Hipertiroid
Disusun oleh:
16710243
Dokter Pembimbing:
SURABAYA 2017
I. LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 58 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
No. RM : 192546
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 7 Desember 2017 saat H2MRS.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
1
gemetar napsu makan pasien baik terlebih pasien selalu merasa ingin
makan dikarenakan selalu merasa lapar, namun setiap habis makan, pasien
mengeluh mual dan muntah, nyeri pada perut. Keluarga mengatakan
pasien terlihat kian hari semakin kurus serta pasien mengeluh gelisah
sehingga susah untuk tidur. Aktivitas sehari-hari yang dilakukan pasien
sebatas melakukan kegiatan ringan di rumah, semakin hari kondisi pasien
dirasa semakin cepat lelah dan tidak bertenaga.
Riwayat DM : disangkal
3. Riwayat Pengobatan
2
Riwayat sakit jantung : Disangkal
• Community
Pasien tinggal bersama dengan suaminya dan dua anaknya yang pertama
dan yang keempat. Pasien mempunyai empat anak, namun anaknya yang
pertama dan kedua sudah menikah dan tinggal di rumah yang berbeda
dengan pasien.
• Home
• Occupational
Pasien bekerja sebagai IRT. Suami pasien bekerja sebagai petani dengan
penghasilan ± Rp 500.000-700.000 perbulan.
• Personal habit
• Biaya pengobatan
3
6. Anamnesis Sistem
4
sendi (-), panas (+), berkeringat (+),
palmar eritema (-), tremor (+)
Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),
kaki
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Vital Sign :
Status Gizi :
BB sekarang : 48 kg
5
TB sekarang : 155 cm
IMT : 18,75 %
2. Status Lokalis
Kepala
a) Kepala
b) Wajah
c) Mata
d) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi
pendengaran (-/-)
e) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau
baik
f) Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi
berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil
lidah atrofi (-)
6
Kesan: pemeriksaan daerah kepala didapatkan eksoftalmus.
Leher
Simetris, deviasi trakea (-), KGB membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri
tekan (-)
Thorax
Cor
Pulmo
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
Simetris Simetris
Retraksi -/- Retraksi -/-
Ketinggalan gerak -/- Ketinggalan gerak -/-
7
Palpasi: P: Palpasi:
Fremitus raba
Fremitus raba
N N
N N
N N
N N
N N
N N
Perkusi : Perkusi :
S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S S S
S S S S
S S
S S
Ventral Dorsal
Auskultasi :
Auskultasi :
DS
V V DS
V V V V
V V V V V V
V V V V V V
V V
Rhonki
- - Rhonki
- - - -
- - - - - -
- - - - - -
- -
8
Wheezing Wheezing
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
9
10
Abdomen
– Inspeksi: flat, spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-), pelebaran vena (-)
– Perkusi: pekak beralih (-), pekak sisi (-),timpani di semua kuadran abdomen
– Palpasi : nyeri tekan (-), defens muskular (-), hepar (dbn), limpa (dbn).
Ekstremitas
11
Kesan: pemeriksaan fisikek stremitas terdapat tremor.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI LENGKAP
12
FAAL HATI
SGOT 10-31 U/L
29 U/L
GULA DARAH
Glukosa Sewaktu 191 mg/dL stik <200 mg/dL
FAAL GINJAL
Kreatinin Serum 0,9 mg/dL 0,5-1,1 mg/dL
ENDROKINOLOGI
TSH < 0,05 0,25-5
FT 4 >100.00 10,6-19,4
Foto Thoraks
13
Pemeriksaan Foto Thoraks PA
Inspirasi cukup
EKG
14
Tanggal 7 Desember 2017
Interpretasi :
- Supraventrikular takikardi
E. RESUME
15
– Anamnesis:
RPK: disangkal
– Pemeriksaan Fisik:
– Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSA KERJA
16
Hipertiroid + SVT stable
F. DIAGNOSA BANDING
G. PLANNING
1. Diagnostik
Hipertiroid:
- Endrokinologi
- DL
Supraventrikular takikardi:
- EKG
Planning Terapi
Planning Terapi
Inf. PZ 20 tpm
inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Santagesic 3x1
Inj. Ranitidin 3x1
Per oral:
PTU 3x2 tab
Sirup Sucralfat 3x1
Propanolol 3x10 mg
2. Planning Monitoring
– Keadaan umum
– Vital sign
17
– DL, Endokrin
3. Planning Edukasi
- Istirahat
H. PROGNOSIS
I. Follow Up Pasien
18
Kamis , 7 Desember 2017 H4MRS Jumat, 8 Desember 2017 H5MRS
S Sesak (+), Mual (+), Berdebar (+) Sesak berkurang, Berdebar berkurang,
Mual (-)
N: 104x/mnt N: 100x/mnt
K/L:a/i/c/d:-/-/-/- K/L:a/i/c/d:-/-/-/-
Thorax: Thorax:
Cor Cor
P: ictus cordis teraba di ICS V MCL S P: ictus cordis teraba di ICS MCL S
P: redup P:redup
A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/- A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/-
Pulmo : Pulmo :
Abd: flat, BU (+) N, timpani, soepel Abd: flat, BU (+) N, timpani, soepel
Ext: AH (+) & OE (-) di keempat Ext: AH (+) & OE (-) di keempat
ekstremitas bawah ekstremitas bawah
Monitoring: Monitoring:
19
P Planning Terapi Planning Terapi
Inf. PZ 20 tpm Inf. PZ 20 tpm
inj. Ceftriaxon 2x1 inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Santagesic 3x1 Inj. Santagesic 3x1
Inj. Ranitidin 3x1 Inj. Ranitidin 3x1
O2 masker 8 lpm O2 masker 8 lpm
Per oral: Per oral:
PTU 3x2 tab PTU 3x2 tab
Sirup Sucralfat 3x1 Sirup Sucralfat 3x1
Propanolol 3x10 mg Propanolol 3x10 mg
O KU: cukup
TD: 120/70mmHg
N: 92x/mnt
RR: 22x/mnt
Tax: 36,3oC
K/L:a/i/c/d:-/-/-/-
Thorax:
Cor
20
P: redup
Pulmo :
P: sonor +/+
Monitoring:
P Planning Terapi
Inf. PZ 20 tpm
inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Santagesic 3x1
Inj. Ranitidin 3x1
O2 nasal 3 lpm
Per oral:
PTU 3x2 tab
Sirup Sucralfat 3x1
Propanolol 3x10 mg
21
Textbook Pasien
Hipertiroid
Anamnesis
Hiperaktivitas +
Berkeringat berlebihan +
Tidak tahan udara panas
+
Berdebar
+
Tremor
+
Sesak
Mudah lelah +
Insomnia +
Pemeriksaan fisik
Pembesaran KGB / Tiroid
-
Eksoftalmos
+
Foto rontgen dada
Cardiomegali -
22
BAB 1
PENDAHULUAN
23
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertiroid
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir
sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih
banyak dalam tubuh.
2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%
populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi
hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang
hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul
yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik.
24
Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik
dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.
3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis
tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan.
Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor
keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam
darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid
yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan.
Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis “silent”
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit,
seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti
tiroiditis post partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi autoimun.
4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,
sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah
hormon tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi
sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon
tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodiumyang berlebihan
terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk
mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung banyak
yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon
tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon
tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan
sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah
dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.
25
2.1.3 Manifestasi Klinis
MANIFESTASI KLINIS
26
2.1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG5
- Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit
(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
- Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari
penyakit Graves dengan komponen nodosa
- EKG
- Foto torak
2.1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk
ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang
untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi6.
27
28
2.1.6 PENATALAKSANAAN
29
menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang
utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU,
tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3
ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan
segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek
penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat
diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai
terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15
tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid
biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara
klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg
setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali
sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar
hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan
dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap
pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari.
(2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung
pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-
200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi
untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik,
dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid
dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum
memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap
sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab
lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping
agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat
Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif..
30
Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk
mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar
termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat
tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih
modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba
ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves
adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi.
Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai
perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis
dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai
keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang
masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan
tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada
hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan
keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid
dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-
3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang
dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.
31
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan
durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal
atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa
dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping
yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi,
dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan
trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien
asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi
atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena
Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin
oksidase.
c. Obat-obatan Lain
32
Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :
Pembedahan
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun
yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi
partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada
sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons
inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi
33
atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat
tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar
tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-
6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Iodine131 dengan cepat dan
sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula
terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata
cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat
karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang
dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif
perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan
diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif.
Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat
bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien
hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali
kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang
kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena
massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi
dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat
penyekat beta dan / atau OAT.
Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh
besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras
dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan
tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun
pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.
- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang
terjadi)
34
- gastritis radiasi (jarang terjadi)
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien
yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody
antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis.
Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab kelainan orbita lainnya.
35
Penyakit Graves Dengan Kehamilan
Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan
hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada
hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status
eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan dosis
terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi atau
tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita
hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih
sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak
dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping
karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester
ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang belum
diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar thyrotropin
receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan, dan dengan
demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang masih
memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.
36
DAFTAR PUSTAKA
37