Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

HUBUNGAN GHRELIN DENGAN ASMA

Disusun Oleh:

Mochamadsyah Beizar G99161060 (M-6)


Ichsan Maulana G99162113 (M-7)
Widati Hikmatul F G99162117 (M-20)
Naura Dhia Fadyla G99162024 (N-1)
Oktania Imas Widyasmoro G99162022 (N-2)

Pembimbing :
Dr. Ismiranti Andarini, Sp.A., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
2017
Asma adalah kondisi peradangan kronis dari saluran nafas yang berhubungan
dengan responsivitas saluran napas yang menyebabkan episode berulang dari
obstruksi saluran nafas (Naxan et al, 2013). Asma adalah penyakit kronik
dikarakteristikkan dengan proses inflamasi, remodelling, dan hiperresponsif pada
saluran nafas diinduksi dengan stimulus konstriktif (Ingram et al, 2012). Mekanisme
patogenesis asma pada beberapa teori fokus pada efek sel T helper tipe 2 yang
melepas sitokin, dan stress pada epitel saluran nafas sebagai faktor inflamasi krusial,
kemungkinan akibat modulasi perbaikan epitel. Retikulum endoplasma (ER)
memiliki peran penting dalam proses selular seperti protein folding, penyimpanan
kalsium dan sintesis lipid. Akumulasi protein pada reticulum endoplasma pada ER
menginduksi jalur sinyal yang mengarah pada pengurangan jumlah protein dengan
proses upregulasi chaperone dan pencegahan tranlasi protein baru. Stress yang
berlebih dan persisten dapat menyebkan apoptosis pada protein. ER yang berlebih
menyebabkan penyakit inflamasi, kelainan metabolik, kelainan neurodegeneratif, dan
keganasan. ER juga berperan dalam patogenesis asma bronkial. Inhibisi ER oleh
chaperone, termasuk trimethylamine-N-ocide, trehalose, gliserol dan asam
tauroursodeoxycholic dapat meringankan asma. (Makhija et al, 2016; Siddesha et al,
2016)

Berdasarkan jenis sel imun yang memiliki peran penting dalam mekanisme
asma, asma dibagi menjadi asma eusinofilik dan asma neutrofilik yang masing -
masing memiliki karakteristik yang berbeda. Asma eusinofilik umumnya diprakarsai
oleh alergen sedangkan neutrofilik umumnya disebabkan oleh etiologi non alergen.
Mekanisme dari kedua asma tersebut juga berbeda contohnya pada sitokin dan
substrat komunikasi sel, dimana asma eusinofilik menggunakan IL-25, IL-33, TSLP,
IL-3, IL-5 sedangkan IL-17, IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α ditemukan pada
mekanisme asma neutrofilik (Pelaia et al., 2015).
Terapi asma yang berlandaskan target terapi telah dilakukan banyak
penelitian. Efek beberapa hormon, terutama ghrelin, memiliki peran dalam
patogenesis terjadinya asma. Diharapkan dari banyak penelitian yang terbaru dapat
disusun suatu target terapi untuk asma.

Ghreline adalah asam amino yang utamanya diproduksi oleh gaster. Hormon
ghrelin meningkatkan nafsu makan dan berperan penting dalam regulasi jangka
panjang dari metabolisme energi dan regulasi jangka pendek dari proses makan.
Hormon ini memodulasi pelepasan sitokin proinflamasi dan meningkatkan efek
antiinflamasi. Investigasi lain mendemonstrasikan peningkatan ghrelin pada plasma
pasien asma.

Meskipun hasil dari penelitian tersebut kontroversial, diperkirakan bahwa


ghrelin berperan dalam progresi asma. Namun, peran jelas dari ghrelin dalam asma
masih belum diketahui. Efek inhibisi ghrelin pada ER telah dijelaskan pada beberapa
studi seperti pada mikoardium, aorta, liver, dan sel saraf. Mengingat adanya
eksaserbasi ER pada patogenesis asma, dihipotesiskan bahwa ghrelin mungkin dapat
memperbaiki asma dengan menginhibisi ER. (Tsaroucha et al, 2013)

Banyak studi mendemonstrasikan peran ghrelin dalam menginhibisi


peningkatan TNFα dan IFNγ pada sepsis, luka bakar, dan ketidakseimbangan energi.
TNFα dan IFNγ keduanya merupakan marker utama proses inflamasi dan berfungsi
sebagai sitokin krusial pada progresi asma. Ghrelin diperkirakan dapat meringankan
asma dengan menghambat proses inflamasi.

ER adalah faktor inflamasi utama dan berperan utama dalam progresi asma
dengan menstimulasi inflamasi. Inihibitor ER seperti 4-PBA, gliserol, trehalose,
trimethylamine-N-oxide, dan asam tauroursodeoxycholic dapat secara signifikan
meringankan asma dengan mencegah proses inflamasi, termasuk mengurangi
produksi TNFα dan IFNγ.

Efek terapi pada ghrelin juga ditemukan pada kasus atherosclerosis aorta,
iskemi miokardium, liver dan sel saraf. Ghrelin terbukti mengurangi stimulasi ERS
yang ditandai dengan penurunan marker aktivasi ERS (GRP78 dan CHOP), sehingga
ghrelin mengurangi aktivasi ERS dan juga menghambat proses inflamasi serta
memperbaiki asma. Jalur sinyal dari inhibisi aktivasi ERS oleh ghrelin dapat terlihat
dari stimulasi jalur sinyal Akt. Ghrelin berikatan dengan reseptor persinyalan Akt dan
menstimulasi efek protektif. Aktivasi Akt ini dapat mengurangi aktivasi ERS dan
juga meringankan proses inflamasi pada paru akibat alergi. Ghrelin dapat menjadi
target terapi baru untuk asma. (Tian Fu et al, 2017)

a. Grelin dan Marker Inflamasi


Dalam penelitian ini, kami memberikan perhatian khusus pada hormon
ghrelin dan leptin yang baru ditemukan, karena kedua hormon tersebut
tampaknya memberikan berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh. Telah
dilaporkan bahwa dosis ghrelin-secara dependen menghambat proliferasi sel T
yang diaktivasi antiCD3 dan tidak secara khusus menghambat T-helper 1
(Th1; IL-1 dan IFN-γ) dan Th2 (IL-4 dan IL-19) serta ekspresi mRNA sitokin.
Dalam penelitian sebelumnya pada anak-anak menunjukkan korelasi yang
signifikan antara kadar plasma ghrelin dan leptin dan BMI. Peneliti
menemukan bahwa anak-anak dengan berat badan berlebih memiliki
konsentrasi IgE yang jauh lebih tinggi daripada anak-anak non-obesitas, dan
juga mengamati korelasi yang signifikan antara serum IgE dan konsentrasi
plasma ghrelin dan leptin. Temuan ini menunjukkan kemungkinan bahwa
hormon terkait obesitas dapat mewakili hubungan antara obesitas dan
gangguan alergi. Meski begitu, serum leptin memiliki korelasi positif yang
signifikan dengan IMT sedangkan ghrelin plasma tidak berkorelasi
dengannya. Anehnya, korelasi terbalik yang signifikan antara konsentrasi
ghrelin dan serum immunoglobulin serum ditemukan dalam penelitian
terdahulu. Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan antara kadar ghrelin
serum anak-anak penderita asma dan non-asma, dan tidak ada korelasi antara
kadar ghrelin serum dan BMI pada keseluruhan kelompok (Cobanoglu et al,
2013).
b. Grelin dan Fungsi Pankreas
Secara khusus, ghrelin telah dilaporkan diekspresikan pada organ
endokrin tikus dan manusia. Studi pada hewan melaporkan hasil yang
bertentangan mengenai pengaruh ghrelin terhadap sekresi insulin. Faktanya,
ghrelin mampu merangsang sekresi insulin dari pulau pankreas tikus yang
terisolasi dan juga tikus in vivo. Di sisi lain, sekresi insulin dari pankreas tikus
yang terisolasi diinspirasikan secara in situ setelah stimulasi dengan glukosa,
arginin dan carbachol, ditemukan minim oleh paparan ghrelin yang juga
mengurangi respons somatostatin terhadap arginine. Sesuai dengan data ini,
hubungan yang jelas antara ghrelin dan sekresi insulin telah ditemukan pada
manusia oleh beberapa peneliti. Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa pada
manusia, ghrelin menginduksi peningkatan kadar glukosa plasma yang
signifikan yang secara mengejutkan diikuti oleh pengurangan sekresi insulin.
Mengenai kadar glukosa, telah ditunjukkan bahwa ghrelin kemungkinan
menghambat efek penghambatan insulin terhadap glukoneogenesis Namun,
juga disarankan agar ghrelin dapat memiliki efek stimulasi langsung pada
glikogenolisis, dan tindakan ini kemungkinan dimediasi oleh proses GHS-R
non-tipe 1a, karena tidak dilakukan oleh GHS sintetis (Broglio et al, 2002).
Ditambah dengan pengamatan bahwa pengobatan GHS akut,
khususnya yang bersifat non-peptidil derivat, hiperglikemia terinduksi dan
resistensi insulin pada sejumlah besar subyek lansia dan pasien obesitas
menunjukkan bahwa ghrelin adalah gastroenteropancreatic hormon,
mengerahkan peran penting dalam kontrol sekresi insulin dan metabolisme
glukosa yang mengintegrasikan respon hormon dan metabolisme terhadap
puasa (Broglio et al, 2002).
c. Gherelin dan Fungsi Gonad
Telah ditunjukkan bahwa GHS-R terdapat dalam testis dan juga di
ovarium. Selain itu, sel Leydig telah dilaporkan mampu mensintesis ghrelin.
Ghrelin ditemukan mampu menginduksi penghambatan yang signifikan dari
sekresi sel T yang dirangsang CG dan cAMP secara in vitro ditambah dengan
penurunan yang signifikan pada CG manusia yang merangsang tingkat
ekspresi mRNA yang mengkodekan protein peratur steroid akut, dan
pembelahan rantai sisi atas P450, 3ß -hydroxysteroid dehydrogenase, dan
enzim 17ß-hydroxysteroid dehydrogenase tipe III. Data ini, bersama dengan
bukti bahwa ghrelin intraserebroventrikular yang disuntikkan menghambat
sekresi LH pulsatile pada tikus, memberikan bukti kemungkinan fungsi
ghrelin dalam regulasi gonadal aksis dan fungsi testis (Broglio et al, 2002).
d. Ghrelin dan Pelepasan ACTH
Respon ACTH terhadap GHS umumnya sensitif terhadap tindakan
umpan balik negatif kortisol namun secara mengejutkan berlebihan (dan lebih
tinggi dari pada hCRH) pada pasien dengan penyakit Cushing yang
bergantung pada dependen ACTH dan pada beberapa pasien dengan sindrom
Cushing dependen ACTH ektopik. Menariknya, ghrelin dan GHS-R
diekspresikan pada kelenjar pituitari abnormal dan juga tumor neuroendokrin
lainnya termasuk tumor yang mensekresikan ACTH, dan GHS merangsang
pelepasan ACTH dari adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH tetapi tidak
dari pituitari manusia normal (Broglio et al, 2002).
e. Ghrelin dan Hormon Pertumbuhnan
Ghrelin dan GHS sintetis memiliki efek pelepas GH yang kuat dan
terkait dosis yang lebih terlihat pada manusia daripada pada hewan. Baik pada
binatang dan pada manusia, in vivo ghrelin dan GHS menunjukkan efek
sinergis dengan GHRH yang menunjukkan bahwa mereka bertindak,
setidaknya sebagian, melalui mekanisme yang berbeda. Meskipun demikian,
GHS membutuhkan aktivitas GHRH untuk sepenuhnya mengekspresikan
efekn GH. Pada manusia, respons GH terhadap GHS sangat terhambat, meski
tidak dihapuskan, oleh antagonis reseptor GHRH dan juga oleh pemutusan
hipotalamopituitari. Ini sesuai dengan asumsi bahwa kerja GHS yang paling
penting terjadi pada tingkat hipotalamus. Selain itu, pasien dengan defisiensi
reseptor GHRH tidak menunjukkan adanya peningkatan sekresi GH sebagai
respons terhadap stimulasi GHS. Namun, mereka mempertahankan
kemampuan mereka untuk menunjukkan peningkatan PRL, begitu juga pada
ACTH dan sekresi kortisol setelah stimulasi GHS (Broglio et al, 2002).

DAFTAR PUSTAKA
Broglio F, Gottero C, Ghigo E. 2002. Endocrine and Non-Endocrine Actions of
Ghrelin. Horm Res 2003;59:109–117
Cobanoglu1 N, Galip N, Dalkan C, Bahceciler N. 2013. Leptin, ghrelin and
calprotectin: inflammatory markers in childhood asthma?. Multidisciplinary
Respiratory Medicine. 8:62

Ingram JL, Kraft M. 2012. IL-13 in asthma and allergic disease: asthma phenotypes
and targeted therapies. J Allergy Clin Immunol 2012;130: 829-842.

Makhjia L, Krishnan V, Rehman R, et al. 2014. Chemical chaperones migitate


experimental asthma by attenuating endoplasmic reticulum stress. Am J
Respir Cell Mol Biol. 2014; 50: 923-31.

Naxan C, Nilufer G, Ceyhun D, Nerin N. Leptin grelin and calprotectin :


inflamattory in childhood asthma, Cobanoglu et al. Multidisciplinary
Respiratory Medicine 2013, 8:62

Pelaia, G., Vatrella, A., Busceti, M., Gallelli, L., Calabrese, C., Terracciano, R. and
Maselli, R. (2015). Cellular Mechanisms Underlying Eosinophilic and
Neutrophilic Airway Inflammation in Asthma. Mediators of Inflammation,
2015, pp.1-8.

Tian Fu, Lei Wang, Qingdi Zeng, Yan Zhang, Baowei Sheng dan Liping Han. 2017.
Ghrelin ameliorates asthma by inhibiting endoplasmic reticulum stress. The
American Journal of the Medical Sciences.
http://dx.doi.org/10.1016/j.amjms.2017.08.022

Tsaroucha A, Daniil Z, Malli F, et al. 2013. Leptin, adiponectin, and ghrelin levels in
female patients with asthma during stable and exacerbation periods. J Asthma.
2013; 50: 188-97.

Anda mungkin juga menyukai