PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan
lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan
saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik
sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya
untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower
motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal
dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam
tubuh seseorang.
Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri
dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke
ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula
spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula
spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus
ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang
raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa
informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
Kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu
kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu
disebut dengan parese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk
satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas
bagian yang terkena. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggota
gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak,
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Suku Bangsa
Agama
No. MR
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan
Pekerjaan
Status Perkawinan
: Tn. I
: Laki-laki
: 62 tahun
: Desa Hagu Tengah, Kec. Banda Sakti
: Aceh
: Islam
: 07.43.13
: 16 Februari 2016
: 17 Februari 2016
: Outsourching Exxon Mobile Oil Bag. Listrik
: Menikah
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kelemahan Tangan dan Kaki
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGSD RSUD Cut Meutia dengan keluhan utama
kelemahan tangan dan kaki. Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
dan semakin memburuk. Sebelum keluhan ini (4 bulan yang lalu) pasien
mengatakan pernah mengalami demam dan tidak nafsu makan. Demam
dirasakan naik turun sepanjang hari. Pasien tidak mau makan karena setiap
diberikan nasi langsung merasa mual. Pasien juga mengeluhkan mencretmencret lebih kurang 5 kali dalam sehari sejak seminggu SMRS.
3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan pernah jatuh dua kali ketika
masih bekerja di Exxon Mobile. Pasien juga menderita penyakit Hipertensi
sejak 4 tahun yang lalu dan rutin berobat. Pasien juga mengalami penyakit
BPH sejak 3 bulan yang lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga : keluarga mengatakan tidak pernah menderita
sakit berat, namun ada sesekali anggota keluarga sakit flu, batuk, demam dll.
5. Riwayat pemakaian obat: Pasien mengkonsumsi beberapa obat untuk penyakit
Hipertensi dan BPH nya.
2.3 Pemeriksaan fisik
A. Status Present
a. Kesan sakit: Sedang-Berat
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Nadi : 108 x/menit.
d. Frekuensi pernafasan : 26 x/menit.
e. Suhu: 37,4 C
f. Tinggi Badan : 175 cm
g. Berat Badan : 65 Kg
B. Status Gizi
IMT =
65
2
1,75
d.
Edema : (+)
e.Lemak subkutis : ()
b. Kepala
a.Rambut : berwarna abu-abu, lurus, pendek.
b.
Mata : Konjungtiva pucat (+/+), konjungtiva hiperemis
(-/-), ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+)
c.Telinga : Simetris, sekret (-/-), otorrhea (-/-)
d.
Hidung : Normal, sekret (-/-), rinorrhea (-/-)
e.Mulut : tonsil T1, Lidah dalam batas normal,
c. Leher
a. Pulsasi Vena Jugularis: tidak terlihat
b.
Pembesaran kelenjar: tidak ada
c. Kuduk kaku: tidak ada
d. Toraks
a.Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetri, benjolan di mammae
dextra dengan diameter 10 cm
Palpasi : benjolan memiliki permukaan datar, konsistensi
b.
membuka mulut)
Refleks kornea
Normal
5. N-VII (Fasialis)
a.Sensorik (indra pengecap)
b. Motorik
normal
Angkat alis
Menutup mata
+/+
Gerakan involunter :
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus
Tidak ditemukan
Tes Romberg
b. Pendengaran
Tes Rinne
Tes Schwabach :
Tes Weber
Refleks batuk
normal.
Posisi uvula
Normal; Deviasi ( - )
Simetris
8. N-XI (Aksesorius)
Kekuatan M. Sternokleidomastoideus
:+ /+
Kekuatan M. Trapezius :
+ /+
9. N-XII (Hipoglosus)
Tremor lidah
:Atrofi lidah
:Ujung lidah saat istirahat : Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kiri
Fasikulasi
:e. Sistem Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps
N/N
Triceps
N/N
Achiles
N/N
Patella
N/ N
-/-
b. Refleks Patologis
Babinski
Oppenheim
-/-
Chaddock
-/-
Gordon
-/-
Scaeffer
-/-
Hoffman-Trommer
-/-
2. Kekuatan Otot
3555
5553
: - /-
b. Hipertoni
: -/-
f. Sistem Sensorik
1. Eksteroseptif
Rasa Raba : +/+
Rasa Nyeri : +/+
Rasa Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
2. Proprioseptif
Rasa Gerak : +/+
Rasa Sikap : +/+
Rasa Tekan: +/+
Rasa Dalam : +
3. Enteroseptif
Rasa Mulas : +
Rasa Lapar : +
g. Sistem Saraf Otonom
BAK : normal
BAB : normal
Keringat: normal
Hb
LED
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
MCV
MCH
HEMATOLOGI KLINIK
Hasil
6,8 g%
2,9 x 103/mm3
13,7 x 103/mm3
35,0 %
68 fl
21,6 pg
Nilai Normal
12-16
<20
3,8-5,8 x 103/mm3
4-11
37-47
76-96
27-32
MCHC
31,7 g%
30-35
RDW
13,7 %
11-15
Trombosit
256 x 103/mm3
150-450
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Hb
18 November 2015
HEMATOLOGI KLINIK
Hasil
Nilai Normal
8,6 g%
12-16
Pemeriksaan CT-Scan
2.6 Terapi
a. Non Farmakologi:
Istirahat (Bed Rest)
Perawatan metabolic
Dukungan Nutrisi
Terapi Okupasi
b. Farmakologi:
1. IVFD Futrolit 1 fls/Hari
10
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.7 Prognosis
+2
+2
+2
+2
3
5
5
5
3
3
3
dubia ad
3
+2
+2
+2
+2
5
5
5
3
3
3
3
bonam
3
o Quo Ad Vitam
o Quo Ad fungsionum
: dubia ad bonam
o Quo Ad Sanationum
: dubia ad bonam
S
Mencret 3 kali, kaki
lemah, tangan tidak
bisa menggenggam,
nyeri saat BAK
O
TD 160/90 mmHg
N 78x/menit
A
Tetraparesis
P
IVFD Futrolit 1 fls/Hari
IVFD Asering 20 tetes/menit
IV Citicollin 500 mg/12 jam
GCS E4V5M6
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
18 feb
2016
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
TD 160/90 mmHg
GCS E4V5M6
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Tetraparesis
11
+
+2
+2 +2
Transfusi PRC 2 Bag
Refleks patologis
355
555
(- / -)5
3
333
355
53
333
3
+
+
+2
333
555
33
333
3
+
+
Motorik
Sensorik
19 feb
2016
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
TD 140/90 mmHg
GCS E4V5M6
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Tetraparesis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
20 feb
2016
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
TD 170/100 mmHg
GCS E4V5M6
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Tetraparesis
12
Sensorik
355
5
Otonom
555 :
5+
(+)
+
21 feb
2016
Inkontinensia Urin,
BAK(N), BAB(N),
mual, sakit pinggang,
sakit lutut
555
3
555
+5
+2
+2
+2
+2
BAK
BAB
(+)
TD 160/100 mmHg
GCS E4V5M6
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Tetraparesis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
22 feb
2016
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
TD 140/100 mmHg
GCS E4V5M6
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Tetraparesis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
23 feb
2016
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
TD 150/110 mmHg
GCS E4V5M6
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Tetraparesis
13
+2
355
5
555
5+
+
555
3
555
+5
+
(-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
+2
+2 +2
IV Novalgin (K/P)
IV
Metil
Prednisolon
mg/12 j
Kaku
kuduk
IV Sotatic 1a/12j
Cotrimoxazole tab 2x1
Harnal tab 1x1
Lacbon 3x1
Transfusi PRC 2 Bag
Fisioterapi (+)
Sensorik
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
14
125
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Fisiologi
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem
neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron
(LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik
yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti
motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya
untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak 1.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan sarafsaraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan
ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai
peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur 1.
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada
manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal,
5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang
punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan
tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae 2.
15
dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri
vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior
dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis 5.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati
suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari
medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang
nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu 3,4,5:
a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan
perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh
bagian atas
b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi
tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah)
yang
mempersarafi
kandung
kencing,
tungkai,
usus
dan
genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina 3,4.
17
ekstremitas bawah.
Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu
ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.
18
3.3 Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari bahasa yunani sedangkan
quadra dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia
hilangnya sebagian
yang menyebabkan
cord
syndrome
Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
19
3.3.2 Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula
spinalis. Menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National
Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru
cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi
paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,
dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab utama cedera medula spinalis 9.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di
Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena
cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2)
paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)
tetraparese komplet (18,5%) 9.
3.3.3 Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya 4:
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau
hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
3.3.4 Patofisiologi Tetraparese
20
21
22
23
Muscle Groups
Myotome
s
extension
Wrist flexion, wrist extension, extension of C8-Th1
fingers, flexion of fingers, spreading of
fingers, abduction
of
thumb,
adduction
of
thumb,
and
opposition of thumb
Upper
region
Lower
region
Central
cord
syndrome
(CCS)
biasanya
terjadi
setelah
trauma
24
neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling
sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula
spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa
kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada
pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord
Injury Association/ AISA 8,9,15.
Fungsi
(C6)
M. flexor carpi radialis (C7)
profunda (C8)
M. interosseus palmaris (T1)
M. illiopsoas (L2)
Fleksi panggul
Ekstensi lutut
Dorsofleksi
kaki
25
M. gastrocnemius-soleus (S1)
Plantarfleksi kaki
arteri serebri
(anterior/media) atau di kapsula interna unilateral. Lama kelamaan lesi ini juga
dapat ditemukan pada arteri serebri (anterior/media) atau kapsula interna yang
lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri
basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral 16,17.
3.3.6 Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan
a. Penyakit infeksi
-
Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula
spinalis rusak sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui
emboli
septik,
luka
terbuka
ditulang
belakang,
penjalaran
Poliomielitis
Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula
spinalis yang mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula
spinalis setinggi servikal atas maka dapat menyebabkan kelemahan
pada anggota gerak atas dan bawah . Pada umumnya kelompok
motoneuron di segmen-segmen intumesensia servikal dan lumbalis
merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada
akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan
LMN adalah ekstremitas 1.
b. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada
beberapa saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa
menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh
beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun,
bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati
atau
mononeuropati
(lebih
jarang),
kanker
bisa
menyebabkan
bisa
menyebabkan
polineuropati.
27
untuk
merasakan
posisi
sendi
menyebabkan
28
29
ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa
keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke
badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti
oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot
bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama
beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal 20.
d. Miastenia Grafis
Miastenia
menyebabkan
grafis
otot
adalah
skelet
penyakit
menjadi
neuromuskular
lemah
dan
lekas
yang
lelah.
31
motorik yang berada di otak dan batang tubuh mengecil, dan pada
akhirnya menghilang. Akibatnya, otot otot tubuh tidak lagi mendapat
sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalam tubuh
kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otototot yang menjadi lebih
kecil dan melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang
memberi
nutrisi
ke
otot-otot
tersebut
terlokalisir,
sehingga
32
sarafnya terkena. Kelemahan dan penciutan otot pada salah satu atau
kedua lengan bisa terjadi sebelum maupun sesudah timbulnya gejala
penekanan medula spinalis.14,22
g.
Spondilitis Tuberkulosa
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan
spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang
bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit
Pott, paraplegi Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2.(1,2,3,4).
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis
tulang dan sendi. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan
oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3
dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman,
tertidur lama selama beberapa tahun.
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum
yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara
hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan
tulang. 6 hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan
fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi
tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan
tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling
sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya
mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral,
bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi
hiperemi
dan
eksudasi
yang
menyebabkan
osteoporosis
dan
33
vertebra
yang
bersangkutan,
menghancurkan
tuberkulosis
vertebra
akan
di
terus
dekatnya.
daerah
servikal,
eksudat
terkumpul
di
belakang
fasia
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan
riwayat penyakit keluarga).
Pemeriksaan penunjang :
Foto vertebrae servikal/lumbaluntuk
trauma,
penyempitan
maupun
mengetahui
pergeseran
susunan
adanya
tulang
belakang.
34
Fungsi
lumbaluntuk
menyingkirkan
beberapa
penyakit
3.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Namun
dapat dilakukan terapi umum sebagai berikut:
1. Medikamentosa
Kortikosteroid untuk mengurangi nyeri, juga dipercaya dapat
menghasilkan perbaikan neurologis.
Antidiabetika pada kasus-kasus yang diperburuk oleh penyakit
diabetes mellitus.
2. Terapi konservatif
a.Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak
vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
3. Fisioterapi :
Program : Infra Red, ROM (range of motion) dan meningkatkan
kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah.
Terapi Okupasi
Problem : agak kesulitan melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan
sendiri karena terlalu lama berbaring.
Assesment: Pasien mengalami deconditioning syndrome.
Program :
a. Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya
dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri dan berjalan.
b. Melakukan kegiatan sehari-hari sendiri, dan tanpa bantuan orang
35
3.3.9
Prognosis
Prognosis penderita dipengaruhi oleh pengobatan terhadap
penyebab tetraparesis itu sendiri. Diagnosis sedini mungkin dan
dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa
tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak
teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat.9
36
BAB 4
PENUTUP
Parese merupakan kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak
lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau
gerakan terganggu. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan
oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Tetraparese dapat
disebabkan karena adanya kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) atau
kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) atau kerusakan di keduanya.
Kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi
di medula spinalis setinggi servikal atas, kerusakan pada Lower motor neuron
(LMN ) bisa mengenai motorneuronya, radiks, maupun pada otot itu sendiri. Jika
kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron
(LMN) maka lesinya pada Low cervical cord.
Tetraparese berbeda dengan hemiparese bilateral, walaupun keduanya
mempunyai arti kelemahan pada keempat angggota gerak. Namun, Tetraparese
disebabkan adanya lesi di medula spinalis sedangkan hemiparese bilateral
disebabkan karena lesi pada hemisfer serebral bilateral dan biasanya pada
serangan pertama baru terjadi hemiparese unilateral dan setelah serangan kedua
baru terjadi hemiparese bilateral. Tetraparese dapat ditemukan pada beberapa
keadaan seperti ; penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis),
polineuropati, sindrom Guillain Barre, Miastenia gravis, atau pada Amyotrophic
Lateral Sclerosis (ALS).
37
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Committee on Trauma of the American College of Surgeon. Advanced Trauma
Life Support (ATLS), program untuk dokter. 1997: 237-57
2. Noerjanto. Gangguan Gerak Akibat Lesi pada Medula Spinalis. Dalam:
Hadinoto S (editor). Gangguan Gerak, Ed 2. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang. 1996 : 65-79.
3. American Spinal Injury Association (ASIA). Standards for Neurological and
Functional Classification of Spinal Cord Injury. Revised by Ditunno JF.
Chicago 1992 ; 1-26
4. Mardjono M, Sidharta P, Pemeriksaan Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat
1994: 20-113.
5. Duus P., Sistem motorik. Dalam : Suwono JW (editor), Diagnosis Topik
Neurologi, anatomi,fisiologi, tanda, gejala. EGC 1996: 31-73.
6. Greenberg M.S, Handbook of Neurosurgery, Spine Injuries, Fouth edition,
Greenberg Graphic, Florida 1997: 754-83.
7. Davenport M., Fracture Cervical Spine, department of Emergency edicine and
Orthopedic Surgery, Allegeny General Hospital, www.emedicine.com, Apr 1,
2008.
8. Pinzon R., Mielopati Servikal Traumatika: Telaah Pustaka Terkini, Cermin
Dunia Kedokteran, 2007.
9. Goodrich A.J., Lower cervical Spine Fractures and Dislocation, Department of
Surgery, section of Orthopedic Surgery, medicl college of Georgia,
www.emedicine.com, July 1, 2008.
10. PERDOSSI, Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan TGrauma
Spinal, PERDOSSI, FKUI/RSCM, 2006 : 19-29
11. Listiono D.L., Cedera Spinal. Dalam: Ilmu Bedah saraf Satyanegara, Edisi
ketiga,PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998 :321-27.
12. Lindsay W.K., Bone I., Callender R.,Spinal Trauma, dalam Neurology and
Neurosurgery Illustrated, Fouth Edition, Churchill Livingstone, 2004 : 41215.
13. DeGroot J., Neuroanatomi Korelatif, Edisi ke -21, EGC, 1997: 47-52
14. Wagener L.M., Stewart A.J., Stenger M.K., Spinal Cord Injury a Guide for
Patients, University of Lowa Hospitals and Clinics, first edition, 2007.
15. Islam S.M., Terapi Stem Cell pada Cedera Medula Spinalis, Cermin Dunia
Kedokteran, SMF saraf Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2006.
16. Kim H. D.,Ludwig C.S., Vaccaro R.A., Chang J., Atlas Of Spine Trauma Adult
and Pediatric, Phyladelphia, 2008.
39
17. Japardi I., Cervical Injury, Fakultas Bagian Bedah USU digital Library, 2002
18. Snell S. R., Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, 2007:
154-59
19. Dawodu
T.
S.,
Spinal
Cord
Injury:
Definition,
Epidemiology,
40