LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
1. Nama : Nn. Maisaroh Ashari
2. No RM : 179431
3. Kelamin : Perempuan
4. Usia : 21 tahun
5. Alamat : Kembangan 1/1. Boyolali
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Agama : Islam
8. Pendidikan : SMA
9. Tanggal pemeriksaan : 16 Juni 2017
10. No telp : 085643348319
B. Anamnesis
1. Anamnesis dilakukan di bangsal AR. Fahrudin RS PKU
Muhammadiyah Delanggu tanggal 16 Juni 2017 pukul 17.00 secara
Autoanamnesis dengan pasien dan Alloanamnesis dengan orangtua
pasien.
1
tiga kali berturut turut Pasien diberi obat ada perbaikan setelah minum
obat tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari,
pasien mulai merasakan sesak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : diakui
b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
c. Riwayat sakit gula : disangkal
d. Riwayat sakit jantung : disangkal
e. Riwayat Kolesterol tinggi : disangkal
f. Riwayat sakit asma : diakui
g. Riwayat sakit ginjal : disangkal
h. Riwayat alergi : diakui (seafood)
i. Riwayat batuk lama : disangkal
5. Riwayat Operasi
Disangkal
7. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan merokok : Disangkal
b. Kebiasaan minum alkohol : Disangkal
c. Kebiasaan olahraga : Jarang
d. Riwayat minum obat-obatan : Diakui
8. Riwayat Sosial Ekonomi
2
Pasien mengenyam pendidikan sampai SMA. Saat ini, pasien
berobat dengan biaya dari BPJS.
C. Anamnesis Sistem
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Kepala : Pusing (-), nyeri kepala (-), jejas (-), leher
kaku (-)
3. Mata : Kabur (-/-), pandangan ganda (-/-),
pandangan berputar (-/-)
4. Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
5. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
6. Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir
pecah- pecah (-), gusi berdarah (-), mulut
kering (-), lidah kotor (-)
7. Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
8. Sistem respirasi : Sesak nafas (+),batuk (+), dahak (+), batuk
darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
9. Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada
(-), berdebar-debar (-)
10. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), sebah(-),perut mules
(-), diare (-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan
menurun (-).
11. Miksi : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah
(-), sulit memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang- anyangan (-),
berwarna seperti teh (-).
12. Defekasi : Normal
13. Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-),
badan lemas (+)
14. Ekstremitas:
a. Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit
sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar
eritema (-).
b. Bawah :Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-),
bengkak kedua kaki (-).
3
15. Sistem neuropsikiatri :Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-),
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
16. Sistem Integumentum :Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), bercak
merah kehitaman di bagian dada, punggung,
tangan dan kaki(-)
D. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 juni 2017 jam 10.30 :
4
11. Thoraks
a. Jantung
1) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi :ictus cordis tidak teraba, pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrium (-), thrill (-)
3) Perkusi
Kanan jantung : ICS 4 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 6 linea midclavicula sinistra
4) Auskultasi : BJ I-II iregular, bising (-), gallop (-)
b. Paru
PULMO DEXTRA SINISTRA
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitoraks Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Ronkhi basah - -
halus
Stridor - -
Belakang
1. Inspeksi
5
2. Palpasi
13. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
massa (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Pucat (-/-) (-/-)
Kapilary Refil <2 <2
E. Pemeriksaan Penunjang
6
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal
Darah Lengkap (WB EDTA)
Lekosit 12.8 103/ul 4-12
H
Eritrosit H 5.42 106 /ul 4-5
Hemoglobin 14.1 g/dl 12-16
Hematokrit 42.5 % 37-43
MCV L 78.4 fL 78.6-102.0
MCH 27.10 Pg 26-34
MCHC 34.30 g/dl 32-36
Trombosit 200 103/ul 150-440
RDW 13.00 % 11,5-14,5
PLCR 19.20 %
Diff Count
Eosinofil H 2.13 % 2-4
Basofil 0,40 % 0-1
Neutrofil 57.40 % 50-70
Limfosit 36.50 % 25-40
Monosit 5.70 % 2-8
Kimia Klinik
Profil Lipid
Kolesterol H 217 mg/dl <200
LDL 111 mg/dl <150
HDL 57 mg/dl >35
Trigliserid 43 mg/dl <150
Elektrolit
Kalium 4.4 mmol/L 3.3-5.1
Na 135 mmol/L 135-145
Klorida 103 mmol/L 95-115
Urinalisa
Warna Kuning Kuning
Jernih
Kekeruha Agak
Keruh
BJ 1.030 1.005-1.030
PH 6 5-8
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton urin Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Blood Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Sedimen Urin
Leukosit 4-5 LPB 4-5
Eritrosit 2-3 LPB 2-3
7
Silinder Negatif Negatif Negatif
Epitel 8-10 Negatif 8-10
Bakteri +1 Negatif +1
Kristal Negatif Negatif Negatif
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan yaitu :
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Pemeriksaan Urin
4. Pemeriksaan profil lipid dan elektrolit
5. Foto thoraks
6. EKG
8
F. Resume
Nn. Maissaroh Ashari, 21 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah
Delanggu dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari SMRS. Dari
anamnesis didapatkan, sejak umur 19 tahun pasien sering mengeluhkan
sesak napas dan telah didiagnosis menderita penyakit asma. Sesak nafas
tersebut muncul tiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari. Sesak napas
muncul saat cuaca dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan
aktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berbuih, berwarna
putih, darah (-).
Pasien berobat ke dokter dan diberi obat asma dan obat batuk.
Dengan minum obat tersebut, sesak nafasnya berkurang. Terakhir pasien
mengalami sesak 3 bulan yang lalu. Ibu dan adik laki-laki pasien
menderita asma. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru
normal. Pasien memiliki riwayat asma dan alergi terhadap seafood. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan nagfas cepat dan dangkal, ekspirasi
memanjang, suara nafas tambahan yaitu wheezing, leukositosis.
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru normal,
pemeriksaan darah lengkapnya didapatkan leukositosis, pemeriksaan EKG
menunjukkan takikardi.
9
G. Daftar Abnormalitas
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
1. Sesak nafas 12. Whezing 14. Leukosit 12.8 H
2. Nafas dangkal bunyi 13. Wajah (daerah 15. Eosinofil 2.13 H
ngik orbita) bengkak 16. EKG,Takikardi
3. Batuk berdahak saat bangun
4. Pilek tidue
5. Batuk sampai sakit perut
6. Riwayat sesak nafas saat
cuaca dingin
7. Sesak nafas saat
kelelahan setelah
melakukan aktivitas
8. Lebih nyaman posisi
duduk
9. Riwayat alergi seafood
(udang)
10. Keringat dingin
11. Cemas
H. Daftar Masalah
No Masalah Aktif
.
1. Asma Bronkial 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15
2. Bronkitis Kronis 1,2,3,12,14
10
- Paparan alergen (tungau debu rumah, bulu binatang, kecoa,
serbuk sari, dan jamur >> hipersensitivitas tipe I)
- Pekerjaan (toluen diisosianat >> pembuatan plastik; metilik
anhidrida >> resin untuk lem, cat, dan lain-lain) iritasi (asap
rokok, GERD) infeksi saluran pernapasan (virus >>
menurunkan ambang rangsang vagal subepitelial)
- Olahraga (CO2 >> kemoreseptor pada arcus aorta dan sinus
caroticus medula oblongata korteks medula spinalis
saraf efektor otot pernapasan; suhu >> termoreseptor N.
Vagus otak N. Vagus motorik asetilkolin
depolarisasi Ca pecahnya sel mast karena deposit kalsium
bertambah di dalam sel itu histamin merupakan amin
vasoaktif bronkokonstriksi dan edema bronkus karena
peningkatan permeabilitas vaskular),
- Ekspresi emosional yang kuat (meningkatkan rangsangan
vagal >> parasimpatis),
- Bahan kimia dan obat-obatan (aspirin >> jalur
siklooksigenase dihambat jalur lipoksigenase berlebihan
leukotrien; beta-blocker menghambat adrenoreseptor
beta-2 di paru-paru yang berfungsi untuk bronkodilatasi,
reseptor beta-1 terdapat di jantung
3) Komplikasi
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
b. Initial plan
1) Diagnosis
Asma Bronkial serangan sedang derajat persisten sedang
2) Terapi
Farmakologi :
11
Inf. RL 16 tetes per menit
Combivent 4 dd 1
Ranitidine 2 dd 1
Ceftriaxone 2 dd 1
3) Monitoring
KU
TTV
SPO2
4) Edukasi
Tirah baring atau istirahat baring
Menjelaskan penyakit pasien dan penyebabnya
Menjelaskan perlunya melakukan pemeriksaan penunjang
Menjelaskan terapi yang akan dilakukan
Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi pasien
J. Prognosis
12
K. PROGRESS NOTE
16 juni 2017
S Sesak nafas (+), batuk (+), pilek (+) tidak bisa tidur
O KU : compos mentis, nampak sakit ringan
TTV : TD = 130/90 mmHg, N = 87x/mnt, RR = 21x/mnt, S = 36,6oC
Paru SDV(+/+) ST (+/+) Wheezing (+/+)
A Asma Bronkial derajat persisten sedang serangan sedang
P Infus RL 20 tpm
Combivent 4x1 vial
Injeksi Ceftriaxone 2x1 amp
Inj Ranitidine2x1 amp
17 Juni 2017
S Sesak nafas (+), batuk (+)
O KU : tampak baik
TTV : TD = 127/89 mmHg, N = 84x/mnt, RR = 20x/mnt, S = 36,4oC
Paru SDV(+/+) ST (-/+) Wheezing (-/+ sedikit)
A Asma Bronkhial derajat persisten sedang serangan sedang
sedang ringan
P Infus RL 20 tpm
Combivent 4x1 vial
Inj Ceftriaxone 2x1 amp
Inj Ranitidine 2x1 amp
Paracetamol 3x500mg po
18 Juni 2017
S Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang
O KU : tampak baik
TTV : TD = 122/86 mmHg, N = 84x/mnt, RR = 20x/mnt, S = 36,4oC
Paru SDV(+/+) ST (-/-) Wheezing (-/-)
A Asma Bronkial derajat persisten sedang serangan sedang
P Infus RL 20 tpm
Combivent 4x1 vial
Inj Ceftriaxone 2x1 amp
Inj Ranitidine 2x1 amp
13
BAB II
ALUR PIKIR
A. ALUR PIKIR
Dyspneau
Bronchospasme Obstruksi
saluran nafas Mengi
Sesak &batuk
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif Hipoventilasi gas alveoli
nafas Gangguan difusi
Respon batuk
Peningkatan PCO2 / Penurunan PO2
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
15
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon
terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka
10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot
dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan
sebesar 60-70%.4
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran
nafas dan kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu,
polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas
olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada
hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan
sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan
serangan reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik
merupakan keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. Pada golongan
ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap
16
allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat
ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe
mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor
intrinsic maupun ekstrinsik.
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit
dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan
jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat
pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (tabel 1).
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan; dan
pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami
pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh
karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga
harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Tabel 2
menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada
penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang
dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat
asma naik satu tingkat. Contoh seorang penderita dalam pengobatan
asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai asma persisten
sedang, maka sebenarnya berat asma penderita tersebut adalah asma
persisten berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan
tetapi berbeda dengan asma persisten berat dan asma intemiten (lihat
17
tabel 2). Penderita yang gambaran klinis menunjukkan asma persisten
berat maka jenis pengobatan apapun yang sedang dijalani tidak
mempengaruhi penilaian berat asma, dengan kata lain penderita
tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula penderita dengan
gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan sesuai
dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah intermiten.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
(Sebelum Pengobatan)
18
Berat
* Gejala terus * Sering * VEP1 60% nilai
menerus prediksi
* Sering kambuh APE 60% nilai
* Aktiviti fisik terbaik
terbatas * Variabiliti APE >
30%
Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam
Pengobatan.
Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan Faal paru dalam Pengobatan Tahap I Tahap 2 Tahap 3
Intermiten Persisten Persisten
Ringan sedang
Tahap I : Intermiten Intermiten Persisten Persisten
Gejala < 1x/ mgg Ringan Sedang
Serangan singkat
Gejala malam < 2x/ bln
Faal paru normal di luar serangan
Tahap II : Persisten Ringan Persisten Persisten Persisten
Gejala >1x/ mgg, tetapi <1x/ hari Ringan Sedang Berat
Gejala malam >2x/bln, tetapi <1x/mgg
Faal paru normal di luar serangan
Tahap III: Persisten Sedang Persisten Persisten Persisten
Gejala setiap hari Sedang Berat Berat
Serangan mempengaruhi aktiviti dan tidur
Gejala malam > 1x/mgg
60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap IV: Persisten Berat Persisten Persisten Persisten
Gejala terus menerus Berat Berat Berat
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 60% nilai prediksi, atau
APE 60% nilai terbaik
19
D. Faktor Resiko
20
E. Serangan Asma
21
Ringan Sedang Berat
Aktivita Dapat Jalan
s berjalan terbatas Sukar berjalan
Duduk
Dapat Berbaring Lebih suka duduk membungkuk
ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Mungkin Biasanya
Kesadaran terganggu Biasanya terganggu terganggu
Frekuensi Sering
napas Meningkat Meningkat >30kali/menit
Pulsus
paradoksus Tidak ada Mungkin ada Sering ada
<10mmHg 10-25mmHg >25mmHg
F. Gejala Klinis
22
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Nadi meningkat
Sianosis
Paru :
Wheezing
G. Patofisiologi
23
cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis
bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.1
24
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel
tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi
reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan
dimana :
25
Gambar 3. Patofisiologi Asma7
26
atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi
dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan
volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang
memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma
yang mendatar.1
H. Gejala Klinis
27
1. Keluhan yang timbul : 6,9,10
a. Nafas berbunyi
b. Sesak nafas
c. Batuk
a. Cemas/gelisah/panik/berkeringat
c. Nadi meningkat
f. Sianosis
3. Paru :
b. Wheezing
I. Diagnosis Banding
1. Bronkitis kronis
28
2. Emfisema paru
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.
4. Emboli paru
J. Penatalaksanaan
29
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
a. Penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pengendalian emosi
d. Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol
penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan
bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk
mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
a. Antiinflamasi (pengontrol)
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial
dan merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif
sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk
mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala
asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi
hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma,
dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid
terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
2) Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami,
tetapi diketahui merupakan antiinflamasi non steroid,
menghambat penglepasan mediator dari sel mast.
3) Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Efek bronkodilatasi
berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang dapat
terjadi pada konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efek
30
antiinflamasi melalui mekanisme yang belum jelas terjadi pada
konsentrasi rendah (5-10 mg/dl). Pada dosis yang sangat
rendah efek antiinflamasinya minim pada inflamasi kronik
jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek pada
hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan sebagai
bronkodilator tambahan pada serangan asma berat. Sebagai
pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi
dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika dibutuhkan.
Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai
obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka
lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
Preparat lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama
sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma malam
dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Studi
menunjukkan metilsantiin sebagai terapi tambahan
glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah atau tinggi adalah
efektif mengontrol asma (bukti B), walau disadari peran
sebagai terapi tambahan tidak seefektif agonis beta-2 kerja
lama inhalasi (bukti A), tetapi merupakan suatu pilihan karena
harga yang jauh lebih murah.
Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi ( 10
mg/kgBB/ hari atau lebih); hal itu dapat dicegah dengan
pemberian dosis yang tepat dengan monitor ketat. Gejala
gastrointestinal nausea, muntah adalah efek samping yang
paling dulu dan sering terjadi.
kardiopulmoner seperti takikardia, aritmia dan kadangkala
merangsang pusat napas. Intoksikasi teofilin dapat
menyebabkan kejang bahkan kematian. Di Indonesia, sering
digunakan kombinasi oral teofilin/aminofilin dengan agonis
beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator; maka diingatkan
31
sebaiknya tidak memberikan teofilin/aminofilin baik tunggal
ataupun dalam kombinasi sebagai pelega/bronkodilator bila
penderita dalam terapi teofilin/ aminofilin lepas lambat sebagai
pengontrol. Dianjurkan memonitor kadar teofilin/aminofilin
serum penderita dalam pengobatan jangka panjang. Umumnya
efek toksik serius tidak terjadi bila kadar dalam serum < 15
ug/ml, walau terdapat variasi individual tetapi umumnya dalam
pengobatan jangka panjang kadar teoflin serum 5-15 ug/ml (28-
85uM) adalah efektif dan tidak menimbulkan efek samping..
Perhatikan berbagai keadaan yang dapat mengubah
metabolisme teofilin antara lain. demam, hamil, penyakit hati,
gagal jantung, merokok yang menyebabkan perubahan dosis
pemberian teofilin/aminofilin. Selain itu perlu diketahui
seringnya interaksi dengan obat lain yang mempengaruhi dosis
pemberian obat lain tersebut misalnya simetidin, kuinolon dan
makrolid.
Tabel 3 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
4) Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama
(> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi
penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Kenyataannya
pada pemberian jangka lama, mempunyai efek antiinflamasi
walau kecil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang diberikan
jangka lama mempunyai efek protektif terhadap rangsang
bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja
lama, menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik
dibandingkan preparat oral.
32
Perannya dalam terapi sebagai pengontrol bersama dengan
glukokortikosteroid inhalasi dibuktikan oleh berbagai
penelitian, inhalasi agonis beta-2 kerja lama sebaiknya
diberikan ketika dosis standar glukokortikosteroid inhalasi
gagal mengontrol dan, sebelum meningkatkan dosis
glukokortikosteroid inhalasi tersebut (bukti A). Karena
pengobatan jangka lama dengan agonis beta-2 kerja lama tidak
mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu
dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti A).
Penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan
harian dengan glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki
gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru,
menurunkan kebutuhan agonis beta-2 kerja singkat (pelega)
dan menurunkan frekuensi serangan asma (bukti A). Berbagai
studi menunjukkan bahwa penambahan agonis beta-2 kerja
lama inhalasi (salmeterol atau formoterol) pada asma yang
tidak terkontrol dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah atau tinggi, akan memperbaiki faal paru dan gejala serta
mengontrol asma lebih baik daripada meningkatkan dosis
glukokortikosteroid inhalasi 2 kali lipat (bukti A). Berbagai
penelitian juga menunjukkan bahwa memberikan
glukokortikosteroid kombinasi dengan agonis beta-2 kerja lama
dalam satu kemasan inhalasi adalah sama efektifnya dengan
memberikan keduanya dalam kemasan inhalasi yang terpisah
(bukti B); hanya kombinasi dalam satu kemasan (fixed
combination) inhaler lebih nyaman untuk penderita, dosis yang
diberikan masing-masing lebih kecil, meningkatkan kepatuhan,
dan harganya lebih murah daripada diberikan dosis yang
ditentukan masing-masing lebih kecil dalam 2 kemasan obat
yang terpisah
Onset Durasi (Lama kerja)
33
Cepat Singkat Lama
Fenoterol Formoterol
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol
Tabel 3 . Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2
5) Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerjanya menghambat
5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrin
(contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien
sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas,
zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek
bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Berbagai
studi menunjukkan bahwa penambahan leukotriene modifiers
dapat menurunkan kebutuhan dosis glukokortikosteroid
inhalasi penderita asma persisten sedang sampai berat,
mengontrol asma pada penderita dengan asma yang tidak
terkontrol walau dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti B).
Diketahui sebagai terapi tambahan tersebut, leukotriene
modifiers tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama (bukti B).
Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet
(oral) sehingga mudah diberikan. Penderita dengan aspirin
induced asthma menunjukkan respons yang baik dengan
pengobatan leukotriene modifiers.
Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis
reseptor leukotrien sisteinil). Efek samping jarang ditemukan.
Zileuton dihubungkan dengan toksik hati, sehingga monitor
fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.
34
Tabel 4 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Medikasi Sediaan Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
obat
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisol Tablet 4-40 mg/ hari, 0,25 2 mg/ kg Pemakaian jangka
on 4 , 8, 16 dosis tunggal BB/ hari, dosis panjang dosis 4-
mg atau terbagi tunggal atau 5mg/ hari atau 8-10
terbagi mg selang sehari
untuk mengontrol
Prednison Tablet 5 Short-course : Short-course : asma , atau sebagai
mg 20-40 mg /hari 1-2 mg /kgBB/ pengganti steroid
dosis tunggal hari inhalasi pada kasus
atau terbagi Maks. 40 yang tidak dapat/
selama 3-10 mg/hari, selama mampu
hari 3-10 hari menggunakan
steroid inhalasi
Kromolin &
Nedokromil
35
2 x 5 ml/hari untuk mengatasi
Formoterol Tablet 25, 2x1 semprot gejala pada
50 mcg 4,5 9 mcg (>12 tahun) eksaserbasi
Sirup 5 1-2x/ hari Kecuali formoterol
mcg/ ml yang mempunyai
onset kerja cepat
IDT 4,5 ; 9 dan berlangsung
mcg/sempr lama, sehingga
ot dapat digunakan
mengatasi gejala
pada eksaserbasi
36
setelah makan
Steroid IDT 50, 125 125 500 50-125 mcg/ Dosis bergantung
inhalasi mcg/ mcg/ hari hari kepada derajat berat
Flutikason semprot 100 800 100 200 mcg/ asma
propionat IDT , mcg/ hari hari Sebaiknya
Budesonide Turbuhaler 100 800 100-200 mcg/ diberikan dengan
Beklometason 100, 200, mcg/ hari hari spacer
dipropionat 400 mcg
IDT,
rotacap,
rotahaler,
rotadisk
37
RINGAN Terbaik: Di rumah
Aktiviti relatif normal Inhalasi agonis beta-2
Berbicara satu kalimat Alternatif: Di praktek dokter/
dalam satu napas Kombinasi oral agonis beta-2 klinik/ puskesmas
Nadi <100 dan teofilin Darurat Gawat/ RS
APE > 80% Terbaik Klinik
SEDANG Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Praktek dokter
Jalan jarak jauh Alternatif: Puskesmas
timbulkan gejala -Agonis beta-2 subkutan
Berbicara beberapa -Aminofilin IV
kata dalam satu napas -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK
Nadi 100-120 Oksigen bila mungkin
APE 60-80% Kortikosteroid sistemik
BERAT Terbaik Darurat Gawat/ RS
Sesak saat istirahat Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Klinik
Berbicara kata perkata Alternatif: Darurat Gawat/ RS
dalam satu napas -Agonis beta-2 SK/ IV ICU
Nadi >120 -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK
APE<60% atau Aminofilin bolus dilanjutkan drip
100 l/dtk Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM JIWA
Kesadaran berubah/ Seperti serangan akut berat
menurun Pertimbangkan intubasi dan
Gelisah ventilasi mekanis
Sianosis
Gagal napas
38
39
Gambar 4. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah sakit
K. Diagnosis Banding
1. Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama
batuk yang disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan
40
batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.
2. Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
3. Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.
4. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
L. Komplikasi
41
M. Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
3. Foto toraks
42
BAB IV
A. Pembahasan
43
terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda
antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di malam hari oleh
karena tonus bronkomotor dan reaktifitas bronkus mencapai titik terendah
antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi.
B. Kesimpulan
44
DAFTAR PUSTAKA
45
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007. 981
8. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi.
Jakarta: Erlangga. 54-57
46
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001.
477-82.
13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
47