berlebihan, tapi tetap melakukan gerakan-
gerakan rehabilitasi yang dianjurkan agar tidak terjadi komplikasi pasca operasi.
33

3. Kuratif
Terapi rawat jalan yang dilakukan adalah:
- Sharox 250 mg 2x1, sebagai antibiotik spektur luas dan profilaksis terhadap
infeksi, dengan mekanisme menghambat pembentukan dinding sel bakteri.
- Ponstan 250 mg 3x1, sebagai analgesik untuk meredakan nyeri post-operasi.
4. Rehabilitasi
Terapi latihan yang dilakukan adalah:
1) Breathing Exercise
Breathing exercise merupakan suatu tehnik latihan pernafasan dengan menarik
nafas lewat hidung atau inspirasi dan mengeluarkan nafas lewat mulut atau
ekspirasi. Tehnik latihan pernafasan yang digunakan dalam kasus ini adalah deep
breathing exercise. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi paru
pada post operasi akibat bius general. Tehnik latihan pernafasan ini menekankan
pada inspirasi maksimal dan panjang lalu dihembuskan dengan perlahan sampai
akhir expirasi dengan tujuan mempertahankan alveolus tetap mengembang,
mobilisasi thorak, untuk meningkatkan oksigenasi dan mempertahankan volume
paru.
2) Positioning
Positioning yaitu perubahan posisi anggota gerak badan yang sakit. Untuk
mengurangi oedema pada tungkai, maka tungkai dielevasikan dengan cara di
ganjal bantal setinggi 30 - 450. Selama pasien sadar, dosisnya adalah satu jam
tungkai dielevasikan dan satu jam tungkai dikembalikan ke posisi semula.
3) Static contraction
Static contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara mengontraksikan
otot tanpa disertai perubahan panjang otot maupun pergerakan sendi. Tujuan
static contraction adalah memperlancar sirkulasi darah sehingga dapat membantu
mengurangi oedem dan nyeri serta menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrofi.
4) Passive exercise
Passive exercise merupakan suatu gerakan yang dihasilkan dari kekuatan luar dan
bukan merupakan kontraksi otot yang disadari. Kekuatan luar tersebut dapat
berasal dari gravitasi, mesin, individu atau bagian tubuh lain dari individu itu
sendiri. Gerakan ini terbagi menjadi 2 gerakan:
a. Relaxed passive exercise
34

Relaxed passive exercise merupakan gerakan murni yang berasal dari terapis
tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Tujuan dari gerakan ini
untuk melatih otot secara pasif, sehingga diharapkan otot menjadi rileks dan
dapat mengurangi nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan
gerak dan elastisitas otot.
b. Force passive exercise
Force passive exercise gerakan berasal dari terapis atau luar dimana pada akhir
gerakan diberikan penekanan. Tujuan gerakan ini untuk mencegah terjadinya
kontraktur dan menambah luas gerak sendi serta untuk mencegah timbulnya
perlengketan jaringan.
5) Active exercise
Active exercise merupakan gerakan yang dilakukan karena adanya kekuatan otot
dan anggota tubuh sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi
dengan melawan gravitasi. Tujuan active exercise: (1) memelihara dan
meningkatkan kekuatan otot, (2) mengurangi bengkak disekitar fraktur, (3)
mengembalikan koordinasi dan ketrampilan motorik untuk aktivitas fungsional.
6) Latihan jalan
Latihan jalan merupakan aspek terpenting pada penderita sehingga mereka dapat
kembali melakukan aktifitasnya seperti semula. Latihan ini dilakuakan secara
bertahap. Dimulai dari aktivitas di tempat tidur seperti bergeser (bridging),
bangun, duduk dengan kaki terjuntai ke bawah (high sitting) kemudian latihan
berdiri, ambulasi berupa jalan dengan menggunakan walker kemudian
ditingkatkan dengan menggunakan kruk (tergantung kondisi umum pasien).
Latihan berjalan secara Non Weight Bearing (NWB) dengan menggunakan
metode three point gait pada hari ke-3 atau sesuai kemampuan pasien kemudian
ditingkatkan dengan cara Partial Weight Bearing (PWB) jika pada pasien tersebut
sudah terjadi pembentukan callus atau kurang lebih 3 minggu. Dosis awal latihan
30% menumpu berat badan dan kemudian ditingkatkan menjadi 80% menumpu
berat badan, lalu ditingkatkan lagi dengan latihan Full Weight Bearing. Tujuan
dari latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri walaupun
masih dengan bantuan alat.
7) Edukasi
35

Edukasi yang perlu diberikan pada pasien yaitu home program yang dapat
dilakukan di bangsal maupun di rumah, seperti: (1) melakukan aktivitas sendiri
atau dengan bantuan orang lain untuk berlatih seperti yang telah diajarkan, (2)
untuk mengurangi bengkak pasien dianjurkan mengganjal tungkai yang sakit
dengan guling saat pasien tidur terlentang, (3) kurang lebih selama 2 minggu atau
lebih setelah post operasi pasien dianjurkan untuk tidak menumpu dengan kaki
yang sakit sampai terjadi penyambungan callus.

Anda mungkin juga menyukai