Anda di halaman 1dari 44

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI – LAKI 62 TAHUN DENGAN HEMIPHARESE DEXTRA


TIPE SPASTIK DAN AFASIA MOTORIK ET CAUSA STROKE INFARK
TROMBOTIK

Oleh
Anggita Dewi
G99161014

Pembimbing :
dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEDOKTERAN


FISIK DAN REHABILITASI MEDIK
FKUNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
STATUS PENDERITA

I.ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Gemolong, Sragen
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 9 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 13 September 2017
No RM : 01-35-97-XX

B. Keluhan Utama
Nyeri kepala mendadak saat menonton televisi

C. Riwayat Penyakit Sekarang (alloanamnesis)


Pasien datang ke IGD RSUD Dr, Moewardi tanggal 9 September 2017
dengan keadaan umum sedang, compos mentis. Pasien adalah pasien
rujukan RSUD Gemolong dengan keluhan nyeri kepala mendadak saat
menonton televisi. Nyeri dirasakan berdenyut di seluruh bagian kepala.
Pasien merasa sangat nyeri hingga pasien muntah. Pasien juga merasakan
anggota gerak kanan nya yang melemah. Saat diajak bicara pasien mengaku
mengerti namun sulit untuk menjawab pertanyaan keluarga maupun dokter.
BAB dan BAK selama perawatan di RSDM tidak ada gangguan
(menggunakan pampers). Pasien merupakan konsulan dari bagian saraf
dengan hemiparese dextra dan afasia motorik et causa stroke infark
trombotik
Pada saat pemeriksaan (tanggal 13 September 2017) pasien sudah
tidak mengalami kelemahan anggota gerak kanan, namun pasien masih
kesulitan dalam menjawab pertanyaan dari pemeriksa.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat Sakit jantung : (+) STEMI inferior 17 November 2016
Riwayat Mondok : (+) 17 November 2016 di RSDM
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat sakit kencing manis : disangkal
Riwayat sakit asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
Merokok : (+) Sejak usia 20 tahun namun berhenti
saat usia 56 tahun.
Olahraga : jarang
Minum Alkohol : disangkal

G. Riwayat Gizi
Pasien biasa makan dengan nasi sayur dan lauk pauk 3x sehari. Selama
sakit nafsu makan pasien menurun.
H. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang kepala keluarga, tinggal bersama istri dan kedua
anaknya. Pasien bekerja sebagai pedagang di pasar. Pasien membayar
biaya rumah sakit dengan fasilitas BPJS PBI.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum sedang, compos mentis GCS E4V5M6, gizi kesan berlebih

B. Tanda Vital
Tensi : 150/80 mmHg
Nadi : 70 x/ menit, isi cukup, irama teratur
Respirasi : 18 x/ menit, irama teratur
Suhu : 36,6 0C per aksiler
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 27.3 kg/m2 Kesan overweight

C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),venektasi (-), spider
naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)

D. Kepala
Bentuk mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut sedikit
beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-)
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-
), strabismus (-/-)

F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-), sekret (-)

G. Telinga
Deformitas (-), darah (-), sekret (-)

H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), Oral drolling (-), lidah tremor (-), stomatitis (-
), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)

I. Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar,
nyeri tekan (-), benjolan (-)

J. Thoraks
1. Retraksi (-), simetris
2. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan melebar ke caudolateral
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
3. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)

K. Trunk
Inspeksi : Simetris, shoulder tilt (-), skoliosis (-), edema (-),
inflamasi (-), deformitas (-), wasting muscle (-)
Palpasi : Suhu normal, nyeri gerak (-), nyeri tekan (-),
deformitas (-)
Perkusi : Nyeri ketok kostovertebra (-)

L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar daripada dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal 18x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan, hepar lien tidak teraba

M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
Tangan Tangan Tangan Tangan
kanan (-) kiri (-) kanan (-) kiri (-)
Tungkai Tungkai Tungkai Tungkai
kanan (-) kiri (-) kanan (-) kiri (-)

N. Status Psikiatri
1. Deskripsi Umum
Penampilan : Laki – laki, tampak sesuai usia, perawatan cukup
Kesadaran : kuantitatif compos mentis, kualitatif tidak berubah
2. Psikomotor : normoaktif
3. Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)
4. Proses Pikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)
Arus : koheren
5. Sensorium dan Kognitif
Konsentrasi : baik
Orientasi (O/W/T) : baik
Daya ingat : baik
6. Daya Nilai : daya nilai realita dan sosial baik

O. Status Neurologis
1. Kesadaran : GCS E4V5M6
2. Fungsi luhur : Afasia motorik
3. Fungsi vegetatif : dalam batas normal
4. Fungsi sensorik
a. Eksteroeptik : dalam batas normal
b. Propioseptik : dalam batas normal
5. Nervi craniales
a. N. I : fungsi penghidu dalam batas normal
b. N. II : reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
c. N. III, IV, VI : gerak bola mata dalam batas normal, ptosis (-/-)
d. N. V : reflex kornea (+/+), parese (-/-)
e. N. VII : parese (-/-), simetris
f. N. VIII : Schwabach normal, weber lateralisasi (-)
g. N. IX, X : gag reflex (+/+), fungsi menelan baik
h. N. XI : m. sternocleudomastoideus dan m. trapezius
dalam batas normal
i. N. XII : Deviasi lidah (-)
6. Reflek Fisiologis
Dekstra Sinistra
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +2 +2
Achilles +2 +2

7. Reflek Patologis
Dekstra Sinistra
Hoffman-Trommer - -
Babinsky - -
Chaddock - -
Oppenheim - -

8. Tanda Meningeal

Kaku kuduk (-)


Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)

9. Tes Provokasi Nyeri

Laseque (-/-)
Patrick (-/-)
Contra patrick (-/-)
10. Fungsi motorik Manual Muscle Test (MMT) dan spastisitas Ashworth
Scale

NECK MMT Ashworth


Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5 0
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5 0

TRUNK MMT Ashworth


Fleksor M. Rectus Abdominis 5 0
Thoracic group 5 0
Ektensor
Lumbal group 5 0
Rotator M. Obliquus Eksternus 5 0
Abdominis
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5 0

Dekstra Sinistra
Ektremitas Superior
M A M A
M. Deltoideus anterior 4 3 5 0
Fleksor
M. Bisepss anterior 4 3 5 0
M. Deltoideus 4 3 5 0
Ekstensor
M. Teres Mayor 4 3 5 0
M. Deltoideus 4 3 5 0
Abduktor
Shoulder M. Biseps 4 3 5 0
M. Latissimus dorsi 4 3 5 0
Adduktor
M. Pectoralis mayor 4 3 5 0
Internal M. Latissimus dorsi 4 3 5 0
Rotasi M. Pectoralis mayor 4 3 5 0
Eksternal M. Teres mayor 4 3 5 0
Rotasi M. Infra supinatus 4 3 5 0
M. Biseps 4 3 5 0
Fleksor
M. Brachilais 4 3 5 0
Elbow Eksternsor M. Triseps 4 3 5 0
Supinator M. Supinatus 4 3 5 0
Pronator M. Pronator teres 4 3 5 0
Fleksor M. Fleksor carpi radialis 4 3 5 0
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 4 3 5 0
Wrist
Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 4 3 5 0
Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 4 3 5 0
Fleksor M. Fleksor digitorum 4 3 5 0
Finger
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 4 3 5 0

Ektremitas Inferior Dekstra Sinistra


Hip Fleksor M. Psoas mayor 4 5
Ekstensor M. Gluteus maksimus 4 5
Abduktor M. Gluteus medius 4 5
Adduktor M. Adduktor longus 4 5
Knee Fleksor Hamstring muscle 4 5
Ekstensor Quadriceps femoris 4 5
Ankle Fleksor M. Tibialis 4 5
Ekstensor M. Soleus 4 5

11. Range of Motion (ROM)


ROM
NECK
Pasif Aktif
Fleksi 0 - 70º 0 - 70º
Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º
Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º
Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º
Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º
Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180º
Ektensi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
Abduksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180º
Shoulder
Adduksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Eksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Internal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º
Ekstensi 0º 0º 0º 0º
Elbow
Pronasi 0-80º 0-80º 0-80º 0-80º
Supinasi 0-80º 0-80º 0-80º 0-80º
Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Ekstensi 0-60º 0-60º 0-60º 0-60º
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Radius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º
Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
MCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
PIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
MCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Fleksi 0-70 º 0-70 º
Ekstensi 0-10 º 0-10 º
Right Lateral 0-35 º 0-35 º
Trunk
Bending
Left Lateral 0-35 º 0-35 º
Bending

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-1200 0-1200 0-1200 0-120º
Ektensi 0-300 0-300 0-30º 0-30º

Hip Abduksi 0-450 0-450 0-450 0-45º


Adduksi 0-300 0-300 0-300 0-30º
Eksorotasi 0-450 0-450 0-450 0-30º
Endorotasi 0-350 0-350 0-350 0-350
Fleksi 0-1350 0-1350 0-1350 0-135º
Knee
Ekstensi 0º 0º 0º 0º
Dorsofleksi 0-200 0-200 0-200 0-200
Plantarfleksi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º
Ankle
Eversi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º
Inversi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

12. Status Ambulasi dengan Barthel Index


Activity Score
Feeding
0 = unable 10
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen 5
5 = independen (atau menggunakan shower)

Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri 5
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
Dressing
0 = dependen 10
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan
sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita,
dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema) 10
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani 10
sendiri
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen 10
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk 15
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard 15
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) >
50 yard
Stairs
0 = unable 5
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100) 95
Interpretasi hasil:
0-20 : ketergantungan total
21-61 : ketergantungan berat
62-90 : ketergantungan sedang
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri
Status Ambulasi : ketergantungan ringan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium darah, 9 September 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 13.2 g/dl 12 – 15.6
Hematokrit 42 % 33 – 45
Leukosit 10.1 103/  L 4.5 – 11.0
Trombosit 338 103 /  L 150 – 450
Eritrosit 4.99 106/  L 4.10 – 5.10
INDEX ERITROSIT
MCV 84.2 /um 80.0 – 96.0
MCH 26.5 Pg 28.0- 33.0
MCHC 31.4 g/dl 33.0 – 36.0
RDW 12.2 % 11.6 – 14.6
MPV 9.1 Fl 7.2 – 11.1
PDW 17 % 25 – 65
KIMIA KLINIK
SGOT 13 u/l < 35
SGPT 13 u/l < 45
Creatinine 1.3 mg/dl 0.6 – 1.3
Ureum 32 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium 138 mmol/L 136 – 145
Kalium 3.6 mmol/L 3.6 – 5.4
Klorida 111 mmol/L 98 - 106
HEMOSTASIS
PT 11.4 detik 10.0 – 15.0
APTT 28.7 detik 20.0 – 40.0
INR 0.870
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Rapid Nonreactive Nonreactive

B. Radiologi
1. FotoToraks PA 9 September 2017

Hasil
- Trakhea di tengah
- Sistema tulang baik
- Cor : kesan membesar
- Paru : tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskuler normal
- Hemidiapraghma kanan normal - kiri tak tampak
Kesimpulan :
Kardiomegali
2. MSCT Brain tanpa kontras 9 September 2017

Hasil
- Calvaria intak
- Craniocerebral space tak tampak melebar
- Sulci dan gyri tampak melebar
- Tak tampak midline shifting
- Sistem ventrikel dan sisterna normal
- Tampak area hipodens pada lobus temporoparietalis kiri,
temporoparietalis kanan dan corona radiata kiri
- Pons, cerebellum, dan cerebellopontine angle normal
- Orbita, sinus paranasalis, dan mastoid kanan kiri normal
Kesimpulan :
- Infark di lobus temporoparietalis kiri, temporoparietalis kanan dan corona
radiata kiri
- Brain atrophy

IV. ASSESMENT
Klinis : Hemiparese dextra tipe spastik
Afasia motorik
Topis : Capsula interna sinistra
Etiologi : Stroke infark trombotik

V. DAFTAR MASALAH
Masalah medis : Hemiparese dextra tipe spastik, afasia motorik,
kardiomegali, hipertensi, stroke infark trombotik
Problem Rehabilitasi Medik :
a) Fisioterapi : Hemiparese dextra tipe spastik
b) Okupasi terapi : Tidak ada gangguan
c) Terapi wicara : Afasia motorik
d) Sosio-medik : Tidak ada gangguan
e) Orthesa-prothesa : Keterbatasan ambulasi ringan
f) Psikologi : tidak ada gangguan

VI. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Rehabilitasi Medik
- Fisioterapi : - Proper bed positioning
− General ROM exercise
− Mobilisasi bertahap bila keadaan umum membaik
− Terapi Wicara : Latihan bahasa ekspresif
− Occupational terapi :-
− Sosiomedik : Edukasi terhadap keluarga pasien
mengenai
bagaimana perawatan pasien dan pentingnya
peran keluarga dalam pengawasan dan
membantu pasien untuk melakukan latihan
rehabilitasi di rumah.
− Orthesa-Prothesa : Menyiapkan alat bantu bila diperlukan (tripod)
− Psikologi :-
2. Terapi Medikamentosa
- Tirah baring
- Head up 30˚
- O2 nasal canul 3 lpm
- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Diet TKTP 1700 kkal
- Citicolin 250 mg/ 12 jam
- Ramipril 1 x 5 mg
- Clopidrogel 1 x 75 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Atorvastatin 1 x 40 mg
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
Impairment : Hemiparese dextra tipe spastik, afasia motorik,
kardiomegali, hipertensi, stroke infark trombotik
Disability : Terjadi disabilitas dengan ketergantungan ringan untuk
melakukan kegiatan sehari – hari seperti makan dan mandi.
Handicap : Pasien masih dapat berperan sesuai peran sosialnya seperti
mengikuti pertemuan RT, membantu istrinya berjualan, dan
sholat di rumah maupun di masjid.

VIII. PLANNING
1. Planning diagnostik :-
2. Planning terapi : Fisioterapi, Terapi wicara
3. Planning edukasi :
1. Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa
terjadi

2. Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang


dilakukan

3. Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk


melakukan terapi.

4. Planning monitoring : Evaluasi hasil fisioterapi

IX. TUJUAN
A. Jangka Pendek
1. Perbaikan keadaan umum
2. Memelihara ROM
3. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring seperti ulkus dekubitus,
atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain – lain.
B. Jangka Panjang
1. Meningkatkan kekuatan otot anggota gerak kanan
2. Mengembalikan fungsi bahasa seperti semula
3. Mengoptimalkan fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari

X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. Stroke
A. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke
sekunder karena trauma maupun infeksi.5
Stroke adalah suatu gangguan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian.1
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan
penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat
dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja.3

B. Etiologi
Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari:
1) Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan darah yang
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan neurologis sering kali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.3
2) Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam
perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak
sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak
akan membengkak, jaringan otak membengkak, sehingga terjadi infark
otak, edema, dan mungkin herniasi otak.3
3) Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang
turun akibat aritmia.3
4) Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan
vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.3

C. Patologi Stroke
1) Infark
Stroke infark terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran
darah ke otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per
menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit,
aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,
sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun
sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi
rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel
membentuk daerah infark.3
2) Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral.
Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab
utama. Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi
arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, dan angiopati amiloid.3
3) Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada
percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi
arterivena atau tumor.3

D. Faktor Risiko
Ada dua jenis faktor risiko stroke yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah / dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol. 3
1) Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah
a) Usia
Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia
seseorang maka semakin besar kemungkinan orang tersebut
terserang stroke.
b) Jenis Kelamin
Laki-laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi
jumlah perempuan yang meninggal akibat stroke lebih banyak.
c) Riwayat Keluarga
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami
stroke berisiko lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke.
d) Ras
Ras Afrika-Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi
mengalami kematian dan kecatatan akibat stroke dibandingkan
dengan ras kulit putih.
2) Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol
a) Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyebab
stroke.
b) Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan
peningkatan plak pada dinding pembuluh darah yang dapat
menghambat sirkulasi darah. Nikotin dari rokok dapat
meningkatkan tekanan darah.
c) Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak
pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya
stroke iskemik. Penderita diabetes cenderung menderita obesitas.
Obesitas dapat mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar
kolesterol, di mana keduanya merupakan faktor risiko stroke.
d) Obesitas
Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke.
Obesitas juga dapat menimbulkan faktor risiko lainnya seperti
tekanan darang tinggi, tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.
e) Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya
Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama
yang membawa darah ke otak dan leher. Rusaknya pembuluh
darah carotid akibat lemak menimbulkan plak pada dinding arteri
sehingga menghalangi aliran darah di arteri.
f) Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti
berat badan, tekanan darah, kolesterol, dan diabetes.
g) Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat-Obatan
Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol
lebih dari satu gelas pada pria dan lebih dua gelas pada pria dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu, minum tiga
gelas kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko
stroke. Penggunaan obat-obatan seperti kokain dan amphetamine
merupakan risiko terbesar terjadinya stroke pada dewasa muda.
h) Kurang Nutrisi
Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke.
Penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi 5 porsi buah dan
sayur sehari dapat mengurangi risiko stroke sebesar 30%.
i) Stres
Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan
mempersempit pembuluh darah carotid.
j) Estrogen
Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy (HRT)
yang mengandung estrogen dapat mengubah kemampuan
penggumpalan darah yang dapat mengakibatkan stroke.

Tabel 1. Faktor Risiko Stroke


E. Klasifikasi Stroke
Stroke dikelompokan atas dua yaitu:
1) Stroke Hemoragi
Stroke hemoragi merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak pada area otak tertentu. Stroke ini biasanya kejadiannya saat
melakukakn aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi pada saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.3
2) Stroke Nonhemoragik
Stroke nonhemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral. Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. 3

F. Manifestasi Klinis Stroke


1) Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. 3
2) Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk berbicara. 3
b) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang
terutama ekspresif atau reseptif. 3
c) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya. 3
3) Gangguan persepsi
Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan
dalam hubungan visual spasial, dan kehilangan sensori. 3
a) Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Hominus heminopsia (kehilangan
setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin
sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan
sisi tubuh yang paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh
yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang
pada sisi tersebut. Hal ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini,
pasien tidak mampu melihat makanan pada setengah mampan dan
hanya setengah ruangan yang terlihat. 3
b) Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke
bagian tubuh. 3
c) Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh)
serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan
auditorius. 3
4) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori, atau intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program
rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh
respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilits
emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama. 3
5) Disfungsi kandung kemih
Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan menggunakan urinal/ bedpan karena
kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke,
kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon
terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter
urinarius eksternal hilang atau berkurang. Inkontinensia ani dan urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologik luas.3

G. Diagnosis
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis.antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis,algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.4
1) Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang
mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan
tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara
keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik berdasarkan Anamnesis

2) Pemeriksaan Klinis Neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 3. Perbedaan Gejala Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik


3) Algoritma dan Penilaian dengan Skor Stroke
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara
lain dengan:
a) Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

b) Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Sriraj Stroke Score


Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik 2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4) Pemeriksaan Penunjang
a) Computerized tomography (CT scan)
CT-Scan untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT
scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda
dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. 4
b) MRI scan
Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan
MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi
ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. Jika dengan CT
scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari
satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien
jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan
medis lebih lanjut. 4
c) Computerized tomography dengan angiography
Menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di
lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan
informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation.
Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi
dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser
angiogram konvensional. 4
d) Carotid Doppler Ultrasound
Adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri
carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak). 4
e) Tes Jantung
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering
dilakukan padapasien stroke untuk mencari sumber emboli.
Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan
dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
melalui esophagus (transesophageal echocardiogram) untuk melihat
bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram
(EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24
jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang
abnormal. 4
f) Tes darah
Tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat
memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan.
Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya
stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah cedera lebih lanjut. Tes screening darah
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas
elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan. 4

Tabel 4. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan pemeriksaan penunjang.

Tabel 5. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik.

H. Terapi
1) Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi
oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2) Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan
dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke
terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga. 4

Stroke Iskemik
a) Terapi umum :
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi
dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. 4
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip
intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala.4
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang
waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah
20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat
reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi
hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika
belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat
diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110
mmHg. 4
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan
per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan
intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/
kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol);
sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid. 4
b) Terapi Khusus :
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-
PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). 4
Stroke Hemoragik
a) Terapi umum :
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus,
dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus
diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum
300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25
mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi
kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-
35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik,
tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau
inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan
fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. 4
b) Terapi Khusus :
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan
lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. 4
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi
arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM). 4
3) Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.4
Terapi fase subakut:
a) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b) Penatalaksanaan komplikasi,
c) Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d) Prevensi sekunder
e) Edukasi keluarga dan Discharge Planning

I. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan
stroke. Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk
memperoleh kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk
memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita stroke. 2
Rehabilitasi penderita stroke paling baik dikerjakan di rumah sakit
pada fase akutdan pusat rehabilitasi pada fase lanjut. Pada saat ini belum ada
pusat rehabilitasi stroke diluar rumah sakit. Pada fase akut penderita stroke
dirawat di bangsal atau unit stroke, sedangkan pada fase lanjut dilatih di
Instalasi Rehabilitasi Medik. Tujuan program rehabilitasi adalah :
1) Mencegah komplikasi imobilisasi lama seperti kontraktur,
ulkus dekubitus, pneumonia, komplikasi kandung kencing selama fase
akut.
2) Mengajari kembali kemampuan melakukan aktifitas hidup sehari-
hari seperti makan, berpakaian, merawat diri, cebok, mandi.
3) Melatih kembali ambulasi atau berjalan.
4) Membantu penderita kembali berintegrasi dengan lingkungannya.
Rehabilitasi harus segera dimulai setelah penderita mengalami
serangan stroke. Menurut National Stroke Foundation rehabilitasi adalah
proaktif dan dimulai pada hari pertama setelah serangan stroke. Rehabilitasi
dibagi menjadi dua fase yaitu fase awal dan fase lanjut. 2
1) Fase Awal
Selama fase awal, mungkin dalam keadaan koma atau shock,
pengobatan ditujukan untuk mempertahankan kehidupan dan untuk
mencegah komplikasi. Harus dipastikan tidak ada gangguan jalan nafas
dan masalah jantung. Penempatan posisi yang benar penting untuk
mencegah kontraktur dan ulkus dekubitus. Luka karena tekanan dan
hipostatik pneumonia dapat dicegah dengan menggunakan matras air
atau udara dan perubahan posisi setiap 2 jam pada waktu siang dan 4
jam pada waktu malam. Prinsip-prinsip penempatan posisi penderita
stroke adalah sebagai berikut :
Gambar 1. A Menunjukkan penderita tidur terlentang, B. Miring pada salah satu sisi
tubuh yang sakit, C. Miring pada sisi sehat, D dan E. Waktu duduk di tempat tidur.

Pada waktu tidur terlentang, bantal kecil diletakkan di dekat


trokanter mayor sisi parese, lengan abduksi 60-90 derajat dan tangan
dielevasikan lebih tinggi dari lutut. Kaki dicegah plantar fleksi dengan
foot board. 2
Suatu penyangga mungkin perlu digunakan untuk mencegah
peregangan yang berlebihan dari plexus neurovaskuler dan sendi
glenohumeral selama penderita duduk atau waktu transfer. 2
Penempatan posisi seperti diatas bertujuan menghindari pola spastik
pada stroke. Pola spastik pada stroke adalah khas yaitu sendi bahu
depresi dan endorotasi, sendi siku fleksi, pergelangan tangan dan tangan
fleksi.Sendi paha, lutut danpergelangan kaki lurus, kaki dan jari-jari kaki
inversi. Penempatan posisi pada penderita stroke mengikuti pola anti
spastik yaitu bahu diabduksikan dan eksternal rotasi, siku ekstensi,
tangan dan jari-jari ekstensi dan ibu jari dioposisikan. Sendi paha, lutut
dan pergelangan kaki ditekuk sedikit. 2
Latihan pasif terhadap sisi yang paralisis dapat dimulai 2-3 hari
pasca seranganbila penyebabnya adalah stroke infark. Bila penyebabnya
stroke perdarahan maka latihan dimulai setelah 1 minggu. Latihan pasif
ini dapat diajarkan ke keluarga atau penderitanya sendiri bila sudah
sadar. Latihan luas gerak sendi dikerjalan pada seluruh sendi anggota
gerak sisi yang sakit dan dikerjakan sehari 3 kali. Latihan untuk
mencegah terjadi kontraktur dan kekakuan sendi. Pada saat yang sama
otot yang normal dapat dilakukan latihan penguatan.2
Latihan Nafas Dalam
Posisi yang tetap pada imobilisasi dan akumulasi sekret pada
alveoli dapat menyebabkan atelektasis dan pneumonia. Latihan nafas
dalam dikerjakan bila penderita sudah kooperatif.
Prosedur :
a. Persiapkan penderita serileks mungkin dan demonstrasikan cara
bernafas yang benar
b. Letakkan tangan anda pada otot rectus abdominis sedikit dibawah
tepi costa anterior
c. Suruh penderita bernafas pelan tapi dalam melalui hidung hingga
perut mengembang
d. Kemudian penderita disuruh mengeluarkan nafas pelan-pelan
melalui mulut.
e. Penderita disuruh mengulangi perintah diatas 3-4 kali.
f. Setelah itu penderita disuruh menempelkan tangannya di rectus
abdominis dan suruh merasakan gerakannya
g. Lakukan latihan nafas dalam berbagai posisi (duduk, berdiri, jalan).
2

2) Fase Lanjut
Dengan membaiknya kondisi, penderita diajari turun dari tempat
tidur. Mula-mula penderita diajari latihan duduk, rolling, bridging,
transfer atau pindah tempat dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya,
dari kursi ke toilet dan sebaliknya, berjalan, naik turun tangga. Biasanya
stroke tanpa komplikasi dapat diajari turun dari tempat tidur 24 jam
setelah serangan, sedangkan bila ada komplikasi memerlukan waktu 2
minggu atau lebih. 2
Posisi tegak harus segera dilakukan untuk meningkatkan toleransi
berdiri dan meningkatkan masukan sensori proproseptif ke susunan saraf
pusat. Pada latihan ambulasi, mula-mula penderita perlu pertolongan
pada sisi yang sakit. Penolong memegangi penderita dengan tangan
yang satu di ketiak sedangkan tangan yang lain di belakang lutut untuk
membantu kaki melangkah ke depan, kemudian tangan dipindah ke
depan lutut untuk mempertahankan lutut lurus saat menerima beban.
Urutan gerakan pada waktu berjalan adalah sebagai berikut: letakkan
tongkat ke depan dengan tangan sehat, kemudian angkat kaki yang
lemah kedepan dan akhirnya pindah berat badan ke tongkat dan kaki
sehat melangkah kedepan. Bila penderita sudah bisa berjalan,
penggunaan brace perlu pertimbangan. Bila penderita belum stabil
waktu berjalan oleh karena kelemahan quadriceps perlu
dipertimbangkan pemberian long leg brace. Long leg brace ini tidak
nyaman sehingga penderita tidak suka memakainya. Short leg
brace perlu dipertimbangkan bila terdapat flail pergelangan kaki.
Latihan untuk anggota gerak atas sebaiknya segera dimulai. Biasanya
anggota gerak atas terkena lebih berat dari pada anggota gerak bawah.
Dan sekitar 90% kasus tangan tidak kembali normal. Tangan yang sehat
diajari melakukan aktifitas hidup sehari-hari seperti berpakaian,
menyisir rambut, mandi, toilet, mengenakan sepatu, menulis atau
bekerja di dapur. Latihan penguatan pada otot-otot yang mengalami
penyembuhan, dan latihan luas gerak sendi dan latihan koordinasi akan
meningkatkan fungsi tangan. Untuk meningkatkan koordinasi dan
kekuatan tangan yang sakit dibuat bergerak sirkuler di atas meja dengan
sliding board. Over head pulley juga digunakan untuk meningkatkan
resiprokal. 2
Setelah ada perkembangan penderita diajari mengambil obyek dari
tekstur tangan dan bentuk yang berbeda-beda. Latihan ini untuk
meningkatkan fungsi tangan dan meningkatkan luas gerak sendi bahu
melawan gravitasi. Splint tangan dipertimbangkan bila terdapat
spastisitas yang menetap pada fleksor pergelangan tangan dan tangan.
Jika anggota gerak atas tidak menunjukkan perbaikan kekuatan otot dan
tetap flaccid atau spastik dalam waktu 5-6 bulan, maka prognosis
biasanya jelek. 2
Gangguan bahasa dan bicara
Gangguan bahasa dan bicara normalnya terjadi pada hemiplegia
kanan dengan hemisfer dominan kiri. Tipe yang paling
sering terganggu adalah afasia, baik reseptif maupun ekspresif dan
disartria. Jarang terjadi agnosia, aprakSia, agrafia, dan alexia. Harus
sabar menghadapi penderita dengan afasia dan selalu waspada
mengantisipasi perilaku yang tidak kooperatif, salah pengertian
komunikasi dan perubahan mood. 2
Mula-mula penderita diminta menjawab pertanyaan ya atau tidak
dengan isyarat kepala. Ajari satu kata dulu berulang-ulang, kemudian
dua kata. Normalnya penderita membaik berturut-turut pada elemen :
kata benda, kata kerja, sifat, keterangan, kemudian artikel, preposisi dan
penghubung. 2

J. Komplikasi
1) Bengkak anggota gerak
2) Kontraktur
3) Spastisitas
4) Shoulder hand syndrome
5) Heterotopic ossificans
6) Kompresi saraf
K. Prognosis
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah:
(1) meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan
penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan
intraserebral, (2) mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun
medik, dan (3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara
keseluruhan.4
Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien
diharapkan akan lebih baik. Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan
upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan
terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut;
makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara
serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.4
Daftar Pustaka

1. Batticaca FB. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika, 2008.
2. Muttaqin A. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika, 2008.
3. Setyopranoto, Ismail. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Kepala Unit Stroke
RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2009.
4. PERDOSSI. Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Jakarta : Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2007.
5. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1, 1986.

Anda mungkin juga menyukai