SINDROM GUILLAIN-BARRE
Diajukan Kepada
Diajukan Oleh :
HALAMAN PENGESAHAN
SINDROM GUILLAIN-BARRE
Disusun oleh:
20120310059
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
IDENTITIAS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Bp. R
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Genting RT 04 Tirtomuyo, Kretek, Bantul
Status Perkawinan : Menikah
Masuk RS tanggal : 16 Agustus 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kaki kanan merasakan lebih lemah dibandingkan kaki kiri sejak kemarin
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang keluhan kaki kiri lebih lemah dibandingkan kaki kiri , pasien merasa
tidak kuat untuk berjalan, . Pasien juga mengeluhkan tidak bisa menelan serta nyeri
tenggorokan dan suaranya mulai hilang. sesak napas (+) dan merasakan kandung
kemih penuh karena tidak bisa BAK
Sejak 1 minggu yll pasien seing batuk tidak sembuh dan pusing berdenyut
tidak sembuh-sembuh , keluarga juga mengatakan 4 hari yll demam naik turun
dengan obat anti demam, saat itu keluarga mengatakan nafsu makan dan minum
sudah mulai menurun. Awalnya sejak 2 hari SMRS pasien sering merasakan
kesemutan dikedua jari dan kakinya, tetapi pasien menghiraukannya.
5
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum: Sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Suhu : 36.7 C
Nadi : 106 kali/menit
Pernafasan : 29 kali/menit
2. Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normochepal
- Rambut : Warna tampak hitam, tidak rontok
distribusi merata.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
6
3. LEHER
- Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
- Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar
4. THORAX
a. Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba pada sela iga ke-4 linea
midclavicula kiri
- Perkusi : batas jantung normal
tidak terdapat pembesaran
- Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 regular,
murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru:
- Inspeksi : simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi
substernal intracostal dan substernal (+)
- Perkusi : sonor (+/+)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
5. ABDOMEN:
- Inspeksi : supel (+)
- Auskultasi : peristaltik (+)
- Perkusi : tympani (+)
- Palpasi : perut papan (+) nyeri tekan (+)
turgor kulit baik, hepar teraba normal,
lien tidak teraba
7
- - -
- - -
- + -
D. STATUS NEUROLOGIS
1. Kepala
Ukuran : normocephal
Wajah : simetris
Nyeri tekan : (-)
2. Leher dan vertebra
1. Range of motion: terbatas (-)
2. Manuver :
1. Lasegue : (-/-)
2. Patrick’s : (-/-)
3. Contrapatrick’s: (-/-)
4. Lhermitte’s : (-)
5. Valsava : (-)
3. Rangsang meningeal
1. Kaku kuduk : (-)
2. Test kernig : (-)
3. Brudzinski I : (-)
4. Brudzinski II : (-)
5. Brudzinski III : (-)
6. Brudzinski IV : (-)
4. Saraf otak
1. Nervus I (Olfaktorius)
1. Anosmia : (-)
2. Hiposmia : (-)
3. Hiperosmia : (-)
4. Parosmia : (-)
8
5. Kakosmia : (-)
6. Halusinasi penciuman : (-)
2. Nervus II (Optikus)
Kanan Kiri
Daya penglihatan Normal Normal
Medan penglihatan Normal Normal
4. Nervus IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral bawah dbn dbn
Strabismus konvergen - -
Diplopia - -
9
5. Nervus V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka atas, tengah,
bawah
Refleks kornea + +
Refleks bersin + +
Refleks masseter dbn dbn
Refleks zygomaticus dbn dbn
Eksoftalmus - -
6. Nervus VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerak mulut ke lateral dbn dbn
Strabismus konvergen - -
Diplopia - -
Tanda chvostek - -
9. Nervus IX (Glossifaringeus)
Arkus faring Simetris
Sengau +
6. Sistem sensorik
Tangan Kaki
Sensibilitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Nyeri + + + +
menurun menurun menurun menurun
Taktil + + + +
Posisi dbn dbn dbn dbn
7. Refleks fisiologis
Refleks Kanan Kiri
Biceps menurun + menurun
Triceps menurun + menurun
Achilles menurun -
Knee patella menurun -
8. Refleks patologis
Refleks Kanan Kiri
Tromner - -
Hoffman - -
Babinski - -
Chaddock - -
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) LABORATORIUM
Tgl 16/8/2017
Parameter Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 17.4 14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit 16.97 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 6.25 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 319 150 – 450 ribu/uL
12
1) LABORATORIUM
Tgl 18/8/2017
KIMIA KLINIS
Gula darah sewaktu 181 80-200 mg/dl
GAS DARAH
pH 7.470 7.350-7.450
pCo2 42 36-44
pO2 120 80-100 mmHg
HCO3 30.5 22-28 meq/L
SO2 99 94-98 %
BE 6.3 2-2 mmol/L
TCO2 31.8 23-27 mmol/L
A-aDo2 398 -
pA02 518 -
RI 3.30 -
PF 145 -
ELEKTROLIT
Natrium 141.8 137-145 mmol/l
Kalium 4.64 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 102.2 98-107 mmol/l
15
1) LABORATORIUM
Tgl 19/8/2017
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.8 14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit 15.52 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 5.89 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 317 150 – 450 ribu/uL
Hematokrit 50.6 42 – 52 ribu/uL
Eosinofil 0 2–4%
Basofil 0 0–1%
Batang 14 2–5%
Segmen 72 51 – 67 %
Limfosit 8 20 – 35 %
Monosit 6 4–8%
KIMIA KLINIS
Gula darah sewaktu 175 80-200 mg/dl
GAS DARAH
pH 7.430 7.350-7.450
pCo2 48 36-44
pO2 102 80-100 mmHg
HCO3 31.3 22-28 meq/L
SO2 97 94-98 %
BE 6.1 2-2 mmol/L
TCO2 32.8 23-27 mmol/L
A-aDo2 408 -
pA02 510 -
RI 4 -
PF 115 -
ELEKTROLIT
Natrium 141.1 137-145 mmol/l
Kalium 4.16 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 102.2 98-107 mmol/l
F. DIAGNOSIS
Diagnosis Masuk : Hemiparase Dextra Suspek Stroke Akut
Diagnosa Akhir : Susp Guillaine-Barre Syndrome
- Diagnosa Klinis : Tetraparase flaccid
- Diagnosa Topis : Radiks Neuron
- Diagnosa Etiologi : Infeksi, Autoimun
16
G. TATALAKSANA
Tgl 16/8/2017 di Bangsal Cempaka
Infus Nacl 0,9% 12 tpm
Inj Citicolin 500/12 jam
Inj Ciprofloxacin 200/12 jam
Inj Lasex 1A/24
Amlodipin 1x10
Valsartan 1x160
02 2-3 lpm
Konsul dan Raber UPD
Konsul dan Raber Anestesi
Pasang DC
(Tgl 17/8/2017)
Pindah ICU
- - -
- - -
- + -
RF RP
+ - -
+ - -
- - -
- - -
- - -
RF RP
- -
- -
Thorax : Pulmo SDV +/+, Ronki (-), Whez (-) Citicolin 500 mg/12 jam
Ezomeprazole 40 mg/12 jam
Cor : S1 S2 Reguler
Furosemide 20 mg/24 jam
Abdomen : Distensi, BU (+), NT
Paracetamol 500 mg/6 jam KP
Syring pum : Midazolam,
- - -
Fentonyl, P40% drip
- - - Ventilator terpasang
- - - DC terpasang
NGT terpasang
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)
Status Neurologis Plan : Rujuk RSUP Sardjito,
1 1
1 1
20
RF RP
- -
- -
Status Neurologis
Kekeuatan otot
1 1
1 1
RF RP
- -
- -
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom guillain-barré (GBS) adalah merupakan kumpulan gejala yang ditandai
kelumpuhan akut yang dapat mengenai tungkai, lengan, wajah, bahkan otot-otot
pernapasan, penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari
sistem saraf perifer. Sindrom ini dapat mempengaruhi saraf yang mengendalikan
gerakan otot dan juga yang mengirimkan rasa sakit, suhu dan sensasi sentuhan.
Hal ini bisa mengakibatkan kelemahan otot dan hilangnya sensasi pada kaki dan /
atau lengan. 13
Sekitar 25% pengidap GBS mengalami kelumpuhan berat sehingga
membutuhkan bantuan pernapasan (ventilasi). Sekitar 3,5-12% pasien meninggal
akibat komplikasi. kalaupun bertahan hidup, penyembuhan membutuhkan waktu
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Sekitar 12% pasien masih
memerlukan bantuan untuk dapat berjalan 1 tahun setelah onset dan 62% lainnya
mengalami penurunan kualitas hidup 3 hingga 5 tahun setelah onset. 15
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per
100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic
melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi
puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang
mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3
bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya.
Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah
dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan
wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa
perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden
tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan
kemarau.7
Sedangkan kejadian tahunan GBS secara keseluruhan di Amerika Serikat
adalah 1,65-1,79 per 100.000 orang. Insiden ini meningkat dengan mantap dari
23
0,62 per 100.000 orang pada usia di bawah sembilan tahun menjadi 2,66 per
100.000 orang pada usia 80 sampai 89 tahun. Rasio laki-laki terhadap perempuan
adalah 3: 2, Beberapa infeksi telah terlibat dalam pengembangan GBS. Sekitar
dua pertiga pasien dengan penyakit ini melaporkan gejala pernafasan atau
gastrointestinal dalam tiga minggu sebelum timbulnya gejala GBS. Bukti terkuat
mengimplikasikan infeksi Campylobacter jejuni, namun GBS juga telah
dilaporkan setelah terinfeksi Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae,
cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus. Asosiasi GBS yang dilaporkan dengan
usia, lokasi, dan musim mungkin mencerminkan epidemiologi presipitasi kondisi.
Meskipun ada laporan kasus pengembangan GBS Setelah imunisasi untuk
tetanus, hepatitis, Dan influenza, penelitian menunjukkan bahwa Imunisasi ini
tidak mengarah atau tidak sedikit peningkatan risiko 14
C. ETIOLOGI
Sindrom Guillain-Barré sering didahului oleh infeksi. Ini bisa jadi infeksi bakteri
atau virus. Sindrom Guillain-Barré juga dapat dipicu oleh pemberian atau
13
pembedahan vaksin. Dahulu, sindrom ini diduga disebabkan infeksi virus.
Tetapi akhir-akhir ini terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagai penyebab.
Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan imunobiologik baik secara
primary immune response maupun immune mediated process 2/3 penderita
berhubungan dengan penyakit infeksi atau kejadian akut. Interval antara penyakit
yang mendahului dengan awitan biasanya antara 1-3 minggu. Pada beberapa
kasus dapat lebih lama. Pada umumnya sindrom ini didahului oleh influenza atau
infeksi saluran nafas atas atau saluran pencernaan. Penyebab infeksi umumnya
disebbkan virus dari kelompok herpes, sindrom ini dapat pula didahului oleh
vaksinasi, infeksi bakteri, gangguan endokrin dan sebagainya 5
D. PATOLOGI
Terjadi reaksi inflamasi (infiltrat) dan edema pada saraf terganggu. Infiltrat terdiri
atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran
kecil, sedang, dan tampak pula makrofag serta sel polimorfonuklear pada
permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel masr. Serabut saraf
mengalami degenerasi segmental dan aksonal 5
24
Jadi dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan
pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian
timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat
beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas,
poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan
selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh
enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur 7
E. PATOGENESIS
Infeksi dengan patogen, seperti Campylobacter jejuni, dapat memicu kekebalan
humoral dan respons autoimun yang mengakibatkan disfungsi syaraf dan gejala
GBS. Lipo-oligosakarida pada membran luar C. jejuni dapat menghasilkan
produksi antibodi yang bereaksi silang dengan gangliosida, seperti GM1 dan
25
GD1a pada saraf perifer. Antigen yang ditargetkan di AMAN terletak di atau
dekat simpul Ranvier. Antibodi anti-GM1 dan anti-GD1a mengikat axolemma
nodal, yang menyebabkan aktivasi komplemen diikuti oleh pembentukan MAC
dan hilangnya saluran natrium dengan tekanan voltase. Kerusakan ini dapat
menyebabkan pelepasan mielin paranodal, dan kegagalan konduksi saraf.
Makrofag kemudian menyerang dari nodus ke ruang periaxonal, mengais-ngais
akson yang terluka. Antigen yang ditargetkan pada AIDP adalah, mungkin,
terletak di sarung myelin. Antibodi dapat mengaktifkan komplemen, yang
menyebabkan pembentukan MAC di permukaan luar sel Schwann, inisiasi
degenerasi vesikular, dan invasi myelin oleh makrofag. 11
26
F. KLASIFIKASI 1
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran
cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut
saraf sensorik dan motorik yang berat denga n sedikir demielinisasi
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis
motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan
paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana
didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi
‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang
dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.
3. Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB.
Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat
pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas.
Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan
minggu atau bulan
4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih
dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal
5. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi
dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya
hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan
salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil
G. GEJALA KLINIS
Gejala biasanya berlangsung beberapa minggu, dengan kebanyakan orang sembuh
tanpa komplikasi neurologis jangka panjang. 13
27
H. DIAGNOSIS
Menurut Panduan Praktik Neurologi (PERDOSSI) 2016, penegakkan diagnosis
sindrom guallain-baree (GBS) meliputi : 10
Anamnesis
• Kelemahan ascenden dan simetris
• Anggota gerak bawah dulu baru menjalar ke atas
• Kelemahan akut dan progresif yang ditandai arefleksia
• Puncak defisit 4 minggu
• Pemulihan 2-4 minggu pasca onset
• Gangguan sensorik pada umumnya ringan
• Gangguan otonom dapat terjadi
• Gangguan saraf kranial
• Gangguan otot-otot nafas
Pemeriksaan Fisik
2. Kelemahan saraf cranial (III, IV, VI, VII, IX, X)
3. Kelemahan anggota gerak yang cenderung simetris dan asendens
4. Hiporefleksia atau arefleksia
5. Tidak ada klonus atau refleks patologis
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (untuk menyingkirkan diagnosis banding lain). Pemeriksaan
darah lengkap, ureum/kreatinin, SGOT/SGPT, elektrolit,Creatinin kinase,
Serologi CMV/EBV/Micoplasma, Antibodi glycolipid, Antibodi GMI
2. Pencitraan: MRI minimal potongan sagital untuk menyingkirkan diagnosis
banding lain
3. Lumbal Pungsi
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Panduan Praktik Neurologi (PERDOSSI) 2016, penatalaksanaan
diagnosis sindrom guallain-baree (GBS) meliputi: 10
Pemberian IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari atau plasma exchange
diguanakan sebagai lini pertama pengobatan (Level A)
Pemberian IVIG memiliki efek samping yang lebih sedikit, sehingga lebih
banyak dipilih (Level B)
Kombinasi methylprednisolone dosis tinggi dan IVIG memiliki manfaat ssingkat
(Level C)
Pada anak-anak pemberian IVIG lebih direkomendasikan (Level C)
Pemberian IVIG pada kasus yang relaps tetap harus dipertimbangkan (GPP/
30
J. PROGNOSIS
Prognosis akan lebih baik apabila usia penderita lebih muda, selama sakit
tidak memerlukan pernafasan bantuan, perjalanan penyakit yang lebih lambat, dan
tidak terjadi kelumpuhan total. Kira-kira 90% penderita akan sembuh sempurna.
Kecepatan penyembuhan bervariasi dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
5
Namun, 50% pasien mencapai puncaknya keparahan penyakit sekitar 2 minggu,
dan 80% dengan 3 minggu Pemulihan biasanya dimulai dalam 2-4 minggu setelah
onset penyakit. Sindrom Guillain Barre berlangsung selama sekitar 12 minggu
pada kebanyakan pasien dan memiliki harapan baik 9
32
DAFTAR PUSTAKA