Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

F06.8 Gangguan Mental Lain YDT Akibat Kerusakan Disfungsi Otak dan
Penyakit Fisik

Oleh
Siti Fadhila Musafira
H1A 016 081

Pembimbing
dr. Emmy Amalia, Sp.KJ

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSJ MUTIARA SUKMA NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Segala Rahmat dan
Berkah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus
dengan judul “F06.8 Gangguan Mental Lain YDT Akibat Kerusakan Disfungsi
Otak dan Penyakit Fisik”. Tugas ini merupakan salah satu prasyarat dalam rangka
mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi
NTB.
Tugas ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik
dari dalam institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram dan jajaran RSJ Mutiara Sukma. Melalui kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.
Emmy Amalia Sp.KJ selaku pembimbing dan juga seluruh pihak yang membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Mataram, 09 Oktober 2020

Penulis

1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : M.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Tidak ada
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Kediri
Tanggal Pemeriksaan : 16 Oktober 2020

Pasien datang bersama ibunya ke Poli Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi (RSUDP) Nusa Tenggara Barat pada hari Jumat, 16 Oktober 2020.
Pasien sudah datang ke poli jiwa RSUD Provinsi NTB beberapa kali.
Wawancara kepada pasien (autoanamnesis) dilakukan pada tanggal 16
Oktober 2020 di Poli jiwa RSUD Provinsi NTB, dilanjutkan dengan wawancara
kepada keluarga pasien (heteroanamnesis) dalam hal ini kepada Ibu pasien yang
dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2020 melalui telepon.

2
II. ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN
STATUS MENTAL
2.1 Autoanamnesis
Keluhan Utama: Sering kejang, setellah kejang merasa lupa diri
Observasi
Pasien diwawancara dalam keadaan duduk berhadapan dengan pewawancara.
Penampilan pasien tampak sesuai usianya, mengenakan baju dan celana lengan
panjang. Pasien tampak cukup bugar, tenang dan cukup kooperatif, tidak
menunjukkan gerakan yang tidak perlu, mempertahankan kontak dengan
pewawancara, serta dapat berbicara dengan spontan saat diberi pertanyaan.
Dari pengamatan pemeriksa, pasien tampak sadar penuh, orientasi terhadap
waktu, tempat dan orang baik, daya ingat jangka segera dan panjang terganggu
sedangkan untuk daya ingat menengah pasien masih baik, mampu memfokuskan
perhatian dan menjawab setiap pertanyaan pemeriksa, serta hasil evaluasi kognitif
pikiran abstrak yang cukup baik.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan bahwa dirinya seing lupa diri sejak beberapa tahun
terakhir diakibatkan oleh penyakit kejang yang pasien alami. Keluhan pertama
kali dirasakan sejak pasien selesai operasi sekitar 4 tahun yang lalu. Pasien
mengaku dioperasi akibat penyakit kejang nya. Setelah dioperasi pasien sering
merasakan lupa diri dimana pasien tidak menyadari apa yang ia lakukan serta
tidak mengingatnya. Pasien juga mengeluhkan mendengar bisikan-bisikan yang
menyuruh pasien untuk mengamuk atau lari-lari. Pasien mengatakan lupa diri
yang pasien rasakan terjadi setelah ia merasakan kejang lalu pingsan, saat
terbangun pasien tidak bisa mengingat apa-apa selama beberapa jam. Ingatan
pasien juga menurun terutama mengenai apa yang terjadi selama pasien sakit. Saat
ini, pasien mengaku setelah meminum obat yang diberikan dokter, pasien merasa
sudah membaik, walaupun terkadang kejang disarakan dapat kambuh kembali.
Oleh karena itu, pasien sering takut berpergian yang jauh dari rumah karena takut
penyakitnya kambuh tiba-tiba.

3
Riwayat Penyakit Dahulu dan Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit serupa sebelumnya. Pasien
mengatakan memiliki penyakit kejang yang merupakan awala mula dari gejala
yang dirasakan pasien. Pasien memiliki penyakit kejang kurang lebih sejak 5
tahun yang lalu dan telah menjalani operasi. Riwayat penyakit medis yang lain
(stroke, trauma kepala, kelainan jantung, kelaianan ginjal, atau kondisi berat lain
yang mengharuskan paien dirawat di rumah sakit) disangkal oleh pasien. Tidak
terdapat riwayat mengonsumsi alcohol, NAPZA, ataupun merokok selama ini.
Dalam keluarga pasien, pasien mengatakan bahwa ayah pasien memiliki
keluhan serupa yaitu kejang yang mengakibatkan ayah pasien meninggal saat
pasien kelas 1 SD. Pasien menyangkal ada anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa, hipertensi, diabetes melitus, atau penyakit sistemik lainnya.

Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi, serta Perkembangan


Sejak kecil pasien diasuh oleh orang tua, pasien tidak memiliki keterlambatan
tumbuh kembang dan penyakit apapun sejak kecil. Pasien pertama kali kejang
pada saat SMA. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA dan tidak melanjutkan
sekolah akibat penyakit pasien. Saat ini, pasien tidak memiliki pekerjaan dan
hanya membantu ibunya berjualan. Pasien mengaku akibat penyakitnya ini pasien
tidak berani mencari pekerjaan akibat takut apabila sewaktu-waktu penyakit
pasien tiba-tiba kambuh, hal ini juga membuat pasien jarang keluar rumah
ataupun berpergian yang jauh dari rumah.. Hal ini membuat pasien merasa
bersalah dan tidak berguna bagi keluarganya.
Pasien merupakan pribadi yang peenurut dengan orang tua, pasien mengaku
sebelum sakit memiliki banyak teman dan mudah bergaul tetapi sejak sakit pasien
menjadi jarang keluar rumah sehingga pasien jarang bekumpul dengan teman-
temannya.Pasien juga merasa setelah sakit lebih sering menyendiri.
Persepsi dan Harapan Pasien tentang Penyakitnya
Pasien mengetahui dan sadar bahwa saat ini dirinya sakit dan membutuhkan
pengobatan. Pasien berharap dapat sembuh total, seperti keadaan pasien sebelum

4
sakit agar pasien dapat mencari pekerjaan dan dapat bersosialisasi dengan teman-
teman pasien seperti sediakala.

2.2 Heteroanamnesis
Keluarga mengatakan kelihan yang dirasakan pasien sudah lama. Keluarga
pasien sudah mencoba berbagai alternatif pengobatan dan berbagai dokter. Awal
mula pasien merasakan gejala yaitu saat SMA, dimana pasien kejang dan
setelahnya tidak sadarkan diri. Lalu sekitar 4 tahun yang lalu pasien menjalani
operasi akibat penyakit kejangnya. Setelah dioperasi, keluarga pasien mengatakan
bahwa pasien tetap kejang dan seperti lupa ingatan. Terkadang pasien juga terlihat
bingung serta lari-lari di sekitar rumah. Ibu pasien mengaku bahwa dulu ayah
pasien mengalami keluhan kejang juga yang mengakibatkan ayah pasien
meninggal saat pasien kelas 1 SD.
Sebelum sakit, pasien adalah orang yang sangat penurut, dan sangat rajin
membantu orang tua, rajin beribadah, dan tidak pernah memiliki masalah di
lingkungannya. Semenjak sakit, keluarga sangat khawatir dengan keadaan pasien
karena pasien sangat terganggu akan hal tersebut.
Sejak dikandung hingga saat ini, perkembangan biologis maupun
psikososial pasien tidak mengalami masalah yang berarti. Pasien dikandung dan
dilahirkan secara normal, dirawat oleh ibunya sama seperti bayi dan anak-anak
pada umumnya. Semasa sekolah pun pasien tidak pernah mengalami pengalaman
traumatis maupun hambatan dalam pendidikannya, paien merupakan seorang
murid yang baik, tetapi setelah sakit pasien mengalami hambatan dalam belajar
diakibatkan pasien yang sering kejang dan daya ingat pasien yang terganggu.
Akhirnya, keluarga berharap pasien dapat sembuh sehingga menjalani
hidupnya seperti sedia kala. Keluarga juga menyadari bahwa dukungan
pengobatan terapi pasien sangat penting untuk kesembuhan pasien.

2.3 Status Interna


Secara umum, pasien tampak baik dengan kesadaran kompos mentis. Dari
pemeriksaan tanda vital diperoleh tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi

5
80 x/menit, frekuensi nafas 18 x/menit, suhu tubuh 36,2oC, dan pemeriksaan fisik
umum dalam batas normal.
2.4 Status Neurologis
Kesadaran/GCS : kompos mentis, E4V5M6
Motorik : +5/+5
Sensorik : normal
Tanda efek ekstrapiramidal
Pergerakan abnormal yang spontan: parkinsonisme (-), ataksia (-),
bradikinesia (-), tremor (-), rigiditas (-); gangguan koordinasi (-); gangguan
keseimbangan (-); cara berjalan: normal.
2.5 Status Mental
1) Deskripsi Umum
a. Penampilan
Pasien laki-laki, berbaju dan celana panjang, fisik tampak sesuai usia,
penampilan cukup rapi.
b. Perilaku dan Aktivitas Motorik
Tenang, normoaktif.
c. Sikap Terhadap Pemeriksa
Cukup kooperatif, kontak mata baik.
2) Bicara: spontan, intonasi baik, kecepatan normal, artikulasi jelas.
3) Kognisi dan Sensorium:
• Kesadaran: jernih
• Konsentrasi dan perhatian: baik
• Orientasi: waktu, tempat dan orang baik
• Memori: jangka segera, pendek, dan panjang terganggu
4) Mood dan Afek
a. Mood : hipotimik
b. Afek : menyempit
c. Keserasian : serasi
5) Proses pikir
• Bentuk pikir : realistik

6
• Arus pikir : koheren
• Isi pikir : preokupasi terhadap penyakitnya
6) Persepsi: terdapat halusinasi audiotorik
7) Intelegensi
• Kemampuan baca tulis dan berhitung: baik (memanjang)
• Visuospasial: baik
• Pikiran abstrak: baik
8) Pengendalian impuls: dapat mengendalikan diri dengan baik.
9) Daya nilai
• Daya nilai sosial: pasien mampu berkomunikasi baik dengan orang-orang
disekitarnya
• Penilaian daya realita: baik
10) Psikomotor: normoaktif
11) Tilikan: derajat 6
12) Taraf Keterpercayaan
Secara umum, informasi yang disampaikan oleh pasien dapat dipercaya.

2.6 Diagnosis Multiaksial


Aksis I : F06.8 Gangguan Mental Lain YDT Akibat Kerusakan Disfungsi
Otak dan Penyakit Fisik
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : Epilepsi
Aksis IV : tidak ada diagnosis
Aksis V : GAF scale saat pemeriksaan: 70-61

2.7 Tatalaksana
Pada pasien ini diberikan antipsikotik generasi 2 dikarenakan pada
anamnesis dan pemeriksaan status mental pasien mengalami gejala positif dan
negatif, obat golongan ini memiliki efikasi yang lebih baik dari antipsikotik
pertama dan efek samping yang minimal, yaitu risperidone dengan dosis 2 mg per
oral dua kali sehari untuk mengatasi keluhan psikotik yang dirasakan pasien.

7
Selain itu, pasien juga diberikan obat golongan antikonvulsan yaitu asam
valproate dengan dosis dengan dosis 250 mg per oral 2 kali sehari
(15mg/kgBB/hari).
Selain terapi farmakologi, terapi suportif berupa dukungan dari keluarga dan
orang sekitar juga diperlukan. Program terapi yang dapat dilakukan adalah
cognitive behavior therapy merupakan psikoterapi yang berfokus pada kognisi
yang dimodifikasi secara langsung. Kemudian teknik relaxation training atau
latihan untuk menurunkan bangkitan fisiologik yang berlebihan juga diperlukan
serta yang paling penting adalah psikoedukasi terkait penyakitnya.

III. IDENTIFIKASI KELUARGA PASIEN

Keterangan: : laki-laki X : meninggal

: perempuan : terdiagnosis/terduga ODGJ


// : bercerai : pasien
: tinggal serumah

Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Saat ini, pasien tinggal
Bersama ibu pasien, kedua kakak pasien sudah menikah dan tinggal dirumah yang
terpisah dengan pasien.

8
IV. KEADAAN SOSIAL EKONOMI
Pasien sampai saat ini tinggal dengan ibunya. Ibu pasien merupakan seorang
pedagang yang memiliki kios di dekat rumah pasien. Pasien selama ini membantu
ibunya berjualan di kios dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Pasien mengaku takut
untuk mencari pekerjaan karena penyakit pasien yang dapat timbul kapan saja.
Selama ini pasien, dadi segi ekonomi masih bergantung dengan ibunya. Keluarga
pasien berasal dari keluarga menengah ke bawah tetapi pasien mengaku belum
pernah mengalami kesulitan secara ekonomi. Pasien merasa cukup dengan apa
yang dimiliki.

V. DESKRIPSI MASYARAKAT SEKITAR PASIEN


Keluarga menuturkan bahwa orang-orang di sekitar tempat tinggal sudah
mengetahui gangguan yang dialami pasien dan keluarga menuturkan pasien masih
baik dalam berinteraksi dengan orang. Teman0teman pasien juga sudah
mengetahui keadaan pasien dan masih memiliki hubungan yang baik saat ini.

VI. SIKAP DAN TANGGAPAN KELUARGA


Keluarga telah menerima kondisi yang dialami pasien dan memaklumi
jikalau sewaktu-waktu keluhan pasien kambuh, sehingga keluarga tetap
mengantisipasi dengan mendukung terapi pasien. Pasien juga sangat menyadari
dirinya sakit dan membutuhkan pengobatan. Selain dukungan untuk berobat,
dukungan suportif tetap berusaha dilakukan oleh keluarga.

VII. USAHA PENGOBATAN


Untuk mengatasi keluhan dan penyakit yang dialami pasien, keluarga
berusaha memberikan pengobatan dengan menemani pasien datang ke psikiater
dan mendengarkan semua masalah pasien serta siap membawa pasien rutin
kontrol ke psikiater.

9
VIII. KENDALA DAN HAMBATAN KELUARGA
Selama ini belum ada hambatan yang bermakna yang dirasakan keluarga,
hanya saja terkadang jarak rumah sakit yang agak jauh dari rumah pasien serta
pasien yang hanya tinggal berdua dengan ibunya mengharuskan pasien untuk
memakai motor yang membuat pasien terkadang takut untuk mengendarai motor
akibat penyakit kejangnya.

IX. EDUKASI
1) Menjelaskan kepada pasien kemungkinan penyebab penyakit pasien serta
gejala-gejala yang mungkin timbul.
2) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa terapi tidak terbatas hanya dari
obat-obatan saja, namun pasien juga perlu diberikan perhatian, dorongan, dan
motivasi kepada pasien untuk tetap semangat menjalani hidup, termasuk rutin
meminum obatnya.
3) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pengobatan untuk gangguan yang
dialami pasien merupakan pengobatan kontinyu jangka panjang dan harus
rutin kontrol mendukung terapi.

10

Anda mungkin juga menyukai