Anda di halaman 1dari 33

1

LONGCASE ILMU PENYAKIT SYARAF

SINDROM GUILLAIN-BARRE

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian


Neurologi Di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada

dr. Intan Rahayu, Sp. S

Diajukan Oleh :

Hanif Habibur Rohman


20120310059

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
2

HALAMAN PENGESAHAN

LONGCASE ILMU PENYAKIT SYARAF

SINDROM GUILLAIN-BARRE

Disusun oleh:

Hanif Habibur Rohman

20120310059

Disetujui dan disahkan pada tanggal : Agustus 2017

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

dr. Intan Rahayu, Sp. S


3

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Guillain-Barré (GBS) adalah kondisi langka di mana sistem


kekebalan tubuh seseorang menyerang saraf perifer. Orang-orang dari segala umur
bisa terpengaruh, tapi lebih sering terjadi pada orang dewasa dan pria. Kebanyakan
orang pulih sepenuhnya dari kasus sindrom Guillain-Barré yang paling parah
sekalipun. Kasus sindrom Guillain-Barré yang parah jarang terjadi, namun bisa
menyebabkan kelumpuhan hampir total. Sindrom Guillain-Barré berpotensi
mengancam jiwa. Orang-orang dengan sindrom Guillain-Barré harus diobati dan
dipantau, beberapa mungkin memerlukan perawatan intensif. Pengobatan meliputi
perawatan suportif dan beberapa terapi imunologis. Sekitar 25% pengidap GBS
mengalami kelumpuhan berat sehingga membutuhkan bantuan pernapasan (ventilasi).
5-12% pasien meninggal akibat komplikasi. Sekitar 12% pasien masih memerlukan
bantuan untuk dapat berjalan 1 tahun setelah onset dan 62% lainnya mengalami
penurunan kualitas hidup 3 hingga 5 tahun setelah onset.
Terapi bersifat simtomatik, ujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya
penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).yang
diberikan meliputi kortikosteroid walaupun banyak yang mengatakan tidak bernilai
signifikan, plasmaparesis serta pengobatan imunosupresan yang terdiri dari IVIG dan
obat sitotoksik
4

BAB II

IDENTITIAS PASIEN

STATUS PASIEN BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

A. IDENTITAS
Nama : Bp. R
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Genting RT 04 Tirtomuyo, Kretek, Bantul
Status Perkawinan : Menikah
Masuk RS tanggal : 16 Agustus 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kaki kanan merasakan lebih lemah dibandingkan kaki kiri sejak kemarin
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang keluhan kaki kiri lebih lemah dibandingkan kaki kiri , pasien merasa
tidak kuat untuk berjalan, . Pasien juga mengeluhkan tidak bisa menelan serta nyeri
tenggorokan dan suaranya mulai hilang. sesak napas (+) dan merasakan kandung
kemih penuh karena tidak bisa BAK
Sejak 1 minggu yll pasien seing batuk tidak sembuh dan pusing berdenyut
tidak sembuh-sembuh , keluarga juga mengatakan 4 hari yll demam naik turun
dengan obat anti demam, saat itu keluarga mengatakan nafsu makan dan minum
sudah mulai menurun. Awalnya sejak 2 hari SMRS pasien sering merasakan
kesemutan dikedua jari dan kakinya, tetapi pasien menghiraukannya.
5

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat DM (-) HT (+) asma (-) jantung (-) alergi (-)
4. Riwayat Penyakit pada Keluarga yang diturunkan
Riwayat DM (-) HT (+) Asma (-) Jantung (-) Alergi (-)
riwayat keluhan serupa (-)
5. Riwayat Sosial/Pekerjaan
Pasien adalah perokok, hubungan pasien dengan keluarga, tetangga dan lingkungan
sekitar baik. Pasien bekerja sebagai petani sejak 7 bulan yll.
6. Anamnesis Sistem
- Sistem serebrospinal : Demam (+), pusing (+) kaku kuduk (-), kesemutan (+
- Sistem respiratorius : Sesak nafas (+), batuk (+), pilek (-)
- Sistem kardiovaskuler : Berdebar-debar (-)
- Sistem gastrointestinal : Mual (+) muntah (+), tidak ada gangguan BAB
- Sistem genitalia : Tidak bisa BAK
- Sistem muskuloskeletal : Penurunan kekuatan pada kedua tungkai bawah
- Sistem integumentum : Akral teraba hangat

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum: Sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Suhu : 36.7 C
Nadi : 106 kali/menit
Pernafasan : 29 kali/menit

2. Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normochepal
- Rambut : Warna tampak hitam, tidak rontok
distribusi merata.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
6

- Telinga : Malformasi (-) serumen (-/-)


- Hidung : Malformasi (-),lendir (-/-) ,napas cuping hidung(+/+),
epiktasis (-/-)
- Mulut : pucat (-), bibir pecah-pecah (-), mucosa bucal kering(+)

3. LEHER
- Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
- Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

4. THORAX
a. Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba pada sela iga ke-4 linea
midclavicula kiri
- Perkusi : batas jantung normal
tidak terdapat pembesaran
- Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 regular,
murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru:
- Inspeksi : simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi
substernal intracostal dan substernal (+)
- Perkusi : sonor (+/+)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
5. ABDOMEN:
- Inspeksi : supel (+)
- Auskultasi : peristaltik (+)
- Perkusi : tympani (+)
- Palpasi : perut papan (+) nyeri tekan (+)
turgor kulit baik, hepar teraba normal,
lien tidak teraba
7

- - -
- - -
- + -

6. EKSTREMITAS : akral hangat, nadi kuat, capillary refill < 2


detik, edema(-)

D. STATUS NEUROLOGIS
1. Kepala
Ukuran : normocephal
Wajah : simetris
Nyeri tekan : (-)
2. Leher dan vertebra
1. Range of motion: terbatas (-)
2. Manuver :
1. Lasegue : (-/-)
2. Patrick’s : (-/-)
3. Contrapatrick’s: (-/-)
4. Lhermitte’s : (-)
5. Valsava : (-)
3. Rangsang meningeal
1. Kaku kuduk : (-)
2. Test kernig : (-)
3. Brudzinski I : (-)
4. Brudzinski II : (-)
5. Brudzinski III : (-)
6. Brudzinski IV : (-)
4. Saraf otak
1. Nervus I (Olfaktorius)
1. Anosmia : (-)
2. Hiposmia : (-)
3. Hiperosmia : (-)
4. Parosmia : (-)
8

5. Kakosmia : (-)
6. Halusinasi penciuman : (-)

2. Nervus II (Optikus)
Kanan Kiri
Daya penglihatan Normal Normal
Medan penglihatan Normal Normal

3. Nervus III (Okulomotorius)


Kanan Kiri
Ptosis - -
Gerak mata ke atas dbn dbn
Gerak mata ke medial dbn dbn
Gerak mata ke bawah dbn dbn
Ukuran pupil ±3 mm ±3 mm
Bentuk pupil Bulat reguler Bulat reguler
Kesamaan pupil Isokor
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +
Diplopia - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -

4. Nervus IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral bawah dbn dbn
Strabismus konvergen - -
Diplopia - -
9

5. Nervus V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka atas, tengah,
bawah
Refleks kornea + +
Refleks bersin + +
Refleks masseter dbn dbn
Refleks zygomaticus dbn dbn
Eksoftalmus - -

6. Nervus VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerak mulut ke lateral dbn dbn
Strabismus konvergen - -
Diplopia - -

7. Nervus VII (Fasialis)


Kanan Kiri
Kerutan kulit dahi + +
Kedipan mata + +
Lipatan nasobial dbn dbn
Sudut mulut simetris simetris
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis
Menggembungkan pipi - -
Tik fasialis - -
Lakrimasi + +
Refleks glabella - -
Tanda myerson - -
10

Tanda chvostek - -

8. Nervus VIII (Vestibulokoklearis)


Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik + +
Mendengar detik arloji + +

9. Nervus IX (Glossifaringeus)
Arkus faring Simetris
Sengau +

10. Nervus X (Vagus)


Arkus faring Simetris
Nadi Teraba
Bersuara -
Menelan -

11. Nervus XI (Aksesorius)


Kanan Kiri
Memalingkan kepala terbatas terbatas
Sikap bahu Simetris Simetris
Mengangkat bahu Dbn dbn

12. Nervus XII (Hipoglosus)


1. Sikap lidah : dbn
2. Artikulasi : tidak jelas
3. Tremor lidah : (-)
4. Menjulurkan lidah : deviasi (-)
5. Sistem motorik
1. Gerakan volunter : menurun
2. Tonus otot : menurun
3. Kekuatan otot : menurun
11

6. Sistem sensorik
Tangan Kaki
Sensibilitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Nyeri + + +  +
menurun menurun menurun menurun
Taktil + + + +
Posisi dbn dbn dbn dbn

7. Refleks fisiologis
Refleks Kanan Kiri
Biceps menurun +  menurun
Triceps menurun +  menurun
Achilles menurun -
Knee patella menurun -

8. Refleks patologis
Refleks Kanan Kiri
Tromner - -
Hoffman - -
Babinski - -
Chaddock - -

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) LABORATORIUM
Tgl 16/8/2017
Parameter Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 17.4 14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit 16.97 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 6.25 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 319 150 – 450 ribu/uL
12

Hematokrit 49.9 42 – 52 ribu/uL


Eosinofil 0 2–4%
Basofil 0 0–1%
Batang 20 2–5%
Segmen 64 51 – 67 %
Limfosit 12 20 – 35 %
Monosit 4 4–8%
FUNGSI HATI
SGOT 30 <37
SGPT 51 <41
FUNGSI GINJAL
Ureum 29 17-43
Kreatinin 0.67 0.90-1.30
DIABETES
GDS 97 80 – 126
PROFIL LIPID
Kolestrol Total 204 150-200
LDL 130 <115
HDL 48 >39
Trigliserida 191 60-150

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Urinalisa
Warna Kuning Kuning
Kekruhan Jernih Jernih
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin 1+ Negatif
Keton urin 2+ Negatif
BJ 1.020 1.015-1.025
Darah Samar Negatif Negatif
PH 7.00 5.00-8.50
Protein Trace Negatif
Urobilinogen 2.00 0.20-1.00 EU/dl
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit esterase Negatif Negatif
Sedimen Urin
Eritrosit 0-1 0-2 /LPK
Lekosit 1-3 0-3 /LPK
Sel epitel + + /LPK
Kristal
Ca Oksalat Negatif Negatif /LPK
Asam urat Negatif Negatif /LPK
13

Amorf Negatif Negatif /LPK


Silinder
Eritrosit Negatif Negatif /LPK
Leukosit Negatif Negatif /LPK
Granular Negatif Negatif /LPK
Bakteri Negatif Negatif /LPK
Lain-lain - - /LPK

2) RO THORAX PA (Tgl 16/8/2017)


Cor dan pulmo dalam batas normal

3) CT SCAN KEPALA TANPA KONTRAS (Tgl 16/8/2017)


- Tak tampak gambaran infark, pendarahan maupun massa intracerebral maupun
intracerebral ar
- Adanya iskemia cerebri belum dapat disingkirkan
1) LABORATORIUM
Tgl 17/8/2017
Parameter Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 18.7 14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit 16.54 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 6.70 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 352 150 – 450 ribu/uL
Hematokrit 56.5 42 – 52 ribu/uL
Eosinofil 0 2–4%
Basofil 0 0–1%
Batang 1 2–5%
Segmen 88 51 – 67 %
Limfosit 7 20 – 35 %
Monosit 4 4–8%
ELEKTROLIT
Natrium 139.8 137-145 mmol/l
Kalium 4.29 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 100.4 98-107 mmol/l
SERO
IMUNOLOGI
CRP Kuantitatif 120 <6 mg/L
ASTO Negatip Ngeatip
Rheumatoid Factor Negatip Negatip
14

HIV Screening Negatip


GAS DARAH
pH 7.440 7.350-7.450
pCo2 40 36-44
pO2 69 80-100 mmHg
HCO3 27.2 22-28 meq/L
SO2 95 94-98 %
2.5 2-2 mmol/L
BE
TCO2 28.5 23-27 mmol/L
A-aDo2 259 -
pA02 328 -
RI 3.80 -
PF 136 -
Pa02 0.21 -

1) LABORATORIUM
Tgl 18/8/2017
KIMIA KLINIS
Gula darah sewaktu 181 80-200 mg/dl
GAS DARAH
pH 7.470 7.350-7.450
pCo2 42 36-44
pO2 120 80-100 mmHg
HCO3 30.5 22-28 meq/L
SO2 99 94-98 %
BE 6.3 2-2 mmol/L
TCO2 31.8 23-27 mmol/L
A-aDo2 398 -
pA02 518 -
RI 3.30 -
PF 145 -
ELEKTROLIT
Natrium 141.8 137-145 mmol/l
Kalium 4.64 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 102.2 98-107 mmol/l
15

1) LABORATORIUM
Tgl 19/8/2017
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.8 14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit 15.52 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 5.89 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 317 150 – 450 ribu/uL
Hematokrit 50.6 42 – 52 ribu/uL
Eosinofil 0 2–4%
Basofil 0 0–1%
Batang 14 2–5%
Segmen 72 51 – 67 %
Limfosit 8 20 – 35 %
Monosit 6 4–8%
KIMIA KLINIS
Gula darah sewaktu 175 80-200 mg/dl
GAS DARAH
pH 7.430 7.350-7.450
pCo2 48 36-44
pO2 102 80-100 mmHg
HCO3 31.3 22-28 meq/L
SO2 97 94-98 %
BE 6.1 2-2 mmol/L
TCO2 32.8 23-27 mmol/L
A-aDo2 408 -
pA02 510 -
RI 4 -
PF 115 -
ELEKTROLIT
Natrium 141.1 137-145 mmol/l
Kalium 4.16 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 102.2 98-107 mmol/l

F. DIAGNOSIS
Diagnosis Masuk : Hemiparase Dextra Suspek Stroke Akut
Diagnosa Akhir : Susp Guillaine-Barre Syndrome
- Diagnosa Klinis : Tetraparase flaccid
- Diagnosa Topis : Radiks Neuron
- Diagnosa Etiologi : Infeksi, Autoimun
16

G. TATALAKSANA
Tgl 16/8/2017 di Bangsal Cempaka
Infus Nacl 0,9% 12 tpm
Inj Citicolin 500/12 jam
Inj Ciprofloxacin 200/12 jam
Inj Lasex 1A/24
Amlodipin 1x10
Valsartan 1x160
02 2-3 lpm
Konsul dan Raber UPD
Konsul dan Raber Anestesi
Pasang DC
(Tgl 17/8/2017)
Pindah ICU

Konsul Penyakit Dalam : Tgl 17/8/2017


- Ceftazidim 3X1
- Dexametason 1A/12 jam  Tidak ACC
Konsul Anestesi : Tgl 17/8/2017
- Acc pindah ICU diakrenakan membutuhkan ventilator
- Rontgen thorax ulang
- Cek Laboratorium : DL, GDS, SGOT/SGPT, UREUM/CREAT, AGD,

CATATAN PERKEMBANGAN TERINTEGRASI -SOAP

Tanggal Follow Up Terapi


16/8/2017 S : Pasien rujukan PKU Bambanglipuro datang P : Infus Nacl 0,9% 12 tpm
Pkl : 13.00 sadar ke IGD RS Panembahan Senopati Bantul Inj Citicolin 500/12 jam
(Bangsal dengan keluhan kaki kiri terasa lemas dan Inj Ciprofloxacin 200/12
Cempaka)
kesemuatan akibatnya pasien kesulitan dalam jam
berjalan. Pasien mulai tadi pagi merasakan sesak Inj Lasex 1A/24
17

nafas serta suara menghilang, pasien juga Amlodipin 1x10


merasakan tidak bisa menelan serta nyeri Valsartan 1x100
tenggorokan, mual dan muntah (+) jika makan 02 2-3 lpm
dan minum pasien.. Pusing (+) berdenyut. Konsul dan Raber UPD
Keluarga pasien mengatakan pasien juga tidak Pasang DC
bisa BAK sejak pagi, Riwayat hipertensi (+), Plan : CT Scan, Cek UL
riwayat DM (-)
O : KU : CM, sedang
Kesadaran : E4V5M6
TD : 170/90
N : 106 x/ menit
RR : 29 x/menit
S : 36.7 derajat celcius
Kepala : CA -/- SI -/-
Trismus (-)
Leher : kaku kuduk – neck stiffness +
Thorax : Pulmo SDV +/+, Ronki (-), Whez (-)
Cor : S1 S2 Reguler
Abdomen : Distensi, BU (+), NT

- - -
- - -
- + -

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)


Status Neurologis
Kekeuatan otot
4 5
3 5
18

RF RP
+ - -
+ - -

A : Hemiparase dextra suspek Stroke


Hipertensi, ISK
17/8/2017 S : Pagi ini pasien merasakan kedua kaki dan P : Infus Nacl 0,9% 12 tpm
Pkl : 08.00 tangannya lemas dan kesemuatan (+), pusing Inj Citicolin 500/12 jam
(Bangsal berdenyut (+), pasien juga merasa sesak nafas Inj Lasex 1A/24
Cempaka)
(+), Mual dan muntah (-), nyeri menalan (+), Amlodipin 1x10
suara hilang (+). Valsartan 1x160
O : KU : CM, sedang 02 2-3 lpm
Kesadaran : E4V5M6 Pasang DC
TD : 160/80 Konsul Anestesi
N : 97 x/ menit Usul : Rawat ICU
RR : 25 x/menit Cek : Rapid Test

S : 36.9 derajat celcius


Rawat bersama Penyakit
Kepala : CA -/- SI -/-
Dalam
Trismus (-)
Ceftazidim  Vicilix SX 3x1
Leher : kaku kuduk – neck stiffness +
Furosemide 20mg/24 jam
Thorax : Pulmo SDV +/+, Ronki (-), Whez (-)
Cor : S1 S2 Reguler
Abdomen : Distensi, BU (+), NT

- - -
- - -
- - -

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)


Status Neurologis
Kekeuatan otot
4 4
2 2
19

RF RP
- -
- -

A : Tetraparase dengan gangguan otonom +


gangguan sensibilitas suspek GBS, Myelitis
18/8/2017 S : Pagi ini pasien merasakan kedua kaki dan Rawat Bersama Saraf,
Pkl : 08.00 tangannya lemas, pusing berdenyut (+), pasien Penyakit Dalam dan Anestesi
(ICU) juga terlihat sesak nafas (+), nyeri menalan (+), P :
Inf Nacl
suara hilang (+).
Diit Cair 150cc/3 jam
O : KU : CM, sedang
(Enteral)
Kesadaran : E4V5M6
Amlodipin 1x10 mg
TD : 160/80
Valsartan 1x160 mg
N : 97 x/ menit KSR 2X1
RR : 25 x/menit Bisoprolol 1x2.5 mg
S : 38.2 derajat celcius Sucralfat 3x CI
Kepala : CA -/- SI -/- (Parenteral)
Trismus (-) Ciprofloxacin 200mg/12 jam
Leher : kaku kuduk – neck stiffness + Meropenem 1gr/8 jam

Thorax : Pulmo SDV +/+, Ronki (-), Whez (-) Citicolin 500 mg/12 jam
Ezomeprazole 40 mg/12 jam
Cor : S1 S2 Reguler
Furosemide 20 mg/24 jam
Abdomen : Distensi, BU (+), NT
Paracetamol 500 mg/6 jam KP
Syring pum : Midazolam,
- - -
Fentonyl, P40% drip
- - - Ventilator terpasang
- - - DC terpasang
NGT terpasang
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)
Status Neurologis Plan : Rujuk RSUP Sardjito,

Kekeuatan otot Cek Al, AGD, Elektrolit

1 1
1 1
20

RF RP
- -
- -

A : Tetraparase dengan gangguan otonom +


gangguan sensibilitas suspek GBS, Myelitis
19/8/2017 S : Pagi ini pasien merasakan kedua kaki dan Rawat Bersama Saraf,
Pkl : 08.00 tangannya lemas tetapi tidak kesemuatan , pusing Penyakit Dalam dan
(ICU) (+), pasien juga terlihat masih sesak nafas, suara Anestesi
hilang (+). P:
O : KU : CM, sedang Diit Cair 150cc/3 jam
Kesadaran : E4V5M6 (Enteral)
TD : 160/80 Amlodipin 1x10 mg
N : 97 x/ menit Valsartan 1x160 mg
RR : 25 x/menit KSR 2X1
S : 38.2 derajat celcius Bisoprolol 1x2.5 mg
Sucralfat 3x CI
Kepala : CA -/- SI -/- (Parenteral)
Trismus (-) Meropenem 1gr/8 jam
Leher : kaku kuduk – neck stiffness + Citicolin 500 mg/12 jam
Thorax : Pulmo SDV +/+, Ronki (-), Whez (-) Ezomeprazole 40 mg/12 jam
Cor : S1 S2 Reguler Furosemide 20 mg/24 jam
Abdomen : Distensi, BU (+), NT Paracetamol 500 mg/6 jam
KP
- - - Syring pum : Midazolam,
- - - Fentonyl, P40% drip
- - - Ventilator terpasang
DC terpasang
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-) NGT terpasang
Plan : Rujuk RSUP Sardjito,
Cek Al, AGD, Elektrolit
21

Status Neurologis
Kekeuatan otot
1 1
1 1

RF RP
- -
- -

A : Tetraparase Suspek GBS

RUJUKAN RAWAT INAP


Diagnosa : Suspek gbs
Alasan/Rujukan : Penanganan lebih lanjut : Plasmaparase/IVIG
Kondisi khusus : pasien dengan support airway dan breathing (terintubasi dengan ventilasi
mekanik)
Tindakan dan terapi yang telah disampaikan
- Stabilisasi cardiorespirasi
- Tx : Inj Ciprofloxasin 200 mg/12 jam
- Inj Citicolin 500 mg/12 jam
- Inj Furosemide 20 mg/24 jam
- In Meropenem 1 gr/ 8jam
- Inj Esomeprazol 40 mg/12 jam
- Amlodipin 1X10 mg
- Valsartan 1x160 mg
- KSR 2x1
- Bisopolol 1x2
- Sucralfat 3Xci
- Syring pum : Midazolam, Fentonyl, P40% drip
22

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sindrom guillain-barré (GBS) adalah merupakan kumpulan gejala yang ditandai
kelumpuhan akut yang dapat mengenai tungkai, lengan, wajah, bahkan otot-otot
pernapasan, penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari
sistem saraf perifer. Sindrom ini dapat mempengaruhi saraf yang mengendalikan
gerakan otot dan juga yang mengirimkan rasa sakit, suhu dan sensasi sentuhan.
Hal ini bisa mengakibatkan kelemahan otot dan hilangnya sensasi pada kaki dan /
atau lengan. 13
Sekitar 25% pengidap GBS mengalami kelumpuhan berat sehingga
membutuhkan bantuan pernapasan (ventilasi). Sekitar 3,5-12% pasien meninggal
akibat komplikasi. kalaupun bertahan hidup, penyembuhan membutuhkan waktu
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Sekitar 12% pasien masih
memerlukan bantuan untuk dapat berjalan 1 tahun setelah onset dan 62% lainnya
mengalami penurunan kualitas hidup 3 hingga 5 tahun setelah onset. 15

B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per
100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic
melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi
puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang
mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3
bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya.
Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah
dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan
wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa
perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden
tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan
kemarau.7
Sedangkan kejadian tahunan GBS secara keseluruhan di Amerika Serikat
adalah 1,65-1,79 per 100.000 orang. Insiden ini meningkat dengan mantap dari
23

0,62 per 100.000 orang pada usia di bawah sembilan tahun menjadi 2,66 per
100.000 orang pada usia 80 sampai 89 tahun. Rasio laki-laki terhadap perempuan
adalah 3: 2, Beberapa infeksi telah terlibat dalam pengembangan GBS. Sekitar
dua pertiga pasien dengan penyakit ini melaporkan gejala pernafasan atau
gastrointestinal dalam tiga minggu sebelum timbulnya gejala GBS. Bukti terkuat
mengimplikasikan infeksi Campylobacter jejuni, namun GBS juga telah
dilaporkan setelah terinfeksi Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae,
cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus. Asosiasi GBS yang dilaporkan dengan
usia, lokasi, dan musim mungkin mencerminkan epidemiologi presipitasi kondisi.
Meskipun ada laporan kasus pengembangan GBS Setelah imunisasi untuk
tetanus, hepatitis, Dan influenza, penelitian menunjukkan bahwa Imunisasi ini
tidak mengarah atau tidak sedikit peningkatan risiko 14

C. ETIOLOGI
Sindrom Guillain-Barré sering didahului oleh infeksi. Ini bisa jadi infeksi bakteri
atau virus. Sindrom Guillain-Barré juga dapat dipicu oleh pemberian atau
13
pembedahan vaksin. Dahulu, sindrom ini diduga disebabkan infeksi virus.
Tetapi akhir-akhir ini terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagai penyebab.
Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan imunobiologik baik secara
primary immune response maupun immune mediated process 2/3 penderita
berhubungan dengan penyakit infeksi atau kejadian akut. Interval antara penyakit
yang mendahului dengan awitan biasanya antara 1-3 minggu. Pada beberapa
kasus dapat lebih lama. Pada umumnya sindrom ini didahului oleh influenza atau
infeksi saluran nafas atas atau saluran pencernaan. Penyebab infeksi umumnya
disebbkan virus dari kelompok herpes, sindrom ini dapat pula didahului oleh
vaksinasi, infeksi bakteri, gangguan endokrin dan sebagainya 5

D. PATOLOGI
Terjadi reaksi inflamasi (infiltrat) dan edema pada saraf terganggu. Infiltrat terdiri
atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran
kecil, sedang, dan tampak pula makrofag serta sel polimorfonuklear pada
permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel masr. Serabut saraf
mengalami degenerasi segmental dan aksonal 5
24

Jadi dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan
pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian
timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat
beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas,
poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan
selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh
enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur 7

Asbury dkk menekankan pentingnya perivaskular limfosit. Dalam


penelitiannya mereka mendalilkan sebuah dasar imunologis untuk proses
pelonggaran yang melibatkan ini limfosit dan dipengaruhi pemikiran tentang
Penyebab GBS. Limfosit yang menyerupai temuan pada hewan mengemukakan
bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang
ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini
segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan
berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan
makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari
sel schwan dan akson 12

E. PATOGENESIS
Infeksi dengan patogen, seperti Campylobacter jejuni, dapat memicu kekebalan
humoral dan respons autoimun yang mengakibatkan disfungsi syaraf dan gejala
GBS. Lipo-oligosakarida pada membran luar C. jejuni dapat menghasilkan
produksi antibodi yang bereaksi silang dengan gangliosida, seperti GM1 dan
25

GD1a pada saraf perifer. Antigen yang ditargetkan di AMAN terletak di atau
dekat simpul Ranvier. Antibodi anti-GM1 dan anti-GD1a mengikat axolemma
nodal, yang menyebabkan aktivasi komplemen diikuti oleh pembentukan MAC
dan hilangnya saluran natrium dengan tekanan voltase. Kerusakan ini dapat
menyebabkan pelepasan mielin paranodal, dan kegagalan konduksi saraf.
Makrofag kemudian menyerang dari nodus ke ruang periaxonal, mengais-ngais
akson yang terluka. Antigen yang ditargetkan pada AIDP adalah, mungkin,
terletak di sarung myelin. Antibodi dapat mengaktifkan komplemen, yang
menyebabkan pembentukan MAC di permukaan luar sel Schwann, inisiasi
degenerasi vesikular, dan invasi myelin oleh makrofag. 11
26

F. KLASIFIKASI 1
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran
cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut
saraf sensorik dan motorik yang berat denga n sedikir demielinisasi
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis
motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan
paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana
didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi
‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang
dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.
3. Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB.
Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat
pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas.
Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan
minggu atau bulan
4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih
dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal
5. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi
dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya
hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan
salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil

G. GEJALA KLINIS
Gejala biasanya berlangsung beberapa minggu, dengan kebanyakan orang sembuh
tanpa komplikasi neurologis jangka panjang. 13
27

• Gejala pertama sindrom Guillain-Barré termasuk kelemahan atau sensasi


kesemutan. Mereka biasanya mulai di kaki, dan bisa menyebar ke lengan dan
wajah.
• Bagi beberapa orang, gejala ini bisa menyebabkan kelumpuhan kaki, lengan,
atau otot di wajah. Pada 20% -30% orang, otot dada terpengaruh, sehingga sulit
bernafas.
• Kemampuan berbicara dan menelan mungkin akan terpengaruh pada kasus
sindrom Guillain-Barré yang parah. Kasus-kasus ini dianggap mengancam jiwa,
dan individu yang terkena harus dirawat di unit perawatan intensif.
• Kebanyakan orang pulih sepenuhnya dari kasus sindrom Guillain-Barré yang
paling parah sekalipun beberapa mengalami kelemahan.
• Bahkan dalam pengaturan terbaik, 3% -5% pasien sindrom Guillain-Barré
meninggal karena komplikasi, yang dapat mencakup kelumpuhan otot yang
mengendalikan pernapasan, infeksi darah, pembekuan paru-paru, atau henti
jantung.
Menurut penelitian dalam , Rehabilitation Studies, Department of Medicine,
University of Melbourne didapatkan gejala klinis sebagai berikut :
28

H. DIAGNOSIS
Menurut Panduan Praktik Neurologi (PERDOSSI) 2016, penegakkan diagnosis
sindrom guallain-baree (GBS) meliputi : 10
Anamnesis
• Kelemahan ascenden dan simetris
• Anggota gerak bawah dulu baru menjalar ke atas
• Kelemahan akut dan progresif yang ditandai arefleksia
• Puncak defisit 4 minggu
• Pemulihan 2-4 minggu pasca onset
• Gangguan sensorik pada umumnya ringan
• Gangguan otonom dapat terjadi
• Gangguan saraf kranial
• Gangguan otot-otot nafas
Pemeriksaan Fisik
2. Kelemahan saraf cranial (III, IV, VI, VII, IX, X)
3. Kelemahan anggota gerak yang cenderung simetris dan asendens
4. Hiporefleksia atau arefleksia
5. Tidak ada klonus atau refleks patologis
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (untuk menyingkirkan diagnosis banding lain). Pemeriksaan
darah lengkap, ureum/kreatinin, SGOT/SGPT, elektrolit,Creatinin kinase,
Serologi CMV/EBV/Micoplasma, Antibodi glycolipid, Antibodi GMI
2. Pencitraan: MRI minimal potongan sagital untuk menyingkirkan diagnosis
banding lain
3. Lumbal Pungsi

 Spinal tap (tusuk lumbalis) : Lumbal Pungsi 6


Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal tulang belakang
di daerah (lumbar. Cairan cerebrospinal kemudian diuji untuk jenis tertentu
perubahan yang biasanya terjadi pada orang yang memiliki sindrom Guillain-
Barre. tes ini dapat menunjukkan peningkatan jumlah protein dalam cairan tulang
belakang tanpa tanda infeksi lain.
 Tes fungsi saraf 6
Dua jenis tes fungsi saraf - elektromiografi dan kecepatan konduksi saraf:
29

Elektromiografi membaca aktivitas listrik dalam otot untuk menentukan


apakah kelemahan Anda disebabkan oleh kerusakan otot atau kerusakan saraf.
Studi konduksi saraf menilai bagaimana saraf dan otot menanggapi
rangsangan listrik kecil. hasilnya mungkin menunjukkan melambatnya fungsi
saraf, yang biasanya menunjukkan bahwa kerusakan pada (meliputi selubung
mielin dari saraf perifer telah terjadi.

Kriteria Diagnosis GBS menggunakan kriteria AK : Asbury

I. PENATALAKSANAAN
Menurut Panduan Praktik Neurologi (PERDOSSI) 2016, penatalaksanaan
diagnosis sindrom guallain-baree (GBS) meliputi: 10
 Pemberian IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari atau plasma exchange
diguanakan sebagai lini pertama pengobatan (Level A)
 Pemberian IVIG memiliki efek samping yang lebih sedikit, sehingga lebih
banyak dipilih (Level B)
 Kombinasi methylprednisolone dosis tinggi dan IVIG memiliki manfaat ssingkat
(Level C)
 Pada anak-anak pemberian IVIG lebih direkomendasikan (Level C)
 Pemberian IVIG pada kasus yang relaps tetap harus dipertimbangkan (GPP/
30

Good Practice Point)


 Tindakan rehabilitasi disesuaikan dengan derajat kelemahan dan disabilitas
pasien.

Menurut American Association Of Neurology, menyimpulkan bahwa: 2


1. Pengobatan dengan pertukaran plasma (PE) atau imunoglobulin intravena (IVIg)
mempercepat pemulihan dari GBS.
2. PE dan IVIg sama efektifnya pada pasien dengan gejala GBS terlebih dahulu.
3. PE dapat membawa risiko efek samping lebih besar dan lebih sulit ditangani.
4. Menggabungkan kedua perawatan ini tidak dianjurkan.
5. Pengobatan steroid tidak bermanfaat.
.
31

Meta-analisis Cochrane (2010) terkait penggunaan IVIG pada pasien GBS


melaporkan hasil sebagai berikut : 8
 Perbandingan IVIG + terapi suportif vs terapi suportif saja
- Persentase pasien yang mengalami perbaikan fungsi otot pada IVIG lebih tinggi
dibandingkan terapi suportif saja setelah 4 minggu (7 dari 9 vs 2 dari 9, p <0,057)
- Lama perbaikan fungsi otot lebih singkat pada IVIG dibandingkan terapi suportif
saja (17,1 hari vs 24,8 hari, p <0,01) Lama waktu yang dibutuhkan hingga pasien
dapat berjalan tanpa bantuan juga lebih singkat pada kelompok IVIG (rerata 15 (11-
20) vs 24,5 (21-28) hari (p <0,0001)
- Perbaikan klinis setelah 1 tahun pada kelompok IVIG lebih besar dibandingkan
terapi suportif saja.
 Perbandingan IVIG vs plasma exchange
- Tidak ada perbedaan efikasi IVIG dibandingkan dengan plasma exchange
- Lebih banyak efek samping pada plasma exchange dibandingkan IVIG
- Risiko putus terapi lebih rendah 0,14 pada kelompok IVIG dibandingkan plasma
exchange (95% CI 0,05-0,36) dengan perbedaan bermakna. Hal ini disebabkan oleh
metode pemberian IVIG yang lebih mudah dibandingkan plasma exchange yang
menggunakan 2 jalur intravena
- Waktu yang diperlukan untuk dapat berjalan tanpa bantuan secara bermakna lebih
pendek pada kelompok IVIG dibandingkan plasma exchange (p <0,001).
 Perbandingan IVIG + plasma exchange vs plasma exchange saja
- Tidak ditemukan perbedaan efikasi; dilaporkan efek samping lebih sering ditemukan
pada kelompok IVIG + plasma exchange.

J. PROGNOSIS
Prognosis akan lebih baik apabila usia penderita lebih muda, selama sakit
tidak memerlukan pernafasan bantuan, perjalanan penyakit yang lebih lambat, dan
tidak terjadi kelumpuhan total. Kira-kira 90% penderita akan sembuh sempurna.
Kecepatan penyembuhan bervariasi dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
5
Namun, 50% pasien mencapai puncaknya keparahan penyakit sekitar 2 minggu,
dan 80% dengan 3 minggu Pemulihan biasanya dimulai dalam 2-4 minggu setelah
onset penyakit. Sindrom Guillain Barre berlangsung selama sekitar 12 minggu
pada kebanyakan pasien dan memiliki harapan baik 9
32

DAFTAR PUSTAKA

1) Andary, Michael T et.al. (2017). Guillain - Barre syndrome;


http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview#a3 (update 8 Januari
2017).
2) American Association Of Neurology. Immunitherapt for guillain-barre syndrome.
AAN Guideline Summary for CLINICIANS.
3) Burns, Ted. (2008). Guillain-Barre´ Syndrome. Reprinted with permission from
Thieme Medical Publishers (Semin Neurol 2008 April;28(2):152-167) Homepage
at www.thieme.com.
4) Dhadke dkk. (2013). Clinical Profile of Guillain Barre Syndrome. Dept. of
Medicine, Dr. V.M. Govt. Medical College, Solapur.
5) Harsono. (2015). Buku Ajar Neurologi Klinis. Universitas Gadjah Maada.
Bulaksumur, Yogyakarta
6) Inawati, (2009). Sindrom Guillain-Barre. Department of Anatomical Pathology
Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya
7) Japardi, Iskandar. (2002). Sindroma Guillain-Bare. Fakultas Kedokteran Bagian
Bedah. Universitas Sumatera Utara.
8) Kalbemed. (2011).Immunoglobin Sindrom Guillaine Bare. CDK 188 / vol. 38 no.
7 / November 2011.
9) Kan, Fary. (2004). Rehabilitation in Guillian Barre syndrome. Rehabilitation
Centre, the Royal Melbourne Hospital, and Head, Orthopaedic and
Musculoskeletal Unit, Caufield General Medical Centre, Victoria.
10) Panduan Praktik Klinis Neurologi. 2016. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI) 2016
11) Van den Berg, B. et al. (2014) Guillain–Barré syndrome: pathogenesis, diagnosis,
treatment and prognosis Nat. Rev. Neurol. doi:10.1038/nrneurol.2014.121.
12) Winer, JB. (2014). An Update in Guillain-Barré Syndrome. Queen Elizabeth
Hospital, B15 2TH Birmingham, UK.
13) World Health Organization (2016). Guillain–Barré syndrome;
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/guillain-barre-syndrome/en/ (update
Oktober 2016).
33

14) Anne, D walling. (2013). Guillain-Barré Syndrome. University of Kansas School


of Medicine, Wichita, Kansas
15) Pieter, Avandro(2008). Clinical features, pathogenesis, and treatment of Guillain-
Barré syndrome. (P A van Doorn PhD, L Ruts MD, B C Jacobs PhD) and
Department of Immunology (B C Jacobs), Erasmus Medical Centre, Rotterdam,
Netherlands

Anda mungkin juga menyukai