Anda di halaman 1dari 47

muaBAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : Nn. Maisaroh Ashari
2. No RM : 179431
3. Kelamin : Perempuan
4. Usia : 21 tahun
5. Alamat : Kembangan 1/1. Boyolali
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Agama : Islam
8. Pendidikan : SMA
9. Tanggal pemeriksaan : 16 Juni 2017
10. No telp : 085643348319
B. Anamnesis
1. Anamnesis dilakukan di bangsal AR. Fahrudin RS PKU
Muhammadiyah Delanggu tanggal 16 Juni 2017 pukul 17.00 secara
Autoanamnesis dengan pasien dan Alloanamnesis dengan orangtua
pasien.

2. Keluhan Utama : Sesak Nafas


3. Riwayat Penyait Sekarang
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 2 hari sebelum ke rumah sakit.
Awalnya pasien batuk dan pilek, lama-lama menjadi sesak nafas dan
tidak bisa tidur. Sesak dirasakan ketika menghirup nafas dan disertai
bunyi ngik. Pasien sering mengeluhkan peyakitnya kambuh kurang
lebih 4 kali selama satu tahun ini. Sebelumnya pasien periksa ke
dokter umum, namun keluhan tidak berkurang. Keluhan demam atau
menggigil disangkal pasien, mual (-), muntah (-),nyeri dada (-). Pasien
lebih nyaman pada posisi duduk saat bernafas.
Sesak napas timbul saat cuaca dingin serta saat pasien banyak
melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sampai
perut sakit, dahak campur buih, berwarna putih,berdarah (-). Pasien
lebih nyaman dengan posisi duduk. Dua tahun yang lalu pasien
didiagnosis asma. Pasien beberapa kali berobat jalan di rumah sakit

1
tiga kali berturut turut Pasien diberi obat ada perbaikan setelah minum
obat tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari,
pasien mulai merasakan sesak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : diakui
b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
c. Riwayat sakit gula : disangkal
d. Riwayat sakit jantung : disangkal
e. Riwayat Kolesterol tinggi : disangkal
f. Riwayat sakit asma : diakui
g. Riwayat sakit ginjal : disangkal
h. Riwayat alergi : diakui (seafood)
i. Riwayat batuk lama : disangkal
5. Riwayat Operasi
Disangkal

6. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal

b. Riwayat sakit gula : Disangkal

c. Riwayat asma :Diakui (Ibu dan adik


kandung)

d. Riwayat sakit jantung : Disangkal

e. Riwayat batuk menahun : Diakui

7. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan merokok : Disangkal
b. Kebiasaan minum alkohol : Disangkal
c. Kebiasaan olahraga : Jarang
d. Riwayat minum obat-obatan : Diakui
8. Riwayat Sosial Ekonomi

2
Pasien mengenyam pendidikan sampai SMA. Saat ini, pasien
berobat dengan biaya dari BPJS.
C. Anamnesis Sistem
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Kepala : Pusing (-), nyeri kepala (-), jejas (-), leher
kaku (-)
3. Mata : Kabur (-/-), pandangan ganda (-/-),
pandangan berputar (-/-)
4. Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
5. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
6. Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir
pecah- pecah (-), gusi berdarah (-), mulut
kering (-), lidah kotor (-)
7. Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
8. Sistem respirasi : Sesak nafas (+),batuk (+), dahak (+), batuk
darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
9. Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada
(-), berdebar-debar (-)
10. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), sebah(-),perut mules
(-), diare (-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan
menurun (-).
11. Miksi : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah
(-), sulit memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang- anyangan (-),
berwarna seperti teh (-).
12. Defekasi : Normal
13. Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-),
badan lemas (+)
14. Ekstremitas:
a. Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit
sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar
eritema (-).
b. Bawah :Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-),
bengkak kedua kaki (-).

3
15. Sistem neuropsikiatri :Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-),
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
16. Sistem Integumentum :Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), bercak
merah kehitaman di bagian dada, punggung,
tangan dan kaki(-)
D. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 juni 2017 jam 10.30 :

1. Keadaan Umum : Malaise


2. Kesadaran : Compos mentis
a. Vital sign :
b. Tekanan Darah : 130/90 mmHg , nadi teraba kuat irama irreguler
c. Frekuensi Nadi : 87 x/menit,isi dan tegangan cukup
d. RR : 27 x/menit
e. Suhu : 35,8 C
3. IMT
a. TB = 153
b. BB = 48
c. IMT = BB/(TB)2 =19.74 ( underweight)
4. Kepala : Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak
mudah rontok
5. Mata : Conjunctiva palpebra pucat (-/-), sklera kuning
(-/-), pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek
cahaya (+/+)
6. Telinga : Discharge (-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-), serumen
(+/+)
7. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
8. Mulut : lidah kotor (-), pernapasan mulut(-), bibir kering
(-),sianosis(-)
9. Kulit : pucat (-), hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
10. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi
trakea (-),peningkatan JVP (-)

4
11. Thoraks
a. Jantung
1) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi :ictus cordis tidak teraba, pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrium (-), thrill (-)
3) Perkusi
Kanan jantung : ICS 4 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 6 linea midclavicula sinistra
4) Auskultasi : BJ I-II iregular, bising (-), gallop (-)
b. Paru
PULMO DEXTRA SINISTRA

Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitoraks Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis

Warna Sama dengan kulit Sama dengan kulit


sekitar sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus (+) normal (+) normal
3. Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
Wheezing + +
Ronki kasar - -

Ronkhi basah - -
halus
Stridor - -
Belakang
1. Inspeksi

Warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

5
2. Palpasi

Nyeri tekan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


Stem Fremitus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
3. Perkusi
Lapang paru Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
4. Auskultasi
Suara dasar Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Suara tambahan
Wheezing Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Ronki kasar Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Ronkhi basah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
halus
Stridor Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
12. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk cembung, warna sama dengan sekitar,
striae (+)
b. Auskultasi : Peristaltik normal
c. Perkusi : Timpani seluruh lapang perut, pekak sisi (+)
d. Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar : teraba 2 cm dibawah arcus
costae, tepi lancip, tidak berbenjol, konsistensi kenyal, Lien : tidak
teraba, Ginjal : tidak teraba, Tes undulasi (tidak dilakukan)

13. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
massa (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Pucat (-/-) (-/-)
Kapilary Refil <2 <2

E. Pemeriksaan Penunjang

6
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal
Darah Lengkap (WB EDTA)
Lekosit 12.8 103/ul 4-12
H
Eritrosit H 5.42 106 /ul 4-5
Hemoglobin 14.1 g/dl 12-16
Hematokrit 42.5 % 37-43
MCV L 78.4 fL 78.6-102.0
MCH 27.10 Pg 26-34
MCHC 34.30 g/dl 32-36
Trombosit 200 103/ul 150-440
RDW 13.00 % 11,5-14,5
PLCR 19.20 %
Diff Count
Eosinofil H 2.13 % 2-4
Basofil 0,40 % 0-1
Neutrofil 57.40 % 50-70
Limfosit 36.50 % 25-40
Monosit 5.70 % 2-8
Kimia Klinik
Profil Lipid
Kolesterol H 217 mg/dl <200
LDL 111 mg/dl <150
HDL 57 mg/dl >35
Trigliserid 43 mg/dl <150
Elektrolit
Kalium 4.4 mmol/L 3.3-5.1
Na 135 mmol/L 135-145
Klorida 103 mmol/L 95-115
Urinalisa
Warna Kuning Kuning
Jernih
Kekeruha Agak
Keruh
BJ 1.030 1.005-1.030
PH 6 5-8
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton urin Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Blood Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Sedimen Urin
Leukosit 4-5 LPB 4-5
Eritrosit 2-3 LPB 2-3

7
Silinder Negatif Negatif Negatif
Epitel 8-10 Negatif 8-10
Bakteri +1 Negatif +1
Kristal Negatif Negatif Negatif
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan yaitu :
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Pemeriksaan Urin
4. Pemeriksaan profil lipid dan elektrolit
5. Foto thoraks

6. EKG

8
F. Resume
Nn. Maissaroh Ashari, 21 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah
Delanggu dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari SMRS. Dari
anamnesis didapatkan, sejak umur 19 tahun pasien sering mengeluhkan
sesak napas dan telah didiagnosis menderita penyakit asma. Sesak nafas
tersebut muncul tiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari. Sesak napas
muncul saat cuaca dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan
aktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berbuih, berwarna
putih, darah (-).
Pasien berobat ke dokter dan diberi obat asma dan obat batuk.
Dengan minum obat tersebut, sesak nafasnya berkurang. Terakhir pasien
mengalami sesak 3 bulan yang lalu. Ibu dan adik laki-laki pasien
menderita asma. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru
normal. Pasien memiliki riwayat asma dan alergi terhadap seafood. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan nagfas cepat dan dangkal, ekspirasi
memanjang, suara nafas tambahan yaitu wheezing, leukositosis.
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru normal,
pemeriksaan darah lengkapnya didapatkan leukositosis, pemeriksaan EKG
menunjukkan takikardi.

9
G. Daftar Abnormalitas
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
1. Sesak nafas 12. Whezing 14. Leukosit 12.8 H
2. Nafas dangkal bunyi 13. Wajah (daerah 15. Eosinofil 2.13 H
ngik orbita) bengkak 16. EKG,Takikardi
3. Batuk berdahak saat bangun
4. Pilek tidue
5. Batuk sampai sakit perut
6. Riwayat sesak nafas saat
cuaca dingin
7. Sesak nafas saat
kelelahan setelah
melakukan aktivitas
8. Lebih nyaman posisi
duduk
9. Riwayat alergi seafood
(udang)
10. Keringat dingin
11. Cemas

H. Daftar Masalah
No Masalah Aktif
.
1. Asma Bronkial 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15
2. Bronkitis Kronis 1,2,3,12,14

I. Assesment dan Initial Plan


1. Asma bronkial
a. Assessment
1) Etiologi
Stres, infeksi saluran nafas dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau
obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan.
2) Faktor resiko

10
- Paparan alergen (tungau debu rumah, bulu binatang, kecoa,
serbuk sari, dan jamur >> hipersensitivitas tipe I)
- Pekerjaan (toluen diisosianat >> pembuatan plastik; metilik
anhidrida >> resin untuk lem, cat, dan lain-lain) iritasi (asap
rokok, GERD) infeksi saluran pernapasan (virus >>
menurunkan ambang rangsang vagal subepitelial)
- Olahraga (CO2 >> kemoreseptor pada arcus aorta dan sinus
caroticus medula oblongata korteks medula spinalis
saraf efektor otot pernapasan; suhu >> termoreseptor N.
Vagus otak N. Vagus motorik asetilkolin
depolarisasi Ca pecahnya sel mast karena deposit kalsium
bertambah di dalam sel itu histamin merupakan amin
vasoaktif bronkokonstriksi dan edema bronkus karena
peningkatan permeabilitas vaskular),
- Ekspresi emosional yang kuat (meningkatkan rangsangan
vagal >> parasimpatis),
- Bahan kimia dan obat-obatan (aspirin >> jalur
siklooksigenase dihambat jalur lipoksigenase berlebihan
leukotrien; beta-blocker menghambat adrenoreseptor
beta-2 di paru-paru yang berfungsi untuk bronkodilatasi,
reseptor beta-1 terdapat di jantung
3) Komplikasi
a. Status asmatikus

b. Atelektasis
c. Hipoksemia
b. Initial plan
1) Diagnosis
Asma Bronkial serangan sedang derajat persisten sedang
2) Terapi
Farmakologi :

11
Inf. RL 16 tetes per menit
Combivent 4 dd 1
Ranitidine 2 dd 1
Ceftriaxone 2 dd 1
3) Monitoring
KU
TTV
SPO2
4) Edukasi
Tirah baring atau istirahat baring
Menjelaskan penyakit pasien dan penyebabnya
Menjelaskan perlunya melakukan pemeriksaan penunjang
Menjelaskan terapi yang akan dilakukan
Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi pasien
J. Prognosis

1. Quo ad Vitam : Dubia Ad Bonam

2. Quo ad Sanam : Dubia Ad Bonam

3. Quo ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam

12
K. PROGRESS NOTE

16 juni 2017
S Sesak nafas (+), batuk (+), pilek (+) tidak bisa tidur
O KU : compos mentis, nampak sakit ringan
TTV : TD = 130/90 mmHg, N = 87x/mnt, RR = 21x/mnt, S = 36,6oC
Paru SDV(+/+) ST (+/+) Wheezing (+/+)
A Asma Bronkial derajat persisten sedang serangan sedang
P Infus RL 20 tpm
Combivent 4x1 vial
Injeksi Ceftriaxone 2x1 amp
Inj Ranitidine2x1 amp

17 Juni 2017
S Sesak nafas (+), batuk (+)
O KU : tampak baik
TTV : TD = 127/89 mmHg, N = 84x/mnt, RR = 20x/mnt, S = 36,4oC
Paru SDV(+/+) ST (-/+) Wheezing (-/+ sedikit)
A Asma Bronkhial derajat persisten sedang serangan sedang
sedang ringan
P Infus RL 20 tpm
Combivent 4x1 vial
Inj Ceftriaxone 2x1 amp
Inj Ranitidine 2x1 amp
Paracetamol 3x500mg po
18 Juni 2017
S Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang
O KU : tampak baik
TTV : TD = 122/86 mmHg, N = 84x/mnt, RR = 20x/mnt, S = 36,4oC
Paru SDV(+/+) ST (-/-) Wheezing (-/-)
A Asma Bronkial derajat persisten sedang serangan sedang
P Infus RL 20 tpm
Combivent 4x1 vial
Inj Ceftriaxone 2x1 amp
Inj Ranitidine 2x1 amp

13
BAB II

ALUR PIKIR

A. ALUR PIKIR

Pencetus : Alergi, infeksi, emosi, stress

Reaksi antigen dan antibodi

Melepaskan substansi vasoaktif

Vasontriksi otot Peningkatan Peningkatan


polos permeabilitas kapiler sekresi mukus

Kontriksi otot Kontraksi otot polos dan Edema


polos mukosa

Dyspneau
Bronchospasme Obstruksi
saluran nafas Mengi
Sesak &batuk
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif Hipoventilasi gas alveoli
nafas Gangguan difusi

Respon batuk
Peningkatan PCO2 / Penurunan PO2

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang


melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

B. Epidemiologi

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih


menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di
negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan
prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak
geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun
terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan
penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai
belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode
dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi
asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi
lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada
data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.4

Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial


alergi (atopi) dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma
bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan timbulnya antibodi
terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang

15
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon
terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka
10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot
dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan
sebesar 60-70%.4

C. Etiologi dan Klasifikasi

Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8

1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran
nafas dan kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu,
polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas
olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada
hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan
sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan
serangan reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik
merupakan keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. Pada golongan
ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap

16
allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat
ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe
mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor
intrinsic maupun ekstrinsik.
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit
dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan
jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat
pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (tabel 1).
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan; dan
pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami
pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh
karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga
harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Tabel 2
menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada
penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang
dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat
asma naik satu tingkat. Contoh seorang penderita dalam pengobatan
asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai asma persisten
sedang, maka sebenarnya berat asma penderita tersebut adalah asma
persisten berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan
tetapi berbeda dengan asma persisten berat dan asma intemiten (lihat

17
tabel 2). Penderita yang gambaran klinis menunjukkan asma persisten
berat maka jenis pengobatan apapun yang sedang dijalani tidak
mempengaruhi penilaian berat asma, dengan kata lain penderita
tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula penderita dengan
gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan sesuai
dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah intermiten.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
(Sebelum Pengobatan)

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru


I. Intermiten Bulanan APE 80%
* Gejala 1x/minggu * 2 kali * VEP1 80% nilai
* Tanpa gejala di luar sebulan prediksi
serangan APE 80% nilai
* Serangan singkat terbaik
* Variabiliti APE <
20%
II. Persisten Mingguan APE > 80%
Ringan
* Gejala > * > 2 kali * VEP1 80% nilai
1x/minggu, sebulan prediksi
tetapi < 1x/ hari APE 80% nilai
* Serangan dapat terbaik
mengganggu aktiviti * Variabiliti APE 20-
dan tidur 30%
III. Persisten Harian APE 60 80%
Sedang
* Gejala setiap hari * > 1x / * VEP1 60-80% nilai
* Serangan seminggu prediksi
mengganggu APE 60-80% nilai
aktiviti dan tidur terbaik
*Membutuhkan * Variabiliti APE >
bronkodilator 30%
setiap hari
IV. Persisten Kontinyu APE 60%

18
Berat
* Gejala terus * Sering * VEP1 60% nilai
menerus prediksi
* Sering kambuh APE 60% nilai
* Aktiviti fisik terbaik
terbatas * Variabiliti APE >
30%
Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam

Pengobatan.
Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan Faal paru dalam Pengobatan Tahap I Tahap 2 Tahap 3
Intermiten Persisten Persisten
Ringan sedang
Tahap I : Intermiten Intermiten Persisten Persisten
Gejala < 1x/ mgg Ringan Sedang
Serangan singkat
Gejala malam < 2x/ bln
Faal paru normal di luar serangan
Tahap II : Persisten Ringan Persisten Persisten Persisten
Gejala >1x/ mgg, tetapi <1x/ hari Ringan Sedang Berat
Gejala malam >2x/bln, tetapi <1x/mgg
Faal paru normal di luar serangan
Tahap III: Persisten Sedang Persisten Persisten Persisten
Gejala setiap hari Sedang Berat Berat
Serangan mempengaruhi aktiviti dan tidur
Gejala malam > 1x/mgg
60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap IV: Persisten Berat Persisten Persisten Persisten
Gejala terus menerus Berat Berat Berat
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 60% nilai prediksi, atau
APE 60% nilai terbaik

19
D. Faktor Resiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor


pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,
yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin
dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan
kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma,
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala
asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen,
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan
(virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor
genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :

pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu


dengan genetik asma,

baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko


penyakit asma.

Gambar 1. Bagan Skema Pembagian Faktor Resiko Asma.

20
E. Serangan Asma

Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat


bersifat fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan asma
menunjukkan penanganan asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan
kata lain penanganan asma ditekankan kepada penanganan jangka panjang,
dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala
dengan memberikan pengobatan yang tepat.

Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam


penanganan serangan akut (lihat tabel 3). Langkah berikutnya adalah
memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai respons pengobatan,
dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada
penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan
ventilator, ICU, dan lain-lain) Langkah-langkah tersebut mutlak dilakukan,
sayangnya seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa
memahami kapan dan bagaimana sebenarnya penanganan serangan asma.

Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat


serangan di darurat gawat yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan
yang tidak adekuat, memulangkan penderita terlalu dini dari darurat gawat,
pemberian pengobatan (saat pulang) yang tidak tepat, penilaian respons
pengobatan yang kurang tepat menyebabkan tindakan selanjutnya menjadi
tidak tepat. Kondisi penanganan tersebut di atas menyebabkan perburukan
asma yang menetap, menyebabkan serangan berulang dan semakin berat
sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma akut berat bahkan fatal.

Tabel 3. Klasifikasi Derajat Berat Serangan Asma menurut GINA (Global


Initiative for Asthma)

21
Ringan Sedang Berat
Aktivita Dapat Jalan
s berjalan terbatas Sukar berjalan
Duduk
Dapat Berbaring Lebih suka duduk membungkuk
ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata

Mungkin Biasanya
Kesadaran terganggu Biasanya terganggu terganggu

Frekuensi Sering
napas Meningkat Meningkat >30kali/menit

Retraksi otot- Umumnya tidak


otot ada Kadang kala ada Ada
bantu napas

Mengi Lemah sampai Keras Keras


Sedang

Frekuensi nadi <100 100-120 >120

Pulsus
paradoksus Tidak ada Mungkin ada Sering ada
<10mmHg 10-25mmHg >25mmHg

APE sesudah >80% 60-80% <60%


bronkodilator

PaCO2 <45mmHg <45mmHg <45mmHg

SaO2 >95% 91-95% <90%

F. Gejala Klinis

22
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9

Keluhan yang timbul : 6,9,10

Nafas berbunyi

Sesak nafas

Batuk

Tanda-tanda fisik : 6,9,10

Cemas/gelisah/panik/berkeringat

Tekanan darah meningkat

Nadi meningkat

Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10


mmHg pada waktu inspirasi

Frekuensi pernafasan meningkat

Sianosis

Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi

Paru :

Didapatkan ekspirium yang memanjang

Wheezing

G. Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi


antara satu individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya
adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan

23
cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis
bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.1

Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari


pelepasan IgE dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator,
termasuk diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan
terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut
ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan.
Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya
pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot
polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan
terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran
pernafasan.1,6

Gambar 2. Bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6

Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang


disebabkan oleh inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos
otot polos bronkioler merupakan gejala serangan asma akut dan berperan
terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1

24
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel
tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi
reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan
dimana :

Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan


berkontraksi/memendek/mengkerut

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam


saluran napas

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran


napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai
berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama
batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara
dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat
sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6

25
Gambar 3. Patofisiologi Asma7

Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting


pada asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama
inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang
sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced
Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi
yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang
kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan

26
atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi
dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan
volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang
memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma
yang mendatar.1

Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan


aktivitas otot pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan
kardiovaskular. Hiper inflasi paru akan meningkatkan after load pada
ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi langsung terhadap
pembuluh darah paru.1

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme


otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus.
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis
saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara
distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas
paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap
terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan
hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.8

Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas


yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada
penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang
kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8

H. Gejala Klinis

Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu


serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9

27
1. Keluhan yang timbul : 6,9,10

a. Nafas berbunyi

b. Sesak nafas

c. Batuk

2. Tanda-tanda fisik : 6,9,10

a. Cemas/gelisah/panik/berkeringat

b. Tekanan darah meningkat

c. Nadi meningkat

d. Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10


mmHg pada waktu inspirasi

e. Frekuensi pernafasan meningkat

f. Sianosis

g. Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi

3. Paru :

a. Didapatkan ekspirium yang memanjang

b. Wheezing

I. Diagnosis Banding

1. Bronkitis kronis

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan


sputum 3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama
batuk yang disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan
batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.

28
2. Emfisema paru

Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan


mengi jarang menyertainya.

3. Gagal Jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.

4. Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.


Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).

J. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan


mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan
penatalaksanaan asma: 10

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :

29
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
a. Penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pengendalian emosi
d. Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol
penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan
bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk
mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
a. Antiinflamasi (pengontrol)
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial
dan merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif
sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk
mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala
asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi
hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma,
dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid
terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
2) Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami,
tetapi diketahui merupakan antiinflamasi non steroid,
menghambat penglepasan mediator dari sel mast.
3) Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Efek bronkodilatasi
berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang dapat
terjadi pada konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efek

30
antiinflamasi melalui mekanisme yang belum jelas terjadi pada
konsentrasi rendah (5-10 mg/dl). Pada dosis yang sangat
rendah efek antiinflamasinya minim pada inflamasi kronik
jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek pada
hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan sebagai
bronkodilator tambahan pada serangan asma berat. Sebagai
pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi
dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika dibutuhkan.
Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai
obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka
lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
Preparat lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama
sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma malam
dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Studi
menunjukkan metilsantiin sebagai terapi tambahan
glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah atau tinggi adalah
efektif mengontrol asma (bukti B), walau disadari peran
sebagai terapi tambahan tidak seefektif agonis beta-2 kerja
lama inhalasi (bukti A), tetapi merupakan suatu pilihan karena
harga yang jauh lebih murah.
Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi ( 10
mg/kgBB/ hari atau lebih); hal itu dapat dicegah dengan
pemberian dosis yang tepat dengan monitor ketat. Gejala
gastrointestinal nausea, muntah adalah efek samping yang
paling dulu dan sering terjadi.
kardiopulmoner seperti takikardia, aritmia dan kadangkala
merangsang pusat napas. Intoksikasi teofilin dapat
menyebabkan kejang bahkan kematian. Di Indonesia, sering
digunakan kombinasi oral teofilin/aminofilin dengan agonis
beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator; maka diingatkan

31
sebaiknya tidak memberikan teofilin/aminofilin baik tunggal
ataupun dalam kombinasi sebagai pelega/bronkodilator bila
penderita dalam terapi teofilin/ aminofilin lepas lambat sebagai
pengontrol. Dianjurkan memonitor kadar teofilin/aminofilin
serum penderita dalam pengobatan jangka panjang. Umumnya
efek toksik serius tidak terjadi bila kadar dalam serum < 15
ug/ml, walau terdapat variasi individual tetapi umumnya dalam
pengobatan jangka panjang kadar teoflin serum 5-15 ug/ml (28-
85uM) adalah efektif dan tidak menimbulkan efek samping..
Perhatikan berbagai keadaan yang dapat mengubah
metabolisme teofilin antara lain. demam, hamil, penyakit hati,
gagal jantung, merokok yang menyebabkan perubahan dosis
pemberian teofilin/aminofilin. Selain itu perlu diketahui
seringnya interaksi dengan obat lain yang mempengaruhi dosis
pemberian obat lain tersebut misalnya simetidin, kuinolon dan
makrolid.
Tabel 3 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
4) Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama
(> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi
penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Kenyataannya
pada pemberian jangka lama, mempunyai efek antiinflamasi
walau kecil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang diberikan
jangka lama mempunyai efek protektif terhadap rangsang
bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja
lama, menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik
dibandingkan preparat oral.

32
Perannya dalam terapi sebagai pengontrol bersama dengan
glukokortikosteroid inhalasi dibuktikan oleh berbagai
penelitian, inhalasi agonis beta-2 kerja lama sebaiknya
diberikan ketika dosis standar glukokortikosteroid inhalasi
gagal mengontrol dan, sebelum meningkatkan dosis
glukokortikosteroid inhalasi tersebut (bukti A). Karena
pengobatan jangka lama dengan agonis beta-2 kerja lama tidak
mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu
dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti A).
Penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan
harian dengan glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki
gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru,
menurunkan kebutuhan agonis beta-2 kerja singkat (pelega)
dan menurunkan frekuensi serangan asma (bukti A). Berbagai
studi menunjukkan bahwa penambahan agonis beta-2 kerja
lama inhalasi (salmeterol atau formoterol) pada asma yang
tidak terkontrol dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah atau tinggi, akan memperbaiki faal paru dan gejala serta
mengontrol asma lebih baik daripada meningkatkan dosis
glukokortikosteroid inhalasi 2 kali lipat (bukti A). Berbagai
penelitian juga menunjukkan bahwa memberikan
glukokortikosteroid kombinasi dengan agonis beta-2 kerja lama
dalam satu kemasan inhalasi adalah sama efektifnya dengan
memberikan keduanya dalam kemasan inhalasi yang terpisah
(bukti B); hanya kombinasi dalam satu kemasan (fixed
combination) inhaler lebih nyaman untuk penderita, dosis yang
diberikan masing-masing lebih kecil, meningkatkan kepatuhan,
dan harganya lebih murah daripada diberikan dosis yang
ditentukan masing-masing lebih kecil dalam 2 kemasan obat
yang terpisah
Onset Durasi (Lama kerja)

33
Cepat Singkat Lama
Fenoterol Formoterol
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol
Tabel 3 . Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2
5) Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerjanya menghambat
5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrin
(contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien
sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas,
zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek
bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Berbagai
studi menunjukkan bahwa penambahan leukotriene modifiers
dapat menurunkan kebutuhan dosis glukokortikosteroid
inhalasi penderita asma persisten sedang sampai berat,
mengontrol asma pada penderita dengan asma yang tidak
terkontrol walau dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti B).
Diketahui sebagai terapi tambahan tersebut, leukotriene
modifiers tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama (bukti B).
Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet
(oral) sehingga mudah diberikan. Penderita dengan aspirin
induced asthma menunjukkan respons yang baik dengan
pengobatan leukotriene modifiers.
Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis
reseptor leukotrien sisteinil). Efek samping jarang ditemukan.
Zileuton dihubungkan dengan toksik hati, sehingga monitor
fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.

34
Tabel 4 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Medikasi Sediaan Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
obat
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisol Tablet 4-40 mg/ hari, 0,25 2 mg/ kg Pemakaian jangka
on 4 , 8, 16 dosis tunggal BB/ hari, dosis panjang dosis 4-
mg atau terbagi tunggal atau 5mg/ hari atau 8-10
terbagi mg selang sehari
untuk mengontrol
Prednison Tablet 5 Short-course : Short-course : asma , atau sebagai
mg 20-40 mg /hari 1-2 mg /kgBB/ pengganti steroid
dosis tunggal hari inhalasi pada kasus
atau terbagi Maks. 40 yang tidak dapat/
selama 3-10 mg/hari, selama mampu
hari 3-10 hari menggunakan
steroid inhalasi
Kromolin &
Nedokromil

Kromolin IDT 1-2 semprot, 1 semprot, Sebagai alternatif


5mg/ 3-4 x/ hari 3-4x / hari antiinflamasi
Nedokromil semprot 2 semprot 2 semprot Sebelum exercise
IDT 2-4 x/ hari 2-4 x/ hari atau pajanan
2 mg/ alergen, profilaksis
semprot efektif dalam 1-2
jam
Agonis beta-2
kerja lama
Salmeterol IDT 25 2 4 semprot, 1-2 semprot, Digunakan bersama/
mcg/ 2 x / hari 2 x/ hari kombinasi dengan
semprot steroid inhalasi
Rotadisk untuk mengontrol
50 mcg asma
Bambuterol 1 X 10 mg / --
hari, malam
Prokaterol Tablet 2 x 50 2 x 25 mcg/hari
10mg mcg/hari 2 x 2,5 ml/hari Tidak dianjurkan

35
2 x 5 ml/hari untuk mengatasi
Formoterol Tablet 25, 2x1 semprot gejala pada
50 mcg 4,5 9 mcg (>12 tahun) eksaserbasi
Sirup 5 1-2x/ hari Kecuali formoterol
mcg/ ml yang mempunyai
onset kerja cepat
IDT 4,5 ; 9 dan berlangsung
mcg/sempr lama, sehingga
ot dapat digunakan
mengatasi gejala
pada eksaserbasi

Medikasi Sediaan Dosis dewasa Dosis anak Keterangan


obat
Metilxantin -1 tablet, Atur dosis sampai
Aminofilin Tablet 225 2 x 1 tablet 2 x/ hari mencapai kadar
lepas lambat mg (> 12 tahun) obat
Teofilin lepas Tablet 2 x125 300 2 x 125 mg dalam serum 5-15
Lambat 125, 250, mg (> 6 tahun) mcg/ ml.
300 mg 2 Sebaiknya
x/ hari; monitoring kadar
400 mg 200-400 mg obat dalam
1x/ hari serum dilakukan
rutin, mengingat
sangat
bervariasinya
metabolic
clearance dari
teofilin, sehingga
mencegah efek
samping
Antileukotrin Tablet 20 mg 2 x 20mg/ hari --- Pemberian bersama
Zafirlukast makanan
mengurangi
bioavailabiliti.
Sebaiknya
diberikan 1 jam
sebelum atau 2 jam

36
setelah makan

Steroid IDT 50, 125 125 500 50-125 mcg/ Dosis bergantung
inhalasi mcg/ mcg/ hari hari kepada derajat berat
Flutikason semprot 100 800 100 200 mcg/ asma
propionat IDT , mcg/ hari hari Sebaiknya
Budesonide Turbuhaler 100 800 100-200 mcg/ diberikan dengan
Beklometason 100, 200, mcg/ hari hari spacer
dipropionat 400 mcg
IDT,
rotacap,
rotahaler,
rotadisk

Tabel 5. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan


dan tempat pengobatan

SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT


PENGOBATAN

37
RINGAN Terbaik: Di rumah
Aktiviti relatif normal Inhalasi agonis beta-2
Berbicara satu kalimat Alternatif: Di praktek dokter/
dalam satu napas Kombinasi oral agonis beta-2 klinik/ puskesmas
Nadi <100 dan teofilin Darurat Gawat/ RS
APE > 80% Terbaik Klinik
SEDANG Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Praktek dokter
Jalan jarak jauh Alternatif: Puskesmas
timbulkan gejala -Agonis beta-2 subkutan
Berbicara beberapa -Aminofilin IV
kata dalam satu napas -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK
Nadi 100-120 Oksigen bila mungkin
APE 60-80% Kortikosteroid sistemik
BERAT Terbaik Darurat Gawat/ RS
Sesak saat istirahat Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Klinik
Berbicara kata perkata Alternatif: Darurat Gawat/ RS
dalam satu napas -Agonis beta-2 SK/ IV ICU
Nadi >120 -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK
APE<60% atau Aminofilin bolus dilanjutkan drip
100 l/dtk Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM JIWA
Kesadaran berubah/ Seperti serangan akut berat
menurun Pertimbangkan intubasi dan
Gelisah ventilasi mekanis
Sianosis
Gagal napas

Algoritma penatalaksanaan asma dirumah sakit.

38
39
Gambar 4. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah sakit

K. Diagnosis Banding

1. Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama
batuk yang disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan

40
batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.
2. Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
3. Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.
4. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
L. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul diantaranya:

1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang


kemudian menjadiberat dan tidak memberikan respon (refrakter)
adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif

2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat


penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasanyang sangat dangkal

3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen

4. Pneumotorak adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang


menyebabkan kolapsnya paru (obstruksi) saluran nafas karena kantung
udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas.

41
M. Pemeriksaan Penunjang

1. Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal


ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang
merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan peningkatan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa
(FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13

2. Uji provokasi bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada


penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus
merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus
terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja
(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti
metakolin dan histamin.10, 11

3. Foto toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain


yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi
saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan
asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14

42
BAB IV

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial dengan derajat


persisten sedang karena adanya keluhan sesak napas yang dipicu oleh
adanya perubahan cuaca. Sesak napas dirasakan setiap hari serta dirasakan
pula saat malam. Sesak mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Pasien
merasa paling nyaman dalam posisi duduk. Hal ini sesuai dengan kriteria
klasifikasi derajat asma persisten ringan berdasarkan gambaran klinis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan
whezing pada kedua lapangan paru. Sementara pada pemeriksaan
penunjang rontgen thoraks didapatkan corakan lapangan paru yang
normal.

Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas,


batuk, dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat

43
terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda
antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di malam hari oleh
karena tonus bronkomotor dan reaktifitas bronkus mencapai titik terendah
antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi.

Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu


menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi,
membebaskan obstruksi jalan napas dengan pemberian bronkodilator
inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian
kortikosteroid sistemik yang lebih awal.

B. Kesimpulan

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang


melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari. Pada penderita asma bronkial karena
saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel
udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan
napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif).

Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya bervariasi dari


ringan sampai berat dan dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma
dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan antara lain infeksi, alergi,
obat-obatan, polusi udara, bahan kimia, beban kerja atau latihan fisik, bau-
bauan yang merangsang dan emosi.

44
DAFTAR PUSTAKA

45
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007. 981

2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180

3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia


2008;28. 88-95.

4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi


Indonesia 2008;28. 165-73.

5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian


Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005.
Pekanbaru: FK UNRI, 2006.

6. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret


2009].

7. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003.


Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.

8. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi.
Jakarta: Erlangga. 54-57

9. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press. 1989. 1-11.

10. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara


Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten
Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45

11. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.

46
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001.
477-82.

13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.

14. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.

47

Anda mungkin juga menyukai