Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Tuberkulosis Paru on Treatment”. Laporan kasus ini saya susun dalam rangka
memenuhi tugas dalam proses mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram. Saya berharap penyusunan laporan kasus ini dapat berguna
dalam meningkatkan pemahaman kita semua.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini. Semoga Tuhan selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di
dalam melaksanakan tugas dan menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, Januari 2019

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di seluruh dunia, TB adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian dan
penyebab utama dari satu agen infeksius (di atas HIV / AIDS). Jutaan orang terus jatuh
sakit dengan TB setiap tahun. Pada tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta
kematian (kisaran, 1,2-1,4 juta) 2 di antara orang HIV-negatif dan ada 300.000
kematian tambahan dari TB (kisaran, 266.000-335.000) di antara orang HIV-positif.4
Prediksi pada tahun 2017 bahwa 10,0 juta orang (kisaran, 9,0-11,1 juta) terkena
penyakit TB pada 2017: 5,8 juta pria, 3,2 juta wanita dan 1,0 juta anak-anak. Laporan
kasus di semua negara dan kelompok umur, tetapi secara keseluruhan 90% adalah
orang dewasa (berusia ≥15 tahun), 9% adalah orang yang hidup dengan HIV (72% di
Afrika) dan dua pertiga berada di delapan negara: India (27%), Cina (9%), Indonesia
(8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan
(3%). Hanya 6% dari kasus global berada di Wilayah Eropa WHO (3%) dan Wilayah
WHO di Amerika (3%).4
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang beberapa organ terutama paru-
paru. Mycobacterium tuberculosis adalah salah satu dari tuju species Mycobacterium
yaitu M. bovis, M. africanum, M. microti, M. caprae, M. pinnipedii, M. canetti dan M.
mungi dan Mycobacterium tuberculosis yang merupakan agen kompleks penyebab
infeksi terutama di daerah tropis. Mycobacterium tuberculosis, bakteri berbentuk
batang dengan ukuran 0,3 x 2 sampai 4mm, tahan asam dan organisme pathogen. 1,2,3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu Layar
Suku : Sasak
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
No. MR : 611176
Tanggal MRS : 28 Desember 2018
Tanggal Pemeriksaan : 02 Januari 2019

2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
Sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan RSAD dengan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 4 bulan
yang lalu, dan memberat dalam 10 hari terakhir. sesak nafas tidak disertai
dengan nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan batuk, dengan dahak berwarna
putih. Pasien juga mengalami penurunan berat badan dalam 4 bulan terakhir
dan keringat malam.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengakui bahwa pasien mengalami sesak nafas sejak 4 bulan terakhir.
Pernah dirawat di RSAD selama 10 dengan penyakitnya yang sekarang disertai
gastritits, sebelum dirujuk ke RSUP NTB.

3
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa dalam keluarga disangkal. Riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit ginjal, dan asma pada keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial
Pasien memiliki riwayat merokok selama ± 4 tahun. Pasien setiap hari
menghabiskan 1 bungkus rokok. Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal.
Memiliki riwayat kontak dengan tetangga yang masih memiliki hubungan
keluarga dengan pasien dan memiliki penyakit TB atau batuk lama dan sedang
mendapatkan terapi OAT.
f. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sedang menjalani pengobatan TB selama 10 hari di RSAD
kemudian di rujuk ke RSUP NTB.
g. Riwayat Alergi
Tidak terdapat alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan pada pasien.

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 101x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 32x/menit
Suhu : 37,0°C
SpO2 : 97% (tanpa O2 nasal kanul)
Status Gizi
Berat badan : 46 kg
Tinggi badan : 170 cm
Indeks Massa Tubuh (IMT) : 15,91

4
b. Status Lokalis
Kepala
 Ekspresi wajah : normal
 Bentuk dan ukuran : normal
 Rambut : tersebar merata, rontok (-)
 Edema : (-)
 Malar rash : (-)
 Nyeri tekan kepala : (-)
 Massa : (-)
Mata
 Simetris
 Alis: normal
 Exopthalmus (-/-)
 Ptosis (-/-)
 Edema palpebra (-/-)
 Konjungtiva: anemis (+/+), hiperemia (-/-)
 Sklera: ikterik (-/-)
 Pupil: isokor, bulat, refleks pupil (+/+)
 Kornea: normal
 Lensa: katarak (-/-)
 Pergerakan bola mata ke segala arah: normal
 Nyeri tekan retroorbita (-)
Telinga
 Bentuk: normal simetris antara kiri dan kanan
 Lubang telinga: normal, sekret (-/-)
 Nyeri tekan tragus (-/-)
 Peradangan pada telinga (-/-)
 Pendengaran: kesan normal

5
Hidung
 Simetris, deviasi septum (-/-)
 Napas cuping hidung (-/-)
 Perdarahan (-/-), sekret (-/-)
 Penghidu: normal
Mulut
 Simetris
 Bibir: sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
 Gusi: hiperemia (-), perdarahan (-)
 Lidah: glositis (-), atrofi papil lidah (-), oral kandidiasis (-), kemerahan di
pinggir lidah (-), tremor (-), lidah kotor (-)
 Gigi: dalam batas normal
 Mukosa: normal
Leher
 Simetris
 Kaku kuduk (-)
 Scrofuloderma (-)
 Pembesaran KGB (-)
 JVP: 4 + 2 (tidak meningkat)
 Pembesaran otot SCM (-)
 Pengunaan otot SCM (+)
 Pembesaran kelenjar tiroid (-)

6
Thoraks
Inspeksi
 Bentuk dan ukuran: simetris
 Pergerakan dinding dada: simetris
 Permukaan dada: papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-)
 Penggunaan otot bantu napas: SCM aktif, tidak tampak hipertrofi SCM,
otot bantu abdomen tidak aktif
 Iga dan sela iga: simetris kanan dan kiri
 Tiper pernapasan: thorako-abdominal
 Ictus cordis: tidak tampak

Palpasi
 Posisi mediastinum: tidak ada deviasi trakea
 Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)
 Gerakan dinding dada: simetris (-)
 Fremitus vokal:
Depan:
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal

Belakang:
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
 Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra, thrill (-)

7
Perkusi
Depan:
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Belakang:
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
 Batas paru-jantung:
Dextra : ICS V linea parasternalis dextra
Sinistra : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
 Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo :
Vesikular
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular

Ronki
+ +
+ +
+ +

8
Wheezing
- -
- -
- -

Abdomen
Inspeksi
 Distensi (-), mengikuti gerak napas, darm contour (-), darm steifung (+)
 Umbilikus: masuk merata
 Permukaan kulit: ikterik (-), vena collateral (-), massa (-), caput meduase
(-), spider naevi (-), scar (-), striae (-), ruam (-)
Auskultasi
 Bising usus (+) normal, frekuensi 12 x/menit
 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)
Perkusi
 Orientasi: timpani
 Organomegali : (-)
 Nyeri ketok : (-)
 Shifting dullness : (-)
Palpasi
 Nyeri tekan (+) di regio epigastrium dan umbilikus, massa (-), defans
mukular (-)
 Hepar, ren, dan lien: normal, tidak terdapat pembesaran
 Nyeri tekan kontralateral (-), nyeri tekan lepas (-)
Ekstremitas
Akral hangat : + + Sianosis : - -
+ + - -

9
Edema : - - Clubbing finger : - -
- - - -

Deformitas : - - Petekie : - -
- - - -
 Pergerakan sendi dalam batas normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, dan elektrolit dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, dan elektrolit pada tanggal
28 Desember 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 6,1 g/dL 14,0-18,0
Leukosit 9060 /uL 4000-10000
Eritrosit 2,44 juta/uL 3,50-5,50
Trombosit 752000 /uL 150000-400000
Hematokrit 23 % 25-42
MCV 93,0 fL 80,0-100,0
MCH 25,0 pg 26,0-34,0
MCHC 26,9 g/dL 32,0-36,0
Kimia Klinik
Ureum 22 mg/dL 10-50
Kreatinin 0.6 mg/dL 0,9-1,3
SGOT 12 U/I 0-40
SGPT 10 U/I 0-41

10
Glukosa Darah Sewaktu 97 mg/dL <160,00
Elektrolit
Natrium 130 mmol/L 135-146
Kalium 4.4 mmol/L 3,4-5,4
Klorida 104 mmol/L 95-108
Berdasarkan tabel 1 didapatkan penurunan hemoglobin dan indeks eritrosit (MHC,
dan MCHC), penurunan jumlah eritrosit, peningkatan trombosit, penurunan
kreatinin serum, dan penurunan kadar elektrolit serum, yaitu natrium.

Tabel 2. Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 08 Januari 2019


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 12,2 g/dL 14,0-18,0
Leukosit 7900 /uL 4000-10000
Eritrosit 4,35 juta/uL 3,50-5,50
Trombosit 581000 /uL 150000-400000
Hematokrit 38 % 25-42
MCV 87,6 fL 80,0-100,0
MCH 28,0 pg 26,0-34,0
MCHC 32,0 g/dL 32,0-36,0
Berdasarkan tabel 2 didapatkan peningkatan hemoglobin dibanding sebelumnya
namun relatif masih dibawah batas normal, penurunan jumlah trombosit dibanding
sebelumnya namun masih relatif diatas batas normal.

11
Rontgen Thorax

2.5 Resume
Pasien rujukan RSAD dengan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 4 bulan
yang lalu, dan memberat dalam 10 hari terakhir. sesak nafas tidak disertai dengan
nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan batuk, dengan dahak berwarna putih. Pasien
juga mengalami penurunan berat badan dalam 4 bulan terakhir dan keringat
malam. Pernah dirawat di RSAD selama 10 dengan penyakitnya yang sekarang
disertai gastritits, sebelum dirujuk ke RSUP NTB. Pasien memiliki riwayat
merokok selama ± 4 tahun. Pasien setiap hari menghabiskan 1 bungkus rokok.
Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal. Memiliki riwayat kontak dengan
tetangga yang masih memiliki hubungan keluarga dengan pasien dan memiliki
penyakit TB atau batuk lama dan sedang mendapatkan terapi OAT. Pasien
mengaku sedang menjalani pengobatan TB selama 10 hari di RSAD kemudian di
rujuk ke RSUP NTB.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi
nadi 101 x/menit, frekuensi napas 32 x/menit, dan suhu 37,0°C. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan konjungtiva anemis, pengunanaan otot bantu nafas (SCM) dan

12
ronkhi di lapang paru kiri dan kanan. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan penurunan Hb dan indeks eritrosit, penurunan kreatinin serum, dan
penurunan elektrolit serum (natrium).

2.6 Assessment
- TB Paru on treatment
- Susp. Pneumonia
- Anemia berat normositik-hipokromik et causa Anemia on Chronic Disease
(ACD) dd Anemia Defisiensi Besi (ADB)

2.7 Planning
a. Diagnostik
- Pemeriksaan TCM
- Pemeriksaan rapid HIV

b. Terapi
- O2 8 lpm
- Infus RL:D5 2:1 20 tpm
- Diet TKTP
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Inj. Metilprednisolon 62.5 mg/12 jam
- Nebu combivent/8jam
- Ambroxol 3x1
- Paracetamol 3x500 mg (k/p)
- Inj. Omeprazole 1 amp/12 jam
- Transfusi PRC 4 kolf (1kolf/hari) s/d Hb >10 gr/dL
- OAT dilanjutkan

13
2.8 Edukasi
- Memberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya.
- Memberikan penjelasan agar patuh dalam minum obat (terutama OAT) yang
diberikan selama perawatan di rumah sakit.
- Mengatur diet yang sehat dan membatasi asupan makanan tertentu (misalnya,
perbanyak makanan yang tinggi protein).
- Menggunakan masker agar tidak menularkan ke orang sekitar pasien.
- Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pengobatan dan kemungkinan
hasil dari terapi.
- Menjelaskan prognosis pasien.

2.9 Monitoring
- Keluhan (sesak nafas, batuk)
- Tanda vital (tekanan darah, frekuensi napas, suhu dan frekuensi nadi)
- Pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, eritrosit, hematokrit, dan indeks
eritrosit)
- Terapi (rutin konsumsi OAT)

2.10 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. TUBERKULOSIS
Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang beberapa organ terutama paru-
paru. Mycobacterium tuberculosis adalah salah satu dari tuju species Mycobacterium
yaitu M. bovis, M. africanum, M. microti, M. caprae, M. pinnipedii, M. canetti dan M.
mungi dan Mycobacterium tuberculosis yang merupakan agen kompleks penyebab
infeksi terutama di daerah tropis. Mycobacterium tuberculosis, bakteri berbentuk
batang dengan ukuran 0,3 x 2 sampai 4mm, tahan asam dan organisme pathogen. 1,2,3
Epidemiologi
Di seluruh dunia, TB adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian dan
penyebab utama dari satu agen infeksius (di atas HIV / AIDS). Jutaan orang terus jatuh
sakit dengan TB setiap tahun. Pada tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta
kematian (kisaran, 1,2-1,4 juta) 2 di antara orang HIV-negatif dan ada 300.000
kematian tambahan dari TB (kisaran, 266.000-335.000) di antara orang HIV-positif.4
Prediksi pada tahun 2017 bahwa 10,0 juta orang (kisaran, 9,0-11,1 juta) terkena
penyakit TB pada 2017: 5,8 juta pria, 3,2 juta wanita dan 1,0 juta anak-anak. Laporan
kasus di semua negara dan kelompok umur, tetapi secara keseluruhan 90% adalah
orang dewasa (berusia ≥15 tahun), 9% adalah orang yang hidup dengan HIV (72% di
Afrika) dan dua pertiga berada di delapan negara: India (27%), Cina (9%), Indonesia
(8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan
(3%). Hanya 6% dari kasus global berada di Wilayah Eropa WHO (3%) dan Wilayah
WHO di Amerika (3%).4
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
dan jika jenis kelamin, jumlah kasus baru, pada laki-laki 1,4 kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan. Hal tersebut dapat disebabkan karena laki-laki lebih

15
terpapar pada fakto risiko seperti merokok dan kurangnya kepatuhan minum obat, hal
tersebut didukung oleh survei bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok
sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok 5
Klasifikasi TB6
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberkulosis paru Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga
menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Tuberkulosis ekstraparu Adalah TB yang berlokasi di organ selain paru,
misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau
mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan secara
bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis. Bila proses TB
terdapat dibeberapa organ, penyebutan disesuaikan dengan organ yang terkena proses
TB terberat
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :
a. Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB merupakan pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
c. Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir, yaitu:
a. Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil

16
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
atau karena reinfeksi).
b. Pasien gagal berobat adalah pasien TB yang pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
c. Pasien putus berobat (lost to follow-up) adalah pasien yang pernah
diobati dan dinyatakan lost to follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya
dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
d. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
d. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui adalah pasien TB
yang tidak masuk dalam kelompok 1) atau 2)
Manifestasi Klinis dan Diagnosa
Gejala atau keluhan yang dirasakan pada pasien tuberculosis dapat berbeda-
beda atau dapat tanpa keluhan. Keluhan yang sering dialami antara lain : 7
a. Demam yang biasanya bersifat subfebril dan biasanya dipengaruhi oleh
kemampuan daya tahan tubuh penderita.
b. Batuk merupakan gejala yang sering dialami oleh penderita TB karena
proses pembuangan produk-produk radang. Batuk dapat berlangsung
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Batuk dapat berupa batuk
kering kemudian menjadi batuk dengan sputum dan jika parah akan
mengeluarkan darah.
c. Sesak nafas akan dirasakan pada pasien jika keluhan semakin memberat
diakibatkan adanya infiltrasi yang terjadi setengah bagian paru-paru
d. Nyeri dada timbul akibat adanya infiltrasi radang yang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise diakibatkan adanya pneurunan nafsu makan, badan semakin kurus,
sakit kepala, nyeri otot dan keringat pada malam hari.

17
Diagnosis pada pasien TB ditetapkan bersadarkan keluhan, hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik/klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya. 6
a. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi: Keluhan yang disampaikan pasien, serta
wawancara rinci berdasar keluhan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala
dan tanda TB yang meliputi :
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan
HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas,
sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di
daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang
yang bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan
infeksi paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung berfungsi untuk
menegakkan diagnosis dan menentukan potensi penularan dan
menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk

18
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji
dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
i. S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
ii. P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun
tidur.
b. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB dengan metode Xpert
MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis,
namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.
c. Pemeriksaan Biakan dapat dilakukan dengan media padat
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth
Indicator Tube) untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb).
c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a. Pemeriksaan foto toraks
b. Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.
d. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
M.tb terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di
laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA),
dan mendapatkan sertifikat nasional maupun internasional.
e. Pemeriksaan serologis sampai saat ini belum direkomendasikan.

19
Gambar. Alur Diagnosis TB

Tatalaksana
Tujuan dalam pengobatan TB adalah dapat menyembuhkan pasien dan
memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian oleh
karena TB atau dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan TB,
dapat menurunkan risiko penularan TB serta mencegah penularan TB resistan obat. 6
Pengobatan TB harus diberikan dalam bentuk OAT dan dosis yang tepat guna
mencegah resistensi, diminum secara teratur serta diberikan jangka waktu yang cukup
yaitu tahap awal dan tahap lanjutan guna mencegah kekambuhan. 6

20
Tahap awal adalah pengobatan diberikan setiap hari agar secara efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien kemudian meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal diberikan pada semua pasien baru,
harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan
tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu. Tahap Lanjutan adalah pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap
yang penting untuk membunuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya
kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
6

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah ;


 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
 Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
 Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat
TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.
Tabel 1. OAT lini pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) bakterisidal Neuropati perifer, psiksis toksik, fungsi
hati, kejang
Rifampisin (R) bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal,
urine berwama merah. gangguan fungsi hati.
trombositopeni. demam, skin rash, sesak
nafas, anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
hati,gout artritis

21
Streptornisin bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
(S) keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
tromtnsitopen
Etambutol (E) bakterisidal Gangguan penglhatan, buta warna, neuritis
perifer

Tabel 2. OAT lini kedua


Grup Golongan Jenis Obat
A Florokuinolon  Levofloksasin (Lfx)
 Moksifloksasin (Mfx)
 Gatifloksasin (Gfx)
B OAT suntik  Kanamisin (Km)
lini kedua  Amikasin (Am)
 Kapreomisin (Cm)
 Streptomisin (S)
C OAT oral lini  Etionamid (Eto)/Protionamid (Pto)
kedua  Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)
 Clofazimin (Cfz)
 Linezolid (Lzd
D D1 OAT Lini pertama  Pirazinamid (Z)
 Etambutol (E)
 Isoniazid (H)
 dosis tinggi
D2 OAT baru  Bedaquiline (Bdq)
 Delamanid (Dlm)
 Pretonamid (PA-824)

22
D3 OAT Tambahan  Asam para
aminosalisilat (PAS)
 Imipenem- silastatin
(Ipm)*
 Meropenem (Mpm)*
 Amoksilin clavulanat
(Amx-Clv)*
 Thioasetazon (T)*

Pengobatan TB juga disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien dan dikemas dalam satu paket .
Tabel 3. Dosis KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Berat Badan Tahap Intensif Tahap LanJutan
tlap harl selama 56 hari 3 kali seminggu selama
(RHZE 150/75/400/275) 16 minggu RH (150/150)

30 -37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 -54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 - 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 4. Dosis KDT Kategori 2 : {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}


Berat Badan Tahap Intensit tiap hari Tahap LanJutan
RHZE (150/75/400/275) + S 3 kali semlnggu

23
RH (150/150)
+E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20
minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
500 streptomisin + 2 tab
inj Etambutol

38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT


750 streptomisin + 3 tab
inj Etambutol

55-70 kg 4 tab 4KDT+ 4 tab 4KDT 4 tab Etambutol


1000 4 tab 2KDT
streptomisin inj

271 kg 5 tab 4KDT+ 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT


1000 + 5 tab
streptomisin inj Etambutol

24
B. Anemia
Definisi Anemia
Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan akibatnya daya angkut oksigen terganggu
(WHO). Anemia bisa terjadi akibat perdarahan, peningkatan penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang berkurang. Anemia dapat
digolongkan berdasarkan morfologi sel darah merah yang seringkali berkaitan
dengan penyebab tertentu. Tanda khas yang berkaitan dengan penyebab tertentu,
dapat dilihat pada ukuran, warna dan bentuk sel darah merah 4.

Tabel 3.1 Nilai Rujukan Sel Darah Merah Pada Dewasa 4

25
Tabel 3.2. Kriteria Anemia Menurut WHO 1

Etiologi dan Klasifikasi Anemia


Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam
penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena 1:
1). Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2). Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3). Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

26
Tabel 3.3. Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis 1

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik


dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dikenal beberapa istilah yang
digunakan untuk mengetahui morfologi dari sel darah merah. Istilah-istilah tersebut
antara lain 4 :

27
 Mean cell volume (MCV): volume rata-rata sel darah merah yang
dinyatakan dalam femtoliter (mikron kubik)
 Mean cell hemoglobin (MCH): rerata massa hemoglobin dalam tiap sel
darah merah yang dinyatakan dalam pico gram
 Mean cell hemoglobin concentration (MCHC): konsentrasi
reratahemoglobin dalam volume sel darah merah yang dipadatkan (packed
cell) tertentu yang dinyatakan dalam gram per desiliter
 Red cell distribution width (RDW): lebar distribusi sel darah merah:
koefisien variasi volume sel darah merah

Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan1:


1) Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg;
2) Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg;
3) Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl

Patofisiologi dan Gejala Anemia


Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus. anemia,
apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah kadar tertentu. Gejala
umum anemia ini timbul karena: 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas
(anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat
ringannya gejala umum anemia tergantung pada 1:
a). Derajat penurunan hemoglobin
b). Kecepatan penurunan hemoglobin
c). Usia
d). Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yartu 1:

28
 Gejala umum anemia.
Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunal
kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah
penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia
terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada
pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia
bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia
dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb
<7gldl)
 Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing
jenis anemia. Sebagai contoh:
o Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
dan kuku sendok (koilonychia).
o Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12
o Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegaly
o Anemia aplastik: dan tanda-tanda infeksi

 Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia
tersebut- Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perug
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus
tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada
anemia akibat penyakit kronik oleh kalena artritis reumatoid.

29
Penegakan Diagnosis Anemia
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease
entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease).
Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya
sampai pada diagnosis anemia, tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan
penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Maka tahap-tahap dalam
diagnosis anemia adalah1
 Menentukan adanya anemia
 Menentukan jenis anemia
 Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
 Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi
hasil pengobatan

Tata laksana Anemia


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia
ialah1:
 Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan terlebih dahulu.
 Pengobatan anemia dapat berupa:
o Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut
akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia
pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik.
o Terapi suportif,
o Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
o Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut.

30
o Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-
tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya
diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah
jantung. Di sini diberikan packed red cell, jangan whole blood. Pada
anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena
itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan
diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi.

Anemia dan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah kehilangan darah dari
saluran cerna atas, di mana saja, mulai dari esophagus sampai dengan duodenum
(dengan batas anatomik di ligamentum Treitz) dengan manifestasi klinis berupa
hematemesis, melena, hematoskezia atau kombinasi. PSCBA dapat diklasifikasikan
menjadi variseal dan non variseal. PSCBA variseal, seperti varises esofagus merupakan
bagian komplikasi dari penyakit hati kronis sehingga pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan pemeriksaan adanya tanda-tanda penyakit hati kronis seperti sirosis hepatis.
PSCBA non variseal dapat disebabkan oleh ulkus peptikum, gastritis erosif, dan lain
sebagainya2.
Perdarahan ulkus peptikum (PUP) merupakan penyebab tersering perdarahan
SCBA, berkisar antara 31% sampai 67% dari semua kasus, diikuti oleh gastritis erosif,
perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan Mallory-Weiss. Pada subgrup
pasien dengan PUP, perdarahan oleh karena ulkus duodenum sedikit lebih banyak
dibandingkan ulkus gaster. Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan distribusi, data
lama mendapatkan bahwa lebih kurang 70% penyebab dari perdarahan SCBA adalah
karena varises esofagus yang pecah. Namun demikian, diperkirakan, oleh karena
semakin meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan bertambahnya
populasi pasien usia lanjut, maka proporsi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan
meningkat2.

31
Sebagian besar ulkus, timbul pada saat mekanisme pertahanan normal diganggu
atau ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat sehingga mengalahkan mekanisme
protektif saluran cerna atas. Gangguan yang paling sering didapatkan adalah oleh
karena infeksi H. pylori dan penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (NSAID).
Penyebab yang lebih jarang termasuk hipersekresi asam lambung (sindrom Zollinger-
Ellison), hyperplasia sel-G antral dan mastositosis. Infeksi virus seperti herpes simplex
dan sitomegalovirus, kelainan inflamasi seperti penyakit Crohn’s atau sarkoidosis,
serta trauma radiasi dapat menyebabkan ulserasi saluran cerna, termasuk lambung dan
duodenum. Perdarahan akibat ulkus peptikum terjadi pada saat ulkus menyebabkan
salah satu pembuluh darah besar yang memperdarahi saluran cerna bagian atas.
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat menyebabkan anemia sehingga perlu
dilakukan transfusi darah2.
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien dengan PSCBA ialah pemberian
obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah
perdarahan ulang seperti inhibitor pompa proton. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv
kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada PSCBA,
pemberian antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk
penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Pemberian transfusi dapat diberikan
apabila kadar hemoglobin ≤ 7 g/dL. Kadar hemoglobin minimal untuk dilakukan
endoskopi adalah 8 mg/dL dan jika akan dilaksanakan endoskopi terapeutik maka
kadar hemoglobin minimal adalah 10 mg/dL dengan catatan pasien juga dalam keadaan
hemodinamik stabil5.

32
C. Pneumonia
Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu bentuk infeksi saluran napas bawah akut
(ISNBA). Pneumonia adalah inflamasi atau peradangan pada parenkim paru termasuk
bronkiolus respiratirius dan avlveoli. Inflamasi tersebut dapat menyebabkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas. Apabila dilakukan
pemeriksaan histologis akan dijumpai alveolitis dan penumpukan eksudat3.

Patogenesis Pneumonia
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit.
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan 6:

1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Pada pneumonia mikroorganisme

33
biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat
disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi
pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama6.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan
tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu 6:
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan
jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
leukosit dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan dan Gray
hepatization ialah konsolodasi yang luas.
Klasifikasi Pneumonia
Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan epideologis, patogen penyebab, dan
predileksi infeksi6.
Berdasarkan klinis dan epideologis :
 Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
 Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita Immunocompromised

34
Berdasarkan patogen penyebab
 Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
 Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

Berdasarkan predileksi infeksi


 Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan
 Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang
tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
 Pneumonia interstisial

Penegakkan Diagnosis Pneumonia


Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40°C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada6.
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler

35
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi6.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran
kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus6.
Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik6.
Penegakkan Diagnosis Pneumonia Komuniti
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis
pemeriksaan fisik, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti
ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah
dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini6 :
• Batuk-batuk bertambah
• Perubahan karakteristik dahak / purulen
• Suhu tubuh > 38°C (aksila) / riwayat demam

36
• Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
• Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat Keparahan penyakit


Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient
Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini6 :

Tabel. 3.4. Skor berdasarkan PORT

Berdasarkan kesepakatan PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), kriteria


yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.

37
 Frekuensi napas > 30/menit
 Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
 Tekanan sistolik < 90 mmHg
 Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Penegakkan Diagnosis Pneumonia Nosokomial


Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut6 :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
 Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
o
 Ditambah 2 diantara kriteria seperti suhu tubuh > 38 C, sekret
purulen, leukositosis
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS (American Thoracic Society)
 Dirawat di ruang rawat intensif
 Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 >

35 % untuk mempertahankan saturasi O > 90 %


2

 Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau


kaviti dari infiltrat paru
 Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan
atau disfungsi organ yaitu Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik
< 60 mmHg), memerlukan vasopresor > 4 jam, jumlah urin < 20 ml/jam

38
atau total jumlah urin 80 ml/4 jam, dan gagal ginjal akut yang
membutuhkan dialisis.

Tatalaksana Pneumonia
Penderita rawat jalan 6
 Istirahat di tempat tidur
 Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
 Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
 Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
 Pemberian antiblotik golongan makrolid atau doksisiklin pada pasien tanpa
kelainan kardiopulmoner lain. Bila ada kelainan kardiopulmoner dapat
diberikan antibiotik golongan β laktam
Penderita rawat inap di ruang rawat biasa6
 Pemberian terapi oksigen
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
 Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
 Pengobatan antibiotik tanpa penyakit kardiopulmoner lainnya dapat diberikan
β laktam + makrolid atau doksisiklin. Apabila tidak terdapat penyakit
kardiopulmoner dapat diberikan Azitromisin.
Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif6
 Pemberian terapi oksigen
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian
obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
 Pengobatan antibiotik β laktam + Azitromisin atau Fluroquinolone
 Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

39
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pasien dirawat dengan sesak nafas dan batuk sejak 4 bulan terakhir. Sesak nafas
tidak disertai nyeri dada, dan batuk tidak disertai darah. Terdapat penurunan nafsu
makan, keringat malam dan mudah lelah pada pasien. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva pasien anemis, terdapat penggunaan otot bantu nafas, dan
terdengar suara rhonki. Dari Klinis pasien tersebut, pasien diduga menderita
tuberculosis, kemudian dilakukan tes cepat molekuler (TCM) dan didapatkan hasil
positif. Kemudian pasien mendapat OAT Kategori 1 karena pasien merupakan TB
Kasus baru. Keluhan ini kemungkinan didapatkan dari kontak pasien dengan tetangga
pasien yang sedang batuk lama dan sedang mendapatkan terapi OAT.
Pada pasien didapatkan kondisi lemas dan mudah lelah. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan labolatorium didapatkan Hb 6.1, Ht
23%, MCV 93.0 dan MCH 25.0. Dari pemeriksaan diatas pasien di diagnosa anemia
berat normositik hipokromik, yang kemungkinan disebabkan oleh penyakit kronik atau
karena defisiensi zat besi. Untuk mengatas anemia tersebut, diberikan transfusi PRC 4
kolf.

40
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang beberapa organ terutama paru-
paru. Penegakan diagnosis dilakukan sesuai dengan alur diagnosis kemenkes pada
tahun 2017. Pada kasus TB diberikan terapi berupa OAT sesuai dengan diagnosis TB
pasien tersebut.

41
Daftar Pustaka

1. Kemenkes RI, 2015. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Availlable

at:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_tb.

pdf

2. Price, S.A., Wilson, M.L., 2005., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit., Edisi ^., Volume 2., Jakarta : EGC., page 852-862.

3. Irianti T., Kuswanti., Yasin NM., Kusumaningtyas RA. 2016. Mengenal Anti-

Tuberkulosis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

4. World Health Organization.2018. Global Tuberculosis Report 2018. Available

at : https://www.who.int/tb/publications/global_report/en/

5. Kemenkes RI.2018. InfoDatin Tuberkulosis. Available at :

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/inf

odatin%20tuberkulosis%202018.pdf

6. Permenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 67

Tahun 2016. Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Available at :

http://www.tbindonesia.or.id/tbidcnt/uploads/2017/11/Permenkes-No.67-TB-

tahuh-2017.pdf

42
7. Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., Syam, A.F.,

2014., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam., Edisi 6., Jilid I-II., Jakarta : Internal

Publishing Lung india

8. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya

: Airlangga University Press; 2009.

9. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.

Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p. 1063

43

Anda mungkin juga menyukai