Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Hipertiroid

Disusun oleh:

Nugroho Setyawan Sobaa

16710243

Dokter Pembimbing:

dr. Ali Santoso, Sp.PD

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

KSM Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr.Soebandi Jember

LAB/KSM ILMU PENYAKIT DALAM RSD DR. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

SURABAYA 2017
I. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Cakru Kencong

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Tanggal MRS : 5 Desember 2017

Tanggal pemeriksaan : 7 Desember 2017

Tanggal KRS : 9 Desember 2017

No. RM : 192546

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 7 Desember 2017 saat H2MRS.
1. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama: Badan lemas, gelisah dan dada terasa berdebar

Perempuan 58 tahun, datang ke IGD RSD dr. Soebandi Jember


dengan keluhan badan lemas, gelisah dan dada terasa berdebar sejak 2
bulan SMRS tanpa keluhan nyeri dada dirasakan terus menerus sepanjang
hari. Badan dirasa kian hari semakin lemas, mengeluh tangan terasa sering

1
gemetar napsu makan pasien baik terlebih pasien selalu merasa ingin
makan dikarenakan selalu merasa lapar, namun setiap habis makan, pasien
mengeluh mual dan muntah, nyeri pada perut. Keluarga mengatakan
pasien terlihat kian hari semakin kurus serta pasien mengeluh gelisah
sehingga susah untuk tidur. Aktivitas sehari-hari yang dilakukan pasien
sebatas melakukan kegiatan ringan di rumah, semakin hari kondisi pasien
dirasa semakin cepat lelah dan tidak bertenaga.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang sama : disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat operasi : disangkal

3. Riwayat Pengobatan

Konsumsi jamu tradisional yang dibeli diwarung terkait keluhan badan


sering lemas.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa

Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal

Riwayat sakit gula : Disangkal

Riwayat asma : Disangkal

2
Riwayat sakit jantung : Disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi

• Community

Pasien tinggal bersama dengan suaminya dan dua anaknya yang pertama
dan yang keempat. Pasien mempunyai empat anak, namun anaknya yang
pertama dan kedua sudah menikah dan tinggal di rumah yang berbeda
dengan pasien.

• Home

Pasien tinggal di rumah berukuran 15x24 m dengan 2 kamar tidur, 1 ruang


tamu dan 1 dapur dan 1 kamar mandi.

• Occupational

Pasien bekerja sebagai IRT. Suami pasien bekerja sebagai petani dengan
penghasilan ± Rp 500.000-700.000 perbulan.

• Personal habit

Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

• Drugs and Diet

Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan. Menu makan pasien terdiri


dari nasi dan sayur-mayur, terkadang lauk-pauk. Pasien makan 2 kali sehari
kadang tidak teratur.

• Biaya pengobatan

Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah.


Status pembiayaan kesehatan pasien yaitu BPJS NPBI.

3
6. Anamnesis Sistem

 Kepala : sakit kepala (+), pusing berputar (-),


jejas (-), leher kaku (-), penurunan kesadaran
(-), rambut mudah rontok/dicabut.
 Mata : Eksoftalmus (+), Penglihatan kabur (-),
pandangan ganda (-),
pandangan tajam (+)
 Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
 Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-)
 Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir
pecah- pecah (-), gusi berdarah (-), mulut
kering (-)
 Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), Tiroid (-)
 Sistem respirasi : Sesak nafas (+), batuk (-), dahak (-),
batuk darah (-), mengi (-).
 Sistem kardiovaskuler : Berdebar-debar (+), sesak nafas (+), nyeri
dada (-), keringat dingin (+)
 Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), perut mules (-),
BAB lancar.
 Sistem muskuloskeletal : Edema (-), atrofi (-), deformitas (-), Nyeri
otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
 Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),

keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah


(-), sulit memulai kencing (-), berwarna teh
(-)

 Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit

4
sendi (-), panas (+), berkeringat (+),
palmar eritema (-), tremor (+)
Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),

kesemutan di kaki (-), bengkak (-) kedua

kaki

 Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (+), kesemutan (-),


mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
 Sistem Integumentum : Pucat (-), kulit kuning (-), gatal (-),
purpura(-)

Kesan: terdapat gangguan pada sistem cardiovaskular dan gastrointestinal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan Umum : lemah

Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6

Vital Sign :

a. Tekanan darah : 100/60 mmHg


b. Nadi : 124 x/menit, reguler, kuat angkat
c. RR : 32 x/menit
d. Suhu axilla : 37,0 0C
e. SpO2 : 88 % - 99 %

Kesan: vital sign didapatkan takikardi dan takipneu.

Status Gizi :

BB sekarang : 48 kg

5
TB sekarang : 155 cm

IMT : 18,75 %

Kesan: status gizi kurang.

2. Status Lokalis

Kepala

a) Kepala

Bentuk normocephal, rambut mudah dicabut (+), luka (-)

b) Wajah

Simetris, moon face (-)

c) Mata

Konjungtiva anemis (-/-), Eksoftalmus (+), sclera ikterik (-/-), mata


cekung (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
reflek cahaya (+/+) normal, arcus senilis (-/-), katarak (-/-)

d) Telinga

Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi
pendengaran (-/-)

e) Hidung

Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau
baik

f) Mulut

Sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi
berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil
lidah atrofi (-)

6
Kesan: pemeriksaan daerah kepala didapatkan eksoftalmus.

Leher

Simetris, deviasi trakea (-), KGB membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri

tekan (-)

Kesan: pemeriksaan fisik leher dalam batas normal

Thorax

Cor

- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL S

- Perkusi : redup di ICS II PSL D s/d ICS V MCL S

- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)

Kesan: pemeriksaan fisik cor dalam batas normal, cardiomegali (-)

Pulmo

Ventral Dorsal

Inspeksi: Inspeksi:

 Simetris  Simetris
 Retraksi -/-  Retraksi -/-
 Ketinggalan gerak -/-  Ketinggalan gerak -/-

7
Palpasi: P: Palpasi:
 Fremitus raba
 Fremitus raba
N N
N N
N N
N N
N N
N N

Perkusi : Perkusi :
S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S S S
S S S S
S S
S S

Ventral Dorsal
Auskultasi :
Auskultasi :
DS

V V DS

V V V V

V V V V V V

V V V V V V

V V

Rhonki

- - Rhonki

- - - -

- - - - - -

- - - - - -

- -

8
Wheezing Wheezing

- - - -

- - - -

- - - - - - - -

- - - -

Kesan: pemeriksaan fisikpulmo tidak terdapat kelainan.

9
10
Abdomen

– Inspeksi: flat, spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-), pelebaran vena (-)

– Auskultasi: bising usus (+) normal

– Perkusi: pekak beralih (-), pekak sisi (-),timpani di semua kuadran abdomen

– Palpasi : nyeri tekan (-), defens muskular (-), hepar (dbn), limpa (dbn).

Kesan: pemeriksaan fisik abdomendidapatkan flat, bising usus (+) normal,


timpani, soepel

Ekstremitas

Keterangan Superior Inferior

Akral hangat (+/+) (+/+)


Tremor (+/+) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
Reflek fisiologik (+/+) (+/+)
Reflek patologik (-/-) (-/-)
Capilary refill <2“ <2“
Kekuatan 555/555 555/555

11
Kesan: pemeriksaan fisikek stremitas terdapat tremor.

Status Psikiatri Singkat

a. Emosi dan afek : adekuat


b. Proses berpikir
Bentuk dan arus : koheren

Isi : waham (-)

c. Kecerdasan : dalam batas normal


d. Kemauan : dalam batas normal
e. Psikomotor : dalam batas normal
f. Ingatan : dalam batas normal

Kesan: status psikiatri dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium 7 desember 2017

HEMATOLOGI LENGKAP

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Hemoglobin 12,5 gr/dL 13-16 gr/dL

Leukosit 11,1 x109/L 4,5-11 x109/L

Hematokrit 37,5% 37-49%

Trombosit 195x109/L 150-450 x109/L

12
FAAL HATI
SGOT 10-31 U/L
29 U/L

SGPT 31 U/L 9-43 U/L

Albumin 3,2 gr/dL 3,4-4,8 gr/dL

GULA DARAH
Glukosa Sewaktu 191 mg/dL stik <200 mg/dL

FAAL GINJAL
Kreatinin Serum 0,9 mg/dL 0,5-1,1 mg/dL

ENDROKINOLOGI
TSH < 0,05 0,25-5
FT 4 >100.00 10,6-19,4

Kesan: terdapat penurunan kadar TSH dan peningkatan kadar T4

Foto Thoraks

13
Pemeriksaan Foto Thoraks PA

Inspirasi cukup

Tampak deviasi trakea ke kanan

CTR : (3,2:7)x100%= 45%,

batas jantung normal (CTR <50%)

Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada dalam batas normal

Sinus costofrenikus paru kanan dan kiri tajam

Skeletal: tidak tampak adanya fraktur pada tulang

EKG

14
Tanggal 7 Desember 2017

Interpretasi :

- Supraventrikular takikardi

E. RESUME

15
– Anamnesis:

 Perempuan, 58 tahun, datang ke IGD RSD dr. Soebandi Jember dengan


keluhan :

 TPL (Temporary Problem List)

o keluhan badan lemas


o gelisah dan dada terasa berdebar sejak 2 bulan SMRS tanpa keluhan
nyeri dada tangan terasa sering gemetar
o napsu makan pasien baik terlebih pasien selalu merasa ingin makan
dikarenakan selalu merasa lapar, namun setiap habis makan, pasien
mengeluh mual dan muntah.
o pasien terlihat kian hari semakin kurus serta pasien mengeluh
gelisah
 RPD: Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal

 RPO: Jamu tradisional

 RPK: disangkal

 Riwayat Sosio Ekonomi: kurang

– Pemeriksaan Fisik:

Didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis,


takikardi, takipneu. Pada pemeriksaan fisik didapat mata eksoftalmus, rambut
mudah rontok, tangan gemetar, berkeringat.

– Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Peningkatan kadar T4 dan penurunan kadar TSH

Thorax Foto: Dbn

Ekg: Supraventrikular takikardi

DIAGNOSA KERJA
16
Hipertiroid + SVT stable

F. DIAGNOSA BANDING

Grave disease, Resistensi hormon tiroid, Colic abdomen, Dispepsia

G. PLANNING

1. Diagnostik

Hipertiroid:

- Endrokinologi

- DL

Supraventrikular takikardi:

- EKG

Planning Terapi

Planning Terapi
Inf. PZ 20 tpm
inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Santagesic 3x1
Inj. Ranitidin 3x1

Per oral:
PTU 3x2 tab
Sirup Sucralfat 3x1
Propanolol 3x10 mg

2. Planning Monitoring

– Keadaan umum

– Vital sign

17
– DL, Endokrin

3. Planning Edukasi

- Istirahat

- Menjelaskan tentang penyakit Hipertiroid mulai dari penyebab, gejala,


komplikasi dan terapi

- Menjaga pola makan dan aktifitas fisik

H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia

I. Follow Up Pasien
18
Kamis , 7 Desember 2017 H4MRS Jumat, 8 Desember 2017 H5MRS

S Sesak (+), Mual (+), Berdebar (+) Sesak berkurang, Berdebar berkurang,
Mual (-)

O KU: cukup KU: cukup

Kes: compos mentis Kes: compos mentis

TD: 110/70mmHg TD: 110/60 mmHg

N: 104x/mnt N: 100x/mnt

RR: 28x/mnt RR: 24x/mnt

Tax: 36,7oC Tax: 36,3oC

K/L:a/i/c/d:-/-/-/- K/L:a/i/c/d:-/-/-/-

Thorax: Thorax:

Cor Cor

I: ictus cordis tidak tampak I: ictus cordis tidak tampak

P: ictus cordis teraba di ICS V MCL S P: ictus cordis teraba di ICS MCL S

P: redup P:redup

A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/- A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/-

Pulmo : Pulmo :

I : simetris, retraksi -/- I : simetris, retraksi -/-

P: fremitus raba +/+ P: fremitus raba +/+

P: sonor +/+ P: sonor +/+

A : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/- A : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abd: flat, BU (+) N, timpani, soepel Abd: flat, BU (+) N, timpani, soepel

Ext: AH (+) & OE (-) di keempat Ext: AH (+) & OE (-) di keempat
ekstremitas bawah ekstremitas bawah

Monitoring: Monitoring:

A Hipertiroid + SVT stable Hipertiroid + SVT stable

19
P Planning Terapi Planning Terapi
Inf. PZ 20 tpm Inf. PZ 20 tpm
inj. Ceftriaxon 2x1 inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Santagesic 3x1 Inj. Santagesic 3x1
Inj. Ranitidin 3x1 Inj. Ranitidin 3x1
O2 masker 8 lpm O2 masker 8 lpm
Per oral: Per oral:
PTU 3x2 tab PTU 3x2 tab
Sirup Sucralfat 3x1 Sirup Sucralfat 3x1
Propanolol 3x10 mg Propanolol 3x10 mg

Saptu, 9 Desember 2017 H6MRS

S Sesak berkurang, Berdebar berkurang

O KU: cukup

Kes: compos mentis

TD: 120/70mmHg

N: 92x/mnt

RR: 22x/mnt

Tax: 36,3oC

K/L:a/i/c/d:-/-/-/-

Thorax:

Cor

I: ictus cordis tidak tampak

P: ictus cordis teraba di ICS V MCL S

20
P: redup

A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/-

Pulmo :

I : simetris +/+, retraksi -/-

P: fremitus raba +/+

P: sonor +/+

A : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abd: flat, BU (+) N, timpani, soepel

Ext: AH (+) & OE (-) di keempat


ekstremitas bawah

Trom : 718 109/L

Monitoring:

A Hipertiroid + SVT stable

P Planning Terapi
Inf. PZ 20 tpm
inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Santagesic 3x1
Inj. Ranitidin 3x1
O2 nasal 3 lpm
Per oral:
PTU 3x2 tab
Sirup Sucralfat 3x1
Propanolol 3x10 mg

21
Textbook Pasien
Hipertiroid
Anamnesis
 Hiperaktivitas +
 Berkeringat berlebihan +
 Tidak tahan udara panas
+
 Berdebar
+
 Tremor
+
 Sesak

 Mudah lelah +

 Insomnia +
Pemeriksaan fisik
 Pembesaran KGB / Tiroid
-
 Eksoftalmos
+
Foto rontgen dada
 Cardiomegali -

22
BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi


lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang
disebut juga tirotoksikosis. 1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk
menderita hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini
dibandingkan dengan pria5.
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama,
karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin
penuh6.

23
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertiroid
2.1.1 Definisi

Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi


lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang
disebut juga tirotoksikosis. 1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk
menderita hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini
dibandingkan dengan pria5.
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama,
karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin
penuh6.

2.1.2 Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah7,8 :

1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir
sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih
banyak dalam tubuh.

2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%
populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi
hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang
hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul
yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik.

24
Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik
dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.

3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis
tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan.
Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor
keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam
darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid
yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan.
Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis “silent”
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit,
seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti
tiroiditis post partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi autoimun.

4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,
sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah
hormon tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi
sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon
tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodiumyang berlebihan
terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk
mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung banyak
yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon
tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon
tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan
sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah
dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.

25
2.1.3 Manifestasi Klinis

MANIFESTASI KLINIS

Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves2

Sistem Gejala dan Sistem Gejala dan


Tanda Tanda

Umum Tak tahan hawa Psikis dan saraf Labil. Iritabel,


panas, tremor, psikosis,
hiperkinesis, nervositas,
capek, BB turun, paralisis periodik
tumbuh cepat, dispneu
toleransi obat,
youth fullness
Gastrointestinal Hiferdefekasi, Jantung hipertensi,
lapar, makan aritmia, palpitasi,
banyak, haus, gagal jantung
muntah, disfagia,
splenomegali
Muskular Rasa lemah Darah dan Limfositosis,
limfatik anemia,
splenomegali,
leher membesar

Genitourinaria Oligomenorea, Skelet Osteoporosis,


amenorea, libido epifisis cepat
turun, infertil, menutup dan nyeri
ginekomastia tulang

Kulit Rambut rontok,


berkeringat, kulit
basah, silky hair
dan onikolisis

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan5 :


Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun,
ulkus korne
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)

26
2.1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG5

- Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit
(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
- Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari
penyakit Graves dengan komponen nodosa
- EKG
- Foto torak

Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema


dibawah ini :

2.1.5 DIAGNOSIS

Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk
ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang
untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi6.

27
28
2.1.6 PENATALAKSANAAN

Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat


ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid
dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.2,6
Obat – obatan
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.
Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan
dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru
beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme
aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid
T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium,

29
menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang
utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU,
tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3
ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan
segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek
penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat
diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai
terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15
tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid
biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara
klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg
setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali
sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar
hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan
dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap
pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari.
(2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung
pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-
200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi
untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik,
dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid
dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum
memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap
sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab
lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping
agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat
Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif..
30
Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk
mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar
termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat
tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih
modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba
ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves
adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi.
Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai
perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis
dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai
keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang
masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan
tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada
hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan
keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid
dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-
3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang
dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat


bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic
state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya
pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini
juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya
terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80
mg/hari.3,4

31
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan
durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal
atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa
dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping
yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi,
dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan
trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien
asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi
atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena
Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin
oksidase.

c. Obat-obatan Lain

Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast,


potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan
kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan
penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid,
untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda
dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan
dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun
jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama
lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang
tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%.
Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi
didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons
terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.

Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin

Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan


cara kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991
melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok
penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin.,
dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan
terapi methimazole.

32
Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :

Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan,


selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan
kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi
methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH
dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi
kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa
TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan molekul antigen
tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang pembentukan
antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan
kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan
produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan
mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi
OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT untuk menghindari
hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila digunakan OAT
dosis tinggi.

Pembedahan

Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan


struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid
dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2
minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali
sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan
mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai
seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan
oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah
menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita
masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit
Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan
komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.

Terapi Yodium Radioaktif

Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun
yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi
partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada
sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons
inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi
33
atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat
tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar
tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-
6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Iodine131 dengan cepat dan
sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula
terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata
cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat
karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang
dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif
perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan
diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif.
Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat
bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien
hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali
kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang
kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena
massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi
dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat
penyekat beta dan / atau OAT.
Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh
besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras
dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan
tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun
pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.

Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :

- memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen


tiroid dan peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah
dengan pemberian kortikosteroid sebelum pemberian I131

- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang
terjadi)

34
- gastritis radiasi (jarang terjadi)

- eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak


(leakage) pasca pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum
minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama pada pasien tua dengan
kemungkinan gangguan fungsi jantung.
Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai
6 bulan pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau
setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme.

Pengobatan oftalmopati Graves

Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam


menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata
dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah
dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan
menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu,
penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk
mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan
adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti
kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid.
Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti
dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata.

Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien
yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody
antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis.
Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab kelainan orbita lainnya.

Pengobatan krisis tiroid

Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme


(menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat
konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan
plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit
dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.

35
Penyakit Graves Dengan Kehamilan

Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan
hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada
hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status
eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan dosis
terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi atau
tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita
hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih
sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak
dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping
karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme.

Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester
ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang belum
diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar thyrotropin
receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan, dan dengan
demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang masih
memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006


2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta . 2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.2001
5. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service.
Hyperthyroidsme. 2007; 573-582
6. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta. 2009
7. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
8. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
9. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association
Between Overt Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497
10. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
11. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1.
Media Aesculapius : Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai